Iseng melihat- lihat update status BBM di contact BBM handphone, ada salah satu status yang menarik perhatian yaitu ” labas bali atau gak ya? “. Ya sebuah status update BBM iseng dari seorang temen bernama Thian. Karena penasaran maka saya komentarin dan berujung pada diskusi untuk merealisasikannya. Saya sendiri berangkat dari Boyolali menuju Jogjakarta terlebih dahulu. Padahal motor saya masih di Bandung, maka jalan keluarnya adalah motor saya di bawakan temen saya Thian yang kebetulan masih di Bandung mau menuju Jogja. Tanggal 26 Mei 2014 saya berangkat ke Jogja dengan naik bis dan di jemput Thian di Malioboro. Sebelum berangkat touring ke Bali kami mampir ke bengkel mas Danu, salah seorang mekanik spesial CB. Karena motor Thian belum jadi maka terpaksalah berangkat memakai motor mas Danu. Akhirnya kami berangkat pada pukul 02:00 start dari JOgjakarta. Perjalanan lancar dari Jogjakarta sampai Solo dengan menempuh waktu selama satu jam. Namun baru mulai perjalanan motor yang di kendarai Thian sudah mendapat kendala. Di depan sebuah Rumah Sakit rantai motor lepas dan ngancing kemudian gear depan loncat dan hilang entah kemana. Karena tingginya solidaritas sesama penunggang CB, kami mendapat bantuan dari sedulur Mangun di daerah Cemani Solo. Motor saya pancal kira- kira 10 km dari lokasi kejadian dan berhenti di depan sebuah pom bensin. Mencari bantuan lagi kepada teman- teman mas Mangun, karena mas Mangun tidak membawa gear depan dan tambahan rantai untuk menyambung rantai yang rusak. Setelah dua jam di operasi akhirnya motor siap untuk di gas lagi.
Sekalian istirahat kami bertiga ngobrol- ngobrol santai hingga terang datang. Sesuai saran mas Mangun maka kami berdua menjajal jalur tawangmangu sekaligus menikmati keindahan lereng gunung Lawu. Jalur khas pegunungan yang meliuk liuk naik turun dan dapat di bilang jalannya masih mulus benar- benar nyaman untuk bermanuver. Memasuki kawasan air terjun atau Grojogan Sewu suasana sudah semakin sejuk serta menghijau di kanan kiri jalan. jalanan semakin menanjak dan sempit serta rumah- rumah warga mulai jarang. Dingin udara seakan tak ada rasanya ketika mata dimanjakan oleh perbukitan di hiasi perkebunan sayur mayur warga sekitar. Serta lipatan- lipatan bukit di tumbuhi pohon tinggi menambah indahnya pemandangan sepanjang jalur Tawangmangu – Magetan. Selama tiga puluh menit kami menikmati udara yang sejuk dingin serta hijaunya pemandangan di kanan kiri jalan, tak terasa pula kami sudah memasuki kota Magetan. Waktu menunjukkan pukul 10:45, sebelum memasuki kota Madiun kami beristirahat sementara di Indomaret terdekat sekalian membeli camilan dan tidur beberapa menit. Puas tidur sekitar satu jam Thian sudah siap geber lagi motornya. Dari madiun kami melanjutkan menuju nganjuk dengan lama tempuh sekitar dua jam. Tak jauh dari nganjuk setelah melewati Jombang kami tiba di Mojokerto dan di hadapkan pada persimpangan yang menuju Surabaya dan Mojosari. Sesuai saran mas Mangun kami mengambil jalur ke arah Mojosari dan Malang agar tidak mutar- mutar ke Surabaya dulu. Perjalanan Alhamdulillah lancar tidak ada kendala sampai di Pasuruan. Sekedar mengisi bensin dan istirahat sebentar baru kami melanjutkan ke arah Probolinggo. Tiba di Probolinggo sudah larut malam dan badan terasa semakin letih, akhirnya kami putuskan untuk istirahat lagi sekitar satu jam.
VIDEO
Meskipun malam belum berganti pagi namun mengisi tenaga sementara dirasa cukup maka perjalanan pun di lanjutkan menuju Situbondo. Jalan semakin sepi namun masih saja kami di sejajarkan dengan bus malam serta truk besar. Setelah melewati pembangkit listrik daerah paiton kami berhenti di lampu merah Besuki Situbondo. Di lampu merah itulah kami di teriakin seseorang tak di kenal, ” woiii… woiii mampir dulu ” akhirnya kami berdua singgah sebentar untuk sekedar ngopi bersama. Bertemu saudara baru di pinggir jalan itu rasanya benar- benar tidak disangka dan maknyess di hati. Ngobrol ini itu dan secangkir kopi lokal Situbondo pun sudah habis pertanda kami berdua segera melanjutkan perjalanan. Sehabis Besuki kami melewati tepian pantai pasir putih dan sayangnya waktu itu adalah tengah malam sehingga tidak dapat menikmati maupun mengabadikan. Akhirnya sebelum memasuki kawasan hutan Baluran kami istirahat lagi agar tidak usah istirahat di tengah hutan karena sudah pasti tidak ada tempat peristirahatan. Tidak disangka kami istirahat cukup lama sekitar 3 jam dan tepat sehabis subuh baru melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Ketapang Banyuwangi. Dua jam sudah kami lalui dan akhirnya tiba di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi. Setengah jam waktu penyebrangan cukup untuk kami memejamkan mata sekedar mengisi tenaga untuk melahap jalur Gilimanuk – Denpasar.
Tiba di Gilimanuk sudah menunjukkan pukul 08:30 segera kami mencari warung untuk sarapan dan melanjutkan perjalanan menuju Denpasar. Gilimanuk Denpasar kami tempuh dalam waktu 3 jam dengan kecepatan sedang dan tidak buru- buru. Jalur dari Gilimanuk hingga Tabanan merupakan jalur naik turun meliuk- liuk meskipun bukan jalur pegunungan namun cita rasanya benar- benar seperti di pegunungan. Setelah meninggalkan Tabanan pertanda bahwa kami sudah dekat dengan Denpasar, Benar tak lama kemudian kami sudah memasuki kawasan Terminal Mengwi. Lima belas menit kemudian pun kami sudah melewati Terminal Ubung Denpasar dan langsung saja kami melanjutkan menuju Sanur. Tiba di Sanur sudah pukul 11:30 dan kami menunggu jemputan teman Thian yang sedang ke Bank mengambil uang. Dari pantai Sanur menuju resto di kawasan pantai Sindu tak begitu jauh cukup 10 menit kami sudah tiba. Istirahat serta ngobrol- ngobrol dilanjutkan dengan makan dan kemudian kami diantar ke rumah Mirwan, teman Thian yang tinggal di Bali.
Selama di Bali saya tidak banyak pergi berkeliling, bisa di bilang hanya sekedar ingin mengunjungi beberapa tempat yang belum pernah saya datangi. Diantaranya adalah bukit campuhan di Ubud, kemudian datang lagi ke Kintamani dan di akhiri ke danau Buyan dan Tamblingan di Bedugul. Hari berikutnya kami memilih untuk memperbaiki motor Thian yang sempat trouble di Solo, Sekalian silaturahmi ke bengkel JBI Bali Thian mengganti gear depan serta merapetin packing block magnit. Sabtu paginya kami menikmati sunrise di Sanur, ya Sanur yang dekat dan mudah di jangkau. Siang harinya saya diajak mbak Dewi keliling Bali bagian timur ya di daerah Karang Asem. Mampir Tukad Unda Klungkung kemudian Bukit Jambul dan terakhir ke Pura Lempuyang. Hari Minggunya hanya ke Joger dan Kuta untuk menikmati Sunset sebagai penutupan di Bali. Senin siang kami berdua sudah meninggalkan Bali dengan segala pesonanya.
foto selama di bali :
Rencana awalnya adalah langsung gas menuju Jogja dan saya sendiri pulang ke rumah Boyolali, namun karena acara kunjungan trip ke Kalimantan saya di batalkan maka kami sempatkan mampir ke Bromo dan Malang. Sebelum sampai Bromo kami sempatkan mampir Besuki Situbondo bertemu dulur Nino dan Obet. Rencana saya mampir Bromo disambut hangan oleh mas Nino, dan jadilah kami bertiga menuju Bromo malam itu. Sudah di tunggu pula CB Salatiga, CB Indramyu dan CB Pasuruan di Bromo. Masih pukul 03:00 kami sudah stand by di Bromo menanti fajar terbit. Tujuan pertama adalah pananjakan satu, pananjakan tertinggi di kawasan Bromo. Langit begitu cerah dan bintang pun terlihat begitu terang namun mendekati sang fajar terbit kabut berdatangan dan tiada hentinya hingga pukul 08:00. Akhirnya kami turun dengan tangan kosong tanpa sunrise tanpa view tiga gunung. menuruni jalur curam dan berkelok harus berhati- hati dan waspada karena meleng sedikit saja sudah terjun ke jurang. Ganasnya jalur yang kami lalui rupanya menyuguhkan pemandangan yang benar memanjakan mata. Dari tikungan Bangkong hingga lautan pasir mata dimanjakan tiada henti. Memasuki lautan pasir motor kami harus bekerja lebih keras lagi karena tidak mudah melewati lautan pasir Bromo. Sambil berfoto- foto kami lewati jalur lautan pasir hingga akhirnya tak terasa sudah sampai di parkir motor kawah Bromo. Selama di kawasan kawah Bromo langit begitu cerah berawan tidak seperti ketika di pananjakan 1 langit tak terlihat hanya kabut menyelimuti kami. Puas menikmati indahnya Kawah Bromo dan sekitarnya kamipun lanjut gas ke watu singo. Sebuah gundukan batu yang mirip singa di tengah lautan pasir yang bregitu luas. Diantara perbukitan teletabis yang hijau subur dan kawah Bromo watu singo ini gersang dan kering tak ada satupun tumbuhan yang hidup. Jika di foto dengan crop yang agak sempit maka foto akan terlihat seperti di padang pasir. Foto- foto narsis hingga puas dan kemudian lanjut ke Bukit Teletabis. Perjalanan dari watusingo menuju bukit Teletabis teman kami wildan terjatuh dari motornya karena memang sulitnya jalur berpasir.
Di bukit Teletabis inilah kami berpisah, Saya dan Thian menuju Gubugklakah Malang dan Yang lainnya kembali menuju Pasuruan. Selain mampir ke Gubugklakah saya dan Thian ingin mencoba jalur Malang- Kediri- Nganjuk. Keesokkan harinya setelah menginap semalam di Gubugklakah kami berangkat menuju Pujon dan turun gunung di daerah Kesambon. Tepat di depan mushola Kesambon motor Thian trouble tiba tiba pengapian hilang. Akhirnya saya pancal sampai Kediri, di Kediri bantuan datang dari sedulur CB Pare. Sore motor baru selesai dan setelah mengganti CDI kami berdua melanjutkan perjalanan langsung memotong sampai di Caruban lumayan menghemat jarak Probolinggo – Nganjuk. Gas terus sampai akhirnya tengah malam tiba di Sragen dan tubuh sudah lemas tak berdaya memaksa kami istirahat malam itu.
Keesokkan paginya sudah segar dan segera melanjutkkan gas menuju Joga ( Thian ) dan saya menuju Boyolali. Sebelum subuh kami baru mau masuk daerah Karang Anyar motor Thian kembali mengalami kendala tiba- tiba mesin ngancing kami pikir Sehernya yang ngancing. Mancal lagi sampai Kartasura dan sudah di jemput sedulur Munyuk dari Jogja dan saya sendiri melanjutkan ke Boyolali. Sesampainya di Jogja motor Thian di bongkar dan ternyata magnitnya yang ngancing.