Kali ini selesai menjadi tour leader jalan jalan saya tidak ikut langsung balik ke jakarta namun meng- extend perjalanan selama di dieng. Di hari+ 1 kami memulai pagi hari dengan mendatangi sebuah bukit yang berada di atas telaga warna. Bukit sidengkeng orang lokal Dieng menyebutnya, di puncak bukit ini saya dapat melihat keindahan telaga warna dari atas dan view di sekelilingnya berupa gunung sumbing dan sindoro di kejauhan. Dari atas nampak beningnya air telaga warna berwarna hijau toska serta tenang memberikan pantulan pohon pohon yang berdiri dan tumbuh di sekelilingnya. Semilir angin yang kencang memang sesaat enak di nikmati dengan ketinggian diatas 2000mdpl udara dingin di tambah semilir angin membuat pikiran ikut dingin serta hati terasa tenang. Tak lebih lama lagi pun saya berfikir bisa- bisa masuk angin kalau tidak segera pindah ke destinasi berikutnya. Selesai mengambil materi timelapse dan beberapa shot film pendek saya beserta Hafiz, Amim, Biyan, Maria, Uri, Rina, dan Icha melanjutkan perjalanan dengan tujuan telaga sidringo. Dengan mobil bak terbuka menyusuri pedesaan dataran tinggi Dieng kami melaju ke arah kawah candradimuka. Tak jauh dari kawah candradimuka telaga yang katanya mirip ranu kumbolo ini pun kami hampiri. Hamparan luas dan berupa cekungan berisi air hujan yang menjadikannya layaknya sebuah danau. Padang rumput yang luas di sampingnya memuat pemandangan hijau melihat ke segala penjuru. Duduk termenung sesaat menghela nafas sambil merasakan udara yang merasuk ke dalam paru- paru hemmm begitu segarnya membuat betah dan ingin berlama- lama di telaga sidringo ini. Terbangun dari mimpi yang hampir membuatku hanyut dalam buaian suasana tenang dan damainya telaga sidringo kemudian segera bergegas meninggalkannya karena masih harus menuju gunung prau.
Makan siang repacking dan kemudian kami sudah siap berangkat lagi menuju gunung prau. Gunung yang tidak begitu tinggi namun banyak menjanjikan keindahan yang katanya mampue membelalakan mata. Pendakian di mulai dari pertigaan dieng menyusuri perkampungan kemudian di lanjutkan menapaki jalan perkebunan kentang milik warga. Setelah berjalan satu jam saya sudah di sambut kumpulan bunga daisy yang menawan, yang kemudian di ikuti teriakan mas amim “nanti diatas lebih banyak cak”. Mendengar perkataan mas amim saya semakin semangat untuk segera sampai camping ground gunung prau.Sebelum sampai camping ground kami sudah di sambut hujan deras tak henti henti hingga gelap menggantikan senja. Saya sendiri yang tidak membawa jas hujan dan akhirnya berperang dengan basah- basahan air hujan. Namun justru sedang musim hujan dingginnya gunung menjadi tak seganas musim kemarau, dan begitu masuk tenda udara menjadi lebih hangat. Tak seperti biasanya saya mencari rekaman gambar gugusan bimasakti karena kabut dan tubuh tanpa jaket ini tak mampur menahan dinginnya udara di luar tenda. Hingga pagi menjelang waktu saya habiskan untuk tidur. Meskipun kabut mengiringi hadirnya sang surya sunrise kala itu tetap menawan bahkan lebih magis dan mysti ketika matahari membakar kabut kabut menjadi warna merah. Berfoto- foto hingga langit merah berubah perlahan menjadi langit biru. Karena kami sudah ada janji dengan bus di terminal wonosobo pukul 16:00 maka tak lama lama lagi kami menikmati keindahan gunung prau berakhir. Pukul 09:00 kami sudah mulai meninggalkan area camping dan turun menuju patak banteng yang merupakan jalur berbeda dengan pendakiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar