Yang ada dalam pikiran saya mendengar kata Palembang adalah cewenya yang cantik- cantik. Setelah menginjakkan kaki di kota pempek ini mulai tau kenapa cewe Palembang cantik- cantik? ya rupanya ada persilangan antara cina dan arab. Memang benar bahwa gadis- gadis Palembang cantik- cantik indah di pandang. Oke cukup intermesonya selanjutnya saya akan bercerita beberapa hari mampir di Palembang. Mendarat di Kota Palembang ketika hari sudah gelap dan tepatnya saat itu adalah pukul 22:00 di atas kerlap- kerlip lampu kota Palembang. Sungguh pemandangan yang luar biasa indah bagaikan hamparan intan permata jika cahaya lampu kota di lihat dari langit. Bandar udara Sultan Mahmud Badaruddin adalah nama untuk sebuah bandara yang cukup besar dan modern, ya modern karena memang bangunannya termasuk bangunan baru. Beberapa saat menunggu di jemput oleh sedulur baru di Palembang sambil mencoba melihat di sekitar. Bandara sesak di penuhi oleh supir taksi, travel dan supir jemputan, banyak dari supir taksi dan travel yang menawarkan kepada para penumpang pesawat yang turun. Karena saya tidak tau bagaimana seluk beluk kota ini saya memilih diam dan menolak secara baik baik tawaran supir taksi/ travel tersebut.
Setelah mas Dzikri sedulur baru saya sudah tiba dan segera kami meninggalkan bandara menuju daerah monpera untuk mampir makan malam. Pertama kali jajan makan malam memang di traktir mas Dzikri namun mendengar harganya memang relatif lebih mahal jika di bandingkan dengan Jakarta atau bahkan Solo. Selesai makan kami menuju daerah Kambang Iwak dimana sebuah rumah kontrakan saya akan tinggal sementara.
Jika ingin memaparkan bagaimana jalan- jalan di Palembang saya sendiri agak kebingungan karena jika di dalam kota memang jauh dari tempat jalan- jalan kecuali mall dan tempat makan. Ada beberapa tempat yang bisa di kunjungi, ya minimal dapat ciri khas dari Palembangnya. Diantaranya tempat- tempat itu adalah stadion Jakabaring, jembatan Ampera, Monumen Ampera, Pulau Kemarau, Menyusuri sungai Musi. Berbicara tentang stadion Jakabaring, ya stadion dengan taraf internasional dan sangat luas ini banyak di dalamnya tempat- tempat untuk sekedar melepas penat. Katanya di stadion yang sangat luas ini terdapat danau buatan kemudian pantai buatan serta taman- taman yang bisa dimanfaatkan untuk bersantai. Kemudian yang sudah jelas semua orang tau yaitu jembatan Ampera, jembatan yang dulu pernah aktif sebagai gerbang keluar masuk kapal raksasa ini menjadi ikon kota Palembang. Jembatan sebagai penyebrang sungai Musi ini juga sebagai tujuan wisata kota yang menarik. Ketika malam hari jembatan ini lampunya menyala warna- warni bergantian. Di sebelah Jembatan Ampera berdiri juga Monumen Ampera, monumen yang juga menyala berwarna- warni ketika malam ini lebih indah memang ketika malam hari. Monumen Ampera ini lokasi masih dalam kawasan komplek Angkatan Militer Palembang. Jika ingin masuk memang harus ijin terlebih dahulu kepada petugas yang sedang berjaga. Kemudian di sungai Musi ini ada sebuah pulau kemarau yaitu pulau kecil terbentuk karena sedimentasi tanah dan kemudian di manfaatkan warga tiongkok untuk di bangun sebuah pagoda sebagai tempat ibadah mereka. Kono katanya pulau Kemarau ini tidak pernah terendam air sungai meskipun sedang hujan atau bahkan curah hujan tinggi sehingga air sungai Musi meninggi. Karena itulah masyarakat sekitar menyebutnya pulau Kemarau.
Selain tempat menarik ada juga jajanan menarik yang wajib di coba ketika berkunjung ke Palembang ini,Es kacang Merah, Pempek, Tekwan, Model, Martabak Har, dan kue Srikayo. Dari semua makanan yang saya sebut diatas semuanya enak namun yang belum saya coba adalah martabak Har. Pempek pasti sudah pada tau dan sebagian besar sudah merasakannya. Tekwan lebih seperti baso kalau di Jawa namun bola baso di ganti oleh bola pati gandum kecil- kecil. Model sebenernya sama saja dengan tekwan untuk kuahnya hanya saja bola gandum kecil di ganti oleh bola gandum besar yang di goreng. Kue Srikayo adalah kue berwarna hijau mirip agar- agar buatan ibuku rasanya juga manis legit.
Sewaktu mau ambil alat di daerah pasar burung saya ikut sekalian karena setelah ambil alat lebih tepatnya GPS garmin untuk mengetahui posisi letak suatu tempat kami langsung menuju site untuk mengerjakan proyek. Setibanya di pasar burung rupanya tidak sesuai namanya sayapun juga heran kenapa namanya pasar burung sedangkan hanya ada sedikit yang jual burung di pasar itu. Karena lokasi travel yang menyediakan jasa penitipan/ pengiriman barang agak jauh dari parkiran maka saya dan mas Dzikri harus berjalan kaki lumayan jauhnya. Sambil berjalan mencari lokasi travelnya saya meluaskan pandangan agar mampu menangkap banyak informasi tentang pasar ini. Sebuah pasar tradisional yanag sangat lengkap namun sayangnya sistem jalur dan parkirnya masih berantakan. Banyak saya lihat toko pecinan dan aromanya pun aroma dupa, ya memang Palembang terkenal banyak orang cinanya. Saya sendiri sebenernya suka melihat pemandangan aktifitas pasar seperti di pasar Burung ini. Interaksi pedagang dan penjual, ada pula tukang becak yang menunggu pelanggan serta calo penumpang angkutan kota.
Pada suatu tengah malam saya kelaparan dan di rumah sedang habis stok mie dan makanan lainnya, waktu sudah pukul 23:00 pasti banyak warung makan tutup. Ada saran dari Yopi untuk makan di warung nasi uduk kuburan, what??? nasi kuburan? ya rupanya area pekuburan di jadikan warung nasi dan kopi. Bukan cuma di kuburan yang bikin merinding namun warung ini buka mulai jam 9 malam hingga pagi dini hari. Nasinya sih biasa aja gak istimewa begitupula kopinya namun yang istimewa adalah lokasinya yaitu di area pekuburan.
Karena lama- lama di Palembang bosan maka saya diajak ke Palembang pinggiran yaitu Lubuk Linggau. Sebuah kota kecil nan jauh dari Palembang, kota kecil yang cukup adem ayem suasananya. Perjalanan dari Palembang memakan waktu 8-10 jam perjalanan dengan kendaraan darat. Perjalanan melewati hutan belantara tepian sungai dan perkampungan. Di Linggau ini saya tidak lama hanya setengah hari saja dan sempat mampir ke Bukit Sulap yang beberapa teman saya menyarankan untuk kesana. Entah saya belum mendapat info kenapa namanya bukit Sulap, apakah tetiba ada sebuah bukit bak sulapan ataukah bagaimana? nanti kita cari tau bersama :D. Selain Bukit sulap ada air terjun namun lokasinya agak jauh sekiranya satu jam perjalanan dari kota kecil Linggau ini. Karena jauh kita skip saja nanti next time saya kunjungi dan bahas di lain tulisan, lanjut saja ke Durian Linggau yang katanya terkenal sebagai pemasok Durian Palembang. Karena penasaran akhirnya saya dan mas Irvan mampir sebentar membeli Durian Linggau, rupanya sama aja rasanya dimana- mana durian rasanya seperti ituuuu hahahaha.
Dan terkahir adalah berkunjung ke desa Trans Subur, sebuah desa untuk para transmigran asal pulau Jawa. Desa di tengah hutan Kelapa Sawit dan Karet, Jalanan untuk menuju desa ini sangat berbahaya. Berbahaya? ya berbahaya bukan dalam arti sering terjadi kriminalitas namun karena model jalurnya seperti labirin jika sudah tersesat maka sangat kecil kemungkinan untuk bisa keluar kecuali ikut bersama orang yang sudah hafal jalan di desa ini. Bersyukur kami di tolong seorang bapak bersama istrinya ketika kami nyasar di tengah rimba raya. Mengikutinya dari belakang sampai akhirnya kami tiba di pusat keramaian desa trans subur. Di desa Trans Subur ini saya mendapat tugas untuk menaiki tower dengan ketinggian 72 meter ya lumayan lah untuk melihat sunset. Setelah selesai mengerjakan tugas saya bersantai dahulu untuk menikmati matahari terbenam dari ketinggian. Matahari tidak bulat sempurna ketika terbenam namun tetap menawan buat saya.