Sampailah sudah di penghujung kontrak kerja antara perusahaan kami dengan PT Telkomsel. Karena perusahaan kami tidak mendapat penunjukkan kontrak langsung maka dari itu cluster yang sedang kami pegang pun harus di tenderkan. Untuk tender seleksi komersial di adakan di kantor Telkomsel Renon Denpasar Bali. Alhamdulillah untuk seleksi administrasi dan seleksi teknis perusahaan kami berhasil lolos dan berhak mengikuti seleksi komersial di Bali. Siang itu ketika saya membuka email masuklah sebuah email dari panitia Tender yang mengumumkan bahwa perusahaan kami lolos dan berhak ikut seleksi komersial di Bali, ya memang mendadak dengan acara pelaksanaannya begitu juga persiapan dari kami pun juga serba mendadak. Sesuai instruksi atasan kami berangkatlah saya, mas yana, Mas Nur dan mbak Yuni dengan mobil menempuh jalur darat dari Surabaya menuju Bali. Selasa 20 Februari 2018 kami berempat menuju Bali dan atasan kami pak Wisnu bersama 2 Admin nya menyusul pada tanggal 21 dengan pesawat terbang dari Jakarta.
Perjalanan darat dari Surabaya kami tempuh selama 16 jam nonstop hingga akhirnya tiba di Denpasar Bali. Karena masih pagi dan acara Tender masih berlangsung keesokan harinya kami pun sempatkan untuk jalan- jalan mengunjungi beberapa tempat wisata terlebih dulu. Karena masih jetlag dan belum bisa jernih dalam menentukan destinasi akhirnya kami asal saja menuju pantai di daerah Kuta. Destinasi pertama kami adalah pantai Double Six yang katanya cocok untuk menikmati sunset. Kami tiba di pantai 66 masih siang jadi pantai nya ya sama seperti pantai yang lain yaitu berupa hamparan pasir putih dengan gulungan ombak ke tepian serta ada beberapa kursi santai berjajar rapi. Sebentar menikmati udara panas khas daerah Kuta kemudian kami segera berpindah menuju Pura Uluwatu di daerah Pecatu. Di pura Uluwatu sesungguhnya pun bagus ketika matahari terbenam namun tidak mengapa meskipun masih siang kami tetap menikmati pemandangan yang di tampilkan. Kawasan pura yang di bangun di pinggir tebing pantai. Ada beberapa pura untuk beribadah umat Hindu yang di bangun di beberapa titik, diantaranya ada yang di ujung tebing juga ada yang di tengah. Ada satu spot yang bisa untuk menikmati pemandangan dimana terlihat pura yang di ujung tebing terlihat begitu mewah seolah berdiri diatas laut dengan ombak yang besar serta di bawah langit yang luas. Nah dari spot inilah dapat di lihat matahari sedang membulat sempurna dengan warna langit orange keemasan ketika senja tiba. Matahari seolah sedang melewati sela- sela bangunan pura yang terletak di ujung tebing ini. Banyak sekali saya melihat hasil foto yang memang juara indahnya merekam matahari sedang bulat sempurna diantara sela- sela bangunan pura dengan warna langit orange keemasan. Namun sayangnya kami datang ketika langit masih biru menyala dan terik matahari sedang panas- panasnya. Hal itu juga tak mengurangi keindahan yang ada di kawasan pura Uluwatu Pecatu.
Tak jauh dari pura Uluwatu kami bergeser ke pantai Bluepoint atau pantai Suluban. Ya kami bergeser tempat karena sudah cukup lama berjalan- jalan memutari kawasan pura Uluwatu. Karena masih satu daerah di Pecatu dari Uluwatu ke Bluepoint kami tempuh dalam waktu 10 menit. Apasih menariknya pantai Bluepoint? bukannya cuma kawasan cafe di tepi tebing saja?, ya memang benar sebenernya di Bluepoint ini tebingnya banyak didirikan cafe- cafe atau warung yang menghadap ke laut dan langit barat. Pantai ini sebenernya tak hanya sunsetnya yang bagus namun juga ketika pagi pun sungguh menawan. Pada saat air belum pasang kita dapat turun ke bawah dan berjalan- jalan diantara tebing dan goa batuan karang. Karena ombaknya yang cukup besar selain untuk menikmati pemandangan pantai juga dimanfaatkan oleh para peselancar untuk menghabiskan waktu diatas papan selancar hingga matahari terbenam. Diantara dari kami tidak ada yang minat atau mungkin tidak bisa bermain selancar maka kami duduk sambil menikmati para peselancar dari atas kursi cafe. Tak terasa dua jam kami menghabiskan waktu hingga akhirnya matahari terbenam pun muncul juga. Sore itu matahari tak sempat membulat sempurna sebelum akhirnya tenggelam di lautan. Langit di ujung horison tepat diatas laut agak sedikit mendung sehingga menutupi pemandangan matahari terakhir sebelum tenggelam. Diatas langit berawan berwarna warni dari biru, kuning, orange, emas dan kemerahan berpadu mewarnai langit dan juga mewarnai lautan. Semua mata pengunjung saat itu kompak tertuju ke arah laut dan langit dimana matahari akan terbenam. Selain karena langit sudah gelap kami juga harus menjemput pak Wisnu atasan kami ke bandara Ngurah rai, maka segera lah kami meninggalkan Bluepoint. Dari Bluepoint sesungguhnya tidak jauh ke bandara namun karena macetnya Bali sudah mirip jakarta perjalanan kami pun memakan waktu satu jam lebih. Tiba di bandara kami menunggu tak begitu lama kemudian mendaratlah pesawat yang di tumpangi pak Wisnu dan dua adminnya yaitu mbak Wulan dan mbak Sari. Kemudian dari bandara kami langsung menuju hotel di daerah Denpasar Barat yang sudah kami pesan jauh- jauh hari.
Hari kedua kami masih di Bali, saya dan pak Wisnu mengikuti tender FMC sedangkan mas Yana, mas Nur, mbak Yuni, mbak Wulan dan mbak Sari di suruh piknik keliling Bali. Hari kedua bagi saya cuma datang tender aja gak ada piknik. Begitu pun hari ketiga saya tidak kemana-mana karena mengikuti acara tender komersial sampai selesai.
Nah karena acara tender sudah selesai dan pak Wisnu juga pengen jalan- jalan terlebih dulu ke Lombok maka hari sabtu kami sepakat menuju Lombok via Padang Bai. Pukul 08:00 seusai packing dan sarapan kami pun segera bergegas menuju Padang Bai sebentar menikmati kemacetan kota bali kemudian masuk ke jalur ringroad arah ke Karang Asem Bali Timur. Sebelum tiba di pelabuhan kami sempat mampir sebentar di Pura Goa Lawah dan pantainya yang letaknya di depan Pura. Cukup puas kami berfoto di depan Pura dan pantai yang berpasir hitam. Pantai dengan ombak yang cukup besar angin sepoi- sepoi. Pantai nya terjaga kebersihannya sejauh mata memandang memang tidak ada sampah. Di sekitar pantai hanya ada sedikit warung makan dan beberapa ibu- ibu penjual racikan sesaji. Memang di pantai Goa Lawah ini juga sering di gunakan untuk acara sembahyang warga Bali.
Tak jauh dari Goa Lawah kami sudah tiba di pelabuhan Padang Bai. Setibanya di pelabuhan kami membeli tiket untuk 1 mobil dengan harga 900.000 Bali- Lombok yang akan kami tempuh selama kurang lebih 5 jam. Karena harus menunggu kapal ferry yang datang dari Lombok kami jadi menunggu cukup lama di pelabuhan Padang Bai. Alhamdulillah setelah sekitar 1 jam kami menunggu kapal ferry yang akan menyebrangkan kami menuju Lombok akhirnya datang juga. Segera kami dan penumpang lainnya pun memasuki kapal. Saat itu kapal terisi cukup penuh dan rapat mungkin karena memang sedang banyak yang melakukan perjalanan jadi traficnya padat. Itu pun tidak semua truck pengangkut logistic dapat masuk semua. Di dalam kapal selama pelayaran kami memanfaatkan waktu untuk beristirahat. Saya sendiri juga tidur cukup lama mungkin ada 2 jam hingga saat sudah dekat dengan pelabuhan Lembar kami terbangun bersiap turun kapal. Rasanya sudah sangat lama saya tidak melihat keindahan pelabuhan seperti salah satunya di Lembar ini. Terakhir saya lewat Lembar pun saat touring ke NTT tahun 2014 bersama kawan saya Ndank. Ya Lembar menurut saya salah satu pelabuhan yang mempunyai view indah. Selain Lembar ada Pototano di Sumbawa yang sekitarnya di tumbuhi bukit- bukit kecil berumput tipis.
Oke lanjut ya, turun dari kapal kami mampir sebentar ke pantai Cemare niatnya sih sekalian makan siang yang di rapel makan sore tapi apa daya warungnya banyak yang tutup. Sebentar saja kami foto- foto di pantai Cemare karena memang mendung juga daripada kehujanan kami tinggalkan saja. Dari pantai Cemare karena sudah sangat lapar kami langsung saja menuju kota untuk makan di Ayam Taliwang Irama. Dari pantai Cemare ke Taliwang Irama memerlukan waktu tempuh sekitar 30 menit. Ya memang enak dan istimewa kalau ayam Taliwang yang langsung di Lombok apalagi Irama. Ayamnya empuk serta bumbunya meresap kedalam daging, sambalnya pun bisa memilih yang sedang atau yang sangat pedas. Minum saya es degan, kalau es degan mah dimana mana juga enak dan seger. Kenyang dan tenang kemudian kami segera menuju hotel yang sudah di pesan pak Wisnu di Mataram. Sebelum ke hotel kami sempat mampir ke Mall terbesar di Lombok yaitu Epicentrum Lombok. Ngapain ke mall? ya ya ya mungkin ada yang nanya jauh- jauh ke Lombok ngapain ke mall. Karena tujuan utama kami adalah tender maka pak Wisnu dan saya sendiri kurang baju santai untuk pikniknya. Jangan di tiru ya kebiasaan masuk mall ketika baju kering atau kekurangan baju saat perjalanan, karena bakalan bikin budgetmu membengkak. Setelah sudah dapat apa yang kami cari kami segera menuju hotel untuk beristirahat.
Keesokan paginya setelah kami siap segera saja meninggalkan hotel dan menuju pelabuhan Bangsal untuk nyebrang ke Gili Trawangan. Dari hotel kami melewati jalanan yang cukup lenggang tidak ramai juga tidak terlalu sepi. Kanan kiri jalan masih rindang tumbuh pohon- pohon yang menyegarkan mata juga menyegarkan udara tentunya. Suasana yang masih sepi dan tenang seolah membuat kami sedang berada di kampung kami sendiri. Kurang lebih 1 jam setelah melewati jalan mendatar pedesaan kemudian jalan mulai berganti dengan jalan menanjak naik turun berkelok kanan kiri khas pegunungan. Jalan semakin rindang dengan pepohonan dan udara juga lebih sejuk dan dingin. Ketika tiba di puncak jalur pendakian ternyata memang kami sedang membelah jalur pegunungan. Sebentar kami berhenti di Pusuk pass dengan pemandangan di bawah laut Lombok. Pemandangannya sungguh cantik dengan beberapa pohon sebagai frame dan backgroung perbukitan serta laut. Jika sedang melintasi jalur ini tidak rugi kalau berhenti sebentar sekedar berfoto- foto. Tapi tetap hati- hati karena banyak kera yang liar dan buas di sekitar Pusuk pass. Setelah cukup berfoto- foto kami lanjut lagi menuju pelabuhan Bangsal. Tidak lama karena memang sudah dekat dari Pusuk pass kami tiba di pelabuhan kurang lebih 30menit.
Sembari menunggu antrian tiket perahu menuju Gili Trawangan pak Wisnu, mas Nur dan mas Yana nyempetin sarapan juga ngopi sebentar di cafe dekat loket. Setelah selesai sarapan dan ngopi panggilan antrian tiket kami pun berbunyi tandanya kami harus segera ke perahu/ public boat. Saat itu ombak cukup besar alhasil kami selama 20 menit diatas perahu cukup terombang ambing ke kanan dan kekiri. Setelah 20 menit membelah laut kami tiba di Gili Trawangan. Ya memang tidak ada rencana yang matang sehingga kami tiba pun kliatan clingak clinguk kayak orang bingung. Mungkin bagi beberapa orang yang melihat kami bisa beranggapan ” wah ada sasaran empuk nih” ya betul memang tak lama kemudian ada seseorang yang mendekat dan menawarkan paket snorkling dari Glass Bottom Boat. Karena memang belum ada rencana yang matang akhirnya setelah diskusi sebentar saya dan mas Yana dan di setujui oleh pak Wisnu kami sepakat menggunakan paket snorkling yang di tawarkan.
Karena ada yang belum sarapan dan waktu sebelum Glass Bottom Boat berangkat masih ada untuk sekedar mencari sarapan maka kami sempatkan untuk sarapan dan membeli bekal untuk makan siang. Sebentar selesai sarapan kami kembali ke tempat pemberangkatan Glass Bottom Boat dekat loket penjualan paket trip. Nah disini ada seorang bule yang mirip banget sama Dualipa, sampe- sampe saya ngebet banget pengen nanya ” mbak koe adine Dualipa yo?”. Ya ya ya memang mirip banget, selain itu juga penampilannya nyentrik. Dengan rambut sebahu di kuncir kemudian anting dari gelang akar bahar menggantung di telinganya. Terlihat juga kalau si Dualipa KW ini cuek banget dan menikmati banget tripnya. Lanjut ya cerita perjalanan kami, ahahah malah ngebahas Dualipa. Sepertinya cuaca kurang bersahabat dengan kami. Angin dan arus laut saat itu cukup kenceng. Spot pertama snorkling kami adalah spot statue. Perahu berhenti kemudian kami di arahkan berenang oleh lokal guide menuju statue. Dari perahu menuju statue jaraknya cukup jauh di tambah lagi arus laut yang kenceng membuat beberapa orang kecapean. Setelah tiba di spot statue ternyata cuma saya si lokal guide dan 3 orang bule yang mungkin karena penasaran seperti apa statue bawah laut itu. Statue yang di maksud adalah patung orang sedang bermesraan melingkar yang di letakkan di bawah laut. Gak lama di statue saya kemudian segera balik lagi ke perahu, karena arusnyan searah saya cukup mengambangkan badan saja untuk menghemat tenaga.
Dari spot statue kami pindah ke spot berikutnya yang katanya bisa bertemu dengan turtle. Perahu diarahkan menuju destinasi berikutnya dan ketika sampai langsung beberapa peserta trip yang masih strong pada nyebur satu per satu. Karena memang arusnya cukup kencang tak banyak yang mau turun ke laut lagi. Sebagian besar para bule dan cuma beberapa peserta lokal seperti saya, mas Nur, mas Yana, pak Wisnu dan mbak Sariame. Tak jauh dari perahu menurunkan jangkarnya kami langsung di panggil oleh guide lokal yang sudah bertemu dengan si turtle. Tidak menunggu lama saya langsung mendekat ke guide dan mengikuti arahannya termasuk tidak untuk memegang si turtle cukup menikmatinya melihat dari jarak cukup aman. Ternyata memang keren ya bisa berenang bareng turtle, yang masih belum tercapai keinginan saya adalah bisa berenang bareng hiu paus di habitatnya. Karena sudah siang serta banyak peserta yang tenaganya terkuras untuk berenang sang nahkoda kapal menginformasikan bahwa kami akan mendarat sebentar di Gili Air untuk mampir makan siang di resto yang sudah di tentukan oleh pihak agen trip. Karena tidak masuk dalam include harga paket dan sifatnya sukarela tidak memaksa maka yang mau makan siang di restoran atau makan siang diluar di bebaskan. Rombongan kami karena sudah bawa bekal makan siang yang dibawa dari gili Trawangan maka kami memilih makan siang di tepi pantai saja. Sebentar kami makan siang kemudian menyempatkan jalan- jalan di sekitar gili Air. Tak lama setelahnya kami kembali lagi ke dermaga dimana perahu kami menepi karena memang waktunya juga sudah habis untuk di gili Air.
Usai wisata bahari juga wisata bawah laut sekitar gili Trawangan dan gili Air kami semua balik ke gili Trawangan. Waktu masih siang menunjukkan pukul 15:00 masih ada sedikit waktu untuk menikmati keindahan gili Trawangan di darat. Tak jauh dari dermaga penyeberangan public boat kami menuju pantai di depan hotel Ombak sunset yang terkenal dengan ayunan di tepian pantainya. Saya pikir tak terlalu jauh jadi terjangkau dengan jalan kaki saja namun sudah berjalan cukup jauh dan rupanya perjalanan kami baru separonya. Karena memang masih cukup jauh dan sudah pada capek pak Wisnu dan para gadis akhirnya memilih memberhentikan cidomo dan saya bertiga melanjutkan jalan kaki sampai ombak sunset. Bagusnya sih di ombak sunset ini adalah memang menikmati sunset tapi saat kami disana hari masih terang. Di ombak sunset dengan bermain ayunan dan berfoto ria kemudian tak lama karena selain sudah puas juga sudah mulai capek kami kembali ke dermaga untuk ganti baju kering, istirahat dan menunggu public boat menuju bangsal. Sesuai info yang saya dapat bahwa public boat yang terakhir adalah jam 17:00. Alhamdulillah masih kebagian tiket public boat menuju bangsal dengan pemberangkatan pukul 16:30 dan lama perjalanan 30 menit. Setibanya di Bangsal masih ada cukup waktu untuk menikmati sunset dari dermaga Bangsal. Tak kalah menariknya dengan sunset di tepian pantai sunset di tepi dermaga Bangsal juga indah menawan. Selain saya yang kesana kemari menikmati matahari yang sedang berangsur tenggelam juga banyak warga sekitar yang menikmati senja dengan memancing ada pula yang bercanda tawa dengan teman atau kerabat serta ada beberapa yang asik berselfi dengan background sunset yang menawan.
Senja semakin malu menampakkan wujudnya cahaya remang berganti gelap matahari bersembunyi rembulan mulai berani menampakkan wajahnya. Dermaga berubah sunyi warga pulang ke rumah masing- masing. Kendaraan mulai sibuk mencari celah untuk keluar meninggalkan dermaga. Kami juga saatnya pergi menuju hotel untuk beristirahat. Malam itu pilihan jatuh untuk menginap di sekitar Senggigi agar tidak terlalu jauh perjalanan dari Bangsalnya, karena memang kami sudah capek di perjalanan. Sambil menikmati blue hour sisa sisa sunset saya memacu laju mobil perlahan melintasi jalanan yang berkelok naik turun di tepian laut. Kurang lebih 30 menit perjalanan menuju hotel kami tiba di salah satu hotel kece di Senggigi. Hotelnya luas dan bangunannya juga etnik terdapat kolam renang yang juga cukup syahdu untuk berenang pagi- pagi. Hotelnya memang agak masuk ke dalam jadi jauh dari jalan raya membuat suasana memang enak untuk istirahat.
Pagi hari setelah puas berenang kemudian sarapan saya di panggil pak Wisnu untuk segera bersiap meninggalkan hotel dan lanjut ke kota Mataram. Sesampainya di Mataram kami menuju sebuah pusat kerajinan Mutiara di daerah Sekarbela. Ada mutiara dengan harga seratusan ribu hingga jutaan. Pak Wisnu membeli beberapa buah mutiara belum di rakit atau di jadikan perhiasan serta dua buah gelang kemudian membayarnya dan lanjut ke pusat oleh- oleh lainnya. Karena biar sekali mendayung bisa dapat semua akhirnya kami sepakat untuk ke tempat oleh- oleh yang umum. Nama tokonya saya lupa, tapi saat itu memang cukup banyak ada oleh- oleh makanan juga kain tenun serta kaos dan fashion lainnya. Saya ikut- ikutan belanja makanan. Pak Wisnu, mbak sariame dan mbak Wulan sudah mendekati waktu flight secepatnya kami segera menuju bandara agar mereka tidak ketinggalan pesawat. Sesusai permintaan pak Wisnu yang meminta kami langsung meninggalkan mereka di bandara saja dan lanjutkan perjalanan. Hari masih pagi menuju siang dan sore ataupun gelap masih cukup lama. Karena sudah jauh sampai Lombok akhirnya temen- temen minta sekalian jalan- jalan di puasin di Lombok.
Awalnya tujuan kami adalah ke pantai Tanjung Aan, karena sebelum menuju pantai kami melewati desa adat Sade akhirnya berhenti dahulu sekalian mampir melihat- lihat. Desa Sade tentunya sudah pada tau kan ya seperti apa, yang jelas selian bisa melihat rumah adat khas suku sasak juga bisa belanja kain tenun yang langsung di tenun di desa ini. Oh iya kami juga mendapat cerita atau penjelasan dari suku asli penduduk Sade bagaimana kehidupan di desa ini. Salah satu hal yang menarik adalah adanya kawin culik, yaitu calon istri di culik dulu diajak pergi dari rumahnya kemudian baru di minta ke orang tua si wanita. Setelah acara culik menculik barulah mereka di nikahkan. Dan yang paling antusias mendengarkan cerita tentang nikah culik adalah mas Nur dan mas Yana. Sampai- sampai cerita ini di bahas sepanjang perjalanan di Lombok.
Langsung lanjut ke cerita menuju pantai Batu Payung dekat Tanjung Aan aja ya. Nah meskipun matahari masih bersinar dengan teriknya tapi kami tetap bisa menikmati keindahan yang di sediakan. Pantai yang indah, bersih dan saat itu masih sepi cuma ada rombongan kami serta satu rombongan lain dari Malaysia. Kebetulan ada tukang penjaja degan segar, setelah deal tawar menawar kami laks4 buah degan segar. Tentunya kami juga banyak berbincang- bicang sama di mas penjual degan segar. Banyak hal yang kami bicarakan selain ngomongin keindahan Lombok mas Nur juga sempat- sempatnya nanyain si mas apakah dulunya juga melaksanakan kawin culik? wes jan ada ada aja memang mas Nur iki. Dan sepertinya memang masih banyak warga Lombok kususnya suku sasak yang melaksanakan tradisi kawin culik.
Dari pantai Batu Payung lanjut lagi ke Tanjung Aan yang dekat dan hanya sebagai ampiran karena menunggu waktu sunset masih lama. Pantai Tanjung Aan ini yang terkenal pasirnya agak besar seperti merica bukan lembut seperti tepung layaknya pasir putih lainnya. Pantainya masih terjaga dengan baik, saya pernah datang 2011 dan kondisinya cuma nambah beberapa gazebo dan warung- warung namun kebersihannya masih bisa saya bilang terjaga dengan baik. Air yang jernih dengan ombak tak terlalu besar banyak bule sedang asyik bermain air di tepi pantai. Di atas pasir berderet beberapa bule sedang berjemur menikmati hangatnya sinar matahari khas Indonesia. Saya dan temen- temen hanya menikmati dari gazebo sambil sambil foto yang sekiranya menarik. Tak terasa sudah hampir lebih satu jam kami bersantai di pantai Tanjung Aan. Sudah mulai bosan dan mati gaya akhirnya kami pindah ke tujuan selanjutnya yaitu bukit Merese.
Bukit Merese pun letaknya tak jauh dari pantai Tanjung Aan jadi memang banyak yang bisa di explore sekitaran Mandalika ini. Dengan menempuh kurang lebih 20 menit dari Tanjung Aan kami sudah sampai di parkiran bukit Merese. Terdapat sebuah parkiran sederhana milik seorang warga dengan tarif 10 ribu untuk satu mobil. Untuk menuju puncak bukit kami harus treking sedikit melewati jalan setapak kurang lebih butuh waktu 15 menit saja. Dari puncak bukit Merese ini terlihat dengan jelas pantai dan laut yang menghampar luas dan sungguh indah. Hari masih siang pengunjung belum terlalu ramai hanya kami dan beberapa orang pengunjung lain. Mumpung masih sepi kami tak sia- siakan untuk memuaskan hasrat berfoto dengan background pemandangan yang indah dan saat itu cuaca pun cerah mendukung. Hijau rumput tipis tumbuh bagaikan karpet di hamparkan di bukit Merese serta birunya langit dan laut seolah berpadu menghimpit garis horisontal.
Terik matahari perlahan mulai meredup dan senja sudah terlihat datang dari jauh menggantikan terik panasnya matahari. Saat yang ditunggu- tunggu semakin dekat juga pengunjung bukit pun semakin banyak dan mulai duduk rapi memilih tempat yang diinginkan. Suasana menjadi ramai, para pengunjung menunggu sunset sambil ngobrol dengan temannya. Ada yang pakai bahasa Cina, Jepang, Inggris, Jerman, Rusia, dan bahasa Indonesia tentunya. kLangit semakin menunjukkan warna orange keemasan matahari semakin dekat dengan horison. Saya menengok jam di layar ponsel menunjukkan pukul 17:45, ya kira- kira masih 30menit lagi sunset nya datang. Langit tidak mendung cukup cerah sehingga tidak mengecewakan pengunjung saat itu. Semua terhibur dengan happy ending menikmati indahnya sunset bukit Merese. Karena sudah gelap kami pun meninggalkan lokasi dan segera menuju pelabuhan Lembar untuk menyebrang ke Padang Bai.
Tiba di Lembar hari semakin gelap kira- kira waktu menunjukkan waktu pukul 19:30 WITA. Antri sebentar memasuki fery menuju Padang Bai. Selain menunggu sunset terlebih dahulu di Lombok memang paling enak melakukan penyebrangn fery adalah di malam hari. Penyebrangan saat malam hari sekalian bisa di manfaatkan untuk istirahat selama perjalanan, karena memang pelayaran Lembar- Padang Bai ini memakan waktu cukup lama. Menjelang subuh kami tiba di Padang Bai. Mumpung jalan masih sepi sekaligus mengejar jadwal boat nyebrang ke Nusa Penida dari Sanur kami langsung saja gas menuju Sanur. Padang Bai ke Sanur biasanya kalau siang dan kena macet bisa menempuh sekitar 3-4 jam, namun karena sebelum subuh kami sudah gas seolah jalan raya milik sendiri saya pun injak gas mobil dalam- dalam supaya cepat sampai. Benar dugaan saya sebelum subuh pun kami sudah tiba di Sanur justru kebetulan sekali kami bisa shalat subuh dulu di mesjid Sanur. Usai shalat subuh kami masih di beri kesempatan menikmati sunrise pantai Sanur. Pagi itu matahari hangat menyapa para penikmat sunrise di tepian pantai sanur. Suasana tenang tak riuh hanya deburan ombak dan beberapa suara orang sedang ngobrol. Di lain sisi warga sekitar Sanur sedang bersiap memulai aktifitas ada yang menyiapkan sesaji, ada juga yang menyiapkan dagangan, ada yang membersihkan cafe serta ada juga yang sedang menunggu boat menyeberangkan mereka menuju Nusa Penida maupun Ceningan. Matahari semakin terang dan semakin tinggi. Tak mau kalah perut kami juga bernyanyi semakin kencang. Tak jauh dari pantai rupanya ada makanan cepat saji, karena memang butuh cepat kami pun memilih makan di situ saja. Pagi itu tempat makan masih cukup sepi sehingga kami segera mendapat pesanan kami. Selesai makan kami pun segera kembali ke pantai Sanur untuk membeli tiket penyebrangan ke Nusa Penida dengan harga 2xx.xxx untuk tiket pulang- pergi.
Dalam boat penyebrangan rupanya bukan hanya para pelancong, ada juga warga lokal yang memang rumahnya di Nusa Penida atau warga Sanur yang hendak bekerja ke Nusa Penida. Selain warga lokal adalah pelancong yang sebagian besar berkewarganegaraan asing. Pagi itu yang menyebrang menuju Nusa Penida di dominasi turis dari China, Jepang dan Korea. Pelayaran dari Sanur ke Nusa Penida memakan waktu sekitar 45 menit. Setibanya di Nusa Penida saya langsung di jemput motor rental yang sudah saya sepakati dengan bapak ABK boat yang kami naiki. Kalau gak salah ingat sewa motor untuk sehari saya dapat harga kesepakatan 75ribu.
Destinasi pertama kami adalah menuju Broken Beach dan Angel Bilabong dulu karena searah dan sepertinya berdekatan. Tadinya saya kira Nusa Penida ini pulau sangat kecil jadi jarak tempuh dari satu destinasi ke destinasi lain pasti gak lama. Setelah saya coba buka map rupanya jalannya yang mutar- mutar dahulu sehingga dari pelabuhan penyebrangan kami melabuh masih 60 menit menuju Angel Billabong. Nusa Penida ini konturnya berbukit sehingga meskipun ke arah pantai jalurnya naik turun dan berkelok. Selain dengan jalur naik turun berkelok khas pegunungan udaranya pun juga adem dan seger. Sepanjang perjalanan kanan dan kiri masih lebat di tumbuhi pepohonan. Mata di manjakan dengan hijau nya dedaunan sehingga tak mudah lelah. Semakin dekat dengan pantai udara mulai berubah semakin panas juga terik matahari yang semakin siang semakin menyengat. Tak lama kemudian kami sudah tiba di pasih uug rupanya. Mampir sebentar untuk foto- foto dan kemudian lanjut ke Angle Billabong. oiya Pasih Uug ini semacam cekungan laut yang menjorok ke daratan. Untuk foto- foto keren di pinggir tebing memang sangat cocok, namun tetap keep safety ya gaes kalau foto di tebing jangan sampai jatuh.
Angel Billabong, ya memang baru akhir- akhir ini keindahan Angel Billabong mendunia. Jadi ada semacam kolam kecil diatas batu karang besar di tepi laut. Tak cuma warga lokal Indonesia namun juga banyak turis asing yang terpesona dengan keindahan si Angel ini. Jadi kalau menurut saya ini dahulunya adalah batuan karang yang terhempas deburan ombak selama ratusan mungkin ribuan tahun sampai terbentuklah cekungan kolam diatas karang. Memang sangat indah si Angel ini, apalagi kalau kamu bisa dapat spot untuk fotonya pas sepi. Foto sendiri di tepian kolam dengan menghadap ke laut seoalah kolam Angel ini milik kamu pribadi. Tadinya saya hopeless karena saking ramainya gak mungkin dapat giliran untuk foto sendirian di situ. Akhirnya kami sepakat untuk pindah ke sebelahnya yaitu Broken Beach yang tak jauh dari Angel Billabong. Broken Beach ini juga sangat keren, dengan sebuah tebing yang berlubang kemudian masuk airnya ke dalam cekungan raksasa yang sepertinya sih dahulu kala sempat ke sempalan meteor karena bentuk lubangnya jika di lihat dari atas seperti bekas di tabrak benda keras nan besar. Di spot foto Broken Beach ini pun juga sangat ramai kami harus berebut dan bergantian jika mau berfoto narsis. Kalau sudah dapat kesempatan untuk berfoto sebaiknya ingatlah masih banyak orang yang mengantri maka kamu jangan berlama- lama kasian yang antri. Karena sudah cukup puas di Broken Beach kami balik lagi ke Angel Billabong mampir dulu beli minuman dingin sambil istirahat. Karena saya masih penasaran saya ajak mas Yana untuk balik lagi ke Angel Billabong untuk berfoto. Alhamdulillah memang rejeki saya, saat saya tiba sudah mulai sepi cuma ada 3 orang cewe Indonesia dan 3 bule laki dari Eropa. Sabar menunggu para gadis ini selesai berfoto saya pun di beri kesempatan duluan oleh para bule untuk berfoto. Karena sudah nanggung selain foto di tepian kolam saya juga sempatkan foto terbaring di atas kolam. Kalau ke Angel ini saran saya ketika masih pagi sehingga masih cukup sepi dan bisa puas foto sendiri di kolam maupun tepian kolam.
Dari kawasan Pasih Uug kami melanjutkan menuju T-rex alias Klingking Beach di Klingking. Dari Pasih Uug ini juga jika di lihat sepertinya dekat namun setelah di jalani ternyata cukup jauh juga, jika di perkirakan menempuh waktu selama 60-75 menit. Dari pinggiran pantai yang panas menyengat kami mulai masuk ke hutan kemudian pedesaan yang hawa udaranya mulai dingin. Karena masih cukup lebat pepohonan jadi selama riding di Nusa Penida meskipun tak pakai pelindung kulit saya pun tak begitu khawatir kulit saya terbakar kena paparan sinar matahari. Sekitar satu jam perjalanan akhirnya kami sudah tiba di parkiran Klingking Beach. Karena lapar kami tak langsung menuju spot foto- foto tapi mampi sebentar ke sebuah warung yang di jaga oleh mbok jegeg khas Bali. Sambil ngobrol dengan si mbok jegeg kami mendapat info bahwa jika turun ke pantai sampai bawah bisa memakan waktu selama 1,5 jam. Selain itu juga katanya pemandangan di bawah sungguh indah bagaikan private beach yang benar- benar jauh dari kunjungan turis. Selesai makan langsung saja kami menuju spot foto dengan T-Rex tertidur. Antrian foto di T-rex pun juga sangat ramai, harus sabar bergantian. Karena pensaran saya, mas Yana dan mbak yuni sepakat turun sampai ke tengah untuk berfoto dan melihat pantai pribadi yang terisolir di cepitan tebing. Mas Nur sepertinya sudah kecapean dia memilih menunggu di atas saja. Ya memang cuma sampai tengah alias punggungan T-rex kemudian kami kembali lagi naik ke atas. Pemandangan dari punggungan T-rex pun memang sungguh indah, apalagi jika sampai dasar menikmati pantainya.
Dari Klingking Beach saya masih penasaran dengan plang penunjuk jalan ke arah Seganing Waterfall. Dari Klingking tak begitu jauh dan karena searah perjalanan balik ke pelabuhan kami pun sepakat mampir dulu. Jalan masuk dari plang di pinggir jalan utama sampai ke parkiran Seganing Waterfall ternyata cukup rusak banyak yang berupa batuan kerikil dan pasir. Dari jalan utama masih sekitar menit sampai ke parkiran. Selain spot Seganing Waterfall di dekat parkiran juga di buat sebuah spot foto dari atas tebing. Saya pikir awalnya ini air terjun biasa di kaki bukit atau di sungai atau jurang. Setelah kami datangi dengan menuruni jalan setapak yang terjal ternyata ini aliran air dari atas tebing yang jatuh ke laut lepas. Kebayang gak jalan ke bawah nya itu berupa tebing yang di pahat di buat semacam jalan di buat pagar dari kayu untuk pegangan. Untuk menuruni menuju air terjun gak cuma berat tapi juga ekstrim harus ekstra hati- hati. Nah karena jalan cuma setapak saat berpapasan dengan pengunjung lain pun kami harus gantian dengan lewat berhimpitan karena sempitnya jalan. Sebelah kanan adalah dinding tebing dan sebelah kiri langsung laut lepas tapi di kasih pagar kayu sih. Saya saat itu gak sempat foto- foto di perjalanan, tapi coba nanti saya gugling ada kah tidak orang yang iseng fotoin jalurnya. begitu sampai di bawah saya rasakan sungguh sangat lega, tapi begitu melihat air terjun nya kaget juga karena hampir tidak ada air terjun. Jadi kalau mau memperhatikan itu sebenernya aliran air yang cukup kecil di tebing dan mendarat di semacam teras sebelum akhirnya jatuh ke laut. Tapi di bawah memang tidak ada orang lain selain saya dan mas Nur, ya cuma berdua karena rupanya mas Yana dan mbak Yuni tidak jadi ikut sampai ke bawah. Air yang mengalir dari atas tebing ini ternyata sangat jernih kemudian dingin segar sekali. Terik matahari dan panasnya yang menyengat langsung hilang saat saya mengguyurkan air dari aliran tebing ke badan saya. Sudah terlanjur basah oleh keringat sekalian saja saya mandi di mata air aliran dari tebing ini. Airnya bening dingin dan sangat menyegarkan. Pemandangan selain air terjun juga ada pemandangan laut yang menurut saya memang keren. Bisa di bilang pemandangan seperti ini cuma ada di Seganing Waterfall. Kalau boleh menetap di bawah sih saya maunya gak usah naik lagi mengingat jalurnya yang sangat ekstrim. Dan bodohnya kami berdua lupa tidak membawa bekal air dari mata air untuk minum di perjalanan menuju parkiran di atas. Saya sendiri sampai berkunang- kunang beberapa kali saat menaiki jalur pendakian. Tak hanya berkunang- kunang tapi juga beberapa kali seperti merasakan gempa dan takut sekali jika tebing yang saya injak roboh ke bawah otomatis matilah awak. Udah segitu doank? enggak cuy, ternyata jantung saya berdegup sangat kencang lebih kencang dari biasanya ketika kecapean naik gunung terus nafas juga tersenggal- senggal rasanya leher seperti tercekik ( apa ini ya rasanya tercekik mau mati itu? ). Karena saya masih ingin hidup saya coba cari tempat yang agak longgar dan teduh untuk beristirahat menenangkan diri dan perlahan mengambil nafas dari panasnya udara sekitar. Pelajaran yang bisa temen- temen ambil adalah jika memang tidak kuat fisik saran saya gak usah turun ke bawah, jika di lihat dari atas pun pemandangannya juga bagus. Kemudian jika memang kuat fisik jangan lupa bawa air minum karena hawa dan udara nya sangat panas sehingga kamu mudah dehidrasi. Tak jauh dari tempat saya istirahat sejenak rupanya sudah dekat dengan parkiran. Di atas sudah ada mbak Yuni dan Mas Yana sedang meminum air kelapa muda yang sangat menggoda. Konon selain sebagai penghilang dahaga yang sangat ampuh air kelapa muda juga bagus untuk kesehatan. Saya langsung ikut meminum air kelapa muda yang sudah di beli mbak Yuni. Begitu mas Nur sudah sampai atas kami istirahat sebentar dan kemudian langsung balik ke arah pelabuhan penyebrangan karena boat kami berangkat menuju sanur pukul 17:00. Waktu menunjukkan pukul 16:15 artinya kami tinggal punya waktu 45 menit untuk sampai di penyeberangan. Dengan segala kemampuan berkendara kami kerahkan seluruh tenaga dan gaspol agar segera sampai dan tidak ketinggalan boat. Alhamdulillah dengan mode berkendara cukup ugal- ugalan kami masih menyisakan waktu 5 menit sebelum keberangkatan boat menuju Sanur.
Sesampainya di Sanur hari sudah gelap kemudian kami bersihin badan makan malam shalat dan kemudian mengantar saya ke hotel di daerah sekitar GWK. Karena saya sendiri masih ada meeting perpisahan FMC dengan Telkomsel dan yang lainnya harus pulang ke Jawa karena masih banyak kerjaan. Malam itu saya setelah di tinggal sendirian di Bali oleh mas Nur mas Yana dan mbak Yuni dan saya memilih istirahat karena besok pasti butuh tenaga yang banyak. Malam itu saya baru bisa tertidur pukul 01:00 kemudian bangun sebentar shalat subuh pukul 05:30 dan balik tidur lagi karena badan masih capek. Baru pukul 08:00 bangun kemudian mandi dan bersiap survey lokasi meeting di kawasan GWK. Karena di hotel tidak mendapat include breakfast yaudah sarapannya nanti di GWK aja. Selesai mandi dan ganti baju kemudian segera order taxi online menuju GWK. Setibanya di GWK disambut mbak cantik penjaga gerbang yang kemudian mengarahkan saya ke loket penjualan tiket. Harga tiketnya seinget saya 75ribu. Setelah membeli tiket kemudian berjalan ke arah pintu masuk yang melewati depan panoramic resto GWK. Ada cerita agak drama di resto ini, ya jadi dahulu kala kalau tidak salah tahun 2008 saya waktu geladi di Telkom Bali sempat lewat jalan raya GWK – Uluwatu dan di depan GWK terpampang baliho yang sangat besar mempromosikan Panoramic Resto GWK ini ketika pada tahun 2008 itu masih tahap pembangunan. Jadi ceritanya pada saat itu saya cuma ngebatin begini ” ya Allah mimpi kali ya saya bisa masuk ke restoran mewah dan elegan dengan view keren kayak gtu ???”. Namun apa yang di bilang orang- orang namanya rejeki tidak ada yang atau kecuali Allah sang pencipta alam semesta dan isinya tetiba aja mimpi saya di kabulkan dan gratis pula masuk restoran Panoramic GWK serta menikmati hidangan meskipun sebagai tamu undangan Meeting. Karena meetingnya masih besok sore saya pun lanjut dulu jalan- jalan menikmati fasilitas dan pemandangan yang di sediakan di GWK. Di awal masuk saya di hadapkan foodcourt dan panggung untuk pementasan sendra tari. Karena belum sarapan saya memilih makan dulu sekalian menunggu pementasan berikutnya karena saat saya datang pementasan sudah dimulai. Karena ada pilihan makan gado- gado dan jelas labelnya halal saya pilih gado- gado dengan minum es kelapa muda. Seusai makan saya lanjut menuju panggung pementasan sendra tari untuk menikmati pementasan berikutnya. Ternyata tari yang di tampilkan bukan hanya tarian Bali namun juga tarian dari seluruh daerah di Indonesia.
Karena masih banyak yang saya nikmati kemudian segera saya berpindah menuju Patung dewa wisnu karena acara pementasan tarinya juga sudah selesai. Tidak ada acara tarian di patung dewa wisnu. Hanya patung dewa wisnu yang terletak di ketinggian dan di saksikan banyak pengunjung serta diajak berfoto oleh para pengunjung. Sedikit saya ambil foto dan video setidaknya sebagai bukti bahwa saya akhirnya mengunjungi GWK. Selain patung wisnu selanjutnya adalah patung Garuda yang di kendarai oleh dewa wisnu. Sama saat di patung wisnu di sini juga hanya di manfaatkan para pengunjung untuk berfoto begitu juga saya ambil beberapa foto dan video.
Setelah saya mutar2 di gwk sampai puas kemudian sudah agak sore pukul 15.xx saya order gocar untuk pindah lokasi ke bluepoint beach Uluwatu. Ya spot sunset yang keren daerah uluwatu ya bluepoint/suluban dan pura uluwatu. Tiba di bluepoint saya mutar- mutar lebih dulu turun ke pantai yang sebelumnya belum pernah saya kunjungi karena air laut pasang dan alhamdulillah kemaren agak surut sehingga bisa nyebrang dan menjelajah dipantainya. Dibawah goa goa karang pantai nya bagus, bagus banget.
Setelah cukup puas mutar2 saya menuju sebuah caffe/warung untuk menikmati sunset dari atas. Duduk di salah satu meja kemudian memesan nasi goreng ayam dan segelas esteh. Sebentar selesai makan saya sambil mengamati dan menikmati pemandangan sekitar saya. Saat masih agak siang 16.xx warung masih sepi hanya ada saya seorang pengunjungnya ada sih beberapa calon pengunjung turis asing yg gak jadi setelah liat daftar harga. Tak lama saya bengong sendiri menatap matahari yang masih mongah-mongah teriknya kemudian datang 3 rombongan turis asing duduk di pojokan warung dan memesan beberapa botol beer. Karena sunset semakin mengemas (berubah jd emas) saya pun geser tempat duduk dan memesan lagi satu gelas es teh manis.
Sambil menikmati pemandangan sore itu warung pun semakin ramai. Datang sekeluarga turis asing dengan dua anak kecil. Salah satu anak kecilnya rewel minta pindah tempat duduknya di tempat yg sedang saya tempati. Awalnya sudah di kasih pengertian oleh si ibu pemilik caffe dan orang tua si bocah namun masih saja ngeyel. Dengan terpaksa dan meminta maaf berkali kali diiringi raut wajah yang jengkel si ibu meminta saya geser sedikit saja. Saya tau posisi si ibu pasti juga tidak mau mengganggu kenyamanan saya yg sedang menikmati sunset dan duduk di kursi yang saya tempati lebih awal. Tanpa negosiasi dan debat panjang saya pun dengan rela mempersilahkan si ibu menggeser meja dan kursi saya sedikit ke kanan agar si bocah tadi bisa ikut menikmati sunset dr tempat paling depan. Yaudah gak papa kasihan di ibu kalau harus di debat lagi tambah pusing nanti lagian gak ada untung nya buat saya mendebat si ibu yang ada cuma nambahin pusing ibunya. ” kok ngalah gtu aja sih thur di gusur2 bule???”, ya gak papa toh saya masih bisa menikmati sunsetnya kok meskipun sudah di geser sedikit kekanan. Yang penting si bocah gak rewel trus si ibu gak pusing saya sudah ikut senang.
Karena sudah gelap saya sudahi nyunsetnya, yaiyalah wong gelap sunsetnya pun jg menyudahi pertunjukkannya. Menuju kasir bayar makan dan minum nya trus pulang. Eh tapi pas bayar ada kejadian lucu sih, jadi si 3 turis asing yg dipojokan tadi duitnya kurang sampe receh2 100 200 500 rupiah di keluarin semua. Saking jengkelnya si ibu sampe ngucap ” oh my god ” berkali kali dan terus menyuruh para turis itu keluarkan semua uang yang di punya. Disitu sebenernya saya ingin nanya ke ibu ” bu kurang berapa sih mereka???” Tapi gak jadi takut menyinggung para turis itu. Lagian saya liat pesanan mereka cukup banyak ada 3 botol bir bintang sedang dan beberapa cemilan. Karena belum selesai si ibu pun nyuruh salah satu karyawannya untuk hitung harga makan minum saya dan habis 72K nasgor dan 2 esteh.
Karena sendirian saya harus keluar dr parkiran/kawasan pantai untuk mencari transpotasi. Setelah satu jam order gocar maupun gojek tidak ada hasil sama sekali akhirnya saya putuskan untuk jalan kaki saja. Saya buka map untuk melihat arah kemana untuk sampai di hotel hill ungasan. Setelah map nya ketemu dan terdapat estimasi jarak 10km dengan waktu tempuh 2jam jalan kaki ya mau gak mau harus jalan karena memang sudah tidak ada gocar/gojek lagi.
Yaudah saya jalan aja terus sambil menikmati perjalanan saya. Ya gak boleh nggrundel gak boleh ngeluh jalani saja sudah resiko nya tho jalan sendirian gak ada kerabat atau kawan di sekitar lokasi. Kalau orang orang bilang ” sabar….sabar…” kali ini sabar aja gak cukup harus sambil dinikmati biar hatinya juga senang.
Ya memang bener kalau sudah sabar trus sambil dinikmati apa yang sedang dijalani pasti tetap menyenangkan meskipun itu melelahkan. Gak kerasa saya buka hp lg di map nya sudah dapat separuh perjalanan saya, ya lumayan lah sudah sejam lebih saya jalan kaki. Dan tak lama kemudian saya memasukkan HP ke kantong celana ada sepeda motor yang berhenti dan menawarkan tumpangan sampe hotel, karena memang searah dan si mas koko ini mau ke Denpasar. Alhamdulillah pertolongan Allah lewat mas Koko sehingga saya tak perlu kecapean jalan kaki 10km sampe hotel. Semoga Allah yang membalaskan kebaikan mas koko yg kerja sebagai IT officer, Amin…
sampe hotel istirahat sebentar kemudian mandi dan keluar cari makan. keesokan harinya saya manfaatkan untuk istirahat tdur dan sorenya menghadiri undangan meeting di panoramio resto GWK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar