Senin, 19 September 2022

Mampir Puncak Gunung Telomoyo

Kali ini ada ajakan dari paknur buat riding ke dieng lagi. Karena meeting point dirumah pak nur yaitu temanggung dan sigit serta ucup gak bisa riding bareng yasudah kami sepakat berangkat sendiri sendiri. Saya start dari rumah sehabis subuh. Kali ini mencoba jalur yang lain yaitu lewat kopeng- grabag. Namun sebelum menuju rumah pak nur saya sengaja belok sebentar ke puncak telomoyo. Ya selain penasaran telomoyo sekarang seperti apa juga karena sigit baru bisa otw pukul 09:00 dari sukoharjo. Laju motor saya mengarah salatiga dan berhenti kira2 setelah polsek tengaran pas di gang masuk menuju jalur baru yang saya cari. Ancer ancernya kalau tidak salah searah ke sebuah sekolah/ pondok modern namun lurus aja terus ikutin jalan dan petunjuk jalan kearah kopeng. Seperti biasa jalur ini saya suka karena kontur pegunungan selain hawanya dingin tentunya pemandangan pun juga menyejukkan mata. Setelah terus mengikuti jalan utama saya tiba di pertigaan besar saya lurus aja searah pasar kopeng atau pasar apa ya saya lupa. Tak jauh dari pasar saya perhatikan petunjuk jalan alternatif kearah temanggung saya belok kanan dan memang itu rute kearah puncak telomoyo. Karena masih di area lereng gunung jalurnya pun naik turun dan berkelok. Tak terasa kira2 sudah 30menit riding saya membaca disebelah kiri jalan ada tulisan puncak telomoyo dan tanda panah kearah kanan. Ternyata saya sudah tiba di pintu loket menuju puncak telomoyo. Setelah membayar tiket masuk 15ribu saya lanjut riding menuju puncak. Dari pintu loket sampai beberapa ratus meter jalan masih aspal bagus, namun di tengah perjalanan beberapa kali saya dapati jalan sudah hancur sepertinya sudah sangat lama tidak di perbaiki. Namun setelah pertigaan jalan kembali mulus sampai dipuncak Telomoyo. Kira- kira 10menit dari puncak kanan kiri jalan sudah ramai para pelancong memarkirkan motornya. Saya sambil melihat2 mana tau bisa berhenti sebentar untuk motret, namun karena saking ramainya saya skip dan langsung menuju puncak saja. Dipuncak ada tempat parkir di halaman tower, sepertinya tower milik tvri. Setelah parkir saya jalan kaki buat hunting foto di sekitar puncak. Alhamdulillah pagi itu saya tiba masih di beri kesempatan menikmati langit cerah dan pemandangan indah. Udara dingin dan sejuk terik matahari pun belum terasa karena memang masih pagi. Saya berjalan menuju tikungan / pojok yang terdapat sebuah bangunan shelter sepertinya ada spot yang bagus disana. Nampak keluar masuk orang silih berganti di lokasi tersebut. Tak jauh dari parkiran motor saya jalan kaki santai kurang lebih 300meter. Ternyata benar dugaan saya, view nya ciamik disini lebih luas dan tak terhalang bangunan warung atau pohon. Ada salah satu gunung yang lancip terlihat begitu keren saya jadikan sebagai objek. Saya belum tau gunung apa ini, bentuknya mirip gunung batok namun diatasnya lancip kalau gn batok kan alus puncaknya. Langit diatasnya biru dengan hiasan awan putih di sekitar gunung. Selain saya juga ada rombongan lain yang sedang berswafoto di lokasi ini. Karena saya sendiri saya gak sempat ada foto narsis disini, dan saya rasa cukup jepret jepretnya saya pun pindah ke lokasi lain. Dari pojok / tikungan saya belok kanan turun lagi agak kebawah. Pagi itu sangat ramai pengunjung, apalagi di spot yang saya tuju. Spot dengan papan kayu sepertinya buat take off paralayang atau bukan ntah lah saya kurang paham. Di papan kayu ini justru sering di pakai untuk berfoto. Tak hanya manusia yang narsis disini bahkan motornya pengunjung pun di taruh didepan papan paralayang untuk difoto dengan background pemandangan yang indah. Sayangnya pas saya sampe tak lama kemudian kabut turun dan view menjadi putih / abu- abu pekat. Saya sempat menunggu barangkali tak lama kabut pergi. Karena masih ada janji ketemu yang lain di rumah pak nur temanggung saya pun segera kembali ke parkiran motor. Sudah menunggu 15-20 menit nyatanya kabut tak jua pergi. Namun saat saya turun dengan motor terlihat kabut sedikit terbuka sehingga terlihat perbukitan atau lipatan bukit di kejauhan. Saya berhenti sebentar parkirkan motor dan ambil beberapa foto serta video pendek kemudian lanjut jalan lagi. Turun dari spot paralayang saya berhenti sekali lagi untuk ambil scene video pendek sedang riding. Pengennya sih dengan background gn lancip tapi apa daya gn lancip sudah tertutup sedikit awan.

Lanjut lagi sekalian nyari warung kopi barangkali ada mie rebus, biar gak gemetaran nanti pas riding menuju temanggung saya mendingan sarapan dulu. Setelah persimpangan jalan saya ambil kanan kembali ke jalan saat saya berangkat tadi. Tak jauh dari simpang ada sebuah warung kopi plus bonus view cukup bagus di depan warung tersebut. Sarapan mie rebus dan kopi hitam supaya terasa hangat di badan. Selesai sarapan mumpung ada view saya foto- foto lagi secukupnya baru lanjut turun menuju loket/ parkiran mobil.

Karena menuju temanggung keluar dari kawasan wisata gn telomoyo saya belok kekanan arah grabag. Jalan lumayan lebar cukup untuk bersimpangan dua mobil minibus / sedan. Selain lumayan lebar juga aspal masih cukup alus cuma ada satu dua yang berlubang dan bekas tambalan. Setelah riding kurang lebih 30 menit saya sudah sampai di jalan raya Magelang – Bawen. Saya belok ke kiri arah temanggung. Beberapa kilometer kemudian belok kanan motong jalan langsung tanpa harus lewat terminal Secang. Dan tak lama saya sudah sampai dirumah pak nur, sambil menunggu sigit pak nur membuatkan kopi gayo wine. Perjalanan berlanjut sejam kemudian setelah sigit sudah tiba.

Rabu, 19 Januari 2022

Pendakian Random ke Puncak Songolikur, Mt Muria

Awalnya gak ada niat buat mendaki puncak 29 gunung muria. Karena sudah di kudus dan belum tau mau nginap dimna akhirnya saya nekat aja gas arah basecamp rahtawu. Perjalanan dengan motor dari jembatan selamat datang kudus kurang lebih selama 1jam30menit. Dengan berdasar maps saya ikuti terus jalan dan petunjuk arah. Perjalanan malam melewati jalan yg cukup sempit dan berliku dengan sebalah kanan jurang dan kiri tebing.

Setiba nya di desa rahtawu saya segera mencari mushola terdekat dengan basecamp. Karena belum shalat isya saya sambil istirahat menunggu adzan isya dan ikut berjamaah shalat isya. Selesai shalat saya seperti biasa mencari informasi dengan masuk warung kopi sambil menikmati seduhan kopi lokal rahtawu saya korek2 info dri ibu pemilik warung.

Cukup segelas kopi hitam nikmat dan sebungkus roti saya kemudian merapat ke parkiran basecamp. Setibanya di parkiran langsung di hampiri mas mas dan diberi kartu parkir. Terlihat di basecamp ada satu rombongan yang bersiap untuk menanjak. Saya sengaja hampiri dan ngobrol sebentar kemudian mengutarakan ingin nanjak bareng drpd g ada temannya. Awalnya bukan karena sombong ingin mendaki sendiri ke puncal 29 tapi memang dr awal gak ada plan buat nanjak, namanya jg tibatiba nanjak.

Alhamdulillah dari ngobrol2 saya bisa memastikan adek2 rombongan ini ramah2 dan baik hati suka menolong. Sudah pukul 08 kami segera berangkat menuju puncak 29 dengan estimasi normal 4 jam pendakian.

Detail pendakian terlampir.

Awal pendakian di penuhi dengan jalur kebun kopi milik warga yang termasuk landai bahkan datar dan ada menurun. Udara belum terlalu dingin dan suasana malam kami di terangi temaram cahaya bulan. Semerbak terium aroma wangi bunga kopi yang sudah bermekaran. Sepanjang perjalanan kami menikmati harumnya aroma bunga kopi yang menambah perjalanan kami tidak membosankan.
Tiba di pertigaan jalur cepat dan bunton, kami sepakat lewat jalur bunton saja karena infonya jalur cepat sempat ditutup karena longsor. Dari pertigaan jalur cepat dan bunton masih di dominasi perkebunan kopi. Jalur sudah mulai menanjak namun laju perjalanan kami masih terkondisika. Kemudian kami tiba di sendang bunton istirahat sebentar baru kemudian kami lanjut lagi agar tidak terlanjur mager. Dari sendang bunton treking mulai semakin menanjak dan terasa di paha serta dengkul. Pos terdekat dari sendang bunton adalah pos 5 atau warung seng. Di pos 5 kami istirahat sebentar, sambil mengamati ada beberapa pohon murbei tapi sayangnya belum matang.

Biar gak kedinginan kami lanjut lagi melakukan perjalanan. Karena malam mungkin tidak terasa sudah tiba di pos berikutnya yaitu pertapaan eyang pandu dewata. Nah sebagian besar pengunjung yang melakukan perjalanan spiritual atau ziarah salah satu destinasinya adalah pertapaan eyang pandu. Di pertapaan eyang pandu kami hanya lewat dan tetap lanjut terus menuju puncak karena jika di lihat dari googlemaps puncak masih cukup jauh. Semakin mendekati puncak treking pun semakin menanjak tajam. Dengkul saya memang tak bisa bohong karena baru 10-15 langkah sudah harus minta istirahat. Ini salah satu nya yang membuat pendakian dari pertapaan eyang pandu dewata sampai ke puncak memakan waktu kurang lebih 45menit.
Jalur semakin dekat puncak ini bisa di sebut jika dahulu ada pelajaran waktu SMP di sebut dengan istilah jalur ulir baut. Dengan berjalan memutar kekanan kemudian ganti memutar kekiri begitu terus sampai puncak. Dan jalur ini termasuk jalur yang harus ekstra hati hati karena jika terpeleset bisa nyemplung ke jurang.
Setibanya di puncak kami tak langsung mendirikan tenda namun sempat survey lokasi dimana kami akan mendirikan tenda, hah kami?? Sebetulnya mereka sih karena saya sendiri gak bawa tenda hehehehe. Dan eng ing eng rupanya semua warung 24 jam sudah tutup beserta penginepannya. Setelah mendapat tempat mendirikan tenda yaitu di dekat gapura selamat datang puncak 29 di sebelahnya pendaki yg sudah datang duluan, kami pun segera mendirikan tenda. Alhamdulillah kebaikan hati temen2 dari jepara ini menawarkan kepada saya untuk bergabung menginap di tenda mereka. Memang lah saya kenal nya anak anak gunung itu baik dan ramah sekali.

Karena sudah pukul 01.00 dan mereka tau saya perjalanan balik ke boyolali sangat jauh akhirnya saya di silahkan tidur duluan dan mereka menghabiskan malam dengan main kartu. Saya beberapa kali terbangun yang sudah jelas alesannya apa? Ya memang betul saya terbangun karena kedinginan. Bagaimana tidak kedinginan kostum yang saya pakai celana jeans, kaos rangkap 2 dan jaket levis. Tapi sudah syukur saya bisa tidur di dalam tenda, bagaimana jika saya tidur di luar tenda? Mati? Mungkin saja karena di gunung kita gak tau seberapa kejam suhu dingin ketika mendekati subuh dan seberapa kuat daya tahan tubuh ketika lelah dan tertidur. Jadi? Jadi saya sangat berterima kasih pada Allah dan juga teman2 dari jepara mas erik dan teman teman. Setelah kebangun yang ke 3 kali saya melihat jam rupanya memang sudah waktu subuh dan segera saya keluar tenda mencari tempat yg cukup untuk shalat subuh.

Selesai shalat subuh saya kembali menghampiri temen2 ke tenda dan mengajak mereka berburu sunrise. Tak jauh dari tenda kami menuju spot perburuan mungkin sekitar 10menit dari tenda. Pagi itu memang sunrise tak secerah yang saya harapkan, namun itulah yang Allah berikan pada kami, yang terbaik yang dihidangkan untuk kami nikmati pagi itu.

Selesai hunting sunrise kami balik ke tenda dan erik beserta teman2 memasak mie juga kopi. Lagi lagi saya gak enak alias pekewuh karena di masakin mie dan kopi hangat penambah kenikmatan hakiki pagi di gunung. Lagi lagi terima kasih sebesar2nya buat erik dan temen temen untuk semua pertolongannya, semoga Allah yang membalaskan semua kebaikan kalian.

Sembari menunggu temen temen packing tenda saya sempatkan foto foto di sekitar. Oiya pas lagi jepret sana jepret sini ada mas- mas gimbal rasta yang juga menikmati dinginnya pagi gunung muria. Saya sambil ngobrol sedikit tentang gunung muria, tentang jalur pendakian juga tentang perjalanan. Dari luar mas gimbal ini terlihat kalem, apa adanya dan pemberani. Rambut gimbal, kulit putih, berkumis dan berjenggot tipis. Mas gimbal bercerita kalau dia mendaki gunung muria dari jepara seorang diri. Dia bercerita perjalanannya di lalui dengan santai dan menikmati. Normalnya dari jepara sampai di puncak songolikur gunung muria bisa di tempuh selama 4 jam namun kata si mas gimbal malah di tempuhnya selama 6jam. Kalau saya perhatikan dia memang tipe orang yang mencari ketenangan dan kesunyian. Saya mendengar di tawari tidur dalam tenda pendaki yang mendirikan tenda sebelah tenda erik tapi gak mau. Kalau saya dengar juga pas dia ngobrol sama orang lain mas gimbal ini adalah anak pespa. Dari ceritanya saya tangkap mas gimbal ini gak banyak “umuk” atau nyombong tapi justru terlihat rendah hati dan tidak sombong. Saya sering mengambil pelajaran hidup dari orang- orang yang saya baru kenal ya contohnya mas gimbal ini. Karena erik dan temen2 sudah selesai packing usai sudah obrolan saya dengan mas gimbal. Dan saya turun bersama erik serta teman- teman menuju basecamp rahtawu.

Waktu menunjukkan pukul 08.00 dan kami sudah mulai menuruni gunung menuju basecamp dan parkiran motor. Dari puncak turun menuju pertapaan eyang pandu dewata jalur curam dengan kanan kiri jurang. Ketika malam pendakian saja sudah terbayang bagaimana kondisi jalurnya, pada saat turun semakin terlihat jelas bagaimana ekstrimnya jalur pertapaan eyang pandu dewata – puncak. Kami sangat berhati- hati pada saat turun agar tidak terpeleset atau terperosok ke jurang. Langkah demi langkah perlahan namun pasti kami tiba di pertapaan eyang pandu pukul 08.30. Istirahat sebentar dan erik sekalian berniat membeli air mineral atau meminta air mentah malah di kasih air matang dari ceret oleh simbah pemilik warung. Tak lama kami istirahat kemudian berpamitan sama simbah dan melanjutkan perjalanan turun. Jalur turun dari pertapaan eyang pandu menuju warung seng sudah mulai landai jadi kami bisa bergerak lebih cepat. Kami memakan waktu 15 menit sudah tiba di pos warung seng. Di warung seng kami tidak berhenti dan lanjut lagi menuju pos sendang bunton. Jalurnya masih sama agak landai dan bersahabat dengan dengkul. Sambil menikmati aroma wangi bunga kopi dan dinginnya udara khas gunung tak terasa pukul 09.10 kami sudah sampai di sendang bunton. Nah di sendang bunton kami istirahat cukup lama, tak cuma istirahat kami juga beberapa menyempatkan sarapan di warung bunton. Erik memesan nasi dengan telur dadar seharga 7000 rupiah dan saya memesan kopi hitam lokal muria secangkir dengan harga 3000 rupiah. Lanjut meninggalkan sendang bunton kami geber lagi dan perut sudah full bahan bakar jadi lebih semangat lagi. Dari sendang bunton jalur sudah di dominasi kebun kopi lokal muria. Saya lihat sepintas kopinya bagus2 dan ada beberapa petak kebun yg sudah siap panen. Tak terasa suara riuh desa terdekat dengan parkiran kendaraan sudah terdengar. Kami tiba di basecamp dengan selamat dan saya langsung memesan es teh buat menyegarkan kerongkongan. Karena saya masih ada urusan di kudus saya pamit duluan sama erik dan teman2 lainnya. See you next time di lain pendakian ya brother…

Jumat, 18 Juni 2021

Mudik Sumatera, Boyolali-Padangsidimpuan [Part 1]

“Jarang-jarang nih dapet izin dari Bos,, bismillah kita mudik aja yokkk libur natal tahun baru ini”, kata suami.

Jujur sebenarnya batinku masih ragu karena Hawqal masih kecil (baru 6bulan kala itu). Tp melihat antusias suami, akhirnya aku bismillah aja. Qodarullah, pas mendekati hari keberangkatan Hawqal malah sakit (demam & diare). Akhirnya dibawa ke dokter dan alhamdulillah demamnya menurun. Kami pun “bismillah” berangkat dari Boyolali menuju Padangsidimpuan tgl 22 Desember 2020.

Perjalanan dimulai pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB. Aku, Suamiku, Hawqal, Ibu mertua dan Rezky temannya suamiku yang tujuannya ke Pasaman Barat, Sumatera Barat serta ceweknya Rezky yang ikutan nebeng sampai Jakarta. Hari yang cerah menuju mudik pertamaku Jawa-Sumatera melalui jalan darat. Awal pemberhentian di Salatiga mengisi bbm pertalite200rb.

Pukul 12.00 siang kami sudah sampai Pekalongan, istirahat sebentar makan siang soto. Suamiku memang sengaja memilih jalan biasa, bukan dari tol. Selain menghemat biaya perjalanan, jalanannya masih bagus dan tidak begitu macet. Kemudian tidak jauh dari warung makan, kami pun sholat dzuhur sekalian jamak ashar disebuah mesjid dipinggir jalan. Perjalanan pun berlanjut, masih suamiku yang nyetir dan disekitaran Brebes kami berhenti sebentar dipom bensin karena aku dan ibu mau ke toilet.

Pukul 16.00 kami sudah sampai Cirebon, dan masuk tol Palimanan sekitaran pukul 17.00. Tujuan peristirahatan pertama adalah rumahnya mas Hafiz di Tangerang. Namun sebelumnya kami berhenti dulu di rest area shalat magrib jamak isya beserta makan. Kemudian lanjut lagi perjalanan, kira-kira pukul 21.30 sudah sampai Jakarta. Sebelum ke rumah mas Hafiz, kami mengisi bensin pertalite 200rb dan mengantar pacarnya Rezky ke rumah saudaranya. Kira-kira pukul 23.00 kami sudah sampai rumah mas Hafiz. Kedatangan kami ternyata sudah dismbut Ahsin, mas Seno dan nasi kebulinya mbak Zifah. Maturnuwun nggih mas, mbak atas suguhannya JJ. Istirahat sebentar dirumah mas Hafiz sambil meluruskan badan, bisa dibilang hanya tidur-tidur ayam saja. Suamiku, mas Hafiz, Ahsin dan mas Seno malah ngobrol diteras. Bisa dibilang mereka enggak tidur sama sekali. Ya gitu deh klo sudah ketemu teman dekatnya JJ.

Pukul 03.00 dini hari kami melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan merak. Dari rumah mas Hafiz kami pun langsung masuk tol, kali ini yang nyetir Rezky. Ayah Hawqal gantian istirahat. Kira-kira 5km sebelum keluar tol menuju pelabuhan merak, kami berhenti direst area untuk sholat subuh, suamiku membeli tiket penyeberangan online Kapal Ferry 420rb (mobil pribadi) dan sekalian mengisi bbm pertalite 70rb.

Pukul 06.00 pagi kami sudah masuk ke Kapar Ferry. Kami dapat kapal ferry  yang besar, kebetulan parkiran agak dibelakang sehingga tidak menunggu lama kapalnya pun sudah melaju. Selama perjalanan Hawqal kupangku ganti-gantian dengan ibu. Hawqalnya agak rewel karena belum sepenuhnya pulih dari sakitnya. Selama perjalanan dikasih makan hanya di Pekalongan saja karena dia sempat muntah diperjalanan. Hawqal wartu itu usianya masih 6bulan 2minggu, jadi dia baru dikenalin MPASI. Kami memutuskan Hawqal dikasih ASI saja, MPASInya distop selama perjalanan karena Hawqalnya sempat muntah. Kalau bisa dibilang aku capek banget, karena tidurnya hanya tidur2 ayam ditambah Hawqal yang rewel. Di Kapal Ferry kami memilih masuk keruangan dalam yang bisa buat selonjoran dan berbaring. Ternyata ditarik tiket 10rb per-orang. Klo mau gratis duduk diemperan kapal diluar.

Selama di Kapal Ferry ada satu peristiwa yang sangat menyesakkan hatiku. Sambil menggendong Hawqal, punggungku dan punggung suamiku saling menyanggah karena dinding tempat selonjoran sudah penuh sehingga kami memilih ditengah. Aku melihat ada seorang anak yang kurang sempurna fisiknya (“maaf: bibirnya sumbing), dia merengek seperti meminta Handphone ditas ibunya. Ibu itu seperti marah dan dengan gampangnya menggampar anak itu. Anak itu masih merengek, ibu itu pun mengasih dan tidak tau apa yang dipencet anaknya, si ibu itu kembali marah menggampar anak itu dan mencubitnya dengan ringan tangan sekali. Tak terasa air mataku mengalir, aku nangis segugukan sambil nyiumin Hawqal dipangkuanku, tega banget ibu itu padahal ini tempat umum, tempat keramaian. Suamiku heran dan menanyakan kenapa aku menangis. Setelah kuceritaan, posisi dudukku diubah sama suamiku agar mataku tidak tertuju ke anak tersebut. Hawqal rewel lagi, aku dan ibu pindah ke ruang Laktasi di kapal ferry itu. Ruang yang tidak begitu besar, hanya dibatasi tirai diruang kaca bening dan cuma difasilitasi satu sofa. Ternyata Hawqal eek, setelah popokny diganti dan saya susui dia pun tertidur disofa itu.

ruang peristirahatan kapal ferry
menuju pelabuhan Bakauheni

Pukul 08.00 pagi kami sudah sampai kepelabuhan Bakauni. Rencana awal memang full tol setelah masuk pulau sumatera. Kali ini suamiku lagi yang nyetir. Kami berencana mau sarapan direst area, namun belum ada rest area yang berfungsi dengan semestinya. Untuk mengganjal perut sementara makan roti dan biskuit yang dibawa dari Boyolali. Akhirnya menemukan rest area yang agak ramai, kamipun berhenti sebentar untuk istirahat dan mandi. Hawqal makin menjadi-jadi rewelnya, dia menagis terus. Sedikit-sedikit eek, mencret. Mungkin karena kecapean dan sebenarnya dia belum pulih betul dari sakitnya yang kemarin. Pantatnya sampai merah, iritasi popok karena sebentar2 dia eek. Suasana makin mengharukan karena suara Hawqal sampai serak sakin seringnya menangis. Mau mundur ke belakang (Boyolali) sudah jauh banget, mau dilanjutin ke depan (Padangsidimpuan) juga masih jauh banget. Ayah Hawqal sampai menangis melihat anaknya yang nangis terus. Baru pertama kali aku melihat suamiku menangis, menangis karena anaknya. Setelah kami mandi, akhirnya ibu menyaranin keluar tol sebentar untuk mencarikan oralit buat Hawqal. Malah suamiku menyarankan kami mencari dokter.

Akhirnya kami keluar tol Kotabaru dan aku menyadari bahwa tol tersebut dekat dengan kampus ITERA (Institut Teknologi Sumatera). Pertama kali aku menyarankan ke minimarket dulu buat beli sufor, karena faktor kecapean ditambah Hawqal rewel banget, ASIku sempat mampet rasanya (Sufornya pun kebuang karena Hawqal enggak mau minum). Setelah itu kami mencari apotik, ibu membelikan oralit dan salep anti ruam popok. Kemudian kamipun lanjut sarapan sekalian makan siang di warung yang tidak jauh dari kampus ITERA tersebut. Sudah memasuki sholat jumat, karena dalam keadaan safar akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan menjamak dzuhur dan ashar. Alhamdulillah, Hawqal berkurang rewelnya setelah oralitnya rutin diminum. Sebelum melanjutkan perjalanan, bbm diisi penuh pertalite 240rb.

Tol Trans Sumatera ini bisa dibilang masih kurang baik, banyak jalan yang berlubang dan tidak rata. Akhirnya Rezki menggantikan suamiku nyetir karena sering banget ditabrakin kelubang. Wajar aja mata suamiku sudah minus. Kira-kira pukul 17.00 kami sudah sampai Pelembang. Singgah sebentar di Jembatan Ampera, ikon kota Palembang yang melintas diatas sungai Musi. Kami menikmati sore dengan hidangan mie tek-tek dan teh anget. Menurutku mie tek-tek dipalembang ini agak beda dengan yang di Medan, mienya lebih kecil dibanding mie tek-tek yang di Medan.

Kami memutuskan untuk menginap semalam di Palembang, selain buat istirahat tujuannya agar Hawqal lebih baikan. Suamiku pun mencarikan hotel yang searah dengan jalan Trans Sumatera. Kami memesan 2 kamar. Rezky dan suamiku dikamar yang sederhana dengan harga 100rb, fasilitasnya hanya kipas angin. Sedangkan aku, Hawqal dan ibu dikamar ber- AC dengan harga 250rb. Menurutku itu tergolong mahal, salahnya diawal sih enggak cari diaplikasi, kami main datang langsung aja. Sebelum istirahat, kami mandi dan sholat isya-magrib jamak takhir. Untuk meredakan ruam popoknya, malam itu Hawqal hanya dipakaikan celana dan perlak. Setelah pagi, ku lihat dia masih mencret dan meninggalkan noda eeknya disprei hotel, aihhhhh mohon maaf ya petugas hotel, ihihihih.

Pukul 04.00 pagi, kami sudah siap-siap melanjutkan perjalanan. Sebelum subuh semuanya sudah mandi dan beres-beres. Setelah adzan subuh, kami pun sholat subuh dan melanjutkan perjalanan kembali. Tol Trans Sumatera hanya sampai kota Palembang. Jadi perjalanan selanjutnya melewati jalan trans sumatera biasa. Tujuan selanjutnya kota Solok, Sumatera Barat. Kami memilih lintas tengah agar lebih nyaman dan jalannya tidak terlalu berliku. Pukul 08.00 kami sarapan disebuah warung makan Padang. Dari penampilan pelayannya yang rapi bisa ditebak harganya mahal. Agak susah mencari warung makan di lintasan Sumatera Selatan-Jambi, jadi ya sedapatnya saja.

Pukul 12.00 sudah masuk daerah Jambi. Kemudian kami mengisi bbm premium 170rb dan sekalian sholat dzuhur jamak ashar. Tidak jauh dari pom bensin itu kami makan siang, kali ini makan bakso supaya lebih seger diperjalanan. Kami tidak memasuki kota Jambi karena tujuannya memang ke Solok ke rumah teman masa kecilku dahulu. Namun kami masih menjumpai aliran sungai Batang Hari yang merupakan sugai terpanjang di pulau sumatera. Pukul 16.00 kami sudah sampai di Kabupaten Batanghari, singgah sebentar dipinggir jalan untuk membeli degan. Suamiku dan Rezky memesan Degan murni, sedang aku dan ibu memesan Degan komplit. Kelapa muda dicampur sirup coco pandan dan susu serta ditambahin selasih, rasanya begitu nikmat menghilagkan dahaga selama perjalanan.

Jalan perbatasan Jambi-Sumbar sangat parah, terlebih di daerah Dharmasraya. Banyak jalan berlubang dan  tidak rata sehingga tidak bisa ngebut dan harus ekstra hati-hati. Kira-kira pukul 23.00 ban mobil kami kempis, mungkin karena begitu banyaknya lubang yang dilewati. Akhirnya suamiku dan Rezky menggantinya dengan ban serep. Aku, Hawqal dan Ibu istirahat nungguin disebuah warung. Warung itu sepertinya buka 24jam, banyak supir truk yang makan disitu sambil istirahat dari perjalanan jauhnya.

Pukul 03.00 dini hari baru tiba dirumahnya Eeng, dia tetanggaku sekalian teman SD sampai SMP waktu aku masih kecil. Karena ayahnya pindah tugas, akhirnya kami terpisahkan waktu SMP kelas 2. Dia pindah ke Sosa dan kemudian balik lagi ke kampung halamannya di Solok Sumbar. Hanya tidur sebentar dan istirahat dirumah Eeng, paginya kami sudah harus siap-siap melanjutkan perjalanan lagi. Setelah sholat subuh, mandi dan disuguhin sarapan dirumah Eeng. Kami pun pamit untuk melanjutkan perjalanan lagi. Tidak jauh dari Solok,kira-kira setengah jam kami singgah sebentar di danau Singkarak Batusangkar. Sekedar menikmati segelas kopi dan memanjakan mata atas keindahan danau yang Allah ciptakan. Alhamdulillah pertama kali melihat senyum Hawqal, dia sudah tidak rewel lagi dan diarenya pun sudah mulai sembuh.

dirumah Eeng
Hawqal di danau Singkarak
Danau Singkarak Batusangkar

Akhirnya kami pun berpisah dengan Rezky, dia ke arah Padang Panjang karena ada urusan sebelum balik ke kampung halamannya di Pasaman Barat. Selanjutnya suamiku yang nyetir menuju Bukit tinggi. Kebetulan libur tahun baru, walaupun dalam kondisi pandemi tetap saja macet menuju bukit tinggi. Kami memang berniat singgah sebentar walau hanya sekedar melihat jam gadang. Tapi karena parkirnya rada susah akhirnya kami hanya ke Panorama Ngarai Sianok.

Pukul 02.00 dari bukit tinggi kami pun menuju Padangsidimpuan. Sebelumnya singgah di daerah Kabupaten Sijunjung, mengisi bbm pertalite 200rb sekalian sholat jamak takhir dzuhur ashar. Selanjutnya kami pun melanjutkan perjalanan. Sungguh bisa bertafakur akan kebesran Allah, masih dimampukan badan ini dan mata ini melihat jalan berliku2 tiada henti, sehingga dikatakan kelok 1001. Ibu sampai mengucap terus, belum selesai belok kiri sudah belok kanan. Disebelah kanan bukit, disebelah kiri jurang. Tapi aku melihat supir didaerah ini sangat bersahabat, terlebih-lebih truk. Dia akan memberikan jalan kepada kami kalau ada jalan yang agak lapang dan lurus, sehingga mudah menyalipnya dijalanan yang tiada henti berkelok itu.

Pukul 18.30, pas magrib kami sudah di Kotanopan. Kamipun berhenti di pom bensin istirahat sebentar karena suamiku mengantuk, sekalian sholat magrib dan mengisi bbm pertamax 100rb. Setelah melanjutkan perjalanan, pukul 22.00 kami sudah dipanyabungan. Suamiku ngantuk lagi dan kami berhenti dipinggir jalan agar ia bisa tidur walau 15menit. Bapakku sampai nelpon apa kami dikirimin supir atau disusul kesana, tapi ku bilang tidak perlu pak, Akhirnya nyampai sidimpuan pukul 23.00. Alhamdulillah…

Foto Hawqal bersama Oppung
Foto Hawqal bersama Tulang Yugi, Kak Muti dan Bang Adzriel

Tidak lama disidimpuan, hanya 4hari saja karena suamiku bakalan balik kerja lagi. Hari pertama hanya dihabiskan nyuci pakaian dan istirahat saja. Hari kedua, aku cuma istirahat dan main sama Hawqal sedang ibu dan mama sempat jalan2 kepasar supaya ibu tahu pasar Padangsidimpuan. Hari ketiga kami keliling silaturrahmi kerumah saudara Bapak, sedang saudara dari mama sudah datang kerumahku menyambut kedatangan Hawqal. Hari keempat istirahat dan paking untuk pulang.  

‘- BY : RIZQI EKA PUTRI