Sabtu, 31 Desember 2016

Watu Parunu, Kaliuda & Waimarang Bagian Timur Sumba Timur

Video Perjalanan Sumba

Hampir sudah menjadi rutinitas atau kebiasaan kami bangun tidur kemudian sarapan sekalian bungkus nasi untuk makan siang kemudian gas menuju destinasi pilihan kami. Tujuan utama kami adalah ke pantai Watu Parunu dan kolam alam Waimarang di bumbui atau mampir savana kaliuda dan kampung adat rende. Di mulai dari kota Waingapu mengarah ke Bandara Waingapu kemudian arahkan kendaraan menuju daerah Melolo. Tujuan awal adalah kolam alami Waimarang dan pada saat kami berhenti isi bensin eceran sekalian kami menanyakan kemana arah Waimarang. ” Terlewat jauh sudah jalan nya ” kata si bapak penjual bensin. Daripada harus balik lagi kami pun terus gas menuju pantai Watu Parunu. Dua jam sudah kami lewati jalan dengan kanan kiri di hiasi padang rumput serta sedikit hutan heterogen mampu mengurangi panasnya matahari Sumba. Padang savana yang tadinya bercampur sedikit hutan heterogen berubah menjadi padang savana yang luas dan inilah yang warga sekitar sebut Savana Kaliuda. Beberapa pohon yang fotogenik menggoda kami berdua untuk berhenti sebentar mengabadikan keindahan savana dengan rumput mengering keemasan serta tumbuh satu dua tiga pohon kayu besar seolah memberi suasana yang sejuk. Ada satu pohon yang kami sebut pohon “harapan” ya karena ranting yang separo kering belum tumbuh daun dan separo lagi sudah mulai di tumbuhi dedaunan hijau segar. Selain pohon harapan ada juga “marapu heaven” dua pohon identik berdiri berdampingan di tengah luasnya padang rumput yang telah mengering. Pohon harapan dan marapu heaven ini ternyata memang menarik perhatian pengunjung pantai Watu Parunu yang lewat kemudian berhenti sebentar untuk memotret. Padang rumputnya yang coklat gersang bagaikan hamparan karpet emas. Jauh mata ini memandang hanyalah rerumputan kering dengan beberapa pohon yang terus mencoba bertahan hidup di tanah yang tandus serta kering. Setelah cukup mengabadikan keindahan padang savana Kaliuda kami lanjut ke pantai Watu Parunu.

14445960_1343756828969991_3796946700901558391_n

dua pohon harapan

14485169_1341309119214762_926881408579228116_n

Marapu Heaven

14520542_1342647315747609_3900372371919858538_n

Pohon Harapan

Setengah jam lebih melewati perkampungan yang cukup ramai dan kami pun tiba di pantai. Watu Parunu yang berarti watu adalah batu dan parunu adalah menunduk, bukan berarti batu yang menunduk namun karena adanya batu berlubang di pantai ini dan jika melewati salah satu lubang di batu ini harus menunduk. Pantai berpasir putih ombak cukup besar dan tanpa pengunjung ya memang rata- rata wisata di Sumba masih sepi pengunjung. Di ujung seelah timur terdapat tebing batu kapur yang terus tergerus ombak sehingga berlubang. Untuk ke pantai ini bisa mencari nama daerahnya terlebih dahulu yaitu terletak di Waijelu jika dari Waingapu bisa menyalakan GPS Maps. Saran saya jangan di tutup atau matikan GPS map nya terus nyalakan dan ikuti petunjuk jalan di Map tersebut sampai tiba di daerah Waijelu pelankan laju kendaraan dan perhatikan di sebelah kiri jalan. Ikuti petunjuk jalan yang di sebelah kiri masuk ke jalan kecil menuju pantai dan kamu telah tiba di pantai Watu Parunu. Kalau ada yang tanya apa spesialnya pantai ini? pantai dengan tebing batu kapur berlubang ombak cukup besar sepi karena jauh dari jangkauan kota serta masih bersih. Ingin lompat- lompat kegirangan bersukaria atau duduk manis tenang menikmati alunan ombak dan hembusan angin pun tetap nikmat.

img_5489

Sampan Pantai Watu Parunu

img_5495

Watu Parunu ( batu menunduk)

img_5496

Pantai Watu Parunu

img_5534

Nelayan memancing di Watu Parunu

img_5558

Watu Bolong

Dari Watu Parunu kami melanjutkan arah tujuan kami ke Waimarang Melolo. Sebelum sampai di Melolo kami istirahat sebentar di Kampung adat Rende/ Rindi, kampung ada yang sangat terkenal di Sumba Timur selain cukup besar kampung adat ini terletak di pinggir jalan raya. Di tengah perkampungan berdiri Batu Kubur atau kalau di jawa di sebut “kijing”. Sebagian besar rumah masih menggunakan bahan baku papan kayu dan alang- alang sebagai atapnya. Sebelum mengexplore sekitar halaman kampung Rindi kita di persilahkan ke bale- bale utama terlebih dahulu untuk melapor/ menulis di buku tamu kedatangan. Saat kami datang seorang mama/ ibu sedang membuat tenun khas Sumba sembari menjelaskan tentang kampung Rindi kepada seorang pengunjung. Jika di beberapa kampung adat di NTT sudah banyak menjual cinderamata maka di Kampung Rindi ini belum begitu banyak cinderamata/ kerajinan tangan yang di jual.

img_5573

Kubur Batu di tengah perkampungan

img_5571

Kubur Batu

Mari lanjut lagi menuju kolam Waimarang. Kolam Waimarang ini jika dari arah Waingapu adalah di pasar Melolo ada petunjuk/ plang ke kanan arah Kananggar nah belok kanan masuk sudah itu menuju Waimarang. Terus ikuti saja jalan menuju Waimarang sampai ketemu SD inpres Waimarang tanya lagi ke orang di sekitar agar tidak nyasar. Lucunya sewaktu saya dan Hafiz menuju kolam Waimarang menggunakan GPS dan bertanya kepada orang yang kurang tepat justru menyasar kebablasan sampai ke Kananggar. Di ujung desa kami berhenti dan bertanya karena kebablasan kami putar balik ke arah Melolo. Dalam perjalanan balik arah Melolo ada 2 anak SMA sedang nongkrong kami tanyai benar sudah bahwa kami terlewat terlalu jauh. Setelah mendapat petunjuk dari 2 anak ini yang satunya namanya Rendy satu lagi lupa namanya kami tiba di parkir kolam alam Waimarang. Parkiran yang berupa padang savana ini jika kita melihat ke sekeliling seperti sedang di perbukitan teletabis bener bener keren banget. Kolam alami masih cukup jauh dari parkiran, menuruni jalur treking yang telah di buat sederhana oleh warga sekitar. Meskipun sudah di buatkan jalur treking namun harus tetap hati- hati karena jalur yang terjal dan merupakan jurang yang curam. Selesai menuruni jurang masuklah jalur hutan lebat dengan jalur yang datar cukup bisa di bilang bonus. Setelah melewati hutan ketemu dengan padang savana dan di sana ada persimpangan, jika mau mengikuti saran saya mending ambil yang arah agak kekanan. Jalur yang agak kekanan ini jalur yang paling dekat langsung menuju kolam. Saat itu kami tidak tau jalur mana yang cepat kami ambil yang lurus terus kemudian menuruni jurang lagi. Perlahan menuruni jurang dan mendarat di sungai aliran dari kolam dan harus treking mengikuti aliran sungai menuju ke arah kolam. Setibanya di kolam saya kaget tiba- tiba rendy dan temannya sudah mendarat duluan padahal sudah berpisah di jalan Kananggar- Melolo. Ternyata mereka duluan sampai dan lebih cepat karena lewat jalur yang kekanan bukan yang lurus. Kolam Waimarang terbentuk dari batuan kapur yang mungkin tergerus air atau karena gerak patahan bumi selama ribuan tahun sehingga membentuk cekungan bulat seperti kolam. Air mengalir jernih kemudian tertampung di cekungan berwarna hijau kebiruan khas air batuan kapur. Sungguh mempesona bagi saya dan Hafiz bisa melihat keindahan alam Waimarang. Kolam alami ini ada dua sebenernya diatasnya terdapat kolam kecil yang mengalirkan mini waterfall dan jatuh di kolam besar. Kolam kecil di atas air terjun lebih mirip dengan bath up/ bak mandi serta di atas bath up berjatuhan air dari tebing yang lebih tinggi.

14479758_1338109626201378_6294712427474452045_n

Jika berkenan silahkan mampir IG saya @tjiptotjupu

Tempatnya memang “spooky” kalau anak gaul bilang tapi mandi lelompatan dari tebing di pinggir jatuh ke kolam tentunya sangat menggoda. Meskipun kita sebagai pengunjung bisa mandi dan lelompatan di kolam ini alangkah baiknya tetap mejaga kesopanan dan perilaku. Merekam beberapa video dan mengambil foto untuk diabadikan dan dikenang di kemudian hari. Sayang kolam alam yang mulai ramai pengunjung ini sudah bertebaran sampah, mulai sampah plastik bungkus snack, sampah kardus makanan berat/ nasi kardus, bahkan sampah kantong plastik hitam merah dan putih. Padahal sepanjang perjalanan sudah pula di pasang peringatan ataupun ajakan untuk menjaga kebersihan dan membawa kembali sampah/ bungkus makanan yang di bawa pengunjung. Semoga kedepan kesadaran warga sekitar serta pengunjung untuk menjaga kebersihan kolam Waimarang ini semakin baik. Agar kesan spooky di kolam ini sedikit berkurang karena memang tempatnya masih rimbun dan minim cahaya sebaiknya datang ketika pagi hari atau paling tidak siang dan menjelang sore sudah meninggalkan lokasi. Bukan karena biar tidak serem tapi juga view nya lebih indah ketika mendapat pencahayaan yang cukup. Tau kan kalau kolam ini sesungguhnya adalah jurang? nah lebih aman lagi berkunjunglah ketika musim kemarau, selain airnya akan sangat jernih juga mengurangi resiko “kebanjiran tiba- tiba” .

14494635_1342517522427255_1754378869512728281_n

Fathur, Rendy dan Hafiz

14494816_1343756802303327_3894985176209820390_n

Hafiz dengan Snorkle nya

Video Sumba

Watu Parunu, Kaliuda & Waimarang Bagian Timur Sumba Timur

Video Perjalanan Sumba

Hampir sudah menjadi rutinitas atau kebiasaan kami bangun tidur kemudian sarapan sekalian bungkus nasi untuk makan siang kemudian gas menuju destinasi pilihan kami. Tujuan utama kami adalah ke pantai Watu Parunu dan kolam alam Waimarang di bumbui atau mampir savana kaliuda dan kampung adat rende. Di mulai dari kota Waingapu mengarah ke Bandara Waingapu kemudian arahkan kendaraan menuju daerah Melolo. Tujuan awal adalah kolam alami Waimarang dan pada saat kami berhenti isi bensin eceran sekalian kami menanyakan kemana arah Waimarang. ” Terlewat jauh sudah jalan nya ” kata si bapak penjual bensin. Daripada harus balik lagi kami pun terus gas menuju pantai Watu Parunu. Dua jam sudah kami lewati jalan dengan kanan kiri di hiasi padang rumput serta sedikit hutan heterogen mampu mengurangi panasnya matahari Sumba. Padang savana yang tadinya bercampur sedikit hutan heterogen berubah menjadi padang savana yang luas dan inilah yang warga sekitar sebut Savana Kaliuda. Beberapa pohon yang fotogenik menggoda kami berdua untuk berhenti sebentar mengabadikan keindahan savana dengan rumput mengering keemasan serta tumbuh satu dua tiga pohon kayu besar seolah memberi suasana yang sejuk. Ada satu pohon yang kami sebut pohon “harapan” ya karena ranting yang separo kering belum tumbuh daun dan separo lagi sudah mulai di tumbuhi dedaunan hijau segar. Selain pohon harapan ada juga “marapu heaven” dua pohon identik berdiri berdampingan di tengah luasnya padang rumput yang telah mengering. Pohon harapan dan marapu heaven ini ternyata memang menarik perhatian pengunjung pantai Watu Parunu yang lewat kemudian berhenti sebentar untuk memotret. Padang rumputnya yang coklat gersang bagaikan hamparan karpet emas. Jauh mata ini memandang hanyalah rerumputan kering dengan beberapa pohon yang terus mencoba bertahan hidup di tanah yang tandus serta kering. Setelah cukup mengabadikan keindahan padang savana Kaliuda kami lanjut ke pantai Watu Parunu.

14445960_1343756828969991_3796946700901558391_n

dua pohon harapan

14485169_1341309119214762_926881408579228116_n

Marapu Heaven

14520542_1342647315747609_3900372371919858538_n

Pohon Harapan

Setengah jam lebih melewati perkampungan yang cukup ramai dan kami pun tiba di pantai. Watu Parunu yang berarti watu adalah batu dan parunu adalah menunduk, bukan berarti batu yang menunduk namun karena adanya batu berlubang di pantai ini dan jika melewati salah satu lubang di batu ini harus menunduk. Pantai berpasir putih ombak cukup besar dan tanpa pengunjung ya memang rata- rata wisata di Sumba masih sepi pengunjung. Di ujung seelah timur terdapat tebing batu kapur yang terus tergerus ombak sehingga berlubang. Untuk ke pantai ini bisa mencari nama daerahnya terlebih dahulu yaitu terletak di Waijelu jika dari Waingapu bisa menyalakan GPS Maps. Saran saya jangan di tutup atau matikan GPS map nya terus nyalakan dan ikuti petunjuk jalan di Map tersebut sampai tiba di daerah Waijelu pelankan laju kendaraan dan perhatikan di sebelah kiri jalan. Ikuti petunjuk jalan yang di sebelah kiri masuk ke jalan kecil menuju pantai dan kamu telah tiba di pantai Watu Parunu. Kalau ada yang tanya apa spesialnya pantai ini? pantai dengan tebing batu kapur berlubang ombak cukup besar sepi karena jauh dari jangkauan kota serta masih bersih. Ingin lompat- lompat kegirangan bersukaria atau duduk manis tenang menikmati alunan ombak dan hembusan angin pun tetap nikmat.

img_5489

Sampan Pantai Watu Parunu

img_5495

Watu Parunu ( batu menunduk)

img_5496

Pantai Watu Parunu

img_5534

Nelayan memancing di Watu Parunu

img_5558

Watu Bolong

Dari Watu Parunu kami melanjutkan arah tujuan kami ke Waimarang Melolo. Sebelum sampai di Melolo kami istirahat sebentar di Kampung adat Rende/ Rindi, kampung ada yang sangat terkenal di Sumba Timur selain cukup besar kampung adat ini terletak di pinggir jalan raya. Di tengah perkampungan berdiri Batu Kubur atau kalau di jawa di sebut “kijing”. Sebagian besar rumah masih menggunakan bahan baku papan kayu dan alang- alang sebagai atapnya. Sebelum mengexplore sekitar halaman kampung Rindi kita di persilahkan ke bale- bale utama terlebih dahulu untuk melapor/ menulis di buku tamu kedatangan. Saat kami datang seorang mama/ ibu sedang membuat tenun khas Sumba sembari menjelaskan tentang kampung Rindi kepada seorang pengunjung. Jika di beberapa kampung adat di NTT sudah banyak menjual cinderamata maka di Kampung Rindi ini belum begitu banyak cinderamata/ kerajinan tangan yang di jual.

img_5573

Kubur Batu di tengah perkampungan

img_5571

Kubur Batu

Mari lanjut lagi menuju kolam Waimarang. Kolam Waimarang ini jika dari arah Waingapu adalah di pasar Melolo ada petunjuk/ plang ke kanan arah Kananggar nah belok kanan masuk sudah itu menuju Waimarang. Terus ikuti saja jalan menuju Waimarang sampai ketemu SD inpres Waimarang tanya lagi ke orang di sekitar agar tidak nyasar. Lucunya sewaktu saya dan Hafiz menuju kolam Waimarang menggunakan GPS dan bertanya kepada orang yang kurang tepat justru menyasar kebablasan sampai ke Kananggar. Di ujung desa kami berhenti dan bertanya karena kebablasan kami putar balik ke arah Melolo. Dalam perjalanan balik arah Melolo ada 2 anak SMA sedang nongkrong kami tanyai benar sudah bahwa kami terlewat terlalu jauh. Setelah mendapat petunjuk dari 2 anak ini yang satunya namanya Rendy satu lagi lupa namanya kami tiba di parkir kolam alam Waimarang. Parkiran yang berupa padang savana ini jika kita melihat ke sekeliling seperti sedang di perbukitan teletabis bener bener keren banget. Kolam alami masih cukup jauh dari parkiran, menuruni jalur treking yang telah di buat sederhana oleh warga sekitar. Meskipun sudah di buatkan jalur treking namun harus tetap hati- hati karena jalur yang terjal dan merupakan jurang yang curam. Selesai menuruni jurang masuklah jalur hutan lebat dengan jalur yang datar cukup bisa di bilang bonus. Setelah melewati hutan ketemu dengan padang savana dan di sana ada persimpangan, jika mau mengikuti saran saya mending ambil yang arah agak kekanan. Jalur yang agak kekanan ini jalur yang paling dekat langsung menuju kolam. Saat itu kami tidak tau jalur mana yang cepat kami ambil yang lurus terus kemudian menuruni jurang lagi. Perlahan menuruni jurang dan mendarat di sungai aliran dari kolam dan harus treking mengikuti aliran sungai menuju ke arah kolam. Setibanya di kolam saya kaget tiba- tiba rendy dan temannya sudah mendarat duluan padahal sudah berpisah di jalan Kananggar- Melolo. Ternyata mereka duluan sampai dan lebih cepat karena lewat jalur yang kekanan bukan yang lurus. Kolam Waimarang terbentuk dari batuan kapur yang mungkin tergerus air atau karena gerak patahan bumi selama ribuan tahun sehingga membentuk cekungan bulat seperti kolam. Air mengalir jernih kemudian tertampung di cekungan berwarna hijau kebiruan khas air batuan kapur. Sungguh mempesona bagi saya dan Hafiz bisa melihat keindahan alam Waimarang. Kolam alami ini ada dua sebenernya diatasnya terdapat kolam kecil yang mengalirkan mini waterfall dan jatuh di kolam besar. Kolam kecil di atas air terjun lebih mirip dengan bath up/ bak mandi serta di atas bath up berjatuhan air dari tebing yang lebih tinggi.

14479758_1338109626201378_6294712427474452045_n

Jika berkenan silahkan mampir IG saya @tjiptotjupu

Tempatnya memang “spooky” kalau anak gaul bilang tapi mandi lelompatan dari tebing di pinggir jatuh ke kolam tentunya sangat menggoda. Meskipun kita sebagai pengunjung bisa mandi dan lelompatan di kolam ini alangkah baiknya tetap mejaga kesopanan dan perilaku. Merekam beberapa video dan mengambil foto untuk diabadikan dan dikenang di kemudian hari. Sayang kolam alam yang mulai ramai pengunjung ini sudah bertebaran sampah, mulai sampah plastik bungkus snack, sampah kardus makanan berat/ nasi kardus, bahkan sampah kantong plastik hitam merah dan putih. Padahal sepanjang perjalanan sudah pula di pasang peringatan ataupun ajakan untuk menjaga kebersihan dan membawa kembali sampah/ bungkus makanan yang di bawa pengunjung. Semoga kedepan kesadaran warga sekitar serta pengunjung untuk menjaga kebersihan kolam Waimarang ini semakin baik. Agar kesan spooky di kolam ini sedikit berkurang karena memang tempatnya masih rimbun dan minim cahaya sebaiknya datang ketika pagi hari atau paling tidak siang dan menjelang sore sudah meninggalkan lokasi. Bukan karena biar tidak serem tapi juga view nya lebih indah ketika mendapat pencahayaan yang cukup. Tau kan kalau kolam ini sesungguhnya adalah jurang? nah lebih aman lagi berkunjunglah ketika musim kemarau, selain airnya akan sangat jernih juga mengurangi resiko “kebanjiran tiba- tiba” .

14494635_1342517522427255_1754378869512728281_n

Fathur, Rendy dan Hafiz

14494816_1343756802303327_3894985176209820390_n

Hafiz dengan Snorkle nya

Video Sumba

Jumat, 14 Oktober 2016

Puru Kambera & Kakaroluk Loku, Sumba Timur

Pagi hari dimulai dengan nego sewa motor milik salah satu karyawan hotel sandlewood. Setelah deal saya dan Hafiz langsung menuju pantai puru kambera berniat untuk snorkling. Perjalanan dari hotel menuju pantai memakan waktu sekitar 1 jam. Melewati luasnya hamparan padang savana puru kambera. Kanan dan kiri berupa padang savana yang mulai mengering coklat keemasan warnanya. Dari jauh dan ketinggian sudah nampak pantai puru kamera melengkung dengan di belakangnya barisan ribuan perbukitan berdiri dengan rapi. Tiba di pantai puru kambera ada beberapa nelayan yang sedang bersantai di bivak yang mereka buat. Sebelum nyemplung dan foto kami permisi sebentar mau lihat pantai dan berenang. Pantai pasir putih lembut dan ber air jernih ke biruan karena pantulan warna langit yang cerah. Pasirnya lembut dan bersih khas pasir di pantai Nusa Tenggara Timur. Air pantai yang bening sebening kristal namun ketika saya berenang dan melihat lihat ke sekitar beberapa spot terumbu karang sepertinya rusak karena BOM. Bermain air sebentar dan ambil foto serta video secukupnya kemudian kami lanjut menuju air terjun kakaroluk loku di Tanggedu. Ya kalau ada yang pernah dengar di Sumba pernah di temukan buaya sedang di pinggir pantai itu sangat benar maka dari itu saya tidak berani berlama lama berenang di pantai apalagi jauh jauh dari keramaian nelayan.

14721456_1354678054544535_7164448476794275338_n

Padang savana Puru Kambera

14650317_1354677527877921_6966770767074255334_n

Padang savana Puru Kambera

14717144_1354678811211126_8198133477457006170_n

Pantai Puru Kambera

14681814_1354678347877839_5842872360017995580_n

Pantai Puru Kambera

Jika ingin ke kakaroluk loku dari puru kambera lurus terus saja mengikuti jalan aspal hingga bertemu gereja baru dan pasar. Di pasar ada simpang masuk kekiri, maka masuk kiri itu dan ikuti saja jalan berupa batuan kapur putih. Perjalanan melalui belasan bukit berkelok naik turun berupa bebatuan kapur terjal. Sepanjang perjalanan kami di suguhi kanan kiri oleh lipatan ratusan bukit berbaris dan diatasnya bergerombol awan putih menghias langit biru. Diantara perbukitan terdapat lembah- lembah yang subur karena di aliri oleh air sungai jernih dan dingin. Setelah mendaki dan melewati beberapa bukit kami di hadapkan oleh ujung jalan. Awalnya kami kira jalan buntu dan kami nyasar namun setelah bertanya kepada Mama di bale ternyata kami sudah sampai di parkiran air terjun kakaroluk loku. Sebuah pelataran parkir di depan bale- bale rumah khas Sumba yang kini atap dari alang- alang pun mulai terganti oleh seng. Setau saya mendapat info beberapa orang NTT bahwa atap dari alang- alang mampu bertahan puluhan tahun dan bahannya pun mudah di dapat karena banyak tumbuh alang- alang di sekitar mereka. Sedangkan seng dahulu kala sebelum banyak motor dan mobil mereka harus membeli ke kota ( Waingapu )  kemudian di pikul puluhan kilometer untuk dibawa ke desa sebagai atap yang baru. Umur dari seng juga saya kira tidak selama jika menggunakan alang- alang. Di halaman parkir terdapat beberapa ekor kuda, sapi dan Babi. Dari tempat parkir kami masih harus melewati jalan setapak menuruni sungai dan naik lagi karena belum di bangun jembatan. Kemudian berjalan melintasi padang savana hingga tiba di rumah terakhir. Saya melihat seorang bapak tua sedang bersantai di bale- bale bersama cucunya. Kami bertanya kemana arah air terjun, ” lurus sudah sebentar ada pintu kuda dapat jalan lihat air terjun” . Saya ikuti arahan kakek dan di ujung kandang kuda terdapat jalur menurun ke sungai yang sangat curam dengan bantuan pagar di sebelah kanan dan akar untuk pegangan di sebelah kiri.

14666058_1354679657877708_2668434993489232296_n

Jalur menuju Tanggedu

14650113_1354679331211074_6262006891385028081_n

Sejauh perjalanan Jalur batuan kapur

14590321_1354679131211094_5113928624685312849_n

Naik Turun berkelok khas perbukitan

14484697_1347049708640703_7999321535330151556_n

dari rumah kakek menuju sungai

14520422_1347053121973695_6098330884088534814_n

Sebagai Loket masuk Kakaroluk Loku

Kami di sambut oleh gemuruh suara air terjun bertabrakan ke dinding bebatuan, suara angin lembah serta kicau burung menambah syahdunya suasana. Air terjun yang tidak terlalu tinggi dengan beberapa kolam bulat di aliri air jernih kehijauan. Ada 3 air terjun yang cukup besar di sungai ini dan ketiganya seolah saling melengkapi keindahannya. Terik matahari yang begitu panas mampu di redam oleh dinginnya air dan hembusan angin yang berputar di sekitar lembah sungai. Di beberapa titik saya lihat bongkahan kayu besar yang nyangkut seakan menjadi jembatan dengan sendirinya untuk pengunjung mengexplore. Sudah puas berendam serta mengambil gambar kami kembali mampir ke rumah kakek istirahat sebentar di bale- bale sambil minum air kelapa muda. Sambil istirahat kami ngobrol dengan mama yang menjaga tiket menuju air terjun. meskipun tak banyak bahasa kami yang menyambung tapi rasanya seakan sudah sangat akrab. Cukup banyak cerita yang kami dengar dari mama tentang air terjun dan tentang desa Tanggedu. Desa yang mendapat anugrah indahnya sungai dan air terjun kakaroluk loku.

14522922_1341308735881467_6896550811952082622_n

Seolah ada 3 Air Terjun

14691003_1354681707877503_6970160148228996973_n

Air terjun 1

14657472_1354680057877668_253928037763467771_n

Air terjun 2

14448856_1337127189632955_7287263660797924961_n

visit IG @tjiptotjupu

 

14641984_1354680474544293_2973814796737604888_n

Air terjun 3

Video Perjalanan Sumba

Puru Kambera & Kakaroluk Loku, Sumba Timur

Pagi hari dimulai dengan nego sewa motor milik salah satu karyawan hotel sandlewood. Setelah deal saya dan Hafiz langsung menuju pantai puru kambera berniat untuk snorkling. Perjalanan dari hotel menuju pantai memakan waktu sekitar 1 jam. Melewati luasnya hamparan padang savana puru kambera. Kanan dan kiri berupa padang savana yang mulai mengering coklat keemasan warnanya. Dari jauh dan ketinggian sudah nampak pantai puru kamera melengkung dengan di belakangnya barisan ribuan perbukitan berdiri dengan rapi. Tiba di pantai puru kambera ada beberapa nelayan yang sedang bersantai di bivak yang mereka buat. Sebelum nyemplung dan foto kami permisi sebentar mau lihat pantai dan berenang. Pantai pasir putih lembut dan ber air jernih ke biruan karena pantulan warna langit yang cerah. Pasirnya lembut dan bersih khas pasir di pantai Nusa Tenggara Timur. Air pantai yang bening sebening kristal namun ketika saya berenang dan melihat lihat ke sekitar beberapa spot terumbu karang sepertinya rusak karena BOM. Bermain air sebentar dan ambil foto serta video secukupnya kemudian kami lanjut menuju air terjun kakaroluk loku di Tanggedu. Ya kalau ada yang pernah dengar di Sumba pernah di temukan buaya sedang di pinggir pantai itu sangat benar maka dari itu saya tidak berani berlama lama berenang di pantai apalagi jauh jauh dari keramaian nelayan.

14721456_1354678054544535_7164448476794275338_n

Padang savana Puru Kambera

14650317_1354677527877921_6966770767074255334_n

Padang savana Puru Kambera

14717144_1354678811211126_8198133477457006170_n

Pantai Puru Kambera

14681814_1354678347877839_5842872360017995580_n

Pantai Puru Kambera

Jika ingin ke kakaroluk loku dari puru kambera lurus terus saja mengikuti jalan aspal hingga bertemu gereja baru dan pasar. Di pasar ada simpang masuk kekiri, maka masuk kiri itu dan ikuti saja jalan berupa batuan kapur putih. Perjalanan melalui belasan bukit berkelok naik turun berupa bebatuan kapur terjal. Sepanjang perjalanan kami di suguhi kanan kiri oleh lipatan ratusan bukit berbaris dan diatasnya bergerombol awan putih menghias langit biru. Diantara perbukitan terdapat lembah- lembah yang subur karena di aliri oleh air sungai jernih dan dingin. Setelah mendaki dan melewati beberapa bukit kami di hadapkan oleh ujung jalan. Awalnya kami kira jalan buntu dan kami nyasar namun setelah bertanya kepada Mama di bale ternyata kami sudah sampai di parkiran air terjun kakaroluk loku. Sebuah pelataran parkir di depan bale- bale rumah khas Sumba yang kini atap dari alang- alang pun mulai terganti oleh seng. Setau saya mendapat info beberapa orang NTT bahwa atap dari alang- alang mampu bertahan puluhan tahun dan bahannya pun mudah di dapat karena banyak tumbuh alang- alang di sekitar mereka. Sedangkan seng dahulu kala sebelum banyak motor dan mobil mereka harus membeli ke kota ( Waingapu )  kemudian di pikul puluhan kilometer untuk dibawa ke desa sebagai atap yang baru. Umur dari seng juga saya kira tidak selama jika menggunakan alang- alang. Di halaman parkir terdapat beberapa ekor kuda, sapi dan Babi. Dari tempat parkir kami masih harus melewati jalan setapak menuruni sungai dan naik lagi karena belum di bangun jembatan. Kemudian berjalan melintasi padang savana hingga tiba di rumah terakhir. Saya melihat seorang bapak tua sedang bersantai di bale- bale bersama cucunya. Kami bertanya kemana arah air terjun, ” lurus sudah sebentar ada pintu kuda dapat jalan lihat air terjun” . Saya ikuti arahan kakek dan di ujung kandang kuda terdapat jalur menurun ke sungai yang sangat curam dengan bantuan pagar di sebelah kanan dan akar untuk pegangan di sebelah kiri.

14666058_1354679657877708_2668434993489232296_n

Jalur menuju Tanggedu

14650113_1354679331211074_6262006891385028081_n

Sejauh perjalanan Jalur batuan kapur

14590321_1354679131211094_5113928624685312849_n

Naik Turun berkelok khas perbukitan

14484697_1347049708640703_7999321535330151556_n

dari rumah kakek menuju sungai

14520422_1347053121973695_6098330884088534814_n

Sebagai Loket masuk Kakaroluk Loku

Kami di sambut oleh gemuruh suara air terjun bertabrakan ke dinding bebatuan, suara angin lembah serta kicau burung menambah syahdunya suasana. Air terjun yang tidak terlalu tinggi dengan beberapa kolam bulat di aliri air jernih kehijauan. Ada 3 air terjun yang cukup besar di sungai ini dan ketiganya seolah saling melengkapi keindahannya. Terik matahari yang begitu panas mampu di redam oleh dinginnya air dan hembusan angin yang berputar di sekitar lembah sungai. Di beberapa titik saya lihat bongkahan kayu besar yang nyangkut seakan menjadi jembatan dengan sendirinya untuk pengunjung mengexplore. Sudah puas berendam serta mengambil gambar kami kembali mampir ke rumah kakek istirahat sebentar di bale- bale sambil minum air kelapa muda. Sambil istirahat kami ngobrol dengan mama yang menjaga tiket menuju air terjun. meskipun tak banyak bahasa kami yang menyambung tapi rasanya seakan sudah sangat akrab. Cukup banyak cerita yang kami dengar dari mama tentang air terjun dan tentang desa Tanggedu. Desa yang mendapat anugrah indahnya sungai dan air terjun kakaroluk loku.

14522922_1341308735881467_6896550811952082622_n

Seolah ada 3 Air Terjun

14691003_1354681707877503_6970160148228996973_n

Air terjun 1

14657472_1354680057877668_253928037763467771_n

Air terjun 2

14448856_1337127189632955_7287263660797924961_n

visit IG @tjiptotjupu

 

14641984_1354680474544293_2973814796737604888_n

Air terjun 3

Video Perjalanan Sumba

Air Terjun Lapopu dan Matayangu, Sumba Barat

14642122_1352418041437203_6612989002875918983_n

Pagi hari di Waikabubak

Terbangun dipagi hari masih diselimuti rasa cemas karena kami belum mendapat sewa motor/ ojek untuk explore sumba barat hari itu. Setelah saya menunggu sebentar kakak yoseph bangun dari tidurnya segera saya minta tolong sebentar dicarikan ojek. Kakak Yoseph telp kawannya yang tukang ojek diminta untuk antar kami pergi ke air terjun Lapopu dan Matayangu. Pukul 08:00 tukang ojek datang yang satu punya nama Eric dan kawannya adalah Feri. Setelah deal harga ojek 120ribu/ orang kami langsung checkout dari wisma menuju daerah Wanukaka. Melintasi jalanan perbukitan berkelok- kelok naik turun dengan pemandangan samping kanan kiri adalah perbukitan berjajar indah. Udara sejuk semerbak wewangian bunga kopi menjadikan awal perjalanan kami penuh semangat. Setelah melewati beberapa kelokan turunan dan tanjakan kami tiba di pelataran parkir wisata air terju Lapopu. Perlahan kami melalui jalan setapak menyusuri sungai diantar oleh seorang kakek yang bernama Borowoyak umur 70 tahun keturunan Belanda. Air sungai jernih kehijauan terlihat dasar sungai yang sebagian besar adalah batuan kapur. Tipikal sungai dan air terjun yang mirip dengan air terjun Matajitu di Moyo dan Sri gethuk di Wonosari. Sebentar ambil foto dan sedikit video kemudian kami segera melanjutkan ke air terjun berikutnya yaitu Matayangu.

14680627_1354574334554907_9097909822940150761_n

Sungai Lapopu

14606436_1352418611437146_1914085364968011089_n

Jembatan menuju air terjun Lapopu

14572845_1352419408103733_5890449027545162015_n

Sungai Lapopu

14671120_1354574637888210_9177774484104132105_n

Lapopu dari jauh

14656301_1354573924554948_1564012197224857095_n

Air terjun Lapopu

Masih diantarkan oleh kakek Borowoyak kami memulai dengan menaiki puluhan anak tangga pipa saluran air. Rasanya baru 15 menit menaiki anak tangga dengkul dan badan rasanya sudah lemas semua. Di depan kakek Borowoyak terus berjalan seolah tak punya rasa letih dan lemas. Setelah menaiki anak tangga kami berjalan perlahan di atas pipa saluran air memasuki hutan mengikuti pipa hingga ke mata air. Semakin ke dalam semakin gelap seolah sinar matahari tak mampu menembus rapetnya deduanan dari pohon- pohon yang berdiri menjulang tinggi. Setelah berjalan selama 30 menit kami sampai di mulut goa mata air. Air jernih dan mengalir deras sebagian besar menuju pemipaan dan sebagian lainnya mengalr bebas mengikuti aliran sungai. Istirahat sebentar beberapa menit kemudian kami melanjutkan treking membelah hutan padam. Ya kata kakek Borowoyak hutan padam, karena tidak ada orang/ penduduk dalam kawasan hutan ini. Hutan di huni oleh sekawanan kera dan beberapa jenis burung endemik. Dan satu lagi penghuni hutan adalah lintah, dalam perjalan tak sadar kaki Hafiz, saya dan Kakek sudah di hinggapi lintah. Kata kakek tidak apa karena yang di hisap lintah adalah darah kotor. Namun tetap saja Hafiz dan saya tidak tenang selama masih ada lintah yang menempel di kaki. Sudah selesai membersihkan lintah kami melanjutkan treking yang tadinya sempat mencari jalan potong namun karena kakek menjadi ragu maka kami putar arah lagi kembali ke jalur yang semestinya. Kami kembali menanjak menuju puncak bukit hutan yang disana merupakan perbatasan Sumba Tengah dengan Sumba Barat. Saking capeknya saya dan Hafiz meminta kakek untuk istirahat terlebih dahulu. Setibanya di puncak perbatasan trek menjadi menuruni bukit menuju air terjun Matayangu. Saya terus berusaha mengimbangi langkah kakek yang seolah tak punya capek. Tiba juga kami di air terjun Matayangu setelah sekitar 30 menit kami treking menuruni bukit hutan padam nan lebat. Terdengar suara gemuruh dan gemericik air terjun dan aliran sungai. Serta hembusan angin di sela tebing dan bukit bersahutan seolah mereka sedang bermain musik. Air terjun yang terletak di ujung/ puncak tebing dengan 2 goa di tengah dan agak ke bawah. Dikala musim hujan terdapat 3 aliran air terjun bebas yang menakjubkan. Aliran yang pertama adalah aliran dari ujung/ puncak tebing yang mengalir air ketika musim hujan debit air sungai sedang besar. Kemudian aliran kedua adalah goa di tengah yang mengucurkan air mengalir melewati tebing. yang ketiga adalah Goa yang paling bawah yang menyemburkan air dari aliran goa tengah. Ketika ketiga aliran berpadu membentuk air terjun yang menakjuban bagi saya.

Video Perjalanan Sumba

14563520_1342511259094548_7297893940616151854_n

Saya, Hafiz, Kakek Borowoyak

14702433_1354576167888057_619791910052995015_n

Rumput di aiir terjun Matayangu

14670888_1354575777888096_4332276717037246452_n

Kakek Borowoyak

14666062_1354575101221497_5209657813621909036_n

Air terjun dari cucuran air goa tengah dan semburan goa bawah

14720587_1354575587888115_4167744639497758513_n

Mengingat jauhnya perjalanan pulang maka kami cukup 30 menit saja menikmati indahnya air terjun sambil istirahat kemudian segera berbalik agar tidak kesorean di dalam hutan. Sebenernya ada jalur lain yaitu lewa Lahona, jalur Lahona ini yang lebih sering dipakai bule namun karena ojek menunggu di Lapopu maka kami harus lagi lagi membelah hutan untuk kembali ke Lapopu. Dalam treking balik ke Lapopu kakek Borowoyak mencoba mencari jalan potong lagi meskipun jalan potong yang pernah di buat sudah tertutup oleh rimbunnya semak belukar dan kali ini kakek tidak mau menyerah. Sudah beberapa belas menit kami menyusuri hutan padam tanpa arah sama sekali dan sayapun mulai ragu cemas takut sampai sampai HP saya mendapat sinyal kemudian membuka GPS MAP namun tetap saja tidak membantu. Pasrah saja sama Allah dan akan mendapat pertolongan lewat kakek Borowoyak. Tak lama kemudian Alhamdulillah di depan kakek berteriak ” Sebentar kita su dapat lihat jalan ” . Rasanya lega ketika sudah bertemu dengan Goa mata air dan pemipaan saluran air. Tiba di loket istirahat sebentar kemudian bertolak ke kota Waikabubak mencari makan sebelum kami mengakhiri di Waikabubak dan menuju Waingapu. Dari Waikabubak kami memilih travel karena bus terkahir katanya pukul 15:00 sudah jalan. Hampir tidak ada bedanya bus dengan travel, yaitu sama sama penuh sesak oleh penumpang.

14729167_1354576537888020_2972971031296296112_n

Hutan Padam

14705744_1354574851221522_3031066768039675316_n

Hutan Padam

Video Sumba

Air Terjun Lapopu dan Matayangu, Sumba Barat

14642122_1352418041437203_6612989002875918983_n

Pagi hari di Waikabubak

Terbangun dipagi hari masih diselimuti rasa cemas karena kami belum mendapat sewa motor/ ojek untuk explore sumba barat hari itu. Setelah saya menunggu sebentar kakak yoseph bangun dari tidurnya segera saya minta tolong sebentar dicarikan ojek. Kakak Yoseph telp kawannya yang tukang ojek diminta untuk antar kami pergi ke air terjun Lapopu dan Matayangu. Pukul 08:00 tukang ojek datang yang satu punya nama Eric dan kawannya adalah Feri. Setelah deal harga ojek 120ribu/ orang kami langsung checkout dari wisma menuju daerah Wanukaka. Melintasi jalanan perbukitan berkelok- kelok naik turun dengan pemandangan samping kanan kiri adalah perbukitan berjajar indah. Udara sejuk semerbak wewangian bunga kopi menjadikan awal perjalanan kami penuh semangat. Setelah melewati beberapa kelokan turunan dan tanjakan kami tiba di pelataran parkir wisata air terju Lapopu. Perlahan kami melalui jalan setapak menyusuri sungai diantar oleh seorang kakek yang bernama Borowoyak umur 70 tahun keturunan Belanda. Air sungai jernih kehijauan terlihat dasar sungai yang sebagian besar adalah batuan kapur. Tipikal sungai dan air terjun yang mirip dengan air terjun Matajitu di Moyo dan Sri gethuk di Wonosari. Sebentar ambil foto dan sedikit video kemudian kami segera melanjutkan ke air terjun berikutnya yaitu Matayangu.

14680627_1354574334554907_9097909822940150761_n

Sungai Lapopu

14606436_1352418611437146_1914085364968011089_n

Jembatan menuju air terjun Lapopu

14572845_1352419408103733_5890449027545162015_n

Sungai Lapopu

14671120_1354574637888210_9177774484104132105_n

Lapopu dari jauh

14656301_1354573924554948_1564012197224857095_n

Air terjun Lapopu

Masih diantarkan oleh kakek Borowoyak kami memulai dengan menaiki puluhan anak tangga pipa saluran air. Rasanya baru 15 menit menaiki anak tangga dengkul dan badan rasanya sudah lemas semua. Di depan kakek Borowoyak terus berjalan seolah tak punya rasa letih dan lemas. Setelah menaiki anak tangga kami berjalan perlahan di atas pipa saluran air memasuki hutan mengikuti pipa hingga ke mata air. Semakin ke dalam semakin gelap seolah sinar matahari tak mampu menembus rapetnya deduanan dari pohon- pohon yang berdiri menjulang tinggi. Setelah berjalan selama 30 menit kami sampai di mulut goa mata air. Air jernih dan mengalir deras sebagian besar menuju pemipaan dan sebagian lainnya mengalr bebas mengikuti aliran sungai. Istirahat sebentar beberapa menit kemudian kami melanjutkan treking membelah hutan padam. Ya kata kakek Borowoyak hutan padam, karena tidak ada orang/ penduduk dalam kawasan hutan ini. Hutan di huni oleh sekawanan kera dan beberapa jenis burung endemik. Dan satu lagi penghuni hutan adalah lintah, dalam perjalan tak sadar kaki Hafiz, saya dan Kakek sudah di hinggapi lintah. Kata kakek tidak apa karena yang di hisap lintah adalah darah kotor. Namun tetap saja Hafiz dan saya tidak tenang selama masih ada lintah yang menempel di kaki. Sudah selesai membersihkan lintah kami melanjutkan treking yang tadinya sempat mencari jalan potong namun karena kakek menjadi ragu maka kami putar arah lagi kembali ke jalur yang semestinya. Kami kembali menanjak menuju puncak bukit hutan yang disana merupakan perbatasan Sumba Tengah dengan Sumba Barat. Saking capeknya saya dan Hafiz meminta kakek untuk istirahat terlebih dahulu. Setibanya di puncak perbatasan trek menjadi menuruni bukit menuju air terjun Matayangu. Saya terus berusaha mengimbangi langkah kakek yang seolah tak punya capek. Tiba juga kami di air terjun Matayangu setelah sekitar 30 menit kami treking menuruni bukit hutan padam nan lebat. Terdengar suara gemuruh dan gemericik air terjun dan aliran sungai. Serta hembusan angin di sela tebing dan bukit bersahutan seolah mereka sedang bermain musik. Air terjun yang terletak di ujung/ puncak tebing dengan 2 goa di tengah dan agak ke bawah. Dikala musim hujan terdapat 3 aliran air terjun bebas yang menakjubkan. Aliran yang pertama adalah aliran dari ujung/ puncak tebing yang mengalir air ketika musim hujan debit air sungai sedang besar. Kemudian aliran kedua adalah goa di tengah yang mengucurkan air mengalir melewati tebing. yang ketiga adalah Goa yang paling bawah yang menyemburkan air dari aliran goa tengah. Ketika ketiga aliran berpadu membentuk air terjun yang menakjuban bagi saya.

Video Perjalanan Sumba

14563520_1342511259094548_7297893940616151854_n

Saya, Hafiz, Kakek Borowoyak

14702433_1354576167888057_619791910052995015_n

Rumput di aiir terjun Matayangu

14670888_1354575777888096_4332276717037246452_n

Kakek Borowoyak

14666062_1354575101221497_5209657813621909036_n

Air terjun dari cucuran air goa tengah dan semburan goa bawah

14720587_1354575587888115_4167744639497758513_n

Mengingat jauhnya perjalanan pulang maka kami cukup 30 menit saja menikmati indahnya air terjun sambil istirahat kemudian segera berbalik agar tidak kesorean di dalam hutan. Sebenernya ada jalur lain yaitu lewa Lahona, jalur Lahona ini yang lebih sering dipakai bule namun karena ojek menunggu di Lapopu maka kami harus lagi lagi membelah hutan untuk kembali ke Lapopu. Dalam treking balik ke Lapopu kakek Borowoyak mencoba mencari jalan potong lagi meskipun jalan potong yang pernah di buat sudah tertutup oleh rimbunnya semak belukar dan kali ini kakek tidak mau menyerah. Sudah beberapa belas menit kami menyusuri hutan padam tanpa arah sama sekali dan sayapun mulai ragu cemas takut sampai sampai HP saya mendapat sinyal kemudian membuka GPS MAP namun tetap saja tidak membantu. Pasrah saja sama Allah dan akan mendapat pertolongan lewat kakek Borowoyak. Tak lama kemudian Alhamdulillah di depan kakek berteriak ” Sebentar kita su dapat lihat jalan ” . Rasanya lega ketika sudah bertemu dengan Goa mata air dan pemipaan saluran air. Tiba di loket istirahat sebentar kemudian bertolak ke kota Waikabubak mencari makan sebelum kami mengakhiri di Waikabubak dan menuju Waingapu. Dari Waikabubak kami memilih travel karena bus terkahir katanya pukul 15:00 sudah jalan. Hampir tidak ada bedanya bus dengan travel, yaitu sama sama penuh sesak oleh penumpang.

14729167_1354576537888020_2972971031296296112_n

Hutan Padam

14705744_1354574851221522_3031066768039675316_n

Hutan Padam

Video Sumba