Kamis, 03 Agustus 2017

Maksain Mampir ke Argapura, Majalengka

Ada yang pernah dengar Argapura? bukan Argopuro nama sebuah gunung di Jawa Timur loh ya. Argapura kawasan pertanian warga di Majalengka yang mempuanyai Terasering keren sehingga kini tersohor. Sudah lama saya penasaran pengen ke Argapura lebih kusus lagi namanya lembah Panyaweuyan. Dahulu kala ketika masih sekolah di Dayeuhkolot Bandung tempat ini belum terkenal. Padahal jika mudik dari Bandunng ke Boyolali selalu melewati Majalengka.

19764902_1879752275681701_1786607387549892608_n

Jadi ceritanya pas nganterin adek saya si Ahsin mengambil semua barang- barangnya yang masih tertinggal di kontrakannya saya sempatkan atau paksakan lebih tepatnya untuk mampir. Jadi kami bertiga saya, Ahsin dan Dimas berangkat dari Semarang pukul 23:xx menuju Bandung. Suasana arus balik masih sangat terasa saat itu H + 1 Minggu jadi memang saat paling ramai nya para perantau kembali ke Jakarta. Perjalanan macet hampir di setiap mau masuk kabupaten dan keluar kabupaten. Kalau normal subuh kami sudah bisa masuk Sumedang namun karena macet yang sungguh luar biasa sehingga perjalanan kami lebih banyak merayapnya maka waktu subuh pun kami baru masuk Tegal. Selepas subuh jalanan lumayan agak berkurang keramaiannya mungkin karena sudah banyak yang memilih istirahat. Tegal hingga Cirebon perjalanan cukup lancar dan tiba di Cirebon sudah terang menunnjukkan waktu jam 07:xx. Niatnya di Cirebon nyari sarapan dulu tapi ternyata masih banyak warung yang masih tutup. Cek google map cari tujuan terasering Panyaweuyan Argapura menunjukkan 1,5 jam perjalanan. Langsung get start direction dan cus wurrr petualangan di mulai.

 

Jalanan cukup kecil sepertinya memang jalan kampung kami terus saja mengikuti pentunjuk dari Map. Semakin masuk kedalam jalan justru semakin kecil namun saya bilang cukup bagus dan mulus. Di kanan kiri jalan banyak berdiri rumah milik warga yang bisa di katakan mewah dan rata- rata sudah berumah tembok sepertinya ekonomi masyarakat sekitar sudah di atas menengah. Sampai pada saatnya saya terpaksa berhenti di tanjakan curam menikung karena diatas ada sebuah bus susah belok saking kecilnya jalan. Bersabar sebentar nunggu sampai bus terbebas dan bisa melewati tikungan menanjak curam. Untuk pertama kalinya saya dihadapkan pada kondisi tikungan dikombinasikan tanjakan curam dan berhenti di tengah- tengah. Yang saya ingat rumusnya adalah tenang terlebih dahulu kemudian ketika mau jalan lagi adalah masuk gigi 1 injek gas agak dalam sambil melepas kopling perlahan mulai lepas juga handremnya. Alhamdulillah bisa dan lancar melewati semacam ujian SIM di tengah- tengah tanjakan. Saya pikir awalnya rombongan 2 bus dan 1 mobil pribadi ini juga akan berwisata ke terasering Panyaweuyan. Setelah saya ikuti terus sampai akhirnya mereka berhenti di sebuah lapangan kampung ternyata ada hajatan nikahan salah seorang warga kampung.

20729409_1690971254248545_4311308176881313200_n

Estimasi perjalanan di google map menunjukkan masih 45 menit lagi tiba di tujuan kami. Bus yang bikin perjalanan kami agak tersendat sudah terparkir aman kini perjalanan lancar jaya. Jalanan semakin mengasyikkan dengan melintasi perkebunan warga serta beberapa hutan. Jalan berkelok kelok dengan sedikit naik turun jika di ingat ternyata mirip jalanan kalau ke Dieng. Saat itu memang saya senang dengan tiipikal jalanan berkelok menikung tajam di kombinasi naik dan turun yang curam namun ternyata berbeda dengan adek saya Ahsin yang justru gak suka jalanan semacam ini. Yang suka nerbangin drone dan berfoto video pasti suka jika di suruh nerbangin di jalur ini, dalam hayalan saya jika di lihat dari udara dengan model mata elang jalur ini berkelok- kelok naik turun dengan kanan kiri ratusan bukit. Selain jalur di tengah perbukitan yang indah juga suasana di perkampungan sepertinya juga adem ayem tenterem masyarakatnya hidup damai. Ku buka jendela kaca mobil serta kumatikan AC kurasakan sejuk udara yang bertiup sepoi- sepoi memasuki mobil. Udaranya tidak terlalu dingin namun justru sejuk terasa sangat nyaman untuk tidur siang atau sekedar bersantai- santai di depan teras rumah. Saya pikir kami sudah sampai karena di sekitar kampung sudah banyak perkebunan daun Brambang namun google map berkata lain, estimasi masih menunjukkan 15 menit lagi. Meninggalkan kampung pertama di sambut oleh jalan yang semakin ekstrim dan semakin sempit hemmm menguji adrenalin namun memang seru dan menyenangkan. Setelah menanjak yang cukup tinggi dan panjang dengan di sebelah kanan terdapat bukit agak bundar mmenjulang tinggi tiba lah kami di parkiran terasering Panyaweuyan Argapura Majalengka.

20799340_1690971310915206_3818180454586939989_n

20770132_1690971337581870_5185843850210026581_n

Parkirannya tak luas hanya cukup 4-5 mobil dan beberapa belas motor. Turun dari mobil setelah memarkir saya di sambut seorang warag lokal dengan baju serta celana hitam juga mengenakan peci hitam yang kemudian berkata ” jowone ngendi mas? ” saya kira beliau orang jawa ternyata sekedar banyak kenalan kiyai dari Jombang, Madiun serta Sukoharjo. Sambil ngobrol saya memesan mie rebus buat ganjal perut yang sudah lapar semenjak nyari sarapan di Cirebon gak dapat- dapat. Harga sarapan pun masih masuk akal dan bersahabat dengan kantong meskipun di daerah wisata dan di ujung pelosok yang baru mulai terkenal. Usai sarapan kami bertiga langsung saja mulai treking sedikit menuju puncak Panyaweuyan. Hari mulai terik langit biru mulai memudar di warnai oleh awan yang tersebar merata. Hemm agak flat sih namun lanskap masih menawan saat itu. Perkebunan daun brambang yang lebih terkenal di media sosial rupanya sedang di ganti oleh warga dengan tanaman Kol dan malah beberapa di biarkan di tumbuhi rumput liar. Yang saya saksikan di media sosial perkebunan brambang lebih eksotis karena akan lebih terlihat garis- garis dan lekuk teraseringnya. Tanpa kebun brambang pun tak mengapa tanaman kol juga masih bisa menggantikan posisi brambang dan tetap indah dalam jepretan kamera. Sebagian besar pengunjung saat itu adalah pasangan muda mudi yang sengaja datang dari kota Majalengka, Sumedang maupun Cirebon. Ya memang kekinian banget tempat ini, selain keren di foto sebagai lanskap juga keren untuk foto- foto narsis.

20729752_1690971224248548_3274641511581415418_n

Sebelah kanan Bukit Bulat

20707924_1690971184248552_3531045391105676182_n

Parkiran Seadanya, Plat AD

20184946_137744440144180_8336198575671214080_n

20067082_1314003942050871_899446463375867904_n

19534966_1888598598058889_2195164227436544000_n 19624845_1524985280856646_279585947014660096_n 20184533_831177213714679_8629649931247812608_n 20393662_1937702036443237_2760120514700640256_n 19535501_433228977049821_7760981736091025408_n

19623256_1316370461816002_5498248434613747712_n

Karena tujuan utama kami masih sekitar 3 jam lagi menuju Bandung kami tak berlama- lama dan segera kembali ke parkiran kemudian turun menuju kota Majalengka melewati jalur yang berbeda. Jika di urut dari jalur kami datang maka lurus terus saja ke arah Maja dan kemudian Majalengka. Rupanya jalur yang kami gunakan menuju Bandung lebih cepat sampai kota Majalengka, sekitar 30 menit kami sudah memasuki kota Majalengka. Majalengka ambil arah Sumedang kemudian Bandung dan perjalanan masih sekitar 2 jam lagi artinya kami bakal tiba di bandung sudah sore.

Berburu Durian Ke Puncak Ongakan, Kediri

IMG_9003

Parkir setelah terperosok

Pada suatu ketika masnur meracau pengen durian kelud yang memang terkenal nikmat tiada tara. Karena ada kerjaan kearah Wonosalam untuk melakukan pembayaran ganti rugi petir kepada warga sekitar tower yang terkena dampak imbas petir. Dari siang hingga sore acara serah terima pembayaran baru bisa terlaksana sehabis magrib karena kesibukan warga yang berbeda- beda. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 20:00 seketika terlintas untuk mampir ke gunung Kelud, bukan mampir sih sebenernya tapi menyempatkan namun memang sudah dekat jika di tempuh dari Wonosalam. Karena diantara kami berempat yaitu saya, mas Nur, Pudin, dan Konde belum ada yang tau lokasinya maka kami nyalakan saja googlemaps ke arah bukit kura- kura Ongakan Besowo Kediri. Setelah kira- kira satu jam perjalanan googlemaps menunjukkan bahwa lokasi sudah dekat dan jalur sudah mulai menunjukkan area pegunungan. Setelah memasuki jalanan kecil kawasan kampung kami merasa semakin ragu kalau jalan yang kami lewati salah. Ternyata benar di depan adalah perkebunan warga dan hanya muat di lewati oleh motor atau pejalan kaki. Akhirnya kami putar balik dan bertanya ke wearga terdekat dari lokasi kami menemui jalan buntu. Yang benar saja memang jalan yang di tunjukkan oleh maps adalah jalur kusus trail garuk- garuk tanah menuju puncak Ongakan. Akhirnya kami ikuti saran si bapak bahwa kami harus turun lagi dan memutar lewat jalur yang benarnya. Setelah ketemu jalan yang semestinya dan kami merasa sudah tengah malam alangkah baiknya kami istirahat dahulu. Alhamdulillah ketemu sebuah masjid besar yang emperannya bisa di manfaatkan untuk sekedar meluruskan punggung dan memejamkan mata untuk sebentar.

Paginya setelah shalat subuh kami melanjutkan perjalanan menuju puncak Ongakan dengan menyusuri jalan tanah cukup muat dilewati satu mobil dan beberapa kali dasar mobil harus nggasruk tanah. Saat itu jalan masih gelap dan suasana hutan memang terasa begitu singub pasti pikiran macem- macem ada saja. Yang kepikiran ada macan lah kepikiran ada ular lah ada hantu lah ah sudahlah gak penting di tulis disini. Sampai pada akhirnya salah satu roda mobil kami terperosok dalan selokan kecil akibat gerusan air hujan. Dengan sekuat tenaga kami berusaha untuk mengangkat agar mobil bisa jalan lagi dan tidak menghalangi jalan. Setengah jam lebih sudah kami tak bisa sedikit pun menggeser posisi mobil dan menyebabkan jalur terhalang. Sampai akhirnya datang seorang bapak pedagang di kawasan wisata puncak Ongakan yang mau membantu kami dan Alhamdulillah mobil bisa jalan lagi. Karena kekhawatiran kami nanti diatas ada banyak lubang yang akan memerosokkan kami maka kami sepakat untuk memarkir saja mobilnya di sekitar lokasi terperosok. Dari lokasi terperosok kami harus jalan kaki cukup jauh untuk menuju puncak. Saat itu langit masih cukup gelap dalam perjalanan kami pun ada saja pikiran paranoid akan hewan buas. Hutan Ongakan masih bisa di bilang lebat dan lebat. HUtan dengan beberapa pohon kayu besar dan tinggi serta semak belukar yang tumbuh subur di bawah. Udara sejuk dan aroma tanah bercampur aroma daun serta kulit pohon rasanya sungguh benar- benar kami sedang di tengah hutan. Perlahan matahari semakin meninggi begitu juga hutan mulai terang sinar matahari merasuk melalu celah pepohonan. Tak lama kemudian saya sampai di sebuah pinggiran jurang yang menampilkan pemandangan begitu indah. Di bawah menganga sebuah jurang yang sangat besar sedangkan di atasnya lipatan bukit gunung Kelud berkabut tipis di sinari matahari pagi. Rumput bergoyang tertiup angin yang tak begitu kencang. Embun pagi menetes berjatuhan dari ujung dedaunan bergulir ke tanah. Kupu- kupu serta serangga lainnya seolah sedang bangun dari tidur malamnya dan berterbangan kesana kemari. Cukup menikmati dan berfoto saya menengok keatas rupanya kami sudah sangat dekat dengan lokasi puncak Ongakan.

IMG_9021 IMG_9029 IMG_9044

Berjalan perlahan menanjak cukup terjal kemudian sampailah kami di komplek dagang kawasan wisata Ongakan. Disinilah masnur dan yang lain menemukan sebuah durian kecil dan saya sendiri sudah asik menikmati keindahan puncak Ongakan di atas. Di puncak terdapat semacam rumah pohon yang memang di buat untuk pengunjung menikmati keindahan sekitar puncak dari ketinggian. Konon memang kawasan puncak Oangakan ini belum lama di kembangkan agar lebih menarik perhatian calon pengunjung. Diatas sudah ramai oleh beberapa kelompok orang pengunjung yang berasal dari berbagai daerah luar Kediri. Karena masih pagi view alam yang di tampilkan sungguh memanjakan mata serta mendinginkan hati. Tidak cuma hati yang jadi adem melihatnya namun udaranya pun masih segar dan dingin. Pepohonan rindang dan hijau tumbuh menyebar rata ke seluruh penjuru. Serangga serta burung masih bebas berkeliaran dan bernyanyi semaunya sendiri. Di puncak Ongakan ini bisa menikmati keindahan lekukan punggungan gunung Kelud. Semakin siang semakin ramai oleh pengunjung dan kami pun istirahat sambil ngopi di salah satu warung. Setelah sarapan sudah matang kami sarapan dahulu yang kemudian di ikuti sebuah pertanyaan ” pak mriki enten durian sing spesial mboten pak? kepada bapak pemilik warung. Ya memang kami kurang beruntung bisa mendapatkan durian spesial di hutan belantara karena tinggal satu durian yang kecil. Yasudah karena ada itu ya kami nikmati dulu yang ada.

IMG_9064 IMG_9076 IMG_9083 IMG_9096 IMG_9119

Karena belum puas menikmati durian khas gunung Kelud maka kami turun dari puncak Ongakan masih penasaran mencari durian sekitar gunung Kelud. Turun dari puncak Ongakan kami  bertanya ke beberapa orang desa sekitar dimana biasanya ada penjual durian yang enak. Melewati beberapa perkampungan dan kami sempat mampir sebentar di sebuah waduk yang di depannya sedang berlangsung acara jathilan dan jaranan. Nah bagi yang suka acara jathilan seperti pak Nur dan Pudin kesempatan seperti ini tidak di sia- siakan begitu saja, mereka sembari menikmati meskipun cuma sebentar. Setelah dari acara jathilan kami menuju daerah Pare katanya ada di dekat pasar yang berjualan durian khas Kelud. Ternyata benar setelah kurang lebih setengah jam perjalanan kami tiba di sebuah keramaian yang ternyata adalah sebuah pasar pagi yang hanya ramai dari subuh hingga pukul 08:00. Di salah satu sebuah warung kecil terbuat dari anyaman bambu sedang duduk seorang ibu sedang menjajakan duriannya. Dengan yakin kami menghampiri saja ibu penjual durian tersebut. Tawar- menawar terjadi dan deal dengan harga 30ribu per buah dengan jaminan rasa durian yang kami beli benar benar istimewa. Hemmm nyummmi ternyata mantap memang durian gunung Kelud tak pernah ingkar janji, rasanya sungguh luar biasa nikmat. Inilah rasa yang kami tunggu- tunggu beberapa bulan terakhir setelah lama tidak makan durian. Setelah habis beberapa buah durian kami pun pulang dengan perut kenyang buah durian. Nah begitulah cerita kami tentang berburu durian gunung Kelud yang istimewa. Bagi kalian yang suka durian wajib mencoba rasa istimewa dari durian Kelud ini.

Berburu Durian Ke Puncak Ongakan, Kediri

IMG_9003

Parkir setelah terperosok

Pada suatu ketika masnur meracau pengen durian kelud yang memang terkenal nikmat tiada tara. Karena ada kerjaan kearah Wonosalam untuk melakukan pembayaran ganti rugi petir kepada warga sekitar tower yang terkena dampak imbas petir. Dari siang hingga sore acara serah terima pembayaran baru bisa terlaksana sehabis magrib karena kesibukan warga yang berbeda- beda. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 20:00 seketika terlintas untuk mampir ke gunung Kelud, bukan mampir sih sebenernya tapi menyempatkan namun memang sudah dekat jika di tempuh dari Wonosalam. Karena diantara kami berempat yaitu saya, mas Nur, Pudin, dan Konde belum ada yang tau lokasinya maka kami nyalakan saja googlemaps ke arah bukit kura- kura Ongakan Besowo Kediri. Setelah kira- kira satu jam perjalanan googlemaps menunjukkan bahwa lokasi sudah dekat dan jalur sudah mulai menunjukkan area pegunungan. Setelah memasuki jalanan kecil kawasan kampung kami merasa semakin ragu kalau jalan yang kami lewati salah. Ternyata benar di depan adalah perkebunan warga dan hanya muat di lewati oleh motor atau pejalan kaki. Akhirnya kami putar balik dan bertanya ke wearga terdekat dari lokasi kami menemui jalan buntu. Yang benar saja memang jalan yang di tunjukkan oleh maps adalah jalur kusus trail garuk- garuk tanah menuju puncak Ongakan. Akhirnya kami ikuti saran si bapak bahwa kami harus turun lagi dan memutar lewat jalur yang benarnya. Setelah ketemu jalan yang semestinya dan kami merasa sudah tengah malam alangkah baiknya kami istirahat dahulu. Alhamdulillah ketemu sebuah masjid besar yang emperannya bisa di manfaatkan untuk sekedar meluruskan punggung dan memejamkan mata untuk sebentar.

Paginya setelah shalat subuh kami melanjutkan perjalanan menuju puncak Ongakan dengan menyusuri jalan tanah cukup muat dilewati satu mobil dan beberapa kali dasar mobil harus nggasruk tanah. Saat itu jalan masih gelap dan suasana hutan memang terasa begitu singub pasti pikiran macem- macem ada saja. Yang kepikiran ada macan lah kepikiran ada ular lah ada hantu lah ah sudahlah gak penting di tulis disini. Sampai pada akhirnya salah satu roda mobil kami terperosok dalan selokan kecil akibat gerusan air hujan. Dengan sekuat tenaga kami berusaha untuk mengangkat agar mobil bisa jalan lagi dan tidak menghalangi jalan. Setengah jam lebih sudah kami tak bisa sedikit pun menggeser posisi mobil dan menyebabkan jalur terhalang. Sampai akhirnya datang seorang bapak pedagang di kawasan wisata puncak Ongakan yang mau membantu kami dan Alhamdulillah mobil bisa jalan lagi. Karena kekhawatiran kami nanti diatas ada banyak lubang yang akan memerosokkan kami maka kami sepakat untuk memarkir saja mobilnya di sekitar lokasi terperosok. Dari lokasi terperosok kami harus jalan kaki cukup jauh untuk menuju puncak. Saat itu langit masih cukup gelap dalam perjalanan kami pun ada saja pikiran paranoid akan hewan buas. Hutan Ongakan masih bisa di bilang lebat dan lebat. HUtan dengan beberapa pohon kayu besar dan tinggi serta semak belukar yang tumbuh subur di bawah. Udara sejuk dan aroma tanah bercampur aroma daun serta kulit pohon rasanya sungguh benar- benar kami sedang di tengah hutan. Perlahan matahari semakin meninggi begitu juga hutan mulai terang sinar matahari merasuk melalu celah pepohonan. Tak lama kemudian saya sampai di sebuah pinggiran jurang yang menampilkan pemandangan begitu indah. Di bawah menganga sebuah jurang yang sangat besar sedangkan di atasnya lipatan bukit gunung Kelud berkabut tipis di sinari matahari pagi. Rumput bergoyang tertiup angin yang tak begitu kencang. Embun pagi menetes berjatuhan dari ujung dedaunan bergulir ke tanah. Kupu- kupu serta serangga lainnya seolah sedang bangun dari tidur malamnya dan berterbangan kesana kemari. Cukup menikmati dan berfoto saya menengok keatas rupanya kami sudah sangat dekat dengan lokasi puncak Ongakan.

IMG_9021 IMG_9029 IMG_9044

Berjalan perlahan menanjak cukup terjal kemudian sampailah kami di komplek dagang kawasan wisata Ongakan. Disinilah masnur dan yang lain menemukan sebuah durian kecil dan saya sendiri sudah asik menikmati keindahan puncak Ongakan di atas. Di puncak terdapat semacam rumah pohon yang memang di buat untuk pengunjung menikmati keindahan sekitar puncak dari ketinggian. Konon memang kawasan puncak Oangakan ini belum lama di kembangkan agar lebih menarik perhatian calon pengunjung. Diatas sudah ramai oleh beberapa kelompok orang pengunjung yang berasal dari berbagai daerah luar Kediri. Karena masih pagi view alam yang di tampilkan sungguh memanjakan mata serta mendinginkan hati. Tidak cuma hati yang jadi adem melihatnya namun udaranya pun masih segar dan dingin. Pepohonan rindang dan hijau tumbuh menyebar rata ke seluruh penjuru. Serangga serta burung masih bebas berkeliaran dan bernyanyi semaunya sendiri. Di puncak Ongakan ini bisa menikmati keindahan lekukan punggungan gunung Kelud. Semakin siang semakin ramai oleh pengunjung dan kami pun istirahat sambil ngopi di salah satu warung. Setelah sarapan sudah matang kami sarapan dahulu yang kemudian di ikuti sebuah pertanyaan ” pak mriki enten durian sing spesial mboten pak? kepada bapak pemilik warung. Ya memang kami kurang beruntung bisa mendapatkan durian spesial di hutan belantara karena tinggal satu durian yang kecil. Yasudah karena ada itu ya kami nikmati dulu yang ada.

IMG_9064 IMG_9076 IMG_9083 IMG_9096 IMG_9119

Karena belum puas menikmati durian khas gunung Kelud maka kami turun dari puncak Ongakan masih penasaran mencari durian sekitar gunung Kelud. Turun dari puncak Ongakan kami  bertanya ke beberapa orang desa sekitar dimana biasanya ada penjual durian yang enak. Melewati beberapa perkampungan dan kami sempat mampir sebentar di sebuah waduk yang di depannya sedang berlangsung acara jathilan dan jaranan. Nah bagi yang suka acara jathilan seperti pak Nur dan Pudin kesempatan seperti ini tidak di sia- siakan begitu saja, mereka sembari menikmati meskipun cuma sebentar. Setelah dari acara jathilan kami menuju daerah Pare katanya ada di dekat pasar yang berjualan durian khas Kelud. Ternyata benar setelah kurang lebih setengah jam perjalanan kami tiba di sebuah keramaian yang ternyata adalah sebuah pasar pagi yang hanya ramai dari subuh hingga pukul 08:00. Di salah satu sebuah warung kecil terbuat dari anyaman bambu sedang duduk seorang ibu sedang menjajakan duriannya. Dengan yakin kami menghampiri saja ibu penjual durian tersebut. Tawar- menawar terjadi dan deal dengan harga 30ribu per buah dengan jaminan rasa durian yang kami beli benar benar istimewa. Hemmm nyummmi ternyata mantap memang durian gunung Kelud tak pernah ingkar janji, rasanya sungguh luar biasa nikmat. Inilah rasa yang kami tunggu- tunggu beberapa bulan terakhir setelah lama tidak makan durian. Setelah habis beberapa buah durian kami pun pulang dengan perut kenyang buah durian. Nah begitulah cerita kami tentang berburu durian gunung Kelud yang istimewa. Bagi kalian yang suka durian wajib mencoba rasa istimewa dari durian Kelud ini.