Jumat, 03 Juli 2015

7 Alasan Yang Membuatku Ingin Kembali ke Sumatera Barat

Bandara Minangkabau

Belum ada satu bulan yang lalu saya menginjak- injak bumi minangkabau, lebih tepatnya di beri kesempatan untuk menjelajah hingga ke seluruh penjuru pelosok Ranah Minangkabau. Selama satu bulan lebih berkeliling mengunjungi daerah- daerah di Sumatera Barat. Dari Timur ke Barat dan dari Utara ke Selatan, mulai dari kota Padang ke Solok kemudian di lanjutkan ke Sawahlunto jalan lagi ke Padang Panjang, Batusangkar, Bukit Tinggi, Payakumbuh dan Kemudian ke Pesisir Selatan, Pariaman dan Pasaman. Selama berkeliling menjelajah bumi minangkabau tentunya banyak kenangan yang tersimpan dalam memory. Beberapa diantaranya membuat saya ingin kembali lagi suatu saat nanti. Di bawah ini akan saya ceritakan 7 alasan kenapa saya suka selama menjelajah di Minangkabau dan kenapa saya ingin kembali.

Sunset Bandara Minangkabau

 

1. Suasana ” Tradisional ” yang masih melekat di Padang Panjang

Tradisional, ya gak tau mau pakai kosa kata apa selain tradisional. Padang Panjang sebuah kota kecil antara kota Padang dan Batusangkar. Kota kecil ini pernah di gunakan untuk syuting film layar lebar ” Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck “. Namun kenapa saya suka dengan kota kecil ini sebenernya bukan karena film itu, memang salah satu alasan pengen berkunjung ke Padang Panjang adalah karena informasi dari film tersebut. Saat di Padang Panjang saya tinggal di desa sigando dimana terdapat mesjid tertua dengan bangunan tradisional minang. Mesjid yang terbuat dari papan dan berupa panggung dengan model gonjong yang tiang penyangga bangungan semuanya miring identik. Rumah- rumah warga di dominasi oleh rumah adat minang yaitu rumah gonjong yang masih sangat terjaga keasliannya. Rumah yang buat saya begitu mewah dan berharga namun di beberapa sudut kota Padang sudah tidak saya lihat. Hawa dingin ketika malam hari dan pagi tak membuat warga desa dingin dan kaku, justru kerahaman mereka mampu menghangatkan suasana. Senyum mereka saling sapa dengan warga desa lainnya. Suasana pagi lalu lalang para warga desa dengan kesibukan masing- masing yang tidak rusak oleh bising deru mesin kendaraan bermotor atau mesin pabrik. Beramai- ramai menuju tempat pemandian bersama, ya satu tempat mandi di gunakan untuk mandi bersama. Eits jangan berfikir nakal dulu!! ya karena antara wanita dan laki- laki tempat mandinya di pisah dan berbeda letaknya. Pagi itu saya menjajal mandi di dekat masjid asasi yang berumur ratusan tahun. Air keluar langsung dari mata air yang di kelilingi oleh tumpukan bata di rekatkan oleh adonan semen. Airnya dingin dan segar dan jernih tentunya, bahkan saya pun berani meminumnya langsung tanpa di masak terlebih dahulu. Semua itu mengingatkan saya akan beberapa belas tahun silam ketika saya berkunjung ke rumah nenek dari Ibu saya.

Masjid Batipuh

2. Rasanya seperti kembali ke penjajahan Belanda ketika mampir di Sawah Lunto

Sawah Lunto, bukti nyata sejarah bahwa Belanda pernah membangun kota modern di tengah perbukitan kala itu. Setelah melewati kelok kelok jalan menuju kota Sawah Lunto saya di sambut oleh masjid kuno berarsitektur belanda, jika di Semarang saya ingat gereja Blenduk ya Masjid Kuno Sawah Lunto mirip dengan Gereja Blenduk Semarang. Setelah memasuki gerbang kota saya di hadapkan oleh stasiun kuno yang dulu pernah di gunakan untuk mengirimkan batu bara. Barulah saya melewati jalan diantara toko- toko yang menempati bangunan Kuno peninggalan Belanda. Bangunan yang masih berdiri di Sawah Lunto ini seolah hidup seperti saat masih zaman penjajahan Belanda Dahulu. Bangunan di rawat dengan baik serta di manfaatkan oleh pemerintah serta warga untuk berjualan. Bagi kaliann yang suka akan wisata sejarah jangan lupa mampir Sawah Lunto ketika berkunjung ke Sumatera Barat.

Masjid Kuno Belanda Sawah Lunto

3. Berada di Tengah- tengah puluhan bukit yang menjulang tinggi, Sijunjung

Jadi ceritanya ketika saya stay di Darmas Raya yang rupanya berbatasan dengan Jambi, ya saat saya menuju Darmas Raya inilah melewati daerah Sijunjung. Mungkin beberapa orang Minang juga belum pernah mendengar nama Sijunjung karena letaknya yang terisolir oleh perbukitan tinggi namun penuh keindahan. Dari Sawah Lunto menuju Darmas Raya namun kami melilih melewati jalur alternatif via Aia Angek yang menjodohkan saya melihat keindahan Sijunjung dari tepi jalan diatas tebing ketika mobil kami mendaki menuju perbatasan Sijunjung- Tanjung Kaliang. Bukit runcing bulat tinggi di selimuti oleh tumbuhan perdu dan khayalan saya saat itu adalah teringan gugusan pulau bukit yang ada di Raja Ampat. Sayang sekali kamera saya tak mampu mengabadikan semua keindahan itu, hanya mata yang puas menikmati deretan bukit bulat serta persawahan penduduk diapit puluhan perbukitan.

Sawah dan Perbukitan Sijunjung

Perbukitan Sijunjung

Perkampungan Di Bawah Perbukitan

Sawah Sijunjung

 

4. Bukit Tinggi, Modernitas yang di apit oleh kentalnya adat dan tradisi

Kalau mendengar kota Bukit Tinggi memang sudah tidak asing bagi sebagian orang. Salah satu kota besar di Sumatera Barat selain Kota Padang, Payakumbuh, dan Sawah Lunto. Saya sendiri tidak asing dengan kata ” Bukit Tinggi ” ketika belum pernah berkunjung ke Ranah Minang. Beberapa keindahan alamnya yang membuatnya terkenal seperti Ngarai Sianok, Danau Maninjau dan Gunung Marapi. Modernisasi di Bukit Tinggi yang berkembang lebih cepat di bandingkan daerah lainnya setelah kota Padang tentunya. Selain terkenal karena wisata dan alamnya jalan menuju Bukit Tinggi juga sudah terkenal macet hampir setiap hari terutama sekitar jam 08:00 dan 17:00. Namun di balik semua itu Bukit Tinggi seolah di bentengi oleh beberapa daerah yang masih memegang erat adat dan tradisi. Diantaranya adalah Kabupaten Agam, Padang Panjang, dan Batusangkar. Kabupaten Agam yang memang di dalamnya terdapat kota Bukit Tinggi ini membawa pengaruh besar bagaimana adat istiadat yang berjalan di Bukit Tinggi. Hukum adat dan hukum agama yang masih di pegang teguh oleh warga masyarakat Agam dan tentunya Bukit Tinggi. Kegiatan dan acara yang masih sangat kuat di pengaruhi nuansa adat tradisional minang membuat identitas orang minang sangat lekat bagi Bukit Tinggi. Kemudian ada Padang Panjang yang tidak jauh dari Bukit Tinggi juga menyumbang cukup banyak untuk kentalnya adat tradisi Minang. Batusangkar yang sampai sekarang masih menjaga adat dan budaya minang agar tetap original dan tidak di tinggalkan oleh warganya. Rumah Adat Gonjong, Surau Adat, Balai pertemuan masih banyak di temui di Batusangkar. Serta Istana raja Pagaruyung yang hingga sekarang di jaga sebagai bukti peninggalan sejarah minang.

Istana Pagaruyung

Interior Istana Pagaruyung

Dinding Istana

5. Betah Tinggal Di Lembah- lembah Payakumbuh

Oke, selain adem ketika terbangun dari tidur kemudian mata di manjakan oleh persawahan di kelilingi oleh tebing- tebing raksasa dan diataranya tumbuh berjajar pohon kelapa terlihat begitu misty saat kabut turun menyelimuti. Hijaunya hamparan sawah diatasnya melayang kabut tipis yang mulai terbakar ketika matahari meninggi yang menyempurkan warna pagi itu menjadi hijau berbalut kabut keemasan. Udara sejuk di iringi oleh kicau burung menambah syahdunya pagi hari ketika menyeruput sedikit demi sedikit kopi hitam. Berjalan keluar memandang jauh nampak tebing- tebing besar dan beberapa perbukitan yang begitu gagah mempesona. Saya injak pedal gas perlahan dan putar setir mobil perlahan berbelok ke kanan kemudian kekiri melewati jalanan berliku diantara patahan tebing yang begitu megah. Kabut- kabut tipis seolah melindungi kami dari silau sinar matahari. Suara aliran air bergemericik melewati celah bebatuan di kanan kiri jalan. Benar- benar suasana yang belum saya temukan di daerah lain. Bukan karena Lembah Harau dan Kelok 9 yang membuat Payakumbuh ini saya suka namun memang hampir dimana- mana mata memandang Payakumbuh ini sungguh indah. Jalanan yang berkelok diantara himpitan tebing tinggi dan megah jika di lihat dari udara begitu menakjubkan. Jadi? tunggu apalagi? segera ke angkat kameramu dan datangi Payakumbuh

 

6. Hypnotisme Pesisir Selatan

Magic di Pesisir Selatan konon katanya masih sangat kuat, jadi sebaiknya berhati- hati ketika berkunjung ke Pesisir Selatan. Ya benar! ketika saya berkunjung kedua mata yang saya punya seolah terhipnotis oleh keindahan alam Pesisir Selatan. Dari Puncak Mandeh saya bisa melihat aroma magic yang kuat, seolah Labuhan Bajo di NTT di sulap duplikatnya menjadi pemadangan saat saya di puncak Mandeh. Dan di kejauhan ada pulau Cubadak yang konon katanya tidak sembarang orang bisa masuk. Jika dari puncak Mandeh suasana magic belum terasa oke! pindah ke kecamatan Bayang Utara Pesisir selatan yang mempunyai jembatan akar. Jembatan Akar yang terbentuk dari dua pohon di pisahkan oleh sungai Batang Bayang. Cukup magical jika melihat keunikan jembatan akar ini, seolah akar gantung dari kedua pohon ini disatukan oleh ” Cinta ” dan mengikat erat sehingga membentuk jembatan diatas sungai. Masih kurang bukti betapa magicnya Pesisir Selatan? langsung datangi sendiri ya!, masih banyak keajaiban alam yang begitu indah di sana. Saya sendiri baru berkunjung ke kedua tempat yang saya sebutkan diatas. Saya kasih bocoran ya apa saja yang “magic” disana, ini dia diantaranya : bukit Langkisau, Pantai Carocok, Air terjun Bayang Sani, Air terjun Timbulun, Pulau Pagang dan masih banyak lagi.

Sawah Pesisir Selatan

Suasana Damai Di Pesisir Selatan

Bukit Mandeh

Jembatan Akar Pesisir Selatan

dari Kiri Fathur, Amaik, Anggry

7. Mobil dan Motor Tua/ Klasik

Untuk yang ke 7 ini alasannya memang agak gimana jika di hubungkan dengan alam Sumatera Barat memang tidak nyambung. Ya memang tidak nyambung dengan keindahan alam namun keindahan Sumatera Barat di lengkapi oleh eksistensi mobil dan motor klasik yang masih berkeliaran di jalanan. Banyak saya lihat di Padang Panjang, Batusangkar dan Bukit Tinggi motor klasik jenis Honda CB ada yang dibuat klasik kustom ada pula yang mempertahankan originalitasnya. Selain motor juga masih banyak pengguna sedan tua produksi negara Jepang namun selama di SumBar saya baru melihat dua mobil sedan pabrikan Australia yaitu Holden satu di Kota Padang dan satu lagi di Batusangkar. Sedan jenis Toyota Corola dan Corona masih sangat banyak saya temui berlalu lalang di jalanan Padang, Padang Panjang dan Bukit Tinggi. Ya kendaraan tua atau klasik juga salah satu alasan saya suka dengan Sumatera Barat. Saya sendiri sampai sekarang masih setia memelihara Honda klasik kustom.

Mobil Klasik sedang Restorasi

Jeep Peninggalan Perang Dunia ke 2

Jika kalian punya alasan yang sama akan kesukaan sebuah tempat sama seperti yang saya paparkan diatas maka tidak akan nyesel berkunjung ke Sumatera Barat. Berkunjunglah namun tetap hormati adat yang berlaku serta jaga seperti kamu menjaga daerah tercintamu, INDONESIA Terlalu INDAH Untuk Dirusak kawan!

Foto- Foto lainnya,

Nongkrong di Taplau

Sunset Pantai Padang

Sunset Pantai Padang

Danau Singkarak Dari Atas

Persawahan Singkarak

Kota Padang Dari Udara

Gunung Talang dari Udara

Perbatasan Padang dan Pesisir Selatan

Padang dari Udara

 

 

7 Alasan Yang Membuatku Ingin Kembali ke Sumatera Barat

Bandara Minangkabau

Belum ada satu bulan yang lalu saya menginjak- injak bumi minangkabau, lebih tepatnya di beri kesempatan untuk menjelajah hingga ke seluruh penjuru pelosok Ranah Minangkabau. Selama satu bulan lebih berkeliling mengunjungi daerah- daerah di Sumatera Barat. Dari Timur ke Barat dan dari Utara ke Selatan, mulai dari kota Padang ke Solok kemudian di lanjutkan ke Sawahlunto jalan lagi ke Padang Panjang, Batusangkar, Bukit Tinggi, Payakumbuh dan Kemudian ke Pesisir Selatan, Pariaman dan Pasaman. Selama berkeliling menjelajah bumi minangkabau tentunya banyak kenangan yang tersimpan dalam memory. Beberapa diantaranya membuat saya ingin kembali lagi suatu saat nanti. Di bawah ini akan saya ceritakan 7 alasan kenapa saya suka selama menjelajah di Minangkabau dan kenapa saya ingin kembali.

Sunset Bandara Minangkabau

 

1. Suasana ” Tradisional ” yang masih melekat di Padang Panjang

Tradisional, ya gak tau mau pakai kosa kata apa selain tradisional. Padang Panjang sebuah kota kecil antara kota Padang dan Batusangkar. Kota kecil ini pernah di gunakan untuk syuting film layar lebar ” Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck “. Namun kenapa saya suka dengan kota kecil ini sebenernya bukan karena film itu, memang salah satu alasan pengen berkunjung ke Padang Panjang adalah karena informasi dari film tersebut. Saat di Padang Panjang saya tinggal di desa sigando dimana terdapat mesjid tertua dengan bangunan tradisional minang. Mesjid yang terbuat dari papan dan berupa panggung dengan model gonjong yang tiang penyangga bangungan semuanya miring identik. Rumah- rumah warga di dominasi oleh rumah adat minang yaitu rumah gonjong yang masih sangat terjaga keasliannya. Rumah yang buat saya begitu mewah dan berharga namun di beberapa sudut kota Padang sudah tidak saya lihat. Hawa dingin ketika malam hari dan pagi tak membuat warga desa dingin dan kaku, justru kerahaman mereka mampu menghangatkan suasana. Senyum mereka saling sapa dengan warga desa lainnya. Suasana pagi lalu lalang para warga desa dengan kesibukan masing- masing yang tidak rusak oleh bising deru mesin kendaraan bermotor atau mesin pabrik. Beramai- ramai menuju tempat pemandian bersama, ya satu tempat mandi di gunakan untuk mandi bersama. Eits jangan berfikir nakal dulu!! ya karena antara wanita dan laki- laki tempat mandinya di pisah dan berbeda letaknya. Pagi itu saya menjajal mandi di dekat masjid asasi yang berumur ratusan tahun. Air keluar langsung dari mata air yang di kelilingi oleh tumpukan bata di rekatkan oleh adonan semen. Airnya dingin dan segar dan jernih tentunya, bahkan saya pun berani meminumnya langsung tanpa di masak terlebih dahulu. Semua itu mengingatkan saya akan beberapa belas tahun silam ketika saya berkunjung ke rumah nenek dari Ibu saya.

Masjid Batipuh

2. Rasanya seperti kembali ke penjajahan Belanda ketika mampir di Sawah Lunto

Sawah Lunto, bukti nyata sejarah bahwa Belanda pernah membangun kota modern di tengah perbukitan kala itu. Setelah melewati kelok kelok jalan menuju kota Sawah Lunto saya di sambut oleh masjid kuno berarsitektur belanda, jika di Semarang saya ingat gereja Blenduk ya Masjid Kuno Sawah Lunto mirip dengan Gereja Blenduk Semarang. Setelah memasuki gerbang kota saya di hadapkan oleh stasiun kuno yang dulu pernah di gunakan untuk mengirimkan batu bara. Barulah saya melewati jalan diantara toko- toko yang menempati bangunan Kuno peninggalan Belanda. Bangunan yang masih berdiri di Sawah Lunto ini seolah hidup seperti saat masih zaman penjajahan Belanda Dahulu. Bangunan di rawat dengan baik serta di manfaatkan oleh pemerintah serta warga untuk berjualan. Bagi kaliann yang suka akan wisata sejarah jangan lupa mampir Sawah Lunto ketika berkunjung ke Sumatera Barat.

Masjid Kuno Belanda Sawah Lunto

3. Berada di Tengah- tengah puluhan bukit yang menjulang tinggi, Sijunjung

Jadi ceritanya ketika saya stay di Darmas Raya yang rupanya berbatasan dengan Jambi, ya saat saya menuju Darmas Raya inilah melewati daerah Sijunjung. Mungkin beberapa orang Minang juga belum pernah mendengar nama Sijunjung karena letaknya yang terisolir oleh perbukitan tinggi namun penuh keindahan. Dari Sawah Lunto menuju Darmas Raya namun kami melilih melewati jalur alternatif via Aia Angek yang menjodohkan saya melihat keindahan Sijunjung dari tepi jalan diatas tebing ketika mobil kami mendaki menuju perbatasan Sijunjung- Tanjung Kaliang. Bukit runcing bulat tinggi di selimuti oleh tumbuhan perdu dan khayalan saya saat itu adalah teringan gugusan pulau bukit yang ada di Raja Ampat. Sayang sekali kamera saya tak mampu mengabadikan semua keindahan itu, hanya mata yang puas menikmati deretan bukit bulat serta persawahan penduduk diapit puluhan perbukitan.

Sawah dan Perbukitan Sijunjung

Perbukitan Sijunjung

Perkampungan Di Bawah Perbukitan

Sawah Sijunjung

 

4. Bukit Tinggi, Modernitas yang di apit oleh kentalnya adat dan tradisi

Kalau mendengar kota Bukit Tinggi memang sudah tidak asing bagi sebagian orang. Salah satu kota besar di Sumatera Barat selain Kota Padang, Payakumbuh, dan Sawah Lunto. Saya sendiri tidak asing dengan kata ” Bukit Tinggi ” ketika belum pernah berkunjung ke Ranah Minang. Beberapa keindahan alamnya yang membuatnya terkenal seperti Ngarai Sianok, Danau Maninjau dan Gunung Marapi. Modernisasi di Bukit Tinggi yang berkembang lebih cepat di bandingkan daerah lainnya setelah kota Padang tentunya. Selain terkenal karena wisata dan alamnya jalan menuju Bukit Tinggi juga sudah terkenal macet hampir setiap hari terutama sekitar jam 08:00 dan 17:00. Namun di balik semua itu Bukit Tinggi seolah di bentengi oleh beberapa daerah yang masih memegang erat adat dan tradisi. Diantaranya adalah Kabupaten Agam, Padang Panjang, dan Batusangkar. Kabupaten Agam yang memang di dalamnya terdapat kota Bukit Tinggi ini membawa pengaruh besar bagaimana adat istiadat yang berjalan di Bukit Tinggi. Hukum adat dan hukum agama yang masih di pegang teguh oleh warga masyarakat Agam dan tentunya Bukit Tinggi. Kegiatan dan acara yang masih sangat kuat di pengaruhi nuansa adat tradisional minang membuat identitas orang minang sangat lekat bagi Bukit Tinggi. Kemudian ada Padang Panjang yang tidak jauh dari Bukit Tinggi juga menyumbang cukup banyak untuk kentalnya adat tradisi Minang. Batusangkar yang sampai sekarang masih menjaga adat dan budaya minang agar tetap original dan tidak di tinggalkan oleh warganya. Rumah Adat Gonjong, Surau Adat, Balai pertemuan masih banyak di temui di Batusangkar. Serta Istana raja Pagaruyung yang hingga sekarang di jaga sebagai bukti peninggalan sejarah minang.

Istana Pagaruyung

Interior Istana Pagaruyung

Dinding Istana

5. Betah Tinggal Di Lembah- lembah Payakumbuh

Oke, selain adem ketika terbangun dari tidur kemudian mata di manjakan oleh persawahan di kelilingi oleh tebing- tebing raksasa dan diataranya tumbuh berjajar pohon kelapa terlihat begitu misty saat kabut turun menyelimuti. Hijaunya hamparan sawah diatasnya melayang kabut tipis yang mulai terbakar ketika matahari meninggi yang menyempurkan warna pagi itu menjadi hijau berbalut kabut keemasan. Udara sejuk di iringi oleh kicau burung menambah syahdunya pagi hari ketika menyeruput sedikit demi sedikit kopi hitam. Berjalan keluar memandang jauh nampak tebing- tebing besar dan beberapa perbukitan yang begitu gagah mempesona. Saya injak pedal gas perlahan dan putar setir mobil perlahan berbelok ke kanan kemudian kekiri melewati jalanan berliku diantara patahan tebing yang begitu megah. Kabut- kabut tipis seolah melindungi kami dari silau sinar matahari. Suara aliran air bergemericik melewati celah bebatuan di kanan kiri jalan. Benar- benar suasana yang belum saya temukan di daerah lain. Bukan karena Lembah Harau dan Kelok 9 yang membuat Payakumbuh ini saya suka namun memang hampir dimana- mana mata memandang Payakumbuh ini sungguh indah. Jalanan yang berkelok diantara himpitan tebing tinggi dan megah jika di lihat dari udara begitu menakjubkan. Jadi? tunggu apalagi? segera ke angkat kameramu dan datangi Payakumbuh

 

6. Hypnotisme Pesisir Selatan

Magic di Pesisir Selatan konon katanya masih sangat kuat, jadi sebaiknya berhati- hati ketika berkunjung ke Pesisir Selatan. Ya benar! ketika saya berkunjung kedua mata yang saya punya seolah terhipnotis oleh keindahan alam Pesisir Selatan. Dari Puncak Mandeh saya bisa melihat aroma magic yang kuat, seolah Labuhan Bajo di NTT di sulap duplikatnya menjadi pemadangan saat saya di puncak Mandeh. Dan di kejauhan ada pulau Cubadak yang konon katanya tidak sembarang orang bisa masuk. Jika dari puncak Mandeh suasana magic belum terasa oke! pindah ke kecamatan Bayang Utara Pesisir selatan yang mempunyai jembatan akar. Jembatan Akar yang terbentuk dari dua pohon di pisahkan oleh sungai Batang Bayang. Cukup magical jika melihat keunikan jembatan akar ini, seolah akar gantung dari kedua pohon ini disatukan oleh ” Cinta ” dan mengikat erat sehingga membentuk jembatan diatas sungai. Masih kurang bukti betapa magicnya Pesisir Selatan? langsung datangi sendiri ya!, masih banyak keajaiban alam yang begitu indah di sana. Saya sendiri baru berkunjung ke kedua tempat yang saya sebutkan diatas. Saya kasih bocoran ya apa saja yang “magic” disana, ini dia diantaranya : bukit Langkisau, Pantai Carocok, Air terjun Bayang Sani, Air terjun Timbulun, Pulau Pagang dan masih banyak lagi.

Sawah Pesisir Selatan

Suasana Damai Di Pesisir Selatan

Bukit Mandeh

Jembatan Akar Pesisir Selatan

dari Kiri Fathur, Amaik, Anggry

7. Mobil dan Motor Tua/ Klasik

Untuk yang ke 7 ini alasannya memang agak gimana jika di hubungkan dengan alam Sumatera Barat memang tidak nyambung. Ya memang tidak nyambung dengan keindahan alam namun keindahan Sumatera Barat di lengkapi oleh eksistensi mobil dan motor klasik yang masih berkeliaran di jalanan. Banyak saya lihat di Padang Panjang, Batusangkar dan Bukit Tinggi motor klasik jenis Honda CB ada yang dibuat klasik kustom ada pula yang mempertahankan originalitasnya. Selain motor juga masih banyak pengguna sedan tua produksi negara Jepang namun selama di SumBar saya baru melihat dua mobil sedan pabrikan Australia yaitu Holden satu di Kota Padang dan satu lagi di Batusangkar. Sedan jenis Toyota Corola dan Corona masih sangat banyak saya temui berlalu lalang di jalanan Padang, Padang Panjang dan Bukit Tinggi. Ya kendaraan tua atau klasik juga salah satu alasan saya suka dengan Sumatera Barat. Saya sendiri sampai sekarang masih setia memelihara Honda klasik kustom.

Mobil Klasik sedang Restorasi

Jeep Peninggalan Perang Dunia ke 2

Jika kalian punya alasan yang sama akan kesukaan sebuah tempat sama seperti yang saya paparkan diatas maka tidak akan nyesel berkunjung ke Sumatera Barat. Berkunjunglah namun tetap hormati adat yang berlaku serta jaga seperti kamu menjaga daerah tercintamu, INDONESIA Terlalu INDAH Untuk Dirusak kawan!

Foto- Foto lainnya,

Nongkrong di Taplau

Sunset Pantai Padang

Sunset Pantai Padang

Danau Singkarak Dari Atas

Persawahan Singkarak

Kota Padang Dari Udara

Gunung Talang dari Udara

Perbatasan Padang dan Pesisir Selatan

Padang dari Udara