Hasil rencana malam hari setelah mengakhiri hari dengan nyunset di Sombu adalah nyunrise ke Sousu, menyambangi kampung Liya Togo, kampung Bajo Mola, renang di kontamale dan nyunset ke Nua Wasabi. Seusai subuh kami segera memacu laju motor menuju Sousu. Karena hanya gmaps yang bisa kami harapkan meskipun sudah berkali di bikin nyasar apa boleh buat. Ya benar saja kami cari tujuan Sousu pun gmaps tidak mengenali yasudah kami kira kira saja ke arah nama desa nya yaitu Matahora. Setelah tujuan Matahora terkunci saya segera tarik gas motor dalam dalam. Motor melaju kencang di jalan aspal yang terbilang bagus nan sepi hanya ada satu dua mobil ke arah bandara Matahora. Satu jam perjalanan kami dari hotel melintasi padang rumput beratus bahkan beribu hektar kemudian melewati perkampungan petani rumput laut kami pun tiba di pantai yang letaknya di depan masjid sebuah pondok pesantren. Awalnya saya kira pantai ini adalah Sousu, ya ciri nya pun mirip dengan view di depan adalah pulau Matahora. Pandangan before sunrise saat itu begitu indah. Langit sedikit mendung kemerahan bergradasi orange memantul diatas air laut yang tenang. Suasana damai tanpa angin dan debur ombak sungguh terasa begitu syahdu. Sayup sayup kicau burung dan nyanyian jangkrik mengengkrik saling bersahutan layaknya sedang bermain musik untuk kami saat itu. Benar sungguh anugerah yang indah dari Allah untuk kami. Dalam keraguan yang membuyarkan kesyahduan pagi saya akhirnya memutuskan untuk berpindah dan mencari pantai Sousu yang sesungguhnya. Tak jauh beberapa puluh meter dari masjid kami berhenti di sebuah resort Matahora kebetulan ada seorang penjaga yang dapat saya tanyai dimna letak pantai sousu. Tak jauh dari tempat kami berhenti bertanya lurus terus kemudian belok kanan di turunan rupanya pantai Sousu berada. Syukurlah matahari belum menampakkan kegagahannya pagi itu. Di pantai Sousu saya masih bisa menikmati before sunrise yang tenang damai dan syahdu. Hunting foto dan video ke segala arah hingga matahari terbit mempercantik pemandangan. Lurus kedepan jauh disana ada nelayan dan petani rumput laut yang sedang beraktifitas. Saya gerakkan kamera sedikit serong kekanan ada pulau Matahora yang di belakangnya mentari sedang bersembunyi. Di sebelah kiri terpakir tanpa beraturan perahu perahu kecil para nelayan setempat. Dan di tepian pantai tumbuh pohon kelapa serta rumah warga setempat. Boleh lah ya kalau saya bilang pagi itu hari saya sungguh sempurna. Hari yang tenang, damai syahdu dengan pemandangan yang indah pula menawan menentramkan mata dan hati.
Cahaya merah mulai perlahan berganti orange dan kekuningan begitu pula waktu sudah menunjulkan pukul 07:00 karena masih harus berbagi waktu dengan destinasi yang lain kami pun segera meninggalkan pantai Sousu. Tak jauh dari pantai Sousu tujuan berikutnya adalah kampung Liya Togo yang tinggal diatas benteng kerajaan Togo.
Kampung Liya Togo adalah sekumpulan warga asli masyarakat wakatobi yang mendiami benteng bekas kerajaan Togo. Salah satu peninggalan kerajaan adalah masjid tertua yang ada di Wakatobi dibangun setelah raja buton pertama di lantik. Penduduk asli Wakatobi adalah suku buton dan beragama islam. Jika beruntung di kampung Liya kamu bisa melihat aktifitas warga yang sedang menenun atau ada juga yang mengolah hasil panen rumput laut. Pada saat saya berkunjung suasana kampung sedang sepi aktifitas juga tidak ada yang sedang menenun cuaca pun langit sedang mendung. Karena kami berdua masih meraba raba mau kemana alhasil kami putari saja semua sudut kampung. Nampak warga sedang bersantai didepan https://www.cialispascherfr24.com/cialis-dosage-france/ rumah ada yang ngobrol dengan kerabat atau tetangga ada juga yang sedang diam termenung menatap lurus kedepan. Di Kampung Liya kami sempatkan ke masjid tertua yang disampingnya berdiri bangunan baruga atau sebuah tempat untuk meeting para petinggi kerajaan zaman dahulu kala. Selain Baruga juga ada makam para pejabat kerajaan juga makam warga kampung Liya. Makam di pagari oleh pohon kamboja tua yang batang pohonnya terlihat berkelok kulitnya pun sudah berganti ratusan bahkan ribuan kali. Tak ada aktifitas apapun di sekitar masjid. Hanya kami berdua yang sedang sibuk berfoto kesana kemari. Dari masjid tertua kami melanjutkan mencari kampung bajo mola.
Untuk menuju jalan raya kami harus keluar dahulu dari area perkampungan kemudian mengarahkan kendaraan ke hotel atau pelabuhan Wakatobi. Motor melaju menyusuri pesisir di sebelah kiri banyak berdiri rumah panggung diatas laut didepan dan samping rumah berjemur rumput laut. Beberapa rumah ada yang sudah rusak mungkin karena terjangan angin dan badai beberapa hari terakhir. Tak berapa lama kemudian kami tiba di depan gerbang menunjukkan tulisan selamat datang di kampung bajo mola. Sebelum masuk rupanya ban motor yang belakang kempes kebetulan didepan ada tukang tambal ban langsung saja saya minta pompa. Setelah dipompa kami masuk ke perkampungan bajo mola belum sampai ke tujuan kami rupanya ban kempes lagi saya kira hanya kempes rupanya bocor. Keluar sebentar nyari bengkel langsung saja minta ganti ban dalam yang baru biar cepat dan berharap tidak bocor lagi. Selesai ganti ban kami balik lagi ke dalam perkampungan bajo mola. Kampung nya padat juga ramai warga bajo sedang bersantai disekitar rumah. Ada yang sedang mendandani perahu, ada yang berjualan, ada yang memasak, ada yang mencuci pakaian, ada pula yang sedang membangun rumah sayangnya rumah tembok bukan rumah panggung khas bajo. Warga setempat terlihat biasa saja tidak merasa terganggu dan sangat ramah mereka berikan senyuman saat saya menyapanya. Kami mengarahkan kamera ke beberapa sudut kampung mengambil beberapa foto dan video. Suku bajo tau kan? Sang penguasa lautan raya. Halaman rumah mereka pun berupa kolam air asin atau langsung ke laut lepas. Di garasi masih banyak terpakir perahu perahu kecil kendaraan mereka untuk mencari ikan atau sekedar bertranspotasi ke sekitar area kampung. Yang saya perhatikan di beberapa sudut rumah milik warga terlihat banyak sampah yang tak terurai seperi plastik kresek atau bungkus deterjen hingga plastik keras bekas ember gayung atau toren penampungan air yang telah rusak. Namun begitu air yang menggenang di sekitar rumah panggung suku bajo ini masih terlihat jernih walaupun berserak sampah sampah tak terurai. Dari perkampungan bajomola kami lanjut menuju Sombu, ya awalnya sombu tidak ada dalam list kunjungan namun karena melihat air di pantai sousu yang tenang saya mendadak pengen snorkling lagi. Sebelum tiba di Sombu kami mampir sarapan gado2 seharga 30ribu di dekat hotel.
Balik lagi ke Sombu karena masih penasaran sama keindahan bawah lautnya. Saat itu masih pagi waktu menunjukkan pukul 09:30 angin dan arus laut masih belum terlalu kencang. Sebentar saya dan Qory ke kantin untuk menanyakan apakah menyediakan persewaan google dan masker untuk snorkling. Qory menyewa Snorkle dan saya nyewa fin karena saya sudah bawa kacamata renang sendiri dari Jawa. Karena masih pagi arus laut belum terlalu besar air pun masih sangat jernih. Terik matahari tak menyurutkan niatku untuk snorkling di sekitar jetty. Air jernih yang juga agak dingin, ikan mondar mandir berenang diantara sela- sela batu karang. Ikan dan terumbu karang nya bagus di dukung air laut yang jernih membuat pemandangan saat itu begitu indah. Meskipun airnya masih jernih dan banyak biota laut yang hidup di sekitar jetty ini namun sayang sekali saat itu sedang musim angin jadi semakin siang ombaknya semakin besar. Selain cepat capek kaki saya dan Qory pun sempat terkena batu karang yang tajam hingga berdarah. Bukan, bukan kami sengaja untuk menginjak batu karang namun saat berenang terombang ambing kesana kemari sehingga susah memang untuk menghindari agar tidak nyerempet batu karang. Akhirnya tak lama kami berenang melihat- lihat ikan di Sombu. Waktu menunjukkan pukul 10:25 kami naik ke daratan dan kemudian istirahat sambil memesan jus di kantin Sombu. Sambil menghabiskan jus yang kami pesan saya bertanya pada ibu yang jualan di kantin. Kata si ibu memang bulan desember anginnya besar semakin siang semakin sore anginnya semakin besar. Kalau mau menyelam memang bagus di pagi hari mulai pukul 07:00 sampai pukul 10:00 jadi arusnya tidak kencang. Selain membahas Sombu saya juga menanyakan beberapa pantai yang letaknya masih di sekitar Sombu, salah satunya ada pantai kecil di sebelah Sombu. Pantai kecil ini jika di lihat dari jetty begitu bagus karena letaknya yang sembunyi. Namun memang dari jalan raya sepintas tidak ada akses masuk ke pantai nya. Kata si Ibu aksesnya yang di samping persis kantin Sombu ada jalan setapak kecil masuk ke arah pantai. Karena penasaran sebelum lanjut ke pantai Cemara saya dan Qory mengecek sebentar melewati jalan setapak yang di kasih tau si Ibu. Pantainya memang kecil bahkan bisa di bilang tidak berpasir dan cocok untuk menyepi dan bersantai. Sayang aksesnya masih agak parno semak belukarnya masih rapat dan tinggi takutnya ketemu ular bisa langsung ngibrit.
Karena memang sudah bingung mau kemana lagi akhirnya kami hanya buang- buang waktu kesana kemari tidak terencana. Rencana saat itu adalah penutupan nyunset di cafe Nua Wasabi, namun karena hari masih siang kami ke beberapa pantai yang kemaren belum sempat kami singgahi. Dari pantai kecil belum bernama di Sombu kami lanjut ke pantai cemara terlebih dahulu. Pantai Cemara dapat di tempuh sekitar 20 menit perjalanan dengan motor dari Sombu. Pantainya cukup ramai dan banyak fasilitas gazebo serta beberapa penjual jajanan di pinggir pantai. Jika bepergian sekeluarga cocok mampir sebentar ke pantai ini. Saya dan Qory cuma sebentar foto- foto dan bermain ayunan kemudian segera berpindah ke pantai Onowa. Pantai Onowa ini ternyata letaknya sangat sembunyi dan aksesnya pun masih terbilang seadanya. Dari pantai Cemara keluar kemudian belok ke arah kiri dan ikuti terus jalan sampai sesudah pantai air manis maju lagi beberapa ratus meter. Akses masuk ke pantai Onowa memang tidak kelihatan jika tidak di perhatikan dengan baik. Dari pinggir jalan raya hingga tengah sebelum sampai di pantai jalan berupa plester semen yang sudah mulai rusak retak di beberapa bagian. Setelah habis jalan semen mentok ada kuburan tua mungkin untuk ziarah para warga sekitar dan ada jalan setapak kekiri nah pantai Onowa yang kekiri itu lah. Pantai yang sangat tersembunyi dari peradaban warga Wanci. Sayang sekali pantainya kotor dengan berbagai sampah. Padahal jika dijaga kebersihannya pantai Onowa sangat bagus dan cocok untuk bersantai dari pagi hingga pagi lagi. Pantai yang masih sepi mungkin karena memang lokasinya yang susah di jangkau juga belum banyak beredar tentang informasi pantai ini. Saya perhatikan beberapa sampah memang sepertinya sampah kiriman dari pantai lain yang terkena ombak dan arus laut sehingga terdampar di pantai ini.
Karena masih siang seusai dari pantai Onowa saya dan Qory sempat balik ke Hotel untuk mandi dan ganti baju. Sambil istirahat di hotel menunggu hari biar agak sore baru kembali lagi menjelajah. Tujuan berikutnya saat itu adalah ke nua wasabi, salah satu cafe syahdu dan terkenal di Wanci. Tempatnya memang kece apalagi kalau sunsetnya cantik makin kece lah nua wasabi ini. Sebuah cafe berdiri diatas batu karang yang konon di bawahnya adalah shark point. Cafe yang tidak terlalu besar dan mewah namun punya view yang sangat mewah dan mahal. Pemandangan ke laut lepas memberikan sensasi kita sedang makan/ minum di tengah lautan di temani angin dan debur ombak. Jika di lihat dari daratan akan terlihat begitu menawan saat matahari turun di atas laut. Jembatan gantung yang menghubungkan pun menambah betapa menawannya cafe nua wasabi. Sayangnya sore itu matahari tak terlihat penuh hingga di ujung cakrawala karena terhalang mendung. Meskipun mendung tidak mengapa karena memang rejeki saya saat itu di cukupkan sampai di nua wasabi dan besoknya kami harus kembali ke Makassar.