Entah darimana datangnya rencana touring ke Dieng saat itu padahal sedang dalam bulan puasa. Awalnya saat ngopi bersama temen bikepacker Soloraya ada mas susilo, mas agung, masdian sama dekdian(cewe) sempet nyerempet bahas mau kemana dalam waktu dekat ini? saya langsung nyeletuk ” ke Dieng aja yuk “. Kemudian darisana saya membuat ajakan di grup WA yang biasa kami gunakan untuk sarana komunikasi dan yang respon langsung ikut adalah Yasin. Saya dan Yasin sudah sepakat untuk gas tanggal 29 Mei- 1 Juni karena sekalian ada tanggal merahnya, Namun dalam tengah- tengah waktu saya merubah plan yang sudah di sepakati yaitu gas ke Dieng di majukan tanggal 25 hari jumat dan Yasin setuju- setuju saja. Tibalah saat itu hari Jumat tanggal 25 Mei 2018 saya sepulang kerja langsung pulang lebih awal karena seusai Taraweh harus prepare gas menuju Dieng. Karena Yasin ada kerjaan yang belum selesai maka Jumat malam itu kami akhirnya meeting di point yang telah di tentukan yaitu Blabak Magelang pada pukul 23:xx.
Saya menunggu sebentar baru kemudian Yasin datang mengajak saya makan malam dulu sebelum kami melanjutkan menuju Dieng. Pertigaan antara arah Purworejo Magelang dan Jogja. Di sebuah angkringan sederhana kami mengisi perut agar tidak kelaparan saat riding. Karena kami menceritakan arah tujuan kami saat makan di angkringan, malah beberapa orang yang sedang jajan menyarankan agar kami melewati arah Purworejo dan belok ke arah Wonosobo sebelum masuk Purworejo. Sesuai saran di angkringan kami mengambil rute arah Purworejo kemudian Wonosobo dan barulah dari Wonosobo naik ke Dieng. Dari Purworejo ke Wonosobo rupanya kami melintasi jalur leren gunung Sumbing. Jalur masih sepi atau mungkin karena tengah malam juga bulan puasa ya? ya intinya jalur sangat sepi dan perjalanan alhamdulillah lancar sampai Wonosobo.
Wonosobo ke Dieng sudah dekat kira- kira tinggal 1 jam perjalanan santai lagi sudah sampai. Karena malam hari gelap serta penerangan motor saya kurang terang kami riding agak pelan selain harus meraba jalan juga karena jalan menuju Dieng sudah menanjak terus. Oiya saya lupa belum ceritakan riding pakai motor apa untuk touring kali ini ya? iya saya sekalian ngejajal RX spesial saya yang baru aja turun mesin ganti stang seher beserta laher gandulnya. Untuk jalanan datar tenaganya cukup mumpuni namun ketika sudah memasuki jalanan Tambi- Dieng tenaganya mulai kelihatan melemah. Udara mulai sangat dingin meskipun tidak angin yang berhembus namun karena laju motor kami udara jadi terasa makin dingin. Setelah melewati puluhan tanjakan dan ratusan belokan akhirnya 03:00 sudah saatnya kami sahur. Dari pertigaan Dieng saya susuri jalanan hingga di ujung jalan Dieng Kulon tidak ada satu warung pun yang buka, yaiyalah siapa yang mau buka warung pagi buta dinginnya minta ampun kayak di Dieng???. Sudah pasrah akhirnya ada seorang bapak- bapak yang menghampiri kami langsung saja Yasin bertanya dimana kami bisa mendapatkan sahur jam segini? justru di terminal lah ada satu warung yang buka menyediakan makan sahur bagi orang yang mau jajan. Sesuai saran si bapak kami pun balik lagi ke terminal dieng dan benar adanya ada satu warung yang buka. Kami sahur dengan menu prasmanan dan saya memilih sayur nangka muda lauk telur dan tempe kemul.
Alhamdulillah kenyang makan sahur dan chat WA yang saya kirim ke sedulur Amim sudah di balas dan kami di suruh segera ke rumahnya. Sebentar kami ngobrol karena memang sudah 3 tahun lebih tidak ketemu. Jam menunjukkan pukul 05:00 dan saya menengok ke jendela kamarnya Amim cuaca cukup cerah dan sepertinya sunrise akan kece. Akhirnya saya dan Yasin pergi berdua menuju bukit Sikunir karena Amim dan Jokowi masih ngantuk dan memang udara saat itu sedang dingin- dinginnya. Biar cepat kami ke Sikunir pakai satu motor aja yaitu motornya Yasin. Riding selama kurang lebih 15 menit kami tiba di parkiran Telaga Cebong dan sebelumnya sudah membayar tiket di pintu masuk sebesar 10ribu setiap orang. Parkir motor kemudian segera naik ke puncak Sikunir yang saat itu memang sangat sepi bener- bener gak kayak biasanya yang berjubel sampai harus antri pelan- pelan untuk treking sampe puncak. Bisa jadi karena bulan puasa jadi yang piknik rata- rata orang yang tidak puasa atau non muslim atau orang islam yang puasa namun sangat sedikit memang. Ketika sampai diatas ada 2 orang sepertinya dari luar Jawa Tengah dan di puncak satunya lagi ada satu rombongan 5 orang kalau gak salah ingat. Saat kami tiba matahari menyambut dengan hangat, meskipun sunrisenya tidak Pecyahhh tapi ya memang cukup hangat di badan juga hangat di pandang. Bergerombol awan tebal di ujung dan bawah mepet dengan horison sehingga matahari nampak ketika sudah diatas awan. Cahaya orange kemerahan yang mulai pudar menyinari melewati sela- sela pohon dan dedauan. Puas, ya saya sangat puas karena selain sepi juga pemandangannya memanjakan mata. Tak begitu lama kami diatas kemudian turun sambil sesekali mengambil foto di jalur turun menuju Telaga Cebong.
Tiba di telaga cebong bersantai sebentar menikmati pemandangan sambil duduk manis di tepi telaga. Selain saya dan Yasin ada juga satu rombongan yang mendirikan tenda di tepi telaga. Terlihat mereka sedang asik menikmati suasana sahdu sekitar telaga cebong. Memang karena sedang sepi jadi terasa lebih tenang dan puas menikmati semua keindahan Dieng. Tak lama sih kami berfoto- foto di sekitar telaga cebong dan kemudian mulai pindah menuju Batu ratapan angin yang tak jauh dari Telaga Cebong.
Karena sebelumnya sudah janjian dan saudara saya mas yusuf menyusul ke Dieng sudah tiba kami janjian untuk ketemu di Batu ratapan angin. Tiba di batu ratapan angin suda terlihat mas yusuf memarkirkan sepeda motornya. Saya dan Yasin parkirkan motor kemudian menyapa mas yusuf dan segera langsung menuju puncak batu ratapan angin. Ya di batu ratapan angin pun sangat sepi tidak ada orang. Sungguh menyenangkan sekali kami tidak kerepotan untuk berfoto harus antri lebih dahulu. Semua spot foto yang ada rasanya seperti milik kami bertiga. Alhamdulillah langit saat itu begitu cerah dan terang. Pemandangan indah telaga warna dari atas pun terlihat begitu jelas. Warna air telaga warna berwarna hijau muda dan air telaga pengilon coklat susu. Kedua telaga terlihat begitu keren dari atas batu ratapan angin. Selain air telaga juga pepohonan yang tumbuh memutari telaga menambah suasana sejuk dan adem.
Melanjutkan cerita dari batu ratapan angin, kami bertiga balik ke rumah amiem terlebih dahulu. Sesampainya dirumah amiem kami ngobrol sebentar tentang perjalanan, tentang kamera, tentang dieng yang dingin, dan tentang dieng yang bersalju. Tak terasa kami ngobrol ngalor ngidul sebentar adzan dzuhur berkumandang. Seusai shalat dzuhur jokowi menawarkan untuk ke sebuah tempat yang gak pernah di kunjungi wisatawan. Kami mengendarai motor kurang lebih 15 menit dari rumah amiem. Melewati jalan beraspal kemudian berganti makadam jalur ke kebun. Setelah parkir di pinggir jalan kami treking ke spot tujuan kurang lebih selama 15 menit. Jalan perlahan melewati jalan setapak kebun kentang dan sayuran dengan hati- hati agar tak merusak tanaman. Sesampainya di puncak diatas sebuah batu yang mereka sebut “watu numpang”. Dari watu numpang pemandangan sungguh memanjakan mata. Sekeliling memandang ada telaga merdada di bawah sana dan perbukitan kebun kentang di sekitarnya. Kalau kata temen saya telaga merdada di lihat dari atas seolah bekas tabrakan meteor menghantam bumi sehingga membentuk cekungan kemudian berisi air. Alhamdulillah cuaca cerah langit pun biru menyejukkan mata. Cukup lama kami disini berfoto bergantian. Setelah cukup puas kami meninggalkan watu numpang dan sekaligus mas yusuf berpamitan pulang duluan karena ada acara.
Pulang dari watu numpang saya yasin dan jokowi balik lagi ke rumah amiem sebentar memarkirkan motor kemudian lanjut lagi jalan jalan ke kawasan candi arjuna. Di candi arjuna suasana sangat sepi hanya beberapa anak muda lokal dieng yang sedang bercengkrama bercanda tawa. Kami bertiga pun gak tau mau ngapain selain foto foto. Hampir semua sudut kami datangi dan cari angle foto yang bagus dan sampai bosan juga. Sudah sampai mati gaya dan akhirnya cuma glimpang glimpung rebahan di sekitar candi sambil sesekali godain adek adek yang sedang pacaran.
Langit mulai kekuningan tanda senja segera datang dan kami sepakat untuk balik ke rumah amim. Dari candi arjuna kami kembali ke rumah amim ngobrol dan bersantai sambil menunggu adzan magrib. Dirumah kebetulan ada bapak dan amim. Sambil menghangatkan badan di depan tungku api memasak air kami ngobrol ngalor ngidul sampai habis bahan pembicaraan. Sebelum adzan berkumandang saya, jokowi, amim dan yasin menuju kawasan wisata kuliner ramadhan di dekat masjid dieng wetan. Banyak penjaja makanan yang berjualan takjil. Kami membeli es durian, gorengan, cilok dan makanan berat untuk berbuka. Setelah selesai berbelanja kami kembali kerumah amim bersiap buka puasa bersama dirumah. Makanan pembuka berupa es durian serta gorengan terasa begitu nikmat.
Karena besoknya saya harus kerja setelah shalat taraweh berjamaah di mushola dekat rumah amim kami berpamitan pulang. Sebenernya sih gak di bolehin pulang sama bapak, diminta menginap semalam lagi di rumah amim. Karena tidak memaksakan keadaan saya dan yasin pun pamit dan gas meninggalkan dieng pukul 21.00. Jangan tanya bagaimana dinginnya berkendara malam hari di dieng, sudah pasti sangat dingin. Alhamdulillah meskipun sempat mendung perjalanan dari rumah amim hingga kota wonosobo kami lancar dan tidak kehujanan. Mulai meninggalkan wonosobo dan memasuki kledung Temanggung kabut turun sangat tebal jarak pandang pun sangat terbatas. Yasin berkendara di depan dan saya mengikuti di belakangnya. Kami berkendara pelan dan sangat hati- hati. Rasanya ada serem, syahdu, haru, konyol, dan bahagia bercampur aduk. Bahkan karena jalan berkabut tebal beberapa kali saya hampir kesrempet sama mobil dari lawan arah yang tidak mempedulikan kondisi jalan dengan tetap ngebut. Kondisi di perparah ketika kaca helm saya tutup agar tidak terlalu dingin kena muka tapi kaca helm jadi berembun dan semakin menghalangi penglihatan. Kaca helm tetap saya buka dan laju motor saya pelankan agar tidak kedinginan.
Setelah lolos meninggalkan kledung dan kabutnya di depan kami di sambut oleh hujan deras. Saya dan yasin berhenti di emperan salah satu ruko dan memakai jas hujan agar tetap bisa lanjut gas tanpa basah kuyup. Dari Kledung kami gas terus kearah Temanggung. Kurang lebih setengah jam kami berkendara sudah tiba di Temanggung dan Alhamdulillah hujan telah reda, sambil istirahat sebentar kami sekalian lepas jas hujan. Dari Temanggung masih jauh perjalanan kami, saya ke Boyolali dan Yasin ke Jogja. Karena sudah malam dan sangat ngantuk kami berdua berhenti di sebuah indomaret selepas Hotel mewah Magelang lupa namanya. Sekedar jajan air mineral dan cemilan buat pantas2 aja masak numpang tidur di indomaret gak jajan, setelah jajan kami rebahan dan bablas ketiduran di Indomaret sampe waktu Sahur tiba. Karena setelan alarm sahur saya berbunyi dan saya bangun mencari warung makan terdekat dan alhamdulillah ada warung nasi padang tak jauh dari indomaret. Karena yasin saya bangunin katanya gak mau sahur yaudah deh saya sahur sendiri aja. Eh lakok selesai makan sahur si yasin bangun dan nanyain makan dimana, akhirnya yasin sekalian sahur sebelum adzan subuh berkumandang. Setelah subuh mumpung mata seger dan udara pagi sejuk kami langsung lanjut gas dan berpisah di mblabak. Saya ambil kekiri arah Boyolali dan yasin lanjut lurus arah jogja.
Lanjut cerita saya riding sendiri lewat ketep, kemudian selo Boyolali. Seperti biasa jalur favorit berkelok dan naik turun ditambah kabut tipis khas udara pagi pegunungan. Sebelum sampai pasar selo ada sebuah jembatan gantung yang belum terlalu lama selesai di bangun. Mampir sebentar menikmati pemandangan sekitar jembatan mumpung masih sepi bisa foto2 sepuasnya. Sebenernya ada alasan lain berhenti sebentar selain foto2 yaitu mendinginkan mesin dan sistem pengereman, karena setelah selo jalurnya bakal turun terus menerus. Kira- kira setengah jam sudah puas foto2 dan menikmati indahnya pemandangan kemudian saya lanjut gas menuju boyolali pulang ke rumah. Alhamdulillah selamat sampai dirumah, perjalanan yang sangat menyenangkan.