Tampilkan postingan dengan label jelajah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jelajah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Juli 2018

Solotravel Explore Bukit Tinggi, Sumatera Barat

Pada saat itu hari minggu di kota Padang saya bangun pagi dan sedikit bingung antara mau kemana atau mau ngapain. Setelah akhirnya dapat juga kendaraan pinjaman untuk jalan- jalan saya memutuskan untuk eksplore Bukit Tinggi yang dulu pernah tertunda. Sebelumnya hari jumat dan sabtu saya beserta rombongan team BMG Padang berkunjung ke Payakumbuh untuk menghadiri acara pernikahan sodara kami Bang Anggry. Selama di Payakumbuh pun kami juga sempat mampir ke beberapa tempat wisata. Karena waktu yang tidak memungkinkan kami pergi ke pemandian mata air alamai batang tobik, kemudian numpang lewat Padang Mangateh atau New Zeland nya Sumatera Barat, Lembah Harau dan terakhir mampir ke Kapalo Banda.

Anggap aja sebagai mukodimah sebelum masuk cerita Bukit Tinggi saya akan ceritakan sedikit tentang Payakumbuh dan Lembah Harau. Payakumbuh, ya sebelumnya saya juga sudah pernah mengunjunginya. Payakumbuh daerah di Sumatera Barat yang banyak berdiri perbukitan yang sebagian besar bentuknya bulat. Selain banyaknya bukit juga saat masih pagi udara di Payakumbuh ini adem dan segar. Masih banyak pepohonan yang hijau dan rindang. Di Payakumbuh juga ada beberapa wisata alam yang baru saja booming dan menjadi destinasi favorit warga sekitar.  Saya sendiri sempat berkunjung ke Padang Mangateh atau warga sekitar menyebutnya sebagai New Zeland nya Sumatera Barat. Padang Mangateh ini adalah padang rumput yang sangat luas dengan kontur tanahnya agak menanjak dan di atasnya di gembalakan ratusan ekor sapi. Memang paduan yang pas ketika padang rumput yang luas lagi hijau dengan beberapa ekor sapi sedang menikmati rerumputan sudah layaknya sedang di New Zeland. Udara yang berhembus pun juga segar dan dingin meskipun terik matahari cukup menyengat. Sejauh mata memandang yang ada adalah hijau dan hijau maka tak heran jika mata seolah di manjakan dan adem menikmatinya. Kemudian agak keluar dari Payakumbuh saya di temani bang dayu, zul, pak roni, rino dan pak epi menuju Lembah Harau. Ngomongin Lembah Harau ini hemmm gimana ya? keren sih keren banget apalagi di nikmati dengan mata telanjang. Ketika baru masuk kami seolah memasuki himpitan tebing yang berdiri menjulang tinggi. Lembah Harau ini memang sudah lama di konsep untuk kawasan pariwisata. Sudah banyak homestay dan resort keren yang bisa di gunakan untuk menginap atau sekedar berfoto ria. Saya kesusahan untuk mendeskripsikannya tapi yang jelas Lembah Harau keren. Dari Lembah Harau kami kemudian melanjutkan ke Kapalo Banda Taram yang tak jauh dari Lembah Harau. Dengan mengendarai kendaraan roda 4 kami tempuh perjalanan selama 45 menit. Setibanya di Kapalo Banda saya di suguhkan oleh sebuah sungai yang besar yang dimanfaatkan warga sekitar untuk refreshing. Ternyata Kapalo Banda ini adalah sebuah hulu sungai yang di kelilingi oleh beberapa bukit. Airnya bening dan dingin serta udara sekitarnya pun juga adem. Masih banyak tumbuh pepohan yang rindang menghijaukan lingkungan Kapalo Banda. Yang menarik disini adalah banyak anak kecil dari kampung sekitar sedang mandi sambil bermain- main di atas rakit. Jika kamu main kesini dan ingin menikmati sensasi naik rakit sambil bercanda dengan temanmu sangat boleh di coba. Untuk hunting foto juga banyak spot dan objek yang bagus yang bisa di ambil. Ya begitulah kira-kira mukodimah sebelum masuk ke Bukit Tinggi.

L1060931 L1060938 L1060940 L1060963 L1060968 L1060970 L1060986 L1070009 L1070013 L1070018 L1070027 L1070035 L1070107 L1070127

Minggu pagi dengan minim aktifitas di basecamp atau kantor cabang Padang. Antara pergi atau tidak saya dalam kegalauan. Setelah ngobrol dengan Zul dan akhirnya saya pinjam mobil Avanza pak Roni berangkatlah saya menuju Bukit Tinggi dan sekitarnya. Bermodalkan GPS map saya ikuti saja dan terus melaju menuju Bukit Tinggi melewati simpang Teluk Bayur kemudian air terjun Lembah Anai, Padang Panjang dan tiba lah di Bukit Tinggi. Jalanan saat itu memang ramai dan beberapa titik terjadi kemacetan. Ya memang hari minggu wajar jika banyak orang yang bepergian untuk mencari hiburan.

Destinasi pertama yang berhasil saya kunjungi adalah Panorama Ngarai Sianok yaitu tempat di tepian tebing untuk melihat Ngarai Sianok dari atas. Selain pemandangan ngarai yang indah juga ada lubang Jepang alias Goa Jepang. Pagi itu pengunjung cukup ramai mulai dari remaja, anak- anak kecil beserta kedua orang tuanya juga pasangan- pasangan muda yang sedang memadu kasih. Saya? ya saya sih datang sendiri karena memang tidak ada teman yang bisa saya ajak keliling Bukit Tinggi. Buat saya tidak ada yang terlalu spesial sehingga memaksa saya harus berlama- lama di panorama Ngarai Sianok. Sekalian shalat dzuhur di jamak dengan ashar kemudian saya pindah ke destinasi berikutnya yaitu gak sengaja lewat sebuah tikungan dan membaca penunjuk ” great wall “. Di Great Wall saya parkir mobil di tepi jalan raya dekat pintu masuk dan memang itu di sediakan tempat untuk parkir. Parkiran menuju pintu masuk tak jauh langsung saja masuk dan berjalan agak ke dalam barulah bertemu seorang kakek sedang menjada semacam kotak sumbangan yang katanya ” seikhlasnya saja nak untuk dana kebersihan “. Di depan mata sebenernya ada semacam rumah inyiak gak tau itu hotel atau resort atau semacam cafe saya lewati saja dan lanjt ke arah saribu janjang. Lewat tepian sungai dan warung kemudian menyebrang melintasi sebuah jembatan goyang. Setelah lewat jembatan goyang ada lagi kotak sumbangan yang katanya masih sama ” untuk dana kebersihan bang 5000 “. Saribu janjang ini terbilang sepi dari pengunjung entah karena hari minggu atau apa saya kurang paham. Sebentar menaiki janjang saya bertemu sepasang muda-mudi sedang duduk berdua sambil ngobrol, cewenya sih imut cantik gtu cowonya biasa aja saya justru kasihan sama cewenya kalau sampai di apa- apain. Sebenernya kalau boleh jujur saribu janjang ini juga bagus sih tapi menurut saya kurang panjang trek nya dan kurang ada bangunan yang memperindah. Oiya sesudah sampai di janjang paling atas saya mendapati sederet warung dan di belakangnya ada pemandangan jurang dari sisi lain di balik panorama Ngarai Sianok yang sebelumnya saya kunjungi. Jurang atau ngarai di lihat dari puncak saribu janjang juga bagus, apalagi saat saya di sana sedang sepi jadi spot buat ngambil foto pun bebas mau dimana saja.

L1070137 L1070140 L1070142 L1070156 L1070158 L1070169 L1070190 L1070212 L1070218 L1070234 L1070240 L1070310 L1070325 L1070390 L1070403

Cukup puas olah raga di saribu janjang saya lanjut menuju Taruko Caffe sesuai saran temen saya Hafiz. Dari Saribu janjang tak jauh kira- kira 15 menit saya sudah sampai di Taruko Caffe. Jadi Taruko caffe ini sengaja di bangun di dasar Lembah karena memang selain berjualan makan dan minuman juga menjual pemandangan yang indah. Yang menjadi ikon di Taruko caffe adalah sebuah batu atau bukit besar di depannya. Untuk kopi lokal yang saya pesan rasanya juga enak, ya bisa di bilang gak rugi jauh- jauh dari Padang sendirian ke Ngarai hanya untuk menyeruput kopi. Taruko ini karena sudah terkenal tempatnya jadi rame banget apalagi pasangan muda mudi yang masih anget- angetnya pacaran. Saya tak lama menikmati kopi hitam sambil mengambil foto di beberapa spot kemudian lanjut lagi ke tujuan selanjutnya.

 

Bersambung

puncak lawang

malalak

Minggu, 24 Juni 2018

Ngabuburide Ke Dieng, Ngadem Yang Sesungguhnya

Entah darimana datangnya rencana touring ke Dieng saat itu padahal sedang dalam bulan puasa. Awalnya saat ngopi bersama temen bikepacker Soloraya ada mas susilo, mas agung, masdian sama dekdian(cewe) sempet nyerempet bahas mau kemana dalam waktu dekat ini? saya langsung nyeletuk ” ke Dieng aja yuk “. Kemudian darisana saya membuat ajakan di grup WA yang biasa kami gunakan untuk sarana komunikasi dan yang respon langsung ikut adalah Yasin. Saya dan Yasin sudah sepakat untuk gas tanggal 29 Mei- 1 Juni karena sekalian ada tanggal merahnya, Namun dalam tengah- tengah waktu saya merubah plan yang sudah di sepakati yaitu gas ke Dieng di majukan tanggal 25 hari jumat dan Yasin setuju- setuju saja. Tibalah saat itu hari Jumat tanggal 25 Mei 2018 saya sepulang kerja langsung pulang lebih awal karena seusai Taraweh harus prepare gas menuju Dieng. Karena Yasin ada kerjaan yang belum selesai maka Jumat malam itu kami akhirnya meeting di point yang telah di tentukan yaitu Blabak Magelang pada pukul 23:xx.

20180526_005526[1]

Saya menunggu sebentar baru kemudian Yasin datang mengajak saya makan malam dulu sebelum kami melanjutkan menuju Dieng. Pertigaan antara arah Purworejo Magelang dan Jogja. Di sebuah angkringan sederhana kami mengisi perut agar tidak kelaparan saat riding. Karena kami menceritakan arah tujuan kami saat makan di angkringan, malah beberapa orang yang sedang jajan menyarankan agar kami melewati arah Purworejo dan belok ke arah Wonosobo sebelum masuk Purworejo. Sesuai saran di angkringan kami mengambil rute arah Purworejo kemudian Wonosobo dan barulah dari Wonosobo naik ke Dieng. Dari Purworejo ke Wonosobo rupanya kami melintasi jalur leren gunung Sumbing. Jalur masih sepi atau mungkin karena tengah malam juga bulan puasa ya? ya intinya jalur sangat sepi dan perjalanan alhamdulillah lancar sampai Wonosobo.

Wonosobo ke Dieng sudah dekat kira- kira tinggal 1 jam perjalanan santai lagi sudah sampai. Karena malam hari gelap serta penerangan motor saya kurang terang kami riding agak pelan selain harus meraba jalan juga karena jalan menuju Dieng sudah menanjak terus. Oiya saya lupa belum ceritakan riding pakai motor apa untuk touring kali ini ya? iya saya sekalian ngejajal RX spesial saya yang baru aja turun mesin ganti stang seher beserta laher gandulnya. Untuk jalanan datar tenaganya cukup mumpuni namun ketika sudah memasuki jalanan Tambi- Dieng tenaganya mulai kelihatan melemah. Udara mulai sangat dingin meskipun tidak angin yang berhembus namun karena laju motor kami udara jadi terasa makin dingin. Setelah melewati puluhan tanjakan dan ratusan belokan akhirnya 03:00 sudah saatnya kami sahur. Dari pertigaan Dieng saya susuri jalanan hingga di ujung jalan Dieng Kulon tidak ada satu warung pun yang buka, yaiyalah siapa yang mau buka warung pagi buta dinginnya minta ampun kayak di Dieng???. Sudah pasrah akhirnya ada seorang bapak- bapak yang menghampiri kami langsung saja Yasin bertanya dimana kami bisa mendapatkan sahur jam segini? justru di terminal lah ada satu warung yang buka menyediakan makan sahur bagi orang yang mau jajan. Sesuai saran si bapak kami pun balik lagi ke terminal dieng dan benar adanya ada satu warung yang buka. Kami sahur dengan menu prasmanan dan saya memilih sayur nangka muda lauk telur dan tempe kemul.

20180526_035915[1]

Alhamdulillah kenyang makan sahur dan chat WA yang saya kirim ke sedulur Amim sudah di balas dan kami di suruh segera ke rumahnya. Sebentar kami ngobrol karena memang sudah 3 tahun lebih tidak ketemu. Jam menunjukkan pukul 05:00 dan saya menengok ke jendela kamarnya Amim cuaca cukup cerah dan sepertinya sunrise akan kece. Akhirnya saya dan Yasin pergi berdua menuju bukit Sikunir karena Amim dan Jokowi masih ngantuk dan memang udara saat itu sedang dingin- dinginnya. Biar cepat kami ke Sikunir pakai satu motor aja yaitu motornya Yasin. Riding selama kurang lebih 15 menit kami tiba di parkiran Telaga Cebong dan sebelumnya sudah membayar tiket di pintu masuk sebesar 10ribu setiap orang. Parkir motor kemudian segera naik ke puncak Sikunir yang saat itu memang sangat sepi bener- bener gak kayak biasanya yang berjubel sampai harus antri pelan- pelan untuk treking sampe puncak. Bisa jadi karena bulan puasa jadi yang piknik rata- rata orang yang tidak puasa atau non muslim atau orang islam yang puasa namun sangat sedikit memang. Ketika sampai diatas ada 2 orang sepertinya dari luar Jawa Tengah dan di puncak satunya lagi ada satu rombongan 5 orang kalau gak salah ingat. Saat kami tiba matahari menyambut dengan hangat, meskipun sunrisenya tidak Pecyahhh tapi ya memang cukup hangat di badan juga hangat di pandang. Bergerombol awan tebal di ujung dan bawah mepet dengan horison sehingga matahari nampak ketika sudah diatas awan. Cahaya orange kemerahan yang mulai pudar menyinari melewati sela- sela pohon dan dedauan. Puas, ya saya sangat puas karena selain sepi juga pemandangannya memanjakan mata. Tak begitu lama kami diatas kemudian turun sambil sesekali mengambil foto di jalur turun menuju Telaga Cebong.

20180526_054055[1]

Tiba di telaga cebong bersantai sebentar menikmati pemandangan sambil duduk manis di tepi telaga. Selain saya dan Yasin ada juga satu rombongan yang mendirikan tenda di tepi telaga. Terlihat mereka sedang asik menikmati suasana sahdu sekitar telaga cebong. Memang karena sedang sepi jadi terasa lebih tenang dan puas menikmati semua keindahan Dieng. Tak lama sih kami berfoto- foto di sekitar telaga cebong dan kemudian mulai pindah menuju Batu ratapan angin yang tak jauh dari Telaga Cebong.

Karena sebelumnya sudah janjian dan saudara saya mas yusuf menyusul ke Dieng sudah tiba kami janjian untuk ketemu di Batu ratapan angin. Tiba di batu ratapan angin suda terlihat mas yusuf memarkirkan sepeda motornya. Saya dan Yasin parkirkan motor kemudian menyapa mas yusuf dan segera langsung menuju puncak batu ratapan angin. Ya di batu ratapan angin pun sangat sepi tidak ada orang. Sungguh menyenangkan sekali kami tidak kerepotan untuk berfoto harus antri lebih dahulu. Semua spot foto yang ada rasanya seperti milik kami bertiga. Alhamdulillah langit saat itu begitu cerah dan terang. Pemandangan indah telaga warna dari atas pun terlihat begitu jelas. Warna air telaga warna berwarna hijau muda dan air telaga pengilon coklat susu. Kedua telaga terlihat begitu keren dari atas batu ratapan angin. Selain air telaga juga pepohonan yang tumbuh memutari telaga menambah suasana sejuk dan adem.

Melanjutkan cerita dari batu ratapan angin, kami bertiga balik ke rumah amiem terlebih dahulu. Sesampainya dirumah amiem kami ngobrol sebentar tentang perjalanan, tentang kamera, tentang dieng yang dingin, dan tentang dieng yang bersalju. Tak terasa kami ngobrol ngalor ngidul sebentar adzan dzuhur berkumandang. Seusai shalat dzuhur jokowi menawarkan untuk ke sebuah tempat yang gak pernah di kunjungi wisatawan. Kami mengendarai motor kurang lebih 15 menit dari rumah amiem. Melewati jalan beraspal kemudian berganti makadam jalur ke kebun. Setelah parkir di pinggir jalan kami treking ke spot tujuan kurang lebih selama 15 menit. Jalan perlahan melewati jalan setapak kebun kentang dan sayuran dengan hati- hati agar tak merusak tanaman. Sesampainya di puncak diatas sebuah batu yang mereka sebut “watu numpang”. Dari watu numpang pemandangan sungguh memanjakan mata. Sekeliling memandang ada telaga merdada di bawah sana dan perbukitan kebun kentang di sekitarnya. Kalau kata temen saya telaga merdada di lihat dari atas seolah bekas tabrakan meteor menghantam bumi sehingga membentuk cekungan kemudian berisi air. Alhamdulillah cuaca cerah langit pun biru menyejukkan mata. Cukup lama kami disini berfoto bergantian. Setelah cukup puas kami meninggalkan watu numpang dan sekaligus mas yusuf berpamitan pulang duluan karena ada acara.

Pulang dari watu numpang saya yasin dan jokowi balik lagi ke rumah amiem sebentar memarkirkan motor kemudian lanjut lagi jalan jalan ke kawasan candi arjuna. Di candi arjuna suasana sangat sepi hanya beberapa anak muda lokal dieng yang sedang bercengkrama bercanda tawa. Kami bertiga pun gak tau mau ngapain selain foto foto. Hampir semua sudut kami datangi dan cari angle foto yang bagus dan sampai bosan juga. Sudah sampai mati gaya dan akhirnya cuma glimpang glimpung rebahan di sekitar candi sambil sesekali godain adek adek yang sedang pacaran.

Langit mulai kekuningan tanda senja segera datang dan kami sepakat untuk balik ke rumah amim. Dari candi arjuna kami kembali ke rumah amim ngobrol dan bersantai sambil menunggu adzan magrib. Dirumah kebetulan ada bapak dan amim. Sambil menghangatkan badan di depan tungku api memasak air kami ngobrol ngalor ngidul sampai habis bahan pembicaraan. Sebelum adzan berkumandang saya, jokowi, amim dan yasin menuju kawasan wisata kuliner ramadhan di dekat masjid dieng wetan. Banyak penjaja makanan yang berjualan takjil. Kami membeli es durian, gorengan, cilok dan makanan berat untuk berbuka. Setelah selesai berbelanja kami kembali kerumah amim bersiap buka puasa bersama dirumah. Makanan pembuka berupa es durian serta gorengan terasa begitu nikmat.

Karena besoknya saya harus kerja setelah shalat taraweh berjamaah di mushola dekat rumah amim kami berpamitan pulang. Sebenernya sih gak di bolehin pulang sama bapak, diminta menginap semalam lagi di rumah amim. Karena tidak memaksakan keadaan saya dan yasin pun pamit dan gas meninggalkan dieng pukul 21.00. Jangan tanya bagaimana dinginnya berkendara malam hari di dieng, sudah pasti sangat dingin. Alhamdulillah meskipun sempat mendung perjalanan dari rumah amim hingga kota wonosobo kami lancar dan tidak kehujanan. Mulai meninggalkan wonosobo dan memasuki kledung Temanggung kabut turun sangat tebal jarak pandang pun sangat terbatas. Yasin berkendara di depan dan saya mengikuti di belakangnya. Kami berkendara pelan dan sangat hati- hati. Rasanya ada serem, syahdu, haru, konyol, dan bahagia bercampur aduk. Bahkan karena jalan berkabut tebal beberapa kali saya hampir kesrempet sama mobil dari lawan arah yang tidak mempedulikan kondisi jalan dengan tetap ngebut. Kondisi di perparah ketika kaca helm saya tutup agar tidak terlalu dingin kena muka tapi kaca helm jadi berembun dan semakin menghalangi penglihatan. Kaca helm tetap saya buka dan laju motor saya pelankan agar tidak kedinginan.
Setelah lolos meninggalkan kledung dan kabutnya di depan kami di sambut oleh hujan deras. Saya dan yasin berhenti di emperan salah satu ruko dan memakai jas hujan agar tetap bisa lanjut gas tanpa basah kuyup. Dari Kledung kami gas terus kearah Temanggung. Kurang lebih setengah jam kami berkendara sudah tiba di Temanggung dan Alhamdulillah hujan telah reda, sambil istirahat sebentar kami sekalian lepas jas hujan. Dari Temanggung masih jauh perjalanan kami, saya ke Boyolali dan Yasin ke Jogja. Karena sudah malam dan sangat ngantuk kami berdua berhenti di sebuah indomaret selepas Hotel mewah Magelang lupa namanya. Sekedar jajan air mineral dan cemilan buat pantas2 aja masak numpang tidur di indomaret gak jajan, setelah jajan kami rebahan dan bablas ketiduran di Indomaret sampe waktu Sahur tiba. Karena setelan alarm sahur saya berbunyi dan saya bangun mencari warung makan terdekat dan alhamdulillah ada warung nasi padang tak jauh dari indomaret. Karena yasin saya bangunin katanya gak mau sahur yaudah deh saya sahur sendiri aja. Eh lakok selesai makan sahur si yasin bangun dan nanyain makan dimana, akhirnya yasin sekalian sahur sebelum adzan subuh berkumandang. Setelah subuh mumpung mata seger dan udara pagi sejuk kami langsung lanjut gas dan berpisah di mblabak. Saya ambil kekiri arah Boyolali dan yasin lanjut lurus arah jogja.

Lanjut cerita saya riding sendiri lewat ketep, kemudian selo Boyolali. Seperti biasa jalur favorit berkelok dan naik turun ditambah kabut tipis khas udara pagi pegunungan. Sebelum sampai pasar selo ada sebuah jembatan gantung yang belum terlalu lama selesai di bangun. Mampir sebentar menikmati pemandangan sekitar jembatan mumpung masih sepi bisa foto2 sepuasnya. Sebenernya ada alasan lain berhenti sebentar selain foto2 yaitu mendinginkan mesin dan sistem pengereman, karena setelah selo jalurnya bakal turun terus menerus. Kira- kira setengah jam sudah puas foto2 dan menikmati indahnya pemandangan kemudian saya lanjut gas menuju boyolali pulang ke rumah. Alhamdulillah selamat sampai dirumah, perjalanan yang sangat menyenangkan.

Minggu, 07 Januari 2018

Bego Adventure Sendirian Ke Toraja

Setelah ngobrol dengan simbah Wanto akhirnya saya di sarankan berangkat ke Toraja malam hari dengan naik bis. Sekalian nyari makan malam saya diantar mbah Wanto dan Qory menuju pool bis Litha Co untuk membeli tiket dan sekalian berangkat malam itu juga menuju Toraja. Sambil menunggu bis di berangkatkan pada pukul 22:00 simbah sok kenal sok dekat dengan seorang cewe di sebelah kami. Ada beberapa pertanyaan yang simbah ajukan untuk cewe itu, mulai dari namanya siapa trus mau kemana sampai ada spot apa saja yang bagus di Toraja. Dan lucunya simbah kenalin ke saya trus di bilang ” ini temenku mau ke Toraja kamu bisa temani dia tidak? saya khawatir dia nyasar hilang nanti di sana ” wakakak kocak kocak si cewe senyam senyum mulu pula nya. Setelah cewe itu pergi bar saya tanya ke simbah detailnya ternyata dia orang Makale Toraja yang kini menjadi Tana Toraja. Nah Toraja ini mekar menjadi Tana Toraja dan Toraja Utara, untuk wisata yang dulunya masih di sebut Tana Toraja kini sebagian besar di Toraja Utara seperti kete kesu, londa, negri atas awan dan masih banyak lagi. Kalau Tana Toraja pusat keramaiannya ya Makale itu tempat si cewe yang simah ajak kenalan tadi.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22:00 saya pun salaman pamit ke simbah dan Qory dan naik ke bis karena akan segera di berangkatkan. Bis nya sih agak tua namun interiornya masih nyaman. perjalanan malam saya manfaatkan untuk tidur agar keesokan harinya bisa banyak tenaga untuk explore. Pagi hari matahari mulaimenerangi bumi dan nampaklah pemandangan indah di kanan dan kiri. Seperti biasa ada sesuatu yang berbeda saya rasakan, ya selain rasa merasa asing di tempat baru juga ada sesuatu seperti ada ikatan batin dengan Toraja ini. Rasa hati senang bercmpur decak kagum melihat keindahan alam Toraja ciptaan Allah yang begitu sempurna. Dalam kekaguman saya menikmati dari balik jendela bis kemudian terhenti karena bis menurunkan penumpang di salah satu sudut perempatan. Yapp benar sekali ada salah satu penumpang yang turun, sepertinya sih mahasiswi yang sedang mudik. Anaknya cantik putih imut mungil tapi agak judes saya tengok. hus hus hus lanjut cerita ya, nah saya kira sudah sampai di Toraja karena sudah banyak tulisan Toraja. Setelah bis jalan lagi saya mulai cemas saya harus turun dimanakah? jangan jangan nanti kebablasan. Menurut artikel yang saya baca sih harusnya saya turun di Rantepao. Kata cerita artikel itu turun di dekat mesjid besar Rantepao. Setelah melewati mesjid besar dan ada lapangan/ alun- alun bis berhenti menurunkan beberapa penumpang. Saya pikir inilah Rantepao karena mirip cerita dalam artikel ada mesjid dan lapangan toh juga ada perwakilan agen bis Litha Co juga, ah yasudah saya turun saja kemudian berjalan ke sekitar alun- alun. Setelah memutari alun- alun dan melihat kok bis nya jalan lagi? wah brarti ini bukan destinasi terakhir bis donk???

Makale, Tana Toraja

Makale, Tana Toraja

Namanya aja Bego Adventure kadang ada aja kebegoan yang saya lakukan. Setelah sarapan di belakang alun-alun dan mengambil beberapa ratus uang di atm BRI *(ya karena gak ada ATM BCA adanya BRI ), saya bertanya ke satpam BRI saya sedang dimana sebenernya. Ternyata saya salah mendarat, saya masih di Makale kota Tana Toraja yang artinya tempat tinggal si cewe di pool bis kemaren malam. Eh kok ya bener simbah Wanto dia khawatir saya nyasar kok ya nyasar beneran. Setelah nanya kalau mau ke Rantepao naik apa saya segera menuju terminal angkot Makale dan berganti mobil travel ( angkot juga sih sebenernya) menuju Rantepao. Makale menuju Rantepao bisa di tempuh selama 1jam perjalanan cukup santai. Setelah tiba di Rantepao saya minta di turunkan sama supir travelnya di lapangan yang ada rental motor. Ternyata benar lapangannya memang dekat masjid besar Rantepao dan juga ada beberapa rental motor disini.

Turun dari travel saya langsung ke salah satu penyewaan motor di Rantepao. Ada dua bocah kecil di depan rumah kemudian saya minta tolong panggilkan orang tua nya karena saya mau menyewa motor. Keluarlah seorang wanita setengah baya dengan rambut di ikat kulit putih badan agak berisi serta cukup tinggi. ” Mau sewa motor ya dek ? ” sahut ibu itu sembari jalan keluar menuju kearah saya. Transaksi menyewa motor selesai saya tinggalkan KTP serta mengisi data diri di sebuah buku. Sebelum menjelajah saya sengaja ke kantor agen perwakilan penjualan tiket bis, ya saya coba bis yang lain untuk kembali ke Makassar yaitu bis Primadona. Tiket bis Rantepao- Makassar seharga 160K sudah di tangan saatnya menjelajah tanpa bimbang. Tujuan pertama adalah Kete’ Kesu yang tak jauh dari kota Rantepao. Kurang lebih saya memacu laju kendaraan saya selama 30 menit menuju arah Makale dan di pinggir jalan ada petunjuk arah Kete’ Kesu masuk kekiri tak jauh dari jalan raya saya sudah sampai. Sepertinya di Kete’ Kesu inilah spot rumah ada tongkonan yang paling sexy dan eyeketching. Ada beberapa rumah tongkongan yang berjejer rapi saling berhadapan. Memang sudah di desain untuk kepentingan wisata sehingga sudah terkelola dengan baik juga di pintu masuk banyak penjual kain serta oleh- olh cinderamata. Oiya di sebelah pojok paling ujung dari deretan rumah tongkonan ada penjual seorang ibu- ibu sudah tua, kalau main ke sini mampir toko si Ibu ini dan belilah satu atau dua barang yang dijualnya itung- itung membantunya. Setelah dari Kete’ Kesu saya melanjutkan ke Londa. Londa adalah sebuah kubur batu yang alami tanpa membuat lubang untuk menaruh mayat. Londa tak jauh dari Kete’ Kesu cuma 15 menit sudah sampai. Londa ini berupa goa yang di manfaatkan warga sekitar untuk menaruh mayat atau menguburkannya (gak dikubur sih di taruh gtu aja). Nah setelah dari Londa masih kubur batu juga namun yang ini bedanya dibuatkan lubang di tebing batu terlebih dahulu. Lemo ya namanya Lemo, kubur batu buatan kalau istilah guide yang menjelaskan kepada saya di Londa.

IMG_4460Londa

LemoIMG_4477IMG_4514IMG_4519IMG_4598Kete' KesuKete' Kesu
Niatnya dari Lemo saya nyari warung makan dulu baru lanjut eksplore namun susah nyari warung makan apalagi yang halal. Gas lanjut lagi aja buka map saya arahkan menuju negri atas awan Lolai. Waktu masih menunjukkan pukul 11:45 dan saya segera bergegas agar masih bisa sedikit bersantai dan mengisi perut yang sudah keroncongan. Jalan menuju Lolai menanjak berkelok dengan hutan dan beberapa perkampungan warga yang masih asri. Sebelum sampai Lolai saya berhenti sebentar karena ada semacam villa yang viewnya keren. Di depan bertuliskan negri atas awan To’ Tombi, yasudah saya masuk saja sekalian siapa tau caffe nya jualan mie rebus wakakakak. Pesan kopi hitam dan mie rebus, yeeaayy akhirnya makan juga. Sambil menunggu pesanan saya tiba saya sebentar foto- foto di spot yang sedang di perbaiki. Hamparan sawah di bawah dan hutan pinus di sebelah kiri dan kanan. Katanya sih di depan spot yang saya injaki ini adalah atas awan yang terkenal itu, namun karena saya datangnya kesiangan tidak ada awan yang bergerombol layaknya lautan. Pesanan saya telah datang saya makan siang bareng sama rombongan dari Pontianak yang bahasanya mirip dengan bahasa Minang. Selesai makan saya melanjutkan foto- foto dan mengabil beberapa video sekitar Villa To’ Tombi.

Nah dari To’ Tombi saya lanjut ke Tongkonan Lempe dan caffe Lolai. Dari To’ Tombi sampai Tongkongan Lempe tak jauh cuma butuh 15 menit sudah sampai. Ya jadi di puncak negri atas awan ini ada beberapa berjajar rumah tongkonan. Ketika saya tiba di Tongkonan Lempe nampak sedang di bangun sebuah pondasi yang konon katanya akan di dirikan Hotel bertingkat mewah. Dari Tongkonan Lempe pemandangannya tak kalah indah dengan di To’ Tombi. Setelah sebentar menikmati sejuknya hawa dingin dan hijau hamparan bukit berlapis pepohonan rindang saya bergeser ke Caffe Lolai. Caffe Lolai inilah sebenernya yang saya cari sedari bawah. Caffe dengan lokasi tertinggi di desa Lolai pemandangannya pun juga lebih menawan. Di sebelah kiri ada rumah tongkonan beserta kuburan dan di sebelah kanan ada Tongkonan Lempe di lihat dari atas. Bagusya menikmati kopi dan jajan di caffe ini adalah ketika pagi hari. Selain dapat menikmati indahnya matahari terbit juga ada bonus lautan awan diantara jam 07:00 hingga jam 09:00.

25550196_230263877515645_1201600473265771655_n 26113841_233920937149939_7522565902024158284_n

View ke sebelah kiri dari caffe

View ke sebelah kiri dari caffe

View dari Caffe Lolai sebelah kanan ada Tongkonan Lempe

View dari Caffe Lolai sebelah kanan ada Tongkonan Lempe

Karena cuaca mendung dan waktu sudah menunjukkan pukul 16:30 saya bersiap turun ke Rantepao dan bersiap menuju Makassar.

Bego Adventure Sendirian Ke Toraja

Setelah ngobrol dengan simbah Wanto akhirnya saya di sarankan berangkat ke Toraja malam hari dengan naik bis. Sekalian nyari makan malam saya diantar mbah Wanto dan Qory menuju pool bis Litha Co untuk membeli tiket dan sekalian berangkat malam itu juga menuju Toraja. Sambil menunggu bis di berangkatkan pada pukul 22:00 simbah sok kenal sok dekat dengan seorang cewe di sebelah kami. Ada beberapa pertanyaan yang simbah ajukan untuk cewe itu, mulai dari namanya siapa trus mau kemana sampai ada spot apa saja yang bagus di Toraja. Dan lucunya simbah kenalin ke saya trus di bilang ” ini temenku mau ke Toraja kamu bisa temani dia tidak? saya khawatir dia nyasar hilang nanti di sana ” wakakak kocak kocak si cewe senyam senyum mulu pula nya. Setelah cewe itu pergi bar saya tanya ke simbah detailnya ternyata dia orang Makale Toraja yang kini menjadi Tana Toraja. Nah Toraja ini mekar menjadi Tana Toraja dan Toraja Utara, untuk wisata yang dulunya masih di sebut Tana Toraja kini sebagian besar di Toraja Utara seperti kete kesu, londa, negri atas awan dan masih banyak lagi. Kalau Tana Toraja pusat keramaiannya ya Makale itu tempat si cewe yang simah ajak kenalan tadi.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22:00 saya pun salaman pamit ke simbah dan Qory dan naik ke bis karena akan segera di berangkatkan. Bis nya sih agak tua namun interiornya masih nyaman. perjalanan malam saya manfaatkan untuk tidur agar keesokan harinya bisa banyak tenaga untuk explore. Pagi hari matahari mulaimenerangi bumi dan nampaklah pemandangan indah di kanan dan kiri. Seperti biasa ada sesuatu yang berbeda saya rasakan, ya selain rasa merasa asing di tempat baru juga ada sesuatu seperti ada ikatan batin dengan Toraja ini. Rasa hati senang bercmpur decak kagum melihat keindahan alam Toraja ciptaan Allah yang begitu sempurna. Dalam kekaguman saya menikmati dari balik jendela bis kemudian terhenti karena bis menurunkan penumpang di salah satu sudut perempatan. Yapp benar sekali ada salah satu penumpang yang turun, sepertinya sih mahasiswi yang sedang mudik. Anaknya cantik putih imut mungil tapi agak judes saya tengok. hus hus hus lanjut cerita ya, nah saya kira sudah sampai di Toraja karena sudah banyak tulisan Toraja. Setelah bis jalan lagi saya mulai cemas saya harus turun dimanakah? jangan jangan nanti kebablasan. Menurut artikel yang saya baca sih harusnya saya turun di Rantepao. Kata cerita artikel itu turun di dekat mesjid besar Rantepao. Setelah melewati mesjid besar dan ada lapangan/ alun- alun bis berhenti menurunkan beberapa penumpang. Saya pikir inilah Rantepao karena mirip cerita dalam artikel ada mesjid dan lapangan toh juga ada perwakilan agen bis Litha Co juga, ah yasudah saya turun saja kemudian berjalan ke sekitar alun- alun. Setelah memutari alun- alun dan melihat kok bis nya jalan lagi? wah brarti ini bukan destinasi terakhir bis donk???

Makale, Tana Toraja

Makale, Tana Toraja

Namanya aja Bego Adventure kadang ada aja kebegoan yang saya lakukan. Setelah sarapan di belakang alun-alun dan mengambil beberapa ratus uang di atm BRI *(ya karena gak ada ATM BCA adanya BRI ), saya bertanya ke satpam BRI saya sedang dimana sebenernya. Ternyata saya salah mendarat, saya masih di Makale kota Tana Toraja yang artinya tempat tinggal si cewe di pool bis kemaren malam. Eh kok ya bener simbah Wanto dia khawatir saya nyasar kok ya nyasar beneran. Setelah nanya kalau mau ke Rantepao naik apa saya segera menuju terminal angkot Makale dan berganti mobil travel ( angkot juga sih sebenernya) menuju Rantepao. Makale menuju Rantepao bisa di tempuh selama 1jam perjalanan cukup santai. Setelah tiba di Rantepao saya minta di turunkan sama supir travelnya di lapangan yang ada rental motor. Ternyata benar lapangannya memang dekat masjid besar Rantepao dan juga ada beberapa rental motor disini.

Turun dari travel saya langsung ke salah satu penyewaan motor di Rantepao. Ada dua bocah kecil di depan rumah kemudian saya minta tolong panggilkan orang tua nya karena saya mau menyewa motor. Keluarlah seorang wanita setengah baya dengan rambut di ikat kulit putih badan agak berisi serta cukup tinggi. ” Mau sewa motor ya dek ? ” sahut ibu itu sembari jalan keluar menuju kearah saya. Transaksi menyewa motor selesai saya tinggalkan KTP serta mengisi data diri di sebuah buku. Sebelum menjelajah saya sengaja ke kantor agen perwakilan penjualan tiket bis, ya saya coba bis yang lain untuk kembali ke Makassar yaitu bis Primadona. Tiket bis Rantepao- Makassar seharga 160K sudah di tangan saatnya menjelajah tanpa bimbang. Tujuan pertama adalah Kete’ Kesu yang tak jauh dari kota Rantepao. Kurang lebih saya memacu laju kendaraan saya selama 30 menit menuju arah Makale dan di pinggir jalan ada petunjuk arah Kete’ Kesu masuk kekiri tak jauh dari jalan raya saya sudah sampai. Sepertinya di Kete’ Kesu inilah spot rumah ada tongkonan yang paling sexy dan eyeketching. Ada beberapa rumah tongkongan yang berjejer rapi saling berhadapan. Memang sudah di desain untuk kepentingan wisata sehingga sudah terkelola dengan baik juga di pintu masuk banyak penjual kain serta oleh- olh cinderamata. Oiya di sebelah pojok paling ujung dari deretan rumah tongkonan ada penjual seorang ibu- ibu sudah tua, kalau main ke sini mampir toko si Ibu ini dan belilah satu atau dua barang yang dijualnya itung- itung membantunya. Setelah dari Kete’ Kesu saya melanjutkan ke Londa. Londa adalah sebuah kubur batu yang alami tanpa membuat lubang untuk menaruh mayat. Londa tak jauh dari Kete’ Kesu cuma 15 menit sudah sampai. Londa ini berupa goa yang di manfaatkan warga sekitar untuk menaruh mayat atau menguburkannya (gak dikubur sih di taruh gtu aja). Nah setelah dari Londa masih kubur batu juga namun yang ini bedanya dibuatkan lubang di tebing batu terlebih dahulu. Lemo ya namanya Lemo, kubur batu buatan kalau istilah guide yang menjelaskan kepada saya di Londa.

IMG_4460Londa

LemoIMG_4477IMG_4514IMG_4519IMG_4598Kete' KesuKete' Kesu
Niatnya dari Lemo saya nyari warung makan dulu baru lanjut eksplore namun susah nyari warung makan apalagi yang halal. Gas lanjut lagi aja buka map saya arahkan menuju negri atas awan Lolai. Waktu masih menunjukkan pukul 11:45 dan saya segera bergegas agar masih bisa sedikit bersantai dan mengisi perut yang sudah keroncongan. Jalan menuju Lolai menanjak berkelok dengan hutan dan beberapa perkampungan warga yang masih asri. Sebelum sampai Lolai saya berhenti sebentar karena ada semacam villa yang viewnya keren. Di depan bertuliskan negri atas awan To’ Tombi, yasudah saya masuk saja sekalian siapa tau caffe nya jualan mie rebus wakakakak. Pesan kopi hitam dan mie rebus, yeeaayy akhirnya makan juga. Sambil menunggu pesanan saya tiba saya sebentar foto- foto di spot yang sedang di perbaiki. Hamparan sawah di bawah dan hutan pinus di sebelah kiri dan kanan. Katanya sih di depan spot yang saya injaki ini adalah atas awan yang terkenal itu, namun karena saya datangnya kesiangan tidak ada awan yang bergerombol layaknya lautan. Pesanan saya telah datang saya makan siang bareng sama rombongan dari Pontianak yang bahasanya mirip dengan bahasa Minang. Selesai makan saya melanjutkan foto- foto dan mengabil beberapa video sekitar Villa To’ Tombi.

Nah dari To’ Tombi saya lanjut ke Tongkonan Lempe dan caffe Lolai. Dari To’ Tombi sampai Tongkongan Lempe tak jauh cuma butuh 15 menit sudah sampai. Ya jadi di puncak negri atas awan ini ada beberapa berjajar rumah tongkonan. Ketika saya tiba di Tongkonan Lempe nampak sedang di bangun sebuah pondasi yang konon katanya akan di dirikan Hotel bertingkat mewah. Dari Tongkonan Lempe pemandangannya tak kalah indah dengan di To’ Tombi. Setelah sebentar menikmati sejuknya hawa dingin dan hijau hamparan bukit berlapis pepohonan rindang saya bergeser ke Caffe Lolai. Caffe Lolai inilah sebenernya yang saya cari sedari bawah. Caffe dengan lokasi tertinggi di desa Lolai pemandangannya pun juga lebih menawan. Di sebelah kiri ada rumah tongkonan beserta kuburan dan di sebelah kanan ada Tongkonan Lempe di lihat dari atas. Bagusya menikmati kopi dan jajan di caffe ini adalah ketika pagi hari. Selain dapat menikmati indahnya matahari terbit juga ada bonus lautan awan diantara jam 07:00 hingga jam 09:00.

25550196_230263877515645_1201600473265771655_n 26113841_233920937149939_7522565902024158284_n

View ke sebelah kiri dari caffe

View ke sebelah kiri dari caffe

View dari Caffe Lolai sebelah kanan ada Tongkonan Lempe

View dari Caffe Lolai sebelah kanan ada Tongkonan Lempe

Karena cuaca mendung dan waktu sudah menunjukkan pukul 16:30 saya bersiap turun ke Rantepao dan bersiap menuju Makassar.