Bisa disebut hutang yang belum terbayar sampai akhirnya saya berhasil mencapai tanah tertinggi di Boyolali. Sudah sejak dua tahun yang lalu tepatnya tahun 2012 saya berencana mengunjungi gunung Merbabu tanah tertinggi Boyolali itu. Lebih parahnya lagi saya di besarkan di kota Boyolali yang notabene sangat dekat dengan gunung Merbabu namun baru setelah 25 tahun kesampaian mengunjunginya. Sabtu 17 mei jam 09:00 saya sudah siap menunggu kakak sepupu saya Fakhrudin Ali Yusuf biasa di panggil mas Ucup dari Batang untuk naik Merbabu bareng. Setelah dua jam di nantikan akhirnya jam 11:00 kami berdua berangkat menuju basecamp Merbabu di Selo Boyolali. Tepat satu jam perjalanan kami tiba di basecamp kemudian segera mendaftar dan mulai melangkahkan kaki memasuki gerbang pintu masuk Taman Nasional Gunung Merbabu. Suasana yang sangat tenang dan damai saya rasakan di desa tertinggi di Boyolali ini, desa kecil terakhir sebelum menuju puncak Merbabu. Masyarakatnya yang sebagian besar petani sayur di limpahkan dengan tanahnya yang subur. Udara yang segar dan bersih serta air bersih yang tidak kekurangan. Lengkap pula karena ramahnya para penduduk terhadap sesama tetangga ataupun pendatang. Sungguh membuat betah berlama- lama ingin tinggal di kaki gunung Merbabu itu. Tak mengherankan jika gunung Merbabu menjadi salah satu primadona setelah tetangganya sendiri gunung Merapi dan tetangga jauhnya yaitu gunung Lawu.
Memulai pendakian pada jam 13:00 dengan menyusuri hutan lindung Taman Nasional Gunung Merbabu, pepohonan yang tinggi besar tumbuh rindang serta padat meneduhkan para pendaki. Jalur yang masih tidak begitu terjal dan dengan santai di lewati sambil menikmati udara segar serta hijaunya dedaunan di tambah merdunya kicau burung bernyanyi. Tak lama di hibur oleh keramahan alam kami berdua mulai bertemu pendaki yang sudah jalan lebih dulu, rombongan pendaki sekitar 7 orang sepertinya lebih banyak istirahatnya daripada jalannya. Beberapa menit berselang bertemu dengan empat orang pendaki dari semarang dengan santainya sedang “ngaso” di pos 1, pos 1 yang jauhnya satu jam dari basecamp. Saya dan mas Ucup pun ikut ngaso sebentar di pos 1. Cukup berbincang- bincang dengan teman baru dari semarang dan dengkul pun sudah sedikit merasakan istirahat maka kami berdua segera melanjutkan pendakian. Perkiraan jauhnya pos 2 dari pos 1 adalah sekitar 1 jam pendakian dengan jalur sedang dan beberapa terjal. Tak lama kami berjalan menyusuri lebatnya pepohonan tinggi nan rindang bertemulah dengan tanjakan terjal dan licin. Bisa jadi karena cukup beratnya carir yang saya gendong sehingga menaiki tanjakan terjal itupun saya tergelincir dan terperosok. Syukur Alhamdulillah saya tidak jatuh terperosok ke jurang dan fatal akhirnya. Setelah meminta bantuan mas Ucup saya pun berhasil ditarik dan naik perlahan melewati tajankan terjal dan licin tersebut. Dari tanjakan itu terdengar canda tawa 4 orang pendaki, itu tandanya diatas sudah dekat dengan pos. Tertulis pos 2 pada sebuah papan yang di tancapkan ke tanah di tepi sebuah area cukup untuk beristirahat beberapa orang. Saya dan beberapa orang di area tersebutpun berfikir itulah pos 2. Namun siapa yang menyangka kalau di bawahnya ada tanda panah dan tulisan 1 km yang tidak terlihat dengan jelas karena di coret- coret oknum tak ber ” otak “. Istirahat di pos PHP 2 ini saya sengaja cukup lama karena dengkul masih gemetar efek terperosok di tanjakan. Sembari menunggu dengkul siap saya ngemil dan sedikit membasahi kerongkongan.
Limabelas menit waktu yang cukup lama untuk istirahat dan kami berdua segera melanjutkan perjalanan. Selepas pos PHP 2 jalur lebih banyak yang menanjak dan pepohonan tinggi nan rindang mulai di gantikan oleh semak belukar yang tingginya sedada orang dewasa. Rerumputan dan semak belukar menghijau dari jauh terlihat seperti karpet raksasa namun sayang langit saat itu mulai mendung. Karena langit semakin hitam pekat pos 2 sesungguhnya pun tak kami hiraukan dan terus lanjut mendaki. Beberapa kali nanjak dan belak belok sampailah di tanah lapang di tumbuhi rumput bagaikan lapangan bola dengan di kelilingi bukit bukit layaknya bukit teletubis. Entah nama tempat yang mirip lapangan bola ini saya kurang faham dan sempat terfikir bahwa itu adalah savana 1.
Oke sebut saja tanah lapang beralas karpet hijau itu adalah bukit teletubis, di bukit teletubi pun kami tak berlama- lama setelah mendapat dukungan untuk terus lanjut dari dua bersaudara pendaki. Melihatnya saja sudah bikin dengkul lemas saking “ndegeknya” jalur dari bukit teletubi menuju pos 4 itu. Bagaimana saya mau menceritakannya saya sendiri speakless dan hanya bisa terus berjalan sambil berdoa. setelah sepuluh menit lepas landas berlari dari bukit teletubis tangan pun di paksa turun ke tanah untuk membantu mendaki melewati trek terjal sebelum pos 4. Alhamdulillah duapuluh menit kemudian pun kami sampai di pos 4 atau savana 1, jadi yang saya sebut bukit teletubis tadi benar bukan savana 1. Karena saking ramenya pendaki yang sudah mendirikan tenda di pos 4 maka kami berdua terus berjalan meninggalkan pos 4. Tak jauh dari pos 4 terlihat sebuah tanjakan terjal nan licin bekas gerimis beberapa menit mungkin tadi sewaktu kami baru tiba di bukit teletubis. Persis di bawah tanjakan kami ngaso sebentar dan sekedar menenggak nata de coo sebagai penambah tenaga. Mulut berhenti mengunyah dan kaki siap di adu lagi dengan tanjakan tiada ampun. Mungkin karena di depan ada rombongan pendaki lain lah yang membuat saya semangat segera mengakhiri tanjakan PHP itu. Kalau di hitung- hitung inilah rombongan pendaki ke enam sekaligus terkahir yang kami berdua lewatin sejak dari basecamp. Jarum jam menunjukkan limabelas menit lamanya penyelesaian tanjakan PHP pos 4 menuju pos 5. Tiba di pos 5 atau savana 2 masih pukul 16:45, karena saya pikir hari masih terang dan puncak merbabu pun tinggal satu tanjakan lagi maka kami putuskan untuk mendirikan tenda di pos 5. Selesai mendirikan tenda mendung menggelayut lagi dan hunting foto landscape pun sudah tidak menarik karena mendung dan capeknya raga. Selesai makan dan beres- beres pun kami segera tidur berharap keesokan harinya sudah siap melaju melewati tanjakan terjal terakhir menuju puncak.
Namun apa daya jika angin kencang menggetarkan plastik yang kami pasang di atap sebagai pengganti flysheet malah berisik membuat kami susah tidur. Angin mulai tenang dan berhenti menggetarkan flysheet saatnya segera memejamkan mata dan tertidur. Entah apalah namanya baru mau “mak ler” kami kedatangan tamu tak di kenal mulai mendirikan tenda, ya saat itu pukul 23:00 entah dari basecampe jam berapa saya tak peduli. Selesai dengan flysheet yang berisik kini berganti rombongan lain yang mendirikan tenda sambil bercanda dengan berisiknya dan berhasil membuat kami berdua tak dapat tidur. Baiklah akhirnya rombongan berisik itupun mulai melirihkan suaranya dan beberapa terdengar mau tidur karena capek. Namun apa yang terjadi jika rupanya jam sudah menunjukkan pukul 01:00 masih saja ada yang baru datang dan terulang lagi tragedi berisik mendirikan tenda. Fyuhhh yasudahlah namanya tempat orang banyak mau bagaimana lagi, baru pukul 02:xx saya mulai mengantuk dan pukul 03:00 mas Ucup yang juga bekum tidur dari sore membangunkan saya ” dek uwes jam 3 iki ayo siap- siap”. Semangat mas Ucup membuatku malu jika hanya terus terusan bermalas- malasan bangun dan akhirnya tak bertemu sunrise.
Beres sarapan dan menyiapkan kamera saya dan mas Ucup segera melangkahkan kaki keluar tenda dan menyambut dingin udara dini hari saat itu. Perlahan dingin terusir oleh hangatnya tubuh dari aktifitas pembakaran kalor dalam tubuh. Tak terasa sudah 15 menit kami berjalan dan sudah pula di tengah- tengah tanjakan yang tiada ampun sedikitpun. Di depan ada seorang cewek sendirian tertinggal rombongannya saat kami hampiripun dia bertanya ” puncak masih jauh g ya mas? “, dengan sok tau saya jawab saja ” itu setelah tanajak sedikit itu udah landai kok mbak “. Kami pun semangat terus mendaki hingga akhirnya tiba di puncak Merbabu dalam hitungan 45 menit dari camp.