Awalnya gak ada niat buat mendaki puncak 29 gunung muria. Karena sudah di kudus dan belum tau mau nginap dimna akhirnya saya nekat aja gas arah basecamp rahtawu. Perjalanan dengan motor dari jembatan selamat datang kudus kurang lebih selama 1jam30menit. Dengan berdasar maps saya ikuti terus jalan dan petunjuk arah. Perjalanan malam melewati jalan yg cukup sempit dan berliku dengan sebalah kanan jurang dan kiri tebing.
Setiba nya di desa rahtawu saya segera mencari mushola terdekat dengan basecamp. Karena belum shalat isya saya sambil istirahat menunggu adzan isya dan ikut berjamaah shalat isya. Selesai shalat saya seperti biasa mencari informasi dengan masuk warung kopi sambil menikmati seduhan kopi lokal rahtawu saya korek2 info dri ibu pemilik warung.
Cukup segelas kopi hitam nikmat dan sebungkus roti saya kemudian merapat ke parkiran basecamp. Setibanya di parkiran langsung di hampiri mas mas dan diberi kartu parkir. Terlihat di basecamp ada satu rombongan yang bersiap untuk menanjak. Saya sengaja hampiri dan ngobrol sebentar kemudian mengutarakan ingin nanjak bareng drpd g ada temannya. Awalnya bukan karena sombong ingin mendaki sendiri ke puncal 29 tapi memang dr awal gak ada plan buat nanjak, namanya jg tibatiba nanjak.
Alhamdulillah dari ngobrol2 saya bisa memastikan adek2 rombongan ini ramah2 dan baik hati suka menolong. Sudah pukul 08 kami segera berangkat menuju puncak 29 dengan estimasi normal 4 jam pendakian.
Detail pendakian terlampir.
Awal pendakian di penuhi dengan jalur kebun kopi milik warga yang termasuk landai bahkan datar dan ada menurun. Udara belum terlalu dingin dan suasana malam kami di terangi temaram cahaya bulan. Semerbak terium aroma wangi bunga kopi yang sudah bermekaran. Sepanjang perjalanan kami menikmati harumnya aroma bunga kopi yang menambah perjalanan kami tidak membosankan.
Tiba di pertigaan jalur cepat dan bunton, kami sepakat lewat jalur bunton saja karena infonya jalur cepat sempat ditutup karena longsor. Dari pertigaan jalur cepat dan bunton masih di dominasi perkebunan kopi. Jalur sudah mulai menanjak namun laju perjalanan kami masih terkondisika. Kemudian kami tiba di sendang bunton istirahat sebentar baru kemudian kami lanjut lagi agar tidak terlanjur mager. Dari sendang bunton treking mulai semakin menanjak dan terasa di paha serta dengkul. Pos terdekat dari sendang bunton adalah pos 5 atau warung seng. Di pos 5 kami istirahat sebentar, sambil mengamati ada beberapa pohon murbei tapi sayangnya belum matang.
Biar gak kedinginan kami lanjut lagi melakukan perjalanan. Karena malam mungkin tidak terasa sudah tiba di pos berikutnya yaitu pertapaan eyang pandu dewata. Nah sebagian besar pengunjung yang melakukan perjalanan spiritual atau ziarah salah satu destinasinya adalah pertapaan eyang pandu. Di pertapaan eyang pandu kami hanya lewat dan tetap lanjut terus menuju puncak karena jika di lihat dari googlemaps puncak masih cukup jauh. Semakin mendekati puncak treking pun semakin menanjak tajam. Dengkul saya memang tak bisa bohong karena baru 10-15 langkah sudah harus minta istirahat. Ini salah satu nya yang membuat pendakian dari pertapaan eyang pandu dewata sampai ke puncak memakan waktu kurang lebih 45menit.
Jalur semakin dekat puncak ini bisa di sebut jika dahulu ada pelajaran waktu SMP di sebut dengan istilah jalur ulir baut. Dengan berjalan memutar kekanan kemudian ganti memutar kekiri begitu terus sampai puncak. Dan jalur ini termasuk jalur yang harus ekstra hati hati karena jika terpeleset bisa nyemplung ke jurang.
Setibanya di puncak kami tak langsung mendirikan tenda namun sempat survey lokasi dimana kami akan mendirikan tenda, hah kami?? Sebetulnya mereka sih karena saya sendiri gak bawa tenda hehehehe. Dan eng ing eng rupanya semua warung 24 jam sudah tutup beserta penginepannya. Setelah mendapat tempat mendirikan tenda yaitu di dekat gapura selamat datang puncak 29 di sebelahnya pendaki yg sudah datang duluan, kami pun segera mendirikan tenda. Alhamdulillah kebaikan hati temen2 dari jepara ini menawarkan kepada saya untuk bergabung menginap di tenda mereka. Memang lah saya kenal nya anak anak gunung itu baik dan ramah sekali.
Karena sudah pukul 01.00 dan mereka tau saya perjalanan balik ke boyolali sangat jauh akhirnya saya di silahkan tidur duluan dan mereka menghabiskan malam dengan main kartu. Saya beberapa kali terbangun yang sudah jelas alesannya apa? Ya memang betul saya terbangun karena kedinginan. Bagaimana tidak kedinginan kostum yang saya pakai celana jeans, kaos rangkap 2 dan jaket levis. Tapi sudah syukur saya bisa tidur di dalam tenda, bagaimana jika saya tidur di luar tenda? Mati? Mungkin saja karena di gunung kita gak tau seberapa kejam suhu dingin ketika mendekati subuh dan seberapa kuat daya tahan tubuh ketika lelah dan tertidur. Jadi? Jadi saya sangat berterima kasih pada Allah dan juga teman2 dari jepara mas erik dan teman teman. Setelah kebangun yang ke 3 kali saya melihat jam rupanya memang sudah waktu subuh dan segera saya keluar tenda mencari tempat yg cukup untuk shalat subuh.
Selesai shalat subuh saya kembali menghampiri temen2 ke tenda dan mengajak mereka berburu sunrise. Tak jauh dari tenda kami menuju spot perburuan mungkin sekitar 10menit dari tenda. Pagi itu memang sunrise tak secerah yang saya harapkan, namun itulah yang Allah berikan pada kami, yang terbaik yang dihidangkan untuk kami nikmati pagi itu.
Selesai hunting sunrise kami balik ke tenda dan erik beserta teman2 memasak mie juga kopi. Lagi lagi saya gak enak alias pekewuh karena di masakin mie dan kopi hangat penambah kenikmatan hakiki pagi di gunung. Lagi lagi terima kasih sebesar2nya buat erik dan temen temen untuk semua pertolongannya, semoga Allah yang membalaskan semua kebaikan kalian.
Sembari menunggu temen temen packing tenda saya sempatkan foto foto di sekitar. Oiya pas lagi jepret sana jepret sini ada mas- mas gimbal rasta yang juga menikmati dinginnya pagi gunung muria. Saya sambil ngobrol sedikit tentang gunung muria, tentang jalur pendakian juga tentang perjalanan. Dari luar mas gimbal ini terlihat kalem, apa adanya dan pemberani. Rambut gimbal, kulit putih, berkumis dan berjenggot tipis. Mas gimbal bercerita kalau dia mendaki gunung muria dari jepara seorang diri. Dia bercerita perjalanannya di lalui dengan santai dan menikmati. Normalnya dari jepara sampai di puncak songolikur gunung muria bisa di tempuh selama 4 jam namun kata si mas gimbal malah di tempuhnya selama 6jam. Kalau saya perhatikan dia memang tipe orang yang mencari ketenangan dan kesunyian. Saya mendengar di tawari tidur dalam tenda pendaki yang mendirikan tenda sebelah tenda erik tapi gak mau. Kalau saya dengar juga pas dia ngobrol sama orang lain mas gimbal ini adalah anak pespa. Dari ceritanya saya tangkap mas gimbal ini gak banyak “umuk” atau nyombong tapi justru terlihat rendah hati dan tidak sombong. Saya sering mengambil pelajaran hidup dari orang- orang yang saya baru kenal ya contohnya mas gimbal ini. Karena erik dan temen2 sudah selesai packing usai sudah obrolan saya dengan mas gimbal. Dan saya turun bersama erik serta teman- teman menuju basecamp rahtawu.
Waktu menunjukkan pukul 08.00 dan kami sudah mulai menuruni gunung menuju basecamp dan parkiran motor. Dari puncak turun menuju pertapaan eyang pandu dewata jalur curam dengan kanan kiri jurang. Ketika malam pendakian saja sudah terbayang bagaimana kondisi jalurnya, pada saat turun semakin terlihat jelas bagaimana ekstrimnya jalur pertapaan eyang pandu dewata – puncak. Kami sangat berhati- hati pada saat turun agar tidak terpeleset atau terperosok ke jurang. Langkah demi langkah perlahan namun pasti kami tiba di pertapaan eyang pandu pukul 08.30. Istirahat sebentar dan erik sekalian berniat membeli air mineral atau meminta air mentah malah di kasih air matang dari ceret oleh simbah pemilik warung. Tak lama kami istirahat kemudian berpamitan sama simbah dan melanjutkan perjalanan turun. Jalur turun dari pertapaan eyang pandu menuju warung seng sudah mulai landai jadi kami bisa bergerak lebih cepat. Kami memakan waktu 15 menit sudah tiba di pos warung seng. Di warung seng kami tidak berhenti dan lanjut lagi menuju pos sendang bunton. Jalurnya masih sama agak landai dan bersahabat dengan dengkul. Sambil menikmati aroma wangi bunga kopi dan dinginnya udara khas gunung tak terasa pukul 09.10 kami sudah sampai di sendang bunton. Nah di sendang bunton kami istirahat cukup lama, tak cuma istirahat kami juga beberapa menyempatkan sarapan di warung bunton. Erik memesan nasi dengan telur dadar seharga 7000 rupiah dan saya memesan kopi hitam lokal muria secangkir dengan harga 3000 rupiah. Lanjut meninggalkan sendang bunton kami geber lagi dan perut sudah full bahan bakar jadi lebih semangat lagi. Dari sendang bunton jalur sudah di dominasi kebun kopi lokal muria. Saya lihat sepintas kopinya bagus2 dan ada beberapa petak kebun yg sudah siap panen. Tak terasa suara riuh desa terdekat dengan parkiran kendaraan sudah terdengar. Kami tiba di basecamp dengan selamat dan saya langsung memesan es teh buat menyegarkan kerongkongan. Karena saya masih ada urusan di kudus saya pamit duluan sama erik dan teman2 lainnya. See you next time di lain pendakian ya brother…