Hemm sebelumnya cerita ini adalah lanjutan dari perjalanan dari Labuhan Bajo tepatnya Cunca Wulang dan Danau Sanonggoang. Tentang Cunca Wulang ada berita duka yang saya terima dari saudara saudara di desa Cunca Wulang yaitu berita meninggalnya kaka Wens Hendra, penggerak desa wisata Cunca Wulang. Kaka Wens ini yang sudah berbaik hati memberikan saya dan Ndank tumpangan tinggal semalam di desanya. Mendengar kabar ini saya kaget dan seperti tidak percaya, namun kematian itu datangnya pasti dan semua yang hidup akan mati. Sedih pastinya, apalagi orang- orang yang di tinggalkannya ada mama, istri kaka Wens dan anaknya yang masih kecil semoga mereka di beri ketabahan dan kekuatan dalam menghadapi kehidupan selanjutnya. Semoga kaka Wens tenang disana Amin.
Seusai menjelajah Cunca Rami dan Danau sanonggoang kami berdua melanjutkan menuju Ruteng, ya sebuah kota kecil dingin dan damai. Ruteng begitu panas ketika siang terik matahari seolah berjarak 5cm saja dengan kepala dan ada juga yang menyebutknya ada 9 matahari di Flores ini. Namun Ruteng menjadi sangat dingin ketika malam hingga pagi hari. Sore harinya sebelum kami tiba di Ruteng mampir terlebih dahulu ke desa Cancar yang terkenal dengan Spiderweb itu. Sawah yang masa jaman dahulu kala cara pembagiannya terbilang sangat unik. Sebuah Patok di tancapkan di tengah kemudian di tarik garis keluar secara merata dan di potong- potong yang akhirnya bentuknya menyerupai sarang laba- laba. Kami berdua tiba sudah agak terlambat karena matahari mulai meninggalkan desa Cancar awan tebal kelabu pun menebal menambah semakin gelapnya sore itu. Alhamdulillah masih di berikan sedikit cahaya untuk menikmati sebentar keindahan sawah laba- laba dari bukit Cancar.
# Video Perjalanan Menuju NTT #
Diantarkan 2 gadis kecil yang baik dan lucu agar kami tak tersesat dan segera sampai di atas bukit. Senja yang sedari tadi di selimuti awan mendung langit pun semakin gelap. Semakin lama mata dan sensor kamera sudah tak mampu menikmati indahnya sawah spider desa Cancar. Semakin dingin hembusan angin di atas bukit tandanya kami sebaiknya segera turun dan melanjutkan perjalanan ke Ruteng sebelum malam semakin gelap. Tiba diparkiran sebelum meninggalkan desa Cancar saya di tawari kopi asli flores yang terkenal keaslian bijih kopi dan di olah secara sederhana dan tanpa campuran apapun. Harga setoples kopi 150 ribu sebenernya pengen banget membelinya namun mengingat perjalanan saya masih separuh saya urungkan niat saya. Dari parkiran saya mencoba menghubungi kang Aryo CB Majalengka yang tinggal di Ruteng. Langsung to the poin saja bahwa kami ingin menumpang menginap untuk semalam dua malam di tempat kang Aryo. Malam dingin sembari menunggu di jemput kang Aryo saya dan Ndank mengisi BBM terlebih dahulu karena semakin ke Timur semakin susah dan panjang antriannya untuk mengisi BBM. Pas banget selesai mengisi BBM pas Kang Aryo datang menjemput di Pom Bensin Ruteng. Alhamdulillah bertambah lagi saudara kami di tanah Flores ini. Perkenalan yang sangat cepat dan kami pun cepat membaur mengisi malam dengan obrolan seputar motor tua, tanah Flores, Kehidupan dan suku primitif di Sumba. Sambil ngopi dan menonton film apocalypto yang bercerita tentang kehidupan suku pedalaman hutan. Kehidupan yang jauh dari modern dan peradaban maju, jangankan TV, HP, dan Laptop listrik pun tak ada. Kira- kira gambaran ekstrimnya di beberapa pelosok Flores seperti itu, listrik belum masuk dan kendaraan masih menjadi barang sangat mewah bagi mereka.
Rasa kantuk yang tak tertahankan akhirnya membuat saya menyerah dan pamit duluan untuk tidur, begitu juga Ndank ikut tidur duluan sedangkan kang Aryo masih sibuk menyiapkan lotre yang besok harus di edarkan keliling penjuru pelosok Flores. Esok hari datang mentari menyapa menghangatkan suasana dan jiwa. Secangkir kopi hitam khas Flores sudah terhidang bersama sepiring gorengan menemani kami ngobrol sebentar sebelum saya dan Ndank meninggalkan Ruteng menuju Desa Waerebo. Rute menuju Waerebo adalah balik ke arah desa Cancar kemudian masuk ke arah desa Todo kemudian Dintor dan terkahir kami parkir motor di Desa Denge. Sejauh 80 KM perjalanan kami tempuh dengan Motor selama 2 jam dan treking 8 km dari desa Denge menuju Waerebo selama 2 jam pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar