Kamis, 11 September 2014

Taman Renungan, Bung Karno dan Danau Kelimutu ENDE

10609444_882854991726846_4145512898455178268_n

Beberapa jam kami menempuh perjalanan dari Riung menuju Ende melewati Mbay, Nagekeo dan Aigela. Ketika sudah melewati gerbang selamat datang di Kabupaten Ende maka sudah tak jauh sebuah pantai berbatu biru telur bebek telah menanti kedatangan kami untuk singgah sebentar menikmatinya. Sekitar 15-17 km dari perbatasan Aigela – Ende pantai Blue Stone ini terletak. Sepanjang jalan sebelum tiba dipantai sudah berjajar tumpukan batu berwarna biru kehijauan. Batu bulat mulus halus berwarna biru kehijauan benar- benar seperti telur bebek bahkan ukurannya pun juga seukuran telur bebek. Bisa saja batu ini sudah berwarna biru dari dalam tanah kemudian tergerus air laut terus menerus dalam waktu yang sangat lama sehingga permukaanya menjadi sangat halus dan bulat. Konon batu ini yang seringkali di ekspor ke Surabaya Jawa Timur dan kemudian dari Surabaya di ekspor ke daerah lain seperti Jakarta, Solo, dan Semarang. Kami ( saya dan Ndank ) mampir sebentar saja sekedar mengambil foto secukupnya karena cuaca juga sedang mendung. Foto dokumentasi secukupnya setidaknya sudah menggambarkan bagaimana keadaan di Blue Stone Beach dan kami meninggalkan pantai.

11781713_1052452191433791_723040138121874539_n

Tak jauh dari pantai 15 menit kami tiba di pusat kota Ende, langsung mencari makan siang karena perut sudah lapar. Selesai makan siang barulah kami melanjutkan eksplore kota Ende. Kami gak tau mau kemana karena memang belum ada bayangan kecuali rumah pengasingan bung Karno dan danau Kelimutu. Yasudah kami pun menyambangi rumah Pengasingan Bung Karno lebih dulu namun ternyata gerbang di kunci dan kami tak bisa masuk hanya bisa foto dari luar. Kemudian nganterin Ndank mencari sehati ArtShop mencari oleh- oleh tradisional. Dalam perjalanan mencari Sehati ArtShop saya melihat sekumpulan motor CB di sebuah Bengkel, dan beberapa detik kemudian suara teriakan ” woii masbro ” dan saya pun tak kuasa menolak untuk menoleh. Dan kami pun berhasil di stop untuk melanjutkan perjalanan mampir dulu sebentar di bengkel kak Syam ngobrol- ngobrol tentang wisata dan motor. Tak lama kemudian datang abah Andi keluarga CB Ende juga dan disusul kakak Syam beres- beres merapikan peralatan dan kemudian menutup bengkelnya. Saya dan Ndank mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno ( lagi ) dan kali ini gerbang di bukain oleh temen abah Andi setelah di panggil untuk membuka kan. Kami di kawal oleh abah Andi, kak Syam dan bang Alqin. Di Rumah pengasingan kami melihat lihat ke dalam dan beberapa kali mengambil foto. Dan… jauh jauh dari Bandung ( Ndank) ke NTT kami berdua bertemu dengan rombongan mahasiswa STT Telkom ( kini menjadi UNTEL ) mereka sedang menikmati masa libur semester dengan jalan- jalan ke Labuhan Bajo dan Ende. Dari Rumah Pengasingan Bung Karno kami melanjutkan ke Taman Renungan. Taman yang dulu pernah di gunakan bung Karno merenung memikirkan bangsa ketika sedang bimbang. Di taman ini di bangun Patung Bung Karno sedang merenung dan di bawahnya terdapat sebuah kolam. Sebagai gantinya Sehati ArtShop kami diantar ke Vanny ArtShop toh oleh- oleh yang di jual juga sama saja. Saya sendiri cuma membeli gelang dari cangkang Penyu dan gelang Akar Bahar. Sedangkan Ndank karena banyak titipan dia membeli kain khas Ende kemudian gelang juga. Selesai membeli cinderamata khas Ende saya dan Ndank diantarkan kakak Syam ke jalur menuju Danau Kelimutu. Terima kasih banyak keluarga CB Ende kak Syam, Abah Andi, dan bang Alqin.

10430827_1052452568100420_2271558838540601717_n 11695809_1052452398100437_8804855098457885323_n

11755876_1052452734767070_8573511640475768753_n 993855_1136256039720072_1516726611090663250_n 11707621_1052452581433752_4240108253182883129_n

Seperti malam- malam sebelumnya bahwa bisa di pastikan jalur menuju Danau Kelimutu gelap gulita khas jalur Flores karena masih minim penerangan jalan. Jalur khas pegunungan mulai terasa setelah saya dan Ndank berkendara beberapa belas menit. Jalur menyempit berkelok naik turun di sebelah kiri tebing yang telah banyak bekas longsor dan di sebelah kanan jurang yang dalam siap menanti pengendara yang tidak hati hati. Dengan laju yang sangat pelan dan hati- hati karena di beberapa titik terdapat longsoran tebing dan sedang ada perbaikan jalan. Malam itu sungguh lengkap suguhan bagi kami berdua, longsoran tebing, gelap gulita, gerimis, jurang di sebelah kanan, dan beberapa aspal rusak parah.

 

Tiba di pos penjagaan Kelimutu dalam keadaan basah karena sepanjang perjalanan dari Moni hingga Pos kami di iringi gerimis meringis menahan dingin. Awalnya kami langsung to the point ingin menumpang istirahat menginap semalam sebelum esok paginya ke Danau. Namun niatan kami di tolak begitu saja dan petugas kembali masuk ke dalam ruangan. Namun entah apa yang merubah pikiran kaka petugas itu kemudian setelah beberapa saat keluar lagi dan memberikan ijin kepada kami berdua untuk menginap semalam. Mimpi apa ya malam ini dapat tumpangan di rumah jaga yang bagus serta ada kasur busa yang tebal serta empuk, Alhamdulillah rejeki pejalan tidak kemana. Diatas busa tebal dan di bungkus sleeping bag tebal udara yang dingin pun tak terasa lagi. Handphone berdering tanda alarm menunjukkan pukul 05:00 waktunya bangun dan shalat subuh. Keluar dari kamar gerimis sisa semalam masih enggan pergi kabut pun setia menemani sang gerimis. Waktu sudah menunjukkan pukul 09:00 dan kami pun baru naik menuju parkir kendaraan sebelum treking menuju kawah danau Kelimutu. Sepanjang treking perjalanan kami di selimuti kabut terus menerus hingga tiba di Puncak/ Kawah. Sudah satu jam lebih kami menunggu  di atas hingga tak ada lagi orang lain. Info dari rombongan yang kami temui di Rumah Pengasingan Bung Karno bahwa sedari subuh matahari tertutup kabut dan mereka belum berkesempatan melihat kawah/ Danau. Hampir putus asa dan balik kanan saja turun dan melanjutkan perjalanan selanjutnya, ketika kaki sudah mulai melangkah turun terdengar sayup kata seorang ibu penjual ” sabar lah dulu nak ” dan benar ketika saya tahan keinginan saya kabut pun mulai perlahan terbuka dan kelihatan sediki demi sedikit kawah/ danaunya. Semua ini serasa karunia yang sangat besar dari Allah kepada kami meskipun hanya beberapa belas menit kami bisa menikmati indahnya kawah Danau Kelimutu. Pemberian yang sangat spesial setelah perjuangan dari Boyolali melintasi laut pegunungan hutan hujan panas angin dan bahkan ombak di lautan. Suatu saat saya ingin sekali kembali ke Danau Kelimutu dan semoga mendapat keberuntungan dapat melihat sunrise serta kawah tanpa di selimuti kabut.

10906175_1052453324767011_7376829706111059342_n

Danau Kelimutu

11201840_1052453261433684_1300571198145395650_n

Danau kelimutu

11754234_1052453208100356_2733378948012431454_n 11036957_1052452738100403_6474973627543226329_n

Taman Renungan, Bung Karno dan Danau Kelimutu ENDE

10609444_882854991726846_4145512898455178268_n

Beberapa jam kami menempuh perjalanan dari Riung menuju Ende melewati Mbay, Nagekeo dan Aigela. Ketika sudah melewati gerbang selamat datang di Kabupaten Ende maka sudah tak jauh sebuah pantai berbatu biru telur bebek telah menanti kedatangan kami untuk singgah sebentar menikmatinya. Sekitar 15-17 km dari perbatasan Aigela – Ende pantai Blue Stone ini terletak. Sepanjang jalan sebelum tiba dipantai sudah berjajar tumpukan batu berwarna biru kehijauan. Batu bulat mulus halus berwarna biru kehijauan benar- benar seperti telur bebek bahkan ukurannya pun juga seukuran telur bebek. Bisa saja batu ini sudah berwarna biru dari dalam tanah kemudian tergerus air laut terus menerus dalam waktu yang sangat lama sehingga permukaanya menjadi sangat halus dan bulat. Konon batu ini yang seringkali di ekspor ke Surabaya Jawa Timur dan kemudian dari Surabaya di ekspor ke daerah lain seperti Jakarta, Solo, dan Semarang. Kami ( saya dan Ndank ) mampir sebentar saja sekedar mengambil foto secukupnya karena cuaca juga sedang mendung. Foto dokumentasi secukupnya setidaknya sudah menggambarkan bagaimana keadaan di Blue Stone Beach dan kami meninggalkan pantai.

11781713_1052452191433791_723040138121874539_n

Tak jauh dari pantai 15 menit kami tiba di pusat kota Ende, langsung mencari makan siang karena perut sudah lapar. Selesai makan siang barulah kami melanjutkan eksplore kota Ende. Kami gak tau mau kemana karena memang belum ada bayangan kecuali rumah pengasingan bung Karno dan danau Kelimutu. Yasudah kami pun menyambangi rumah Pengasingan Bung Karno lebih dulu namun ternyata gerbang di kunci dan kami tak bisa masuk hanya bisa foto dari luar. Kemudian nganterin Ndank mencari sehati ArtShop mencari oleh- oleh tradisional. Dalam perjalanan mencari Sehati ArtShop saya melihat sekumpulan motor CB di sebuah Bengkel, dan beberapa detik kemudian suara teriakan ” woii masbro ” dan saya pun tak kuasa menolak untuk menoleh. Dan kami pun berhasil di stop untuk melanjutkan perjalanan mampir dulu sebentar di bengkel kak Syam ngobrol- ngobrol tentang wisata dan motor. Tak lama kemudian datang abah Andi keluarga CB Ende juga dan disusul kakak Syam beres- beres merapikan peralatan dan kemudian menutup bengkelnya. Saya dan Ndank mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno ( lagi ) dan kali ini gerbang di bukain oleh temen abah Andi setelah di panggil untuk membuka kan. Kami di kawal oleh abah Andi, kak Syam dan bang Alqin. Di Rumah pengasingan kami melihat lihat ke dalam dan beberapa kali mengambil foto. Dan… jauh jauh dari Bandung ( Ndank) ke NTT kami berdua bertemu dengan rombongan mahasiswa STT Telkom ( kini menjadi UNTEL ) mereka sedang menikmati masa libur semester dengan jalan- jalan ke Labuhan Bajo dan Ende. Dari Rumah Pengasingan Bung Karno kami melanjutkan ke Taman Renungan. Taman yang dulu pernah di gunakan bung Karno merenung memikirkan bangsa ketika sedang bimbang. Di taman ini di bangun Patung Bung Karno sedang merenung dan di bawahnya terdapat sebuah kolam. Sebagai gantinya Sehati ArtShop kami diantar ke Vanny ArtShop toh oleh- oleh yang di jual juga sama saja. Saya sendiri cuma membeli gelang dari cangkang Penyu dan gelang Akar Bahar. Sedangkan Ndank karena banyak titipan dia membeli kain khas Ende kemudian gelang juga. Selesai membeli cinderamata khas Ende saya dan Ndank diantarkan kakak Syam ke jalur menuju Danau Kelimutu. Terima kasih banyak keluarga CB Ende kak Syam, Abah Andi, dan bang Alqin.

10430827_1052452568100420_2271558838540601717_n 11695809_1052452398100437_8804855098457885323_n

11755876_1052452734767070_8573511640475768753_n 993855_1136256039720072_1516726611090663250_n 11707621_1052452581433752_4240108253182883129_n

Seperti malam- malam sebelumnya bahwa bisa di pastikan jalur menuju Danau Kelimutu gelap gulita khas jalur Flores karena masih minim penerangan jalan. Jalur khas pegunungan mulai terasa setelah saya dan Ndank berkendara beberapa belas menit. Jalur menyempit berkelok naik turun di sebelah kiri tebing yang telah banyak bekas longsor dan di sebelah kanan jurang yang dalam siap menanti pengendara yang tidak hati hati. Dengan laju yang sangat pelan dan hati- hati karena di beberapa titik terdapat longsoran tebing dan sedang ada perbaikan jalan. Malam itu sungguh lengkap suguhan bagi kami berdua, longsoran tebing, gelap gulita, gerimis, jurang di sebelah kanan, dan beberapa aspal rusak parah.

 

Tiba di pos penjagaan Kelimutu dalam keadaan basah karena sepanjang perjalanan dari Moni hingga Pos kami di iringi gerimis meringis menahan dingin. Awalnya kami langsung to the point ingin menumpang istirahat menginap semalam sebelum esok paginya ke Danau. Namun niatan kami di tolak begitu saja dan petugas kembali masuk ke dalam ruangan. Namun entah apa yang merubah pikiran kaka petugas itu kemudian setelah beberapa saat keluar lagi dan memberikan ijin kepada kami berdua untuk menginap semalam. Mimpi apa ya malam ini dapat tumpangan di rumah jaga yang bagus serta ada kasur busa yang tebal serta empuk, Alhamdulillah rejeki pejalan tidak kemana. Diatas busa tebal dan di bungkus sleeping bag tebal udara yang dingin pun tak terasa lagi. Handphone berdering tanda alarm menunjukkan pukul 05:00 waktunya bangun dan shalat subuh. Keluar dari kamar gerimis sisa semalam masih enggan pergi kabut pun setia menemani sang gerimis. Waktu sudah menunjukkan pukul 09:00 dan kami pun baru naik menuju parkir kendaraan sebelum treking menuju kawah danau Kelimutu. Sepanjang treking perjalanan kami di selimuti kabut terus menerus hingga tiba di Puncak/ Kawah. Sudah satu jam lebih kami menunggu  di atas hingga tak ada lagi orang lain. Info dari rombongan yang kami temui di Rumah Pengasingan Bung Karno bahwa sedari subuh matahari tertutup kabut dan mereka belum berkesempatan melihat kawah/ Danau. Hampir putus asa dan balik kanan saja turun dan melanjutkan perjalanan selanjutnya, ketika kaki sudah mulai melangkah turun terdengar sayup kata seorang ibu penjual ” sabar lah dulu nak ” dan benar ketika saya tahan keinginan saya kabut pun mulai perlahan terbuka dan kelihatan sediki demi sedikit kawah/ danaunya. Semua ini serasa karunia yang sangat besar dari Allah kepada kami meskipun hanya beberapa belas menit kami bisa menikmati indahnya kawah Danau Kelimutu. Pemberian yang sangat spesial setelah perjuangan dari Boyolali melintasi laut pegunungan hutan hujan panas angin dan bahkan ombak di lautan. Suatu saat saya ingin sekali kembali ke Danau Kelimutu dan semoga mendapat keberuntungan dapat melihat sunrise serta kawah tanpa di selimuti kabut.

10906175_1052453324767011_7376829706111059342_n

Danau Kelimutu

11201840_1052453261433684_1300571198145395650_n

Danau kelimutu

11754234_1052453208100356_2733378948012431454_n 11036957_1052452738100403_6474973627543226329_n

Main- main ke Taman Laut 17 Riung, Flores

# Video Perjalanan Menuju NTT #

 

IMG_3458_Snapseed

Taman Laut 17 Riung, diambil dari Bog S

Cukup mengunjungi dan menangkap berbagai pengalaman baru serta melihat kegiatan warga kampung Bena saya dan Ndank melanjutkan ke tujuan selanjutnya. Riung, ya awalnya saya hanya tau namanya Riung. Bermodal kata Riung sudah banyak orang yang tau kenapa saya dan Ndank ingin banget pergi kesana. Sebuah taman laut 17 Riung yang cukup terkenal dengan kepulauan dan pesona underwaternya. Disalah satu postingan saya ada komentar dari teman saya waktu SMP, Andina namanya yang mengenalkan dengan temannya yang seorang dokter yang sedang “semacam magang”di puskesmas Riung bisa di bilang mengabdi untuk warga masyaraka Riung. Setelah janjian bahwa malam harinya akan tiba di Riung saya dan Ndank pun segera mengemasi barang dan lanjut tancap Gas. Melintasi pelosok desa dengan jalan yang semakin dalam masuk pelosok semakin rusak parah bagaikan usai di hujani oleh geranat hingga hancur tak beraturan. Jalanan sepi kanan kiri pun tak ada perkampungan atau rumah warga, hanya beberapa kebun warga yang pemiliknya tinggal di desa agak jauh dari kebun. Senja semakin meninggalkan kami berdua tanpa orang lain lagi yang ada di jalan ini. Jalanan menjadi terasa semakin sepi karena senja semakin gelap dan pandangan semakin sempit.

IMG_3755_Snapseed

Jalan yang jauh dari perkampungan ini gelap total, jangankan lampu penerangan jalan lawong lampu rumah atau bahkan rumahnya warga desa pun tak ada satupun. Sempet melihat ada sedikit rumah suatu perkampungan ketika masih terang di beberapa belas km kelewat. Tersisa cahaya yang melekat di depan motor kami berdua yang cukup menerangi jalanan terjal hancur berbatu dan berdebu ini. Karena lampu di dominasi dari kendaraan kami berdua justru membuat pandangan kami leluasa tidak ada silau dan cukup terang di bantu oleh cahaya bintang dan galaksi susu, eh bimasakti maksudnya. Jalanan yang gelap memaksa mata kami berdua harus fokus dan terus terjaga menyorot kedepan dan kanan kiri karena ternyata jalan yang kami lintasi adalah diatas tebing. Berjalan di atas tebing terkadang di kanan atau di kiri tebing naik turun dan berkelok menandakan bahwa pantai masih cukup jauh. Rasanya memang ngeri cuma berdua riding di jalanan rusak berbat berdebu dan kanan kiri pun kadang berupa jurang/ tebing curam. Selama berkendara sempat terlintas fikiran negatif dan takut namun apa boleh buat kami harus terus melaju dan mlintir gas motor kami. Beberapa saat kemudian entah dimana kami berdua pun tak tau rimbanya kedatangan tamu tak di undang. Tadinya kami riding berdua yang harap harap cemas kini menjadi riding bertiga dan justru semakin cemas. Pikiran jelek pun terus membayangi saya ntah dengan Ndank, apakah orang ketiga ini berniat jahat atau entahlah. Semakin dalam masuk jalur yang semakin absurd pohon tinggi tinggi menjulang di kanan kiri jalan serta semak belantara yang sangat rapat namun orang ini tak menunjukkan akan melakukan perbuatan jahat. Bahkan jikalaupun dia orang jahat sudah habis kami di babat dari belakang sedari tadi. Yasudah akhirnya saya berfikir positif bahwa memang orang ini adalah teman riding kami selama perjalanan sampai Riung. Terus riding bertiga menyusuri hutan bambu, hutan jati, dan perkebunan warga yang pemiliknya entah dimana yang jelas tinggal nan jauh disana. Perjalanan malam gelap di temani cahaya bintang dan lampu motor kami bertiga. Milkyway kesukaanku pun ikut menghibur dari atas sana bahkan hampir membuatku melamun dan tidak konsentrasi dalam berkendara. Lupa kalau jalan masih beberapa kali di batasi jurang efek terpesona oleh milkyway yang begitu terangnya saya hampir masuk jurang. Tidak cuma sekali hampir keluar jalur bahkan beberapa kali saya hampir masuk jurang dan masuk semak belukar. Jalanan yang lurus mulus tiba tiba belok 90 derajat tanpa ada rambu rambu dan penerangan hanya dari motor kami bertiga. Orang yang tidak terbiasa lewat jalan ini seperti saya pasti kedandapan gelagepan mengatasinya.

Ndank, Dr Faiz, Fathur

Akhirnya kami selesai melintasi jalur penuh kejutan dan jalan pun mulai datar serta lurus. Kami manfaatkan untuk meggeber motor kami sekencang- kencangnya agar cepat sampai karena hari semakin malam dan raga ini lelah sekali rasanya. Beberapa belas menit menggeber motor melewati jalanan lurus mulus aroma pantai Riung pun tercium sudah. Orang ketiga yang ikut riding yang akhirnya saya ketahui seorang TNI berteriak memanggil kami sepertinya menawarkan untuk mampir sambil berbelok masuk gang. Dan beberapa menit kemudian kami tiba di masjid, dan warga muslim Riung telah selesai melaksanakan shalat Isya berjamaah. Shalat, istirahat sebentar dan kemudian menghubungi Dr Faiz teman Andina sekampus di UNDIP Semarang. Saya dan Ndank menginap 2 malam di rumah dinasnya Dr Faiz. Malam itu di awal perkenalan kami di mulai dengan ngobrol di ruang tengah sejam dua jam bercerita tentang perjalanan kami. Dr Faiz berasal dari Pulau Sabu namun besar di Kupang. Orang baik, mudah melebur dengan orang baru, gokil dan rupanya dokter muda yang sedang PTT di PUSKESMAS Riung ini suka naik gunung juga. Salah satu ceritanya adalah pernah mau naik semeru namun karena merasa sedang sakit kemudian mendiagnosa sendiri dan akhirnya ketahuan bahwa harus operasi maka di batalkannya rencana dia naik ke Semeru. Malam perkenalan kami saat itu adalah hari Kamis, dengan arti bahwa keesokan harinya adalah hari Jumat. Saya ceritakan niat dan rencana kami berdua bahwa sangat ingin snorkling dan hoping island di taman laut 17 Riung. Karena hari Jumat adalah hari baik dan hari besar umat Islam yang artinya ada ibadah besar yang harus di tunaikan yaitu shalat Jumat maka disarankan lah untuk oaginya ke bog S ( bog=kelokan) untuk melihat sunrise dan melihat taman laut 17 dari atas bukit.

IMG_5822_Snapseed

IMG_3923_Snapseed

IMG_3930_Snapseed

Seusai shalat jumat barulah saya dan Ndank explore taman laut 17 Riung. Karena waktu kami lebih singkat kami hanya mengunjungi pulau 3, pulau Rutong dan pulau kelelawar. Di pulau 3 sebelum mendarat ke pantainya kami mencoba snorkling namun arus bawah sedang kencang, hanya lelah yang saya dapat pemandangan juga jadi kurang jelas terlihat. Di spot snorkling kedua pun yang letaknya dekat pulau Rutong juga tak terlihat ada pemandangan bagus. Ya tidak mengapa karena uperwaternya pun sangat indah menawan dan memikat hati. Pulau Rutong yang menjadi primadona dan ikon bahwa kalau sudah mengunjungi pulau Rutong berarti sudah ke Riung. Bermain di tepi pantai dan bisa juga mengexplore ke atas bukit pulau Rutong serta pemandangan dari atas pun sangat indah. Hamparan pasir putih berkilauan di sapu ombak serta air laut gradasi biru muda hingga biru tua terlihat sangat cantik. Rumput tipis hijau mulai kecoklat-emasan di permukaan bukit pun menambah semakin eksotis untuk di jadikan spot foto- foto selfi atapun narsis.

IMG_3937_Snapseed

IMG_3943_Snapseed

IMG_3955_Snapseed

Lanjut menuju pulau Kelelawar, ya untuk pulau kelelawar kami tidak di sarankan turun dari perahu karena cukup melihat dari atas perahu kelelawarnya sudah mendatangi dan menghibur kami yang datang. Bisa di perkirakan ada ratusan bahkan ribuan kelelawar yang mendiami pulau kelelawar ini. Selesai menengok kelelawar ( kalong lebih tepatnya karena ukurannya yang besar ) kami pun merapa ke dermaga dan masih sempat di beri kejutan sunset yang begitu menakjubkan. Dengan foreground beberapa perahu bersandar di dermaga kemudian jembatan dermaga sendiri bisa di manfaatkan sebagai foreground dalam membidikan kamera.

IMG_4109_Snapseed

IMG_4149_Snapseed

IMG_4719_Snapseed

IMG_4717_Snapseed