Video Perjalanan Sumba
Hampir sudah menjadi rutinitas atau kebiasaan kami bangun tidur kemudian sarapan sekalian bungkus nasi untuk makan siang kemudian gas menuju destinasi pilihan kami. Tujuan utama kami adalah ke pantai Watu Parunu dan kolam alam Waimarang di bumbui atau mampir savana kaliuda dan kampung adat rende. Di mulai dari kota Waingapu mengarah ke Bandara Waingapu kemudian arahkan kendaraan menuju daerah Melolo. Tujuan awal adalah kolam alami Waimarang dan pada saat kami berhenti isi bensin eceran sekalian kami menanyakan kemana arah Waimarang. ” Terlewat jauh sudah jalan nya ” kata si bapak penjual bensin. Daripada harus balik lagi kami pun terus gas menuju pantai Watu Parunu. Dua jam sudah kami lewati jalan dengan kanan kiri di hiasi padang rumput serta sedikit hutan heterogen mampu mengurangi panasnya matahari Sumba. Padang savana yang tadinya bercampur sedikit hutan heterogen berubah menjadi padang savana yang luas dan inilah yang warga sekitar sebut Savana Kaliuda. Beberapa pohon yang fotogenik menggoda kami berdua untuk berhenti sebentar mengabadikan keindahan savana dengan rumput mengering keemasan serta tumbuh satu dua tiga pohon kayu besar seolah memberi suasana yang sejuk. Ada satu pohon yang kami sebut pohon “harapan” ya karena ranting yang separo kering belum tumbuh daun dan separo lagi sudah mulai di tumbuhi dedaunan hijau segar. Selain pohon harapan ada juga “marapu heaven” dua pohon identik berdiri berdampingan di tengah luasnya padang rumput yang telah mengering. Pohon harapan dan marapu heaven ini ternyata memang menarik perhatian pengunjung pantai Watu Parunu yang lewat kemudian berhenti sebentar untuk memotret. Padang rumputnya yang coklat gersang bagaikan hamparan karpet emas. Jauh mata ini memandang hanyalah rerumputan kering dengan beberapa pohon yang terus mencoba bertahan hidup di tanah yang tandus serta kering. Setelah cukup mengabadikan keindahan padang savana Kaliuda kami lanjut ke pantai Watu Parunu.
Setengah jam lebih melewati perkampungan yang cukup ramai dan kami pun tiba di pantai. Watu Parunu yang berarti watu adalah batu dan parunu adalah menunduk, bukan berarti batu yang menunduk namun karena adanya batu berlubang di pantai ini dan jika melewati salah satu lubang di batu ini harus menunduk. Pantai berpasir putih ombak cukup besar dan tanpa pengunjung ya memang rata- rata wisata di Sumba masih sepi pengunjung. Di ujung seelah timur terdapat tebing batu kapur yang terus tergerus ombak sehingga berlubang. Untuk ke pantai ini bisa mencari nama daerahnya terlebih dahulu yaitu terletak di Waijelu jika dari Waingapu bisa menyalakan GPS Maps. Saran saya jangan di tutup atau matikan GPS map nya terus nyalakan dan ikuti petunjuk jalan di Map tersebut sampai tiba di daerah Waijelu pelankan laju kendaraan dan perhatikan di sebelah kiri jalan. Ikuti petunjuk jalan yang di sebelah kiri masuk ke jalan kecil menuju pantai dan kamu telah tiba di pantai Watu Parunu. Kalau ada yang tanya apa spesialnya pantai ini? pantai dengan tebing batu kapur berlubang ombak cukup besar sepi karena jauh dari jangkauan kota serta masih bersih. Ingin lompat- lompat kegirangan bersukaria atau duduk manis tenang menikmati alunan ombak dan hembusan angin pun tetap nikmat.
Dari Watu Parunu kami melanjutkan arah tujuan kami ke Waimarang Melolo. Sebelum sampai di Melolo kami istirahat sebentar di Kampung adat Rende/ Rindi, kampung ada yang sangat terkenal di Sumba Timur selain cukup besar kampung adat ini terletak di pinggir jalan raya. Di tengah perkampungan berdiri Batu Kubur atau kalau di jawa di sebut “kijing”. Sebagian besar rumah masih menggunakan bahan baku papan kayu dan alang- alang sebagai atapnya. Sebelum mengexplore sekitar halaman kampung Rindi kita di persilahkan ke bale- bale utama terlebih dahulu untuk melapor/ menulis di buku tamu kedatangan. Saat kami datang seorang mama/ ibu sedang membuat tenun khas Sumba sembari menjelaskan tentang kampung Rindi kepada seorang pengunjung. Jika di beberapa kampung adat di NTT sudah banyak menjual cinderamata maka di Kampung Rindi ini belum begitu banyak cinderamata/ kerajinan tangan yang di jual.
Mari lanjut lagi menuju kolam Waimarang. Kolam Waimarang ini jika dari arah Waingapu adalah di pasar Melolo ada petunjuk/ plang ke kanan arah Kananggar nah belok kanan masuk sudah itu menuju Waimarang. Terus ikuti saja jalan menuju Waimarang sampai ketemu SD inpres Waimarang tanya lagi ke orang di sekitar agar tidak nyasar. Lucunya sewaktu saya dan Hafiz menuju kolam Waimarang menggunakan GPS dan bertanya kepada orang yang kurang tepat justru menyasar kebablasan sampai ke Kananggar. Di ujung desa kami berhenti dan bertanya karena kebablasan kami putar balik ke arah Melolo. Dalam perjalanan balik arah Melolo ada 2 anak SMA sedang nongkrong kami tanyai benar sudah bahwa kami terlewat terlalu jauh. Setelah mendapat petunjuk dari 2 anak ini yang satunya namanya Rendy satu lagi lupa namanya kami tiba di parkir kolam alam Waimarang. Parkiran yang berupa padang savana ini jika kita melihat ke sekeliling seperti sedang di perbukitan teletabis bener bener keren banget. Kolam alami masih cukup jauh dari parkiran, menuruni jalur treking yang telah di buat sederhana oleh warga sekitar. Meskipun sudah di buatkan jalur treking namun harus tetap hati- hati karena jalur yang terjal dan merupakan jurang yang curam. Selesai menuruni jurang masuklah jalur hutan lebat dengan jalur yang datar cukup bisa di bilang bonus. Setelah melewati hutan ketemu dengan padang savana dan di sana ada persimpangan, jika mau mengikuti saran saya mending ambil yang arah agak kekanan. Jalur yang agak kekanan ini jalur yang paling dekat langsung menuju kolam. Saat itu kami tidak tau jalur mana yang cepat kami ambil yang lurus terus kemudian menuruni jurang lagi. Perlahan menuruni jurang dan mendarat di sungai aliran dari kolam dan harus treking mengikuti aliran sungai menuju ke arah kolam. Setibanya di kolam saya kaget tiba- tiba rendy dan temannya sudah mendarat duluan padahal sudah berpisah di jalan Kananggar- Melolo. Ternyata mereka duluan sampai dan lebih cepat karena lewat jalur yang kekanan bukan yang lurus. Kolam Waimarang terbentuk dari batuan kapur yang mungkin tergerus air atau karena gerak patahan bumi selama ribuan tahun sehingga membentuk cekungan bulat seperti kolam. Air mengalir jernih kemudian tertampung di cekungan berwarna hijau kebiruan khas air batuan kapur. Sungguh mempesona bagi saya dan Hafiz bisa melihat keindahan alam Waimarang. Kolam alami ini ada dua sebenernya diatasnya terdapat kolam kecil yang mengalirkan mini waterfall dan jatuh di kolam besar. Kolam kecil di atas air terjun lebih mirip dengan bath up/ bak mandi serta di atas bath up berjatuhan air dari tebing yang lebih tinggi.
Tempatnya memang “spooky” kalau anak gaul bilang tapi mandi lelompatan dari tebing di pinggir jatuh ke kolam tentunya sangat menggoda. Meskipun kita sebagai pengunjung bisa mandi dan lelompatan di kolam ini alangkah baiknya tetap mejaga kesopanan dan perilaku. Merekam beberapa video dan mengambil foto untuk diabadikan dan dikenang di kemudian hari. Sayang kolam alam yang mulai ramai pengunjung ini sudah bertebaran sampah, mulai sampah plastik bungkus snack, sampah kardus makanan berat/ nasi kardus, bahkan sampah kantong plastik hitam merah dan putih. Padahal sepanjang perjalanan sudah pula di pasang peringatan ataupun ajakan untuk menjaga kebersihan dan membawa kembali sampah/ bungkus makanan yang di bawa pengunjung. Semoga kedepan kesadaran warga sekitar serta pengunjung untuk menjaga kebersihan kolam Waimarang ini semakin baik. Agar kesan spooky di kolam ini sedikit berkurang karena memang tempatnya masih rimbun dan minim cahaya sebaiknya datang ketika pagi hari atau paling tidak siang dan menjelang sore sudah meninggalkan lokasi. Bukan karena biar tidak serem tapi juga view nya lebih indah ketika mendapat pencahayaan yang cukup. Tau kan kalau kolam ini sesungguhnya adalah jurang? nah lebih aman lagi berkunjunglah ketika musim kemarau, selain airnya akan sangat jernih juga mengurangi resiko “kebanjiran tiba- tiba” .
Video Sumba