Tiba di bandara lombok 23:xx disambut oleh gerimis berkepanjangan sepanjang jalan bandara menuju pool bus damri di sweta. Tidak jadi nginap di mesjid bandara karena ditawari nginap di rumah mas Aji driver yg akan kami gunakan. Keesokan harinya kami mulai explore lombok menuju warung makan depan bandara untuk sarapan nasi puyung. Selesai sarapan diantar pak Keho kami menuju Pantai Selong Belanak. Tiba di Selong Belanak langit masih sendu dan sesekali grimis. Belum ramai turis atau pendatang beberapa orang pengunjung diantaranya adalah kami ber enam. Ya saya, om Bento, mas Arif, cak Hafiz, cicik Ranci dan mbak Yosye, di destinasi pertama kami masih bermalas malasan untuk foto ataupun having fun. Saya sendiri karena langit kurang mendukung akhirnya berputar cara agar tetap menikmati petualangan. Saya telusur hingga ke ujung dan memanfaatkan detail detail yang ada, mulai aktifitas warga, bunga, rumput, hewan, kapal, dan kegiatan kawan kawan.
Lanjut menuju pantai Semeti, dan rupanya jalurnya sangat jelek atau rusak sehingga kami coret dan mencari penggantinya. Dapatlah sebuah pantai lokasinya berdekatan dengan Mawun. pantai yang memiliki teluk kecil dan semenanjung dengan di ujungnya terdapat menara karang. kata pak Keho pantai ini namanya Jagor. Dari Pantai Jagor barulah kami menuju Mawun, seingat saya baca dan melihat di blog kawan saya di pantai Mawun ini indah sekali serta masih sepi. Ketika kami tiba keadaan pantai dengan langit galau serta riuh ramai lara turis luar berbaur dengan turis lokal. Pantai Mawun menjadi biasa aja seperti pantai pantai lainnya di daerah lain. Dari pantai Mawun kami menuju pantai Batu Payung dan sebelumnya bertemu dulu dengan mas Jeni seorang fotografer lenskep Lombok. Diantarlah kami menuju pantai Batu Payung dan ber senang senang bersama di sambut langit yang mulai tersenyum membiru. Sebuah bongkahan batu mirip wajah manusia jika dilihat dari samping dan mirip payung jika dilihat dari depan.
VIDEO
Hembusan angin dan deburan ombak menabrakkan diri ke Batu Payung membuat suasana semakin pecah. Beberapa puluh menit kami habiskan untuk berfoto dan bernarsis. Setelah sekiranya cukup kami harus segera kembali menuju mataram untuk bersiap meninggalkan lombok menuju Labuan Bajo. Sudah menunjukkan pukul 14:30 dan kami psimis masih dapat bis menuju terminal Bima. Namun berkat pak Keho dan mas Aji kami masih dapat bis yang berangkat jam 16:00. Dalam kondisi terburu buru dan belum sempat makan siang membuat perut kami lapar sehingga kami makan seadanya sembari menunggu bus menghampiri kami. Bus tiba langsung saja kami naik dan lanjut menuju terminal Bima. Tiba di terminal Bima masih pukul 03:00 dini hari, suasana sepi gelap dan tenang kehadiran kami disambut beberapa kernet bis menawarkan ke berbagai tujuan. Bus jurusan ke pelabuhan Sape menjadi pilihan kami. Menempuh perjalanan 2 jam melewati jalur pegunungan jalan raya mulus berkelok kelok namun gelap gulita membuat kendaraan harus tetap berhati hati karena di kanan kirinya adalah jurang. Tiba di pelabuhan Sape masih sangat pagi gelap mungkin karena pengaruh mendung. Hingga pukul 8 kami baru dapat info bahwa cuaca buruk sehingga kapal terlambat datang dari Labuhan Bajo.
Sembari menunggu kepastian kapan ferry berangkat menuju Labuan Bajo kami bersepakat untuk nyewa kapal untuk keliling pulau di sekitar Sape. Kampung Bajo Pulo, ya mereka orang suku Bajo yang mendiami pulau kecil di barat pelabuhan Sape. Rumah rumah panggung dari papan kayu yang berdiri rapi di selingi satu dua rumah tembok. Dimulai dari Kampung Bajo pasir putih kami menyusuri pinggiran pantai pasir putih bersama anak anak kecil pribumi. Banyak kedamaian saya lihat di wajah mereka yang masih polos dan lugu. Ketika kamera mengarah ke wajah mereka pun ada yang takut, malu, lari menghindar bahkan ada yang menangis. Belum puas bermain pasir ada godaan lain diatas bukit yaitu rumah burung walet dan tatanan batu karang di atas bukit. Saya bilang mirip Ramang- ramang di Makasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar