Senin, 07 Agustus 2017

Berastagi Untuk Bertemu Denganmu, Sumatera Utara

Karena kamu request cerita tentang perjalanan kita kemaren di Sumatera Utara segera di tulis maka baiklah aku duluin aja dari cerita perjalanan lainnya. Mulai dari mana ya? dari kenapa bisa di bilang tiba- tiba aku kabur ke Medan. Sesungguhnya list ke area Sumatera adalah paling belakangan setelah aku selesai dengan misi Timur. Sudah sekitar 3 bulanan aku menjalin komunikasi lagi denganmu. Kamu itu cantik tapi judes juga dan ketika memandang sorot matamu tak pernah bisa teduh. Sebenernya dulu sudah kenal namun hanya sekedar antara Asisten dan Praktikan di Laboratorium sebuah kampus. Setelah aku lulus pun semakin tak pernah ada komunikasi dan karena bisa di bilang aku segan samamu maka tak pernah berani untuk menyapa atau sekedar berkata “hai”. Entah ada pikiran darimana tiba- tiba datang sebuah tekad bulat untuk pergi ke Sumatera Utara. Akhirnya dapat waktu setelah hari raya Iedul Fitri tanpa pikir panjang setelah gajian aku pesan tiket pesawat jurusan Surabaya- Kualanamu Medan. Apakah ijin dari kantor bakal di approve atau tidak pun aku nekad saja. Dengan mantap hati nekat lah ijin ke Pak Bos ” pak kulo tanggal 29-30 ijin nggeh pak ?”, di sahutnya ” di atur sajalah yang penting jangan sampe lost komunikasi sama team “. Alhamdulillah ijin sudah approve, eh lakok seminggu sebelum berangkat malah ada undangan meeting ke Banyyuwangi. Entahlah pikiran sudah mulai amburadul namun tetap terus menenangkan diri ” woles thur kalem semua tetap berjalan lancar”. Rabu siang aku dan Pak Nur partner terbaikku menghadiri meeting salah satu operator terbesar di Indonesia. Rabu sore pun kami tak langsung balik Tuban karena sudah terlanjur jauh kenapa tidak mampir? baiklah akhirnya kami mampir ke kawah Ijen, kawah Wurung dan Bromo. Akhir trip bablasan meeting adalah Bromo yaitu hari Jumat siang.

IMG_0996

Nah Ini Pak Nur

Tiba di bandara Juanda Surabaya setelah menempuh perjalanan dari Probolinggo selama 3 jam disambut oleh senja. Sambil ngopi sebentar Pak Nur dan Budi menemani sambil ngaso sebelum mereka berdua balik Tuban dan aku lanjut ke Medan. Malam semakin larut perut lapar badan pun letih. Setelah kenyang mengisi perut dengan makanan cepat saji aku segera mencari tempat untuk tidur karena esok paginya jam 04:00 sudah harus cek in. Alhamdulilah cek in lancar  (soalnya sempat ada masalah si singa terbang berulah lagi) trus ke ruang tunggu sekalian nunggu masuk waktu subuh. Jam 05:30 kami para penumpang sudah di suruh memasuki pesawat dan tanpa delay pesawat di terbangkan jam 06:xx.

Sunrise Bandara Juanda

Sunrise Bandara Juanda

Penerbangan Surabaya- Medan lancar di tempuh selama 3 jam. Dari atas pesawat terlihat perbukitan dan berganti dengan sebuah danau besar terdapat sebuah pulau di tengahnya. Danau Toba dan pulau Samosir, ya tandanya penerbangan kami sudah dekat dengan bandara Kualanamu Medan. Tiba di bandara jam 09:00 sesuai saran kamu untuk naik Damri jurusan carefour Medan. Hemmm semakin gak menentu gelisah campur entahlah apa naamanya bis nya pun merayap pelan- pelan yang kemudian di tambah macet ketika sudah masuk kota Medan. Aku gak yakin bisa woles dan suasana mencair santai. Akhirnya ketemu juga denganmu setelah 6 tahun lamanya tak pernah jumpa. Dengan kerudung dan baju berwarna pink wajah di usap bedak tipis dan bibir kamu warnai pink namun sorot matamu tak berubah. Awal pertemuan kamu buka dengan sapaan ” hai kak” aku cuma bisa membalas dengan senyum, karena ya memang terasa kaku dan aku pun orangnya pemalu. Sambil berjalan ke parkiran kereta aku dan kamu mulai bisa ngobrol santai suasana pun mulai mencair kayak eskrim yang kelamaan gak di makan, eh enggak bercanda dink.

” Eka jadi kita kemana saja hari ini? ”

” kakak gak lapar? mending kakak makan dulu aja ” sahut mu

Siang itu Medan benar- benar sangat panas sampai- sampai baju ku basah kuyup oleh keringat. Mampir sebentar di Pom bensin karena pikirku jam 12:00 sudah masuk waktu shalatt dzuhur, Medan waktu dzuhur nya jam 12:30 an bung. Akhirnya setelah numpang ke toilet pom bensin aku dan kamu lanjut menuju Berastagi destinasi pertama. Memang agak konyol karena aku dan kamu sama- sama tidak tau arah, yasudah ngikutin plang petunjuk arah dan feeling saja lah ya. Medan Berastagi dapat ditempuh selama 2 jam perjalanan dengan model riding santai. Ketika sebelum masuk Berastagi kami melalui jalanan menanjak bekelok yang lebih mirip dengan jalur sitinjau lauik nya Sumatera Barat. Jalan meliuk- liuk menanjak memaksa mesin motor kamu terus melaju pelan. Dan saat sedang berjalan perlan di ikuti seorang polisi yang semakin membuatku cemas dan curiga. Di sebuah jalan lurus cukup untuk menghentikan aku dan kamu, ” Hei coba minggir dulu “, kata Pak Polisi. Setelah di cek ternyata karena plat nomor motor kamu belum di ganti padahal sudah expired masa berlakunya. Setelah di berikan penjelasan kenapa plat nomor motor belum di ganti akhirnya aku dan kamu di kasih lanjut jalan lagi oleh pak polisi. Jalanan datar beganti menanjak, Macet berganti lenggang, Panas berganti sejuk ternyata memang sudah masuk kawasan Berastagi. Destinasi pertama adalah taman Lumbini, sebuah taman yang dibangun untuk beribadah umat pemeluk agama Budha. Vihara terbesar di Indonesia sekaligus Asia Tenggara. Bangunan Vihara dengan dominan warna Emas dan warna bangunan sekitarnya abu- abu karena di hujani oleh abu vulkanik gunung Sinabung. Tak lama aku dan kamu jalan- jalan di taman Lumbini sekedar mengambil foto kemudian lanjut lagi ke destinasi berikutnya.

Taman Lumbini

Taman Lumbini

Konon katanya puncak bukit Gundaling menjadi primadona wisata di Berastagi. Terlihat cukup jelas menjulang tinggi nan gagah gunung Sinabung dari puncak Gundaling. Sore itu tak terlalu ramai pengunjung yang menikmati sejuknya bukit Gundaling. Sebagian besar memang sengaja datang untuk bisa berfoto bersama gunung Sinabung, termasuk aku dan kamu. Sambil istirahat menunggu datangnya senja aku dan kamu duduk di bawah tenda milik ibu penjual minuman yang rupanya berasal dari banyumas. Sewaktu mesan minum aku kaget kok si Ibu menyahut dengan bahasa jawa, oh rupanya Ibu orang Banyumas. Ngobrol santai membahas tentang budaya Batak sambil menikmati deretan awan bergulung yang mulai berubah menjadi mendung. Senja mulai memberi harapan akan datangnya sunset yang menggelora. Terik matahari semakin redup berbarengan dengan datangnya hembusan angin yang semakin kencang. Waktu menunjukkan jam 17:50 namun langit justru semakin menghitam awan yang tadinya berderet bergulung cantik pun berubah menjadi mendung kelabu. Ternyata sungguh benar sunset tak jadi hadir menyambut kedatanganku jauh jauh dari pulau Jawa. Karena esok hari masih harus mendaki puncak Gunung Sibayak aku dan kamu harus segera istirahat agar tidak kesiangan bangun.

Berastagi di hujani Abu Vulkanik

Berastagi di hujani Abu Vulkanik

Gunung Sinabung Dari Puncak Gundaling

Gunung Sinabung Dari Puncak Gundaling

Gunung Sibayak dengan ketinggian 2.212 mdpl letaknya berdekatan dengan gunung Sinabung yang sedang erupsi. Meskipun tidak terlalu tinggi saat malam hingga pagi udara pun sangat dingin. Waktu sudah menunjukkan pukul 03:00 ini saatnya aku dan kamu bersiap mendaki untuk melihat sunrise. Jam 04:00 aku dan kamu yang kemudian aku ganti “kita” agar lebih enak nulis dan di bacanya sudah berangkat menuju Gunung Sibayak. Tak lama dari pusat kota Berastagi kira- kira 30 menit dengan kereta kita sudah tiba di parkiran gunung Sibayak. Sebelum mendaki jangan lupa ada membayar retribusi Rp 3000 dan biaya masuk Rp 10.000.

 

Pendakian di mulai, dengan ketinggian 2.212 mdpl tipikal jalur sedikit terus menanjak waktu tempuh pun sangat singkat. Dari parkiran hingga puncak 1 tidak sampai 1 jam sudah sampai ( sepertinya ada 4 puncak ). Kita memang tidak camping karena hanya ingin melihat sunrise dan gunung Sinabung dari puncak Sibayak. Lapisan mendung pagi itu sepertinya sangat tebal waktu sudah menunjukkan jam 05:30 pun semburat merah kurang terlihat terang. Memang betul sunrise tidak pecah dengan sempurna namun keindahan pemandangan yang di berikan oleh Sibayak tetaplah mempesona. Aku tau matahari malu untuk tersenyum kepadaku karena sudah ada yang tersenyum sungguh manis menggantikannya. Melihatmu ceria bahagia menikmat keindahan Sibayak rasanya sungguh luar biasa. Emmm nanti cerita agak panjang tentang pendakian Sibayak aku tulis saja sendiri, jadi sering sering mantau Blog aku ini.

Parkir Kereta

Parkir Kereta

Puncak Sibayak

Puncak Sibayak

Puncak Sibayak

Puncak Sibayak

Destinasi lain masih banyak yang menanti, setelah turun dari Sibayak kita lanjut menuju air terjun Spiso- piso. Berastagi- Kabanjahe- Tongging, kalau dari Berastagi sampai e Spiso- piso cuma memerlukan waktu selama 60 menit riding di kecepatan 60-70 kpj. Selepas Kabanjahe memasuki Tongging banyak kebun buah jeruk yang menawarkan wisata petik sendiri. Hemmm masyarakat mulai kreatif dalam menjual hasil perkebunan mereka, mulai dari strowbery petik sendiri, Apel petik sendiri, jeruk petik sendiri dan mungkin di susul buah yang lainnya. Riding di dataran tinggi itu enaknya tak begitu terasa panas, ya karena angin yang berhembus dingin meskipun terik matahari sangat panas. Udara sejuk serta pemandangan hijau bagaikan permadani menemani sepanjang jalur Berastagi – Tongging. Sebelum tiba di pintu masuk loket wisata air terjun Spiso- piso kita di sambut pemandangan mempesona danau Toba dari atas bukit. Lipatan perbukitan gundul terhampar diatas perairan jadi mengingatkanku akan keindahan Labuhan Bajo NTT. Karena memang bagus pemandangan kita pun berhenti sebentar berfoto- foto. Turun sedikit dari tempat kita istirahat sudah berdiri bangunan loket masuk wisata air terjun Spiso- piso. Ohhh anak tangga turun untuk melihat air terjun dari dekat sungguh panjang mengular. Santai sambil menikmati pemandangan sekitar air terjun kita turun menuju bawah air terjun. Tak jauh kita berjalan sambil istirahat aku merekam timelapse air terjun tak disangka seorang kawan kuliah sewaktu D3 di kampus putih biru menyapa ku. ” Oi fathur… sama siapa kesini??? “, rupanya Fajar Sidiq teman sekampus. Sebentar Fajar bercerita kalau sebaiknya aku ambil rute Simarjarunjung- Tigarasa- Samosir dan kembali ke Medan soalnya sayang jauh- jauh ke Sumatera Utara kalau gak sekalian ke Samosir. Akhirnya sebelum Fajar pulang dan aku melanjutkan turun ke air terjun kami berfoto sebagai kenang- kenangan. Baiklah lanjut lagi turun ke air terjun sama kamu, dan rupanya baru sepertiga pejalanan. Pelan sambil menikmati dan berfoto agar tidak terasa capeknya. Dan sesampainya di bawah air terjun pun kami tak mendekat karena bias air sungguh besar sudah pasti basah jika terlalu dekat. Setidaknya sudah cukup berfoto secekrek dua cekrek kami kemudian kembali naik ke atas. Turun ke bawah air terjun kemudian naik lagi kukira 1.5 jam sudah cukup.

Sebelum Loket

Sebelum Loket

Spiso- piso dari atas

Spiso- piso dari atas

Spiso- piso

Spiso- piso

Capek ya dari air terjun Spiso- piso? iya memang capek cukup jauh rupanya tangga turun dan naik. Padahal masih ada Simarjarunjung dan Samosir, Okelah waktu masih menunjukkan jam 13:00 kami segera cepat- cepat menuju bukit indah Simarjarunjung. Bukit indah Simarjarunjung salah satu konsep wisata baru yang sedang terkenal di Sumatera Utara. Dengan wahana- wahana foto seperti Kalibiru Kulonprogo yang sudah lama duluan mengaplikasikan. Dengan background danau Toba dan pulau Samosir bukit indah pun tak kalah keren dan fenomenal. Bagus gak sih Simarjarunjung? menurutku bagus karena memang pemandangannya bagus banget. Tapi kalau aku di suruh foto di wahana sih gak juga gak papa. Wahana foto di Simarjarunjung ada banyak sampai aku gak sempat hitung. Bagi yang sedang suka konsep foto kekinian cocok banget datang ke Simarjarunjung. Jadi pas di sana Eka minta difoto di ayunan ekstrim. Ayunan itu di ayun ke arah danau Toba dan kemudian cekrek- cekrek beberapa foto diambil, hemmm hasilnya memang bagus seolah Eka sedang berayun di atas danau Toba. Trus setelah itu? ya setelah itu kami lanjut lagi menyebrang ke pulau Samosir. Dan tanpa sengaja kami justru mengikuti saran Fajar bahwa mendingan nyebrang ke Samosir lewat Tigarasa.

Bukit Indah Simarjarunjung

Bukit Indah Simarjarunjung

Wahana Ayunan Ekstrim

Wahana Ayunan Ekstrim

Yang sudah pernah nyebrang ke kepulauan seribu pasti tau model perahunya seperti apa, nah kalau di danau Toba ini perahunya berbeda. Jika di lihat sepintas justru bentuknya menyerupai Elf atau Bus mikro. Di bagian depan tertulis ” Laut Tawar ” dan karena bentuknya seperti Bis aku sebut saja ” Bis Laut tawar “. Sambil menyebrangi danau Toba senja berganti malam, kupikir karena hanya danau ombaknya pun tidak besar. Rupanya kondisi bercerita lain ketika sampai di tengah- tengah ombak terasa begitu mengombang- ambingkan Bis laut tawar kami. Tiba di Simanindo Samosir hari telah gelap langsung saja kita menuju Tuk- Tuk Ambarita untuk menginap semalam. Tuk- tuk ini kalau di bali semacam kawasan Kuta Seminyak nya. Pusat Keramaian Samosir bisa di bilang di Tuk- tuk ini dan Tomok. Karena alasan waktu kita gak sempat mampir ke Tomok, esok paginya pun langsung tancap gas menuju bukit Holbung.

Simanindo

Simanindo

Bukit Holbung, ketika melihat di Map jaraknya tak terlalu jauh dari Tuk-tuk. Estimasi sesuai google map menunjukkan 2 jam lebih sedikit perjalanan dengan kendaraan bermotor. Pagi hari jalanan lengang serta masih jauh dari gaduh kendaraan. Udara dingin membangunkan ku dari kantuk berat. Semburat merah matahari pagi memberikan sedikit penerangan perjalanan kita menuju bukit Holbung. Jalanan sepi kemudian mulai berganti ramai anak Sekolah Dasar berjalan kaki menuju sekolah mereka. Dan lima menit kemudian sudah semakin ramai angkotan samosir mengangkut anak anak Sekolah Menengah Pertama dan Atas menuju sekolah masing- masing. Menyusuri jalanan di tepi danau Toba dan sudah 2 jam lamanya kita berkendara namun baru tiba di jembatan penyebrangan Samosir dengan Sumatera. Ada yang pernah ke Sumba? nah ketika memasuki jalur darat Samosir – Sumatera aku serasa di ingatan oleh Sumba pulau Seribu Bukit. Di Sumba kan kalau pas mau ke Wairinding melewati diantara lipatan ribuan bukit, nah di Samosir ini juga mirip bahkan khas bukit gundul di tumbuhi rumput tipis yang mulai mengering berwarna coklat ke orange pun sama. Selama perjalanan mata ku terus di manjakan oleh pemandangan yang Ahhh sudahlah aku bingung mau menjelaskannya. Pokoknya suka banget sama Samosir dan sekitarnya, bahkan orangnya pun juga ramah- ramah. Saking terpesonanya oleh keindahan alam di jalur ini kita sampai nyasar kebablasan dan terpaksa putar balik lagi ke arah bukit Holbung. Dalam hayalanku bukit Holbung palingan mirip- mirip sama bukit Teletubis yang ada di Jawa. Hemmm kalau aku mau di bilang lebay ya gak papa mungkin memang lebay, tapi bukit Holbung sungguh di luar dugaanku. Bukit Holbung gak bikin menyesal meskipun sudah di bela- belain putar arah ketika kebablasan. Gimana ya ceritainnya aku pun bingung tak mampu berkata- kata lagi untuk mendeskripsikannya. Lebay ya? hahaha iya gak papa lebay. Di bukit Holbung sayangnya tak bias berlama- lama karena aku harus sampai di bandara Kualanamu jam 16:00. Trus ngapain aja di bukit Holbung yang cuma sebentar? ya apalagi kalau bukan ambil foto dan sejenak menikkmati dengan mata sambil kulit merasakan dinginnya hembusan angin yang sungguh kencang.

Sunrise Depan Hotel Tuk Tuk

Sunrise Depan Hotel Tuk Tuk

Tepian Danau Toba

Tepian Danau Toba

Pinggir jalur ke Tele

Pinggir jalur ke Tele

Bukit Holbung

Bukit Holbung

Bukit Holbung

Bukit Holbung

Eka Di Bukit Holbung

Eka Di Bukit Holbung

Dari bukit Holbung trus kemana lagi? ya sudah jelas tau kan ya bahwa bukit holbung destinasi terakhir kita, ya kan… Karena takut ketinggalan pesawat pulang ke Jawa riding dari Holbung ke Medan aku gas lebih kencang dari sebelum- sebelumnya. Rutenya tau gak? nah akku aja baru tau pas udah melewatinya. Jadi dari Holbung lewat jalur menara pandang Tele terus saja ikutin jalan sampai pertigaan yang ke kanan adalah arah jalan raya Sidikalang- Kabanjahe. Jadi kalau di bikin rute Dairi- Kabanjahe- Berastagi- Medan- Kualanamu. Dan tidak sia- sia hasil ngebut dari Dairi ke Medan, Dairi- Kabanjahe mampu di tempuh selama 1.5 jam perjalanan. Jalur di tengah hutan dataran tinggi yang dingin sedang berkabut dan gerimis pula. Dari Kabanjahe arah berastagi jalur sudah berganti dengan jalur cukup padat penduduk dengan waktu tempuh cuma 30 menit. Nah kalau pas berangkat waktu Tempuh Medan Berastagi 2 jam maka arah sebaliknya Berastagi – Medan cuma di libas 1jam lebih sedikit. Akhirnya sudah lega, ya lega semuanya termasuk lega sampai Medan masih jam 15:30 dan langsung saja naik ke Damri yang kemudian berangkat jam 16:00 menuju bandara Kualanamu.

Video perjalanannya

 

Berastagi Untuk Bertemu Denganmu, Sumatera Utara

Karena kamu request cerita tentang perjalanan kita kemaren di Sumatera Utara segera di tulis maka baiklah aku duluin aja dari cerita perjalanan lainnya. Mulai dari mana ya? dari kenapa bisa di bilang tiba- tiba aku kabur ke Medan. Sesungguhnya list ke area Sumatera adalah paling belakangan setelah aku selesai dengan misi Timur. Sudah sekitar 3 bulanan aku menjalin komunikasi lagi denganmu. Kamu itu cantik tapi judes juga dan ketika memandang sorot matamu tak pernah bisa teduh. Sebenernya dulu sudah kenal namun hanya sekedar antara Asisten dan Praktikan di Laboratorium sebuah kampus. Setelah aku lulus pun semakin tak pernah ada komunikasi dan karena bisa di bilang aku segan samamu maka tak pernah berani untuk menyapa atau sekedar berkata “hai”. Entah ada pikiran darimana tiba- tiba datang sebuah tekad bulat untuk pergi ke Sumatera Utara. Akhirnya dapat waktu setelah hari raya Iedul Fitri tanpa pikir panjang setelah gajian aku pesan tiket pesawat jurusan Surabaya- Kualanamu Medan. Apakah ijin dari kantor bakal di approve atau tidak pun aku nekad saja. Dengan mantap hati nekat lah ijin ke Pak Bos ” pak kulo tanggal 29-30 ijin nggeh pak ?”, di sahutnya ” di atur sajalah yang penting jangan sampe lost komunikasi sama team “. Alhamdulillah ijin sudah approve, eh lakok seminggu sebelum berangkat malah ada undangan meeting ke Banyyuwangi. Entahlah pikiran sudah mulai amburadul namun tetap terus menenangkan diri ” woles thur kalem semua tetap berjalan lancar”. Rabu siang aku dan Pak Nur partner terbaikku menghadiri meeting salah satu operator terbesar di Indonesia. Rabu sore pun kami tak langsung balik Tuban karena sudah terlanjur jauh kenapa tidak mampir? baiklah akhirnya kami mampir ke kawah Ijen, kawah Wurung dan Bromo. Akhir trip bablasan meeting adalah Bromo yaitu hari Jumat siang.

IMG_0996

Nah Ini Pak Nur

Tiba di bandara Juanda Surabaya setelah menempuh perjalanan dari Probolinggo selama 3 jam disambut oleh senja. Sambil ngopi sebentar Pak Nur dan Budi menemani sambil ngaso sebelum mereka berdua balik Tuban dan aku lanjut ke Medan. Malam semakin larut perut lapar badan pun letih. Setelah kenyang mengisi perut dengan makanan cepat saji aku segera mencari tempat untuk tidur karena esok paginya jam 04:00 sudah harus cek in. Alhamdulilah cek in lancar  (soalnya sempat ada masalah si singa terbang berulah lagi) trus ke ruang tunggu sekalian nunggu masuk waktu subuh. Jam 05:30 kami para penumpang sudah di suruh memasuki pesawat dan tanpa delay pesawat di terbangkan jam 06:xx.

Sunrise Bandara Juanda

Sunrise Bandara Juanda

Penerbangan Surabaya- Medan lancar di tempuh selama 3 jam. Dari atas pesawat terlihat perbukitan dan berganti dengan sebuah danau besar terdapat sebuah pulau di tengahnya. Danau Toba dan pulau Samosir, ya tandanya penerbangan kami sudah dekat dengan bandara Kualanamu Medan. Tiba di bandara jam 09:00 sesuai saran kamu untuk naik Damri jurusan carefour Medan. Hemmm semakin gak menentu gelisah campur entahlah apa naamanya bis nya pun merayap pelan- pelan yang kemudian di tambah macet ketika sudah masuk kota Medan. Aku gak yakin bisa woles dan suasana mencair santai. Akhirnya ketemu juga denganmu setelah 6 tahun lamanya tak pernah jumpa. Dengan kerudung dan baju berwarna pink wajah di usap bedak tipis dan bibir kamu warnai pink namun sorot matamu tak berubah. Awal pertemuan kamu buka dengan sapaan ” hai kak” aku cuma bisa membalas dengan senyum, karena ya memang terasa kaku dan aku pun orangnya pemalu. Sambil berjalan ke parkiran kereta aku dan kamu mulai bisa ngobrol santai suasana pun mulai mencair kayak eskrim yang kelamaan gak di makan, eh enggak bercanda dink.

” Eka jadi kita kemana saja hari ini? ”

” kakak gak lapar? mending kakak makan dulu aja ” sahut mu

Siang itu Medan benar- benar sangat panas sampai- sampai baju ku basah kuyup oleh keringat. Mampir sebentar di Pom bensin karena pikirku jam 12:00 sudah masuk waktu shalatt dzuhur, Medan waktu dzuhur nya jam 12:30 an bung. Akhirnya setelah numpang ke toilet pom bensin aku dan kamu lanjut menuju Berastagi destinasi pertama. Memang agak konyol karena aku dan kamu sama- sama tidak tau arah, yasudah ngikutin plang petunjuk arah dan feeling saja lah ya. Medan Berastagi dapat ditempuh selama 2 jam perjalanan dengan model riding santai. Ketika sebelum masuk Berastagi kami melalui jalanan menanjak bekelok yang lebih mirip dengan jalur sitinjau lauik nya Sumatera Barat. Jalan meliuk- liuk menanjak memaksa mesin motor kamu terus melaju pelan. Dan saat sedang berjalan perlan di ikuti seorang polisi yang semakin membuatku cemas dan curiga. Di sebuah jalan lurus cukup untuk menghentikan aku dan kamu, ” Hei coba minggir dulu “, kata Pak Polisi. Setelah di cek ternyata karena plat nomor motor kamu belum di ganti padahal sudah expired masa berlakunya. Setelah di berikan penjelasan kenapa plat nomor motor belum di ganti akhirnya aku dan kamu di kasih lanjut jalan lagi oleh pak polisi. Jalanan datar beganti menanjak, Macet berganti lenggang, Panas berganti sejuk ternyata memang sudah masuk kawasan Berastagi. Destinasi pertama adalah taman Lumbini, sebuah taman yang dibangun untuk beribadah umat pemeluk agama Budha. Vihara terbesar di Indonesia sekaligus Asia Tenggara. Bangunan Vihara dengan dominan warna Emas dan warna bangunan sekitarnya abu- abu karena di hujani oleh abu vulkanik gunung Sinabung. Tak lama aku dan kamu jalan- jalan di taman Lumbini sekedar mengambil foto kemudian lanjut lagi ke destinasi berikutnya.

Taman Lumbini

Taman Lumbini

Konon katanya puncak bukit Gundaling menjadi primadona wisata di Berastagi. Terlihat cukup jelas menjulang tinggi nan gagah gunung Sinabung dari puncak Gundaling. Sore itu tak terlalu ramai pengunjung yang menikmati sejuknya bukit Gundaling. Sebagian besar memang sengaja datang untuk bisa berfoto bersama gunung Sinabung, termasuk aku dan kamu. Sambil istirahat menunggu datangnya senja aku dan kamu duduk di bawah tenda milik ibu penjual minuman yang rupanya berasal dari banyumas. Sewaktu mesan minum aku kaget kok si Ibu menyahut dengan bahasa jawa, oh rupanya Ibu orang Banyumas. Ngobrol santai membahas tentang budaya Batak sambil menikmati deretan awan bergulung yang mulai berubah menjadi mendung. Senja mulai memberi harapan akan datangnya sunset yang menggelora. Terik matahari semakin redup berbarengan dengan datangnya hembusan angin yang semakin kencang. Waktu menunjukkan jam 17:50 namun langit justru semakin menghitam awan yang tadinya berderet bergulung cantik pun berubah menjadi mendung kelabu. Ternyata sungguh benar sunset tak jadi hadir menyambut kedatanganku jauh jauh dari pulau Jawa. Karena esok hari masih harus mendaki puncak Gunung Sibayak aku dan kamu harus segera istirahat agar tidak kesiangan bangun.

Berastagi di hujani Abu Vulkanik

Berastagi di hujani Abu Vulkanik

Gunung Sinabung Dari Puncak Gundaling

Gunung Sinabung Dari Puncak Gundaling

Gunung Sibayak dengan ketinggian 2.212 mdpl letaknya berdekatan dengan gunung Sinabung yang sedang erupsi. Meskipun tidak terlalu tinggi saat malam hingga pagi udara pun sangat dingin. Waktu sudah menunjukkan pukul 03:00 ini saatnya aku dan kamu bersiap mendaki untuk melihat sunrise. Jam 04:00 aku dan kamu yang kemudian aku ganti “kita” agar lebih enak nulis dan di bacanya sudah berangkat menuju Gunung Sibayak. Tak lama dari pusat kota Berastagi kira- kira 30 menit dengan kereta kita sudah tiba di parkiran gunung Sibayak. Sebelum mendaki jangan lupa ada membayar retribusi Rp 3000 dan biaya masuk Rp 10.000.

 

Pendakian di mulai, dengan ketinggian 2.212 mdpl tipikal jalur sedikit terus menanjak waktu tempuh pun sangat singkat. Dari parkiran hingga puncak 1 tidak sampai 1 jam sudah sampai ( sepertinya ada 4 puncak ). Kita memang tidak camping karena hanya ingin melihat sunrise dan gunung Sinabung dari puncak Sibayak. Lapisan mendung pagi itu sepertinya sangat tebal waktu sudah menunjukkan jam 05:30 pun semburat merah kurang terlihat terang. Memang betul sunrise tidak pecah dengan sempurna namun keindahan pemandangan yang di berikan oleh Sibayak tetaplah mempesona. Aku tau matahari malu untuk tersenyum kepadaku karena sudah ada yang tersenyum sungguh manis menggantikannya. Melihatmu ceria bahagia menikmat keindahan Sibayak rasanya sungguh luar biasa. Emmm nanti cerita agak panjang tentang pendakian Sibayak aku tulis saja sendiri, jadi sering sering mantau Blog aku ini.

Parkir Kereta

Parkir Kereta

Puncak Sibayak

Puncak Sibayak

Puncak Sibayak

Puncak Sibayak

Destinasi lain masih banyak yang menanti, setelah turun dari Sibayak kita lanjut menuju air terjun Spiso- piso. Berastagi- Kabanjahe- Tongging, kalau dari Berastagi sampai e Spiso- piso cuma memerlukan waktu selama 60 menit riding di kecepatan 60-70 kpj. Selepas Kabanjahe memasuki Tongging banyak kebun buah jeruk yang menawarkan wisata petik sendiri. Hemmm masyarakat mulai kreatif dalam menjual hasil perkebunan mereka, mulai dari strowbery petik sendiri, Apel petik sendiri, jeruk petik sendiri dan mungkin di susul buah yang lainnya. Riding di dataran tinggi itu enaknya tak begitu terasa panas, ya karena angin yang berhembus dingin meskipun terik matahari sangat panas. Udara sejuk serta pemandangan hijau bagaikan permadani menemani sepanjang jalur Berastagi – Tongging. Sebelum tiba di pintu masuk loket wisata air terjun Spiso- piso kita di sambut pemandangan mempesona danau Toba dari atas bukit. Lipatan perbukitan gundul terhampar diatas perairan jadi mengingatkanku akan keindahan Labuhan Bajo NTT. Karena memang bagus pemandangan kita pun berhenti sebentar berfoto- foto. Turun sedikit dari tempat kita istirahat sudah berdiri bangunan loket masuk wisata air terjun Spiso- piso. Ohhh anak tangga turun untuk melihat air terjun dari dekat sungguh panjang mengular. Santai sambil menikmati pemandangan sekitar air terjun kita turun menuju bawah air terjun. Tak jauh kita berjalan sambil istirahat aku merekam timelapse air terjun tak disangka seorang kawan kuliah sewaktu D3 di kampus putih biru menyapa ku. ” Oi fathur… sama siapa kesini??? “, rupanya Fajar Sidiq teman sekampus. Sebentar Fajar bercerita kalau sebaiknya aku ambil rute Simarjarunjung- Tigarasa- Samosir dan kembali ke Medan soalnya sayang jauh- jauh ke Sumatera Utara kalau gak sekalian ke Samosir. Akhirnya sebelum Fajar pulang dan aku melanjutkan turun ke air terjun kami berfoto sebagai kenang- kenangan. Baiklah lanjut lagi turun ke air terjun sama kamu, dan rupanya baru sepertiga pejalanan. Pelan sambil menikmati dan berfoto agar tidak terasa capeknya. Dan sesampainya di bawah air terjun pun kami tak mendekat karena bias air sungguh besar sudah pasti basah jika terlalu dekat. Setidaknya sudah cukup berfoto secekrek dua cekrek kami kemudian kembali naik ke atas. Turun ke bawah air terjun kemudian naik lagi kukira 1.5 jam sudah cukup.

Sebelum Loket

Sebelum Loket

Spiso- piso dari atas

Spiso- piso dari atas

Spiso- piso

Spiso- piso

Capek ya dari air terjun Spiso- piso? iya memang capek cukup jauh rupanya tangga turun dan naik. Padahal masih ada Simarjarunjung dan Samosir, Okelah waktu masih menunjukkan jam 13:00 kami segera cepat- cepat menuju bukit indah Simarjarunjung. Bukit indah Simarjarunjung salah satu konsep wisata baru yang sedang terkenal di Sumatera Utara. Dengan wahana- wahana foto seperti Kalibiru Kulonprogo yang sudah lama duluan mengaplikasikan. Dengan background danau Toba dan pulau Samosir bukit indah pun tak kalah keren dan fenomenal. Bagus gak sih Simarjarunjung? menurutku bagus karena memang pemandangannya bagus banget. Tapi kalau aku di suruh foto di wahana sih gak juga gak papa. Wahana foto di Simarjarunjung ada banyak sampai aku gak sempat hitung. Bagi yang sedang suka konsep foto kekinian cocok banget datang ke Simarjarunjung. Jadi pas di sana Eka minta difoto di ayunan ekstrim. Ayunan itu di ayun ke arah danau Toba dan kemudian cekrek- cekrek beberapa foto diambil, hemmm hasilnya memang bagus seolah Eka sedang berayun di atas danau Toba. Trus setelah itu? ya setelah itu kami lanjut lagi menyebrang ke pulau Samosir. Dan tanpa sengaja kami justru mengikuti saran Fajar bahwa mendingan nyebrang ke Samosir lewat Tigarasa.

Bukit Indah Simarjarunjung

Bukit Indah Simarjarunjung

Wahana Ayunan Ekstrim

Wahana Ayunan Ekstrim

Yang sudah pernah nyebrang ke kepulauan seribu pasti tau model perahunya seperti apa, nah kalau di danau Toba ini perahunya berbeda. Jika di lihat sepintas justru bentuknya menyerupai Elf atau Bus mikro. Di bagian depan tertulis ” Laut Tawar ” dan karena bentuknya seperti Bis aku sebut saja ” Bis Laut tawar “. Sambil menyebrangi danau Toba senja berganti malam, kupikir karena hanya danau ombaknya pun tidak besar. Rupanya kondisi bercerita lain ketika sampai di tengah- tengah ombak terasa begitu mengombang- ambingkan Bis laut tawar kami. Tiba di Simanindo Samosir hari telah gelap langsung saja kita menuju Tuk- Tuk Ambarita untuk menginap semalam. Tuk- tuk ini kalau di bali semacam kawasan Kuta Seminyak nya. Pusat Keramaian Samosir bisa di bilang di Tuk- tuk ini dan Tomok. Karena alasan waktu kita gak sempat mampir ke Tomok, esok paginya pun langsung tancap gas menuju bukit Holbung.

Simanindo

Simanindo

Bukit Holbung, ketika melihat di Map jaraknya tak terlalu jauh dari Tuk-tuk. Estimasi sesuai google map menunjukkan 2 jam lebih sedikit perjalanan dengan kendaraan bermotor. Pagi hari jalanan lengang serta masih jauh dari gaduh kendaraan. Udara dingin membangunkan ku dari kantuk berat. Semburat merah matahari pagi memberikan sedikit penerangan perjalanan kita menuju bukit Holbung. Jalanan sepi kemudian mulai berganti ramai anak Sekolah Dasar berjalan kaki menuju sekolah mereka. Dan lima menit kemudian sudah semakin ramai angkotan samosir mengangkut anak anak Sekolah Menengah Pertama dan Atas menuju sekolah masing- masing. Menyusuri jalanan di tepi danau Toba dan sudah 2 jam lamanya kita berkendara namun baru tiba di jembatan penyebrangan Samosir dengan Sumatera. Ada yang pernah ke Sumba? nah ketika memasuki jalur darat Samosir – Sumatera aku serasa di ingatan oleh Sumba pulau Seribu Bukit. Di Sumba kan kalau pas mau ke Wairinding melewati diantara lipatan ribuan bukit, nah di Samosir ini juga mirip bahkan khas bukit gundul di tumbuhi rumput tipis yang mulai mengering berwarna coklat ke orange pun sama. Selama perjalanan mata ku terus di manjakan oleh pemandangan yang Ahhh sudahlah aku bingung mau menjelaskannya. Pokoknya suka banget sama Samosir dan sekitarnya, bahkan orangnya pun juga ramah- ramah. Saking terpesonanya oleh keindahan alam di jalur ini kita sampai nyasar kebablasan dan terpaksa putar balik lagi ke arah bukit Holbung. Dalam hayalanku bukit Holbung palingan mirip- mirip sama bukit Teletubis yang ada di Jawa. Hemmm kalau aku mau di bilang lebay ya gak papa mungkin memang lebay, tapi bukit Holbung sungguh di luar dugaanku. Bukit Holbung gak bikin menyesal meskipun sudah di bela- belain putar arah ketika kebablasan. Gimana ya ceritainnya aku pun bingung tak mampu berkata- kata lagi untuk mendeskripsikannya. Lebay ya? hahaha iya gak papa lebay. Di bukit Holbung sayangnya tak bias berlama- lama karena aku harus sampai di bandara Kualanamu jam 16:00. Trus ngapain aja di bukit Holbung yang cuma sebentar? ya apalagi kalau bukan ambil foto dan sejenak menikkmati dengan mata sambil kulit merasakan dinginnya hembusan angin yang sungguh kencang.

Sunrise Depan Hotel Tuk Tuk

Sunrise Depan Hotel Tuk Tuk

Tepian Danau Toba

Tepian Danau Toba

Pinggir jalur ke Tele

Pinggir jalur ke Tele

Bukit Holbung

Bukit Holbung

Bukit Holbung

Bukit Holbung

Eka Di Bukit Holbung

Eka Di Bukit Holbung

Dari bukit Holbung trus kemana lagi? ya sudah jelas tau kan ya bahwa bukit holbung destinasi terakhir kita, ya kan… Karena takut ketinggalan pesawat pulang ke Jawa riding dari Holbung ke Medan aku gas lebih kencang dari sebelum- sebelumnya. Rutenya tau gak? nah akku aja baru tau pas udah melewatinya. Jadi dari Holbung lewat jalur menara pandang Tele terus saja ikutin jalan sampai pertigaan yang ke kanan adalah arah jalan raya Sidikalang- Kabanjahe. Jadi kalau di bikin rute Dairi- Kabanjahe- Berastagi- Medan- Kualanamu. Dan tidak sia- sia hasil ngebut dari Dairi ke Medan, Dairi- Kabanjahe mampu di tempuh selama 1.5 jam perjalanan. Jalur di tengah hutan dataran tinggi yang dingin sedang berkabut dan gerimis pula. Dari Kabanjahe arah berastagi jalur sudah berganti dengan jalur cukup padat penduduk dengan waktu tempuh cuma 30 menit. Nah kalau pas berangkat waktu Tempuh Medan Berastagi 2 jam maka arah sebaliknya Berastagi – Medan cuma di libas 1jam lebih sedikit. Akhirnya sudah lega, ya lega semuanya termasuk lega sampai Medan masih jam 15:30 dan langsung saja naik ke Damri yang kemudian berangkat jam 16:00 menuju bandara Kualanamu.

Video perjalanannya

 

Meeting Di Banyuwangi Bablas Ngeluyur

Hemm judulnya meeting ke Banyuwangi, ya memang tujuan utamanya adalah meeting diudangan salah satu operator seluler terbesar di indonesia. Tapi di balik meetingnya ada apakah? nah cerita sesungguhnya adalah di balik meeting inilah. Meetingnya sih hari Rabu, selasa sore ya kira- kira habis magrib kami berangkat. Saya, Mas Nur dan Budi adanya Avanza yaudah yang ada aja di gas wusss dengan jalur Tuban- Lamongan- Gresik- Pasuruan- Probolinggo- Situbondo dan Banyuwangi. Tuban sampai Gresik biasa aja karena sudah sering lewat jalur itu, selepas keluar tol pasuruan jalan rame oleh truck besar dan bis. Jalan terbilang ramai agak lancar kadang macet kadang lancar begitu seterusnya sampai Probolinggo. Ya memang di beberapa ruas jalan sedang ada perbaikan jalan yang berlubang. Setelah melewati Probolinggo jalan menjadi cukup lancar, Probolinggo- Besuki lancar meskipun tidak terbilang sepi namun tidak sampai membuat arus merayap. Karena kami bertiga driver semua dan saat itu kondisi masih prima jadilah kami gas terus sampai Banyuwangi. Sebelum masuk kota Banyuwangi kami mampir foto- foto sunrise sebentar di Watudodol. Ternyata memang spot Watudodol ini sering di gunakan oleh traveler yang sedang melintas untuk mampir sekedar istirahat dan foto- foto. Suasana masih gelap, dibelakang saya ada satu truck Fuso dan di depan ada motor sejenis CB150R. Langit agak mendung dengan semburat kemerahan orang- orang masih santai dengan duduk di pinggir jalan sambil menikmati angin sepoi- sepoi. Saya turun agak mendekat ke pantai yang tak begitu luas dengan ombak cukup besar. Di sebelah kanan ada beberapa orang sedang memancing. Di ujung laut sana mondar mandir perahu kecil milik nelayan setempat kemudian di susul ada kapal tongkang yang lewat tepat ketika matahari mulai menampakkan dirinya. Langit dari gelap berawan tebal kelabu berubah menjadi merah menyala mencorat coret mewarnai pagi itu. Saya arahkan kamera HP saya cekrek- cekrek beberapa foto sunrise dengan POI kapal tongkang kemudian berganti orang memancing dan arus liuk ombak yang lewat di depan saya. Lumayan pembukaan yang waw sebelum meeting dapat bonus sunrise di Watudodol. Karena sudah mulai siang kami melanjutkan perjalanan menuju hotel lokasi diadakannya meeting. Sebelum meeting kami mencari masjid untuk numpang mandi kemudian sebentar nyari sarapan baru menuju tempat meeting. Undangan meeting yaitu pukul 09:00 dan selesai pada pukul 13:00, ya cukup singkat meeting saat itu. Nah setelah meeting inilah cerita sesungguhnya di mulai. IMG_0639 IMG_0645 IMG_0728 IMG_0750 IMG_0755 Udah pada tau kan dari Banyuwangi yang paling dekat kemana? apa Bali?? iya sih bener Bali tinggal nyebrang naik fery 30menit sampai. Karena kalau ke Bali mungkin pembaca sudah bosen makanya kami belok arah balik ke Barat namun pakai mampir dulu. Iyakkk betul kami mampir ke Kawah Ijen, gak bosen thur ke Ijen mulu? enggak sih meskipun sudah berkali- kali ke Ijen tetep aja syahdu. Iya jadi siang itu hari Rabu kami langsung naik ke Kawah Ijen. Dari Banyuwangi kota cuma 1 jam perjalanan dan sekarang jalan sudah bagus jadi avanza pun tidak perlu khawatir untuk naik sampai ke paltuding dimana kendaraan bermotor masih bisa akses. Saran saja jika driver belum berpengalaman naik turun gunung mendingan serahkan kemudimu kepada teman yang sudah sering lewatin medan pegunungan. Jalur dari Banyuwangi menuju Paltuding melewati Jambu- Licin- erekerek dan tibalah di Paltuding. Jalur Banyuwangi- Paltuding ini tergolong sempit nanjak berkelok menakjubkan membuat supir jadi tidak ngantuk lagi. Apalagi dengan pemandangan kanan kiri hutan yang masih lebat. Sesampainya di Paltuding ternyata Ding Dung Dong… loket dan pintu masuk menuju jalur pendakian sudah tutup dan infonya di buka lagi nanti pukul 02:00 untuk loket dan pintu masuk pendakian pada pukul 03:00. 26001306_1825319654147037_3068835407375987475_n Dan tau gak dari sore hingga malam mau ngapain? mana susah sinyal pula kan di Paltuding. Daripada bosan kedinginan dan gak bisa mantau kerjaan di line grup akhirnya kami jalan- jalan turun sebentar mencari sinyal. Hemm bukan untuk update medsos sih nyari sinyalnya tapi kerjaan kami masih bergantung sama sinyal euy jadi mau gak mau harus tetap terhubung dengan team yang lain. Tak jauh dari Paltuding kami tiba di sebuah pos pengecekan pengunjung yang akan menuju Paltuding. Kami berhenti sambil ngobrol dengan penjaga pos sambil standby mantau kondisi Grup kerjaan kami. Hehehe kerjaan aman liburan pun tenang, bukan begitu?? iya donk harus begitu. Di pos penjagaan ini di belakangnya adalah kebun kopi yang terkenal dari lereng pegunungan Ijen. Katanya sih kopinya enak dan khas sehingga banyak yang memburunya meskipun dengan harga yang cukup mahal. Kata bapak penjaga pos bahwa tak jauh dari pos kami bisa menuju kawah Wurung yang baru- baru ini mulau terkenal lewat media sosial. Dan memang kawah wurung menjadi salah satu destinasi kami berikutnya setelah kawah Ijen. Hari semakin sore udara pun semakin dingin. Semburat senja memecah melewati pepohonan menyinari perkebunan kopi di depan pos yang kami singgahi. 26055951_1825332774145725_9025640345431248334_n 26056078_1825332967479039_7163526201589595618_n 26112429_1825332567479079_2046702463921487798_n 26114221_1825334150812254_4513912816105011189_n 26165694_1825333150812354_643417113369295726_n 26166293_1825321107480225_7426321533829542014_n 26166905_1825321880813481_7278466747898495307_n 26167397_1825321454146857_4944396727028913395_n 26167954_1825334797478856_2082630587057954764_n 26195424_1825320377480298_7823683271002961555_n 26230011_1825324814146521_4748376463562643262_n Karena udah gelap dan semakin dingin kami segera saja balik ke parkiran Paltuding. Mas Nur dan Budi sudah menyiapkan pakaian hangat yang di bawa dari Tuban. Ciaa mereka sepertinya sudah siap menghadapi dingin malam hari nya Paltuding. Ceritanya karena mumpung ada listrik kami gantian tidurnya karena gantian juga nunggu HP yang sedang di charge. Saya dapat giliran pertama untuk tidur, ya saat itu jam masih menunjukkan pukul 21:00 sepertinya cukup tidur 1-2 jam. Dan benar pukul 22:30 otomatis saya terbangun dan langsung nyari Budi sama MasNur karena saatnya mereka istirahat dan saya berjaga sambil ngecharge HP. Pas saya menemukan mas Nur rupanya jaket tebal lengkap sampai sarung tangan dan kaos kaki plus sepatu masih saja membuatnya kedinginan. Begitu juga Budi sepertinya kedinginan padahal mereka ini kampunganya di daerah dingin juga si Budi di lereng pegunungan Dieng yaitu Banjarnegara dan MasNur dari lereng Sumbing yaitu Temanggung.   Akhirnya saat yang ditunggu telah tiba, pukul 01:30 loket penjualan tiket telah dibuka. Saya segera menuju loket yang ternyata sudah penuh oleh antrian calon pendaki gunung Ijen. Setelah menunggu beberapa antrian di depan saya 3 tiket masuk pun sudah ditangan. Pakaian pelindung dingin beserta sedikit snack dan minuman sudah siap kami segera memulai pendakian. Saya sih biasanya paling lama 2 jam sudah sampai di bibir kawah Ijen. Kami memulai pendakian pukul 01:30 dengan ritme pelan- pelan namun stabil dengan waktu tempuh tiba di bibir kawah 2 jam dan langsung lanjut menuruni ke arah sumber api biru. Alhamdulillah tiba di api biru masih kebagian nyala terang warna biru si ai biru. Wuih tak seperti 6 tahun yang lalu kawasan api biru dan tambang belerang di penuhi oleh penambang dan kini sudah berganti di penuhi oleh pengunjung yang ingin menyaksikan dan berfoto. Pagi itu angin lumayan cukup bersahabat sehingga asap belerang yang pekat cukup stabil menyembur ke atas meskipun sesekali bergoyang ke kanan kiri depan maupun belakang. Udah tau kan asap belerang ini sangat berbahaya bagi organ pernafasan manusia? nah maka dari itu siapkan masker yang terbaik yang kamu punya. Malam itu di kedai kopi yang menyewakan masker saya nyoba masker doble filter merk 3M dan memang mantap saya rasa sangat membantu jika di pakkai turun ke kawah. Kalau hanya punya masker yang biasa di pakai touring sih juga gak papa meskipun tak begitu menahan pekatnya bau dan asap belerang, tapi setidaknya itu lebih bagus daripada masker hijau atau jauh lebih baik daripada masker kecantikan wakakak salah ya?!   Tigapuluh menit waktu berselang matahari pun menggantian cahaya rembulan yang tadinya gelap mulai berganti terang. Pagi itu langit agak mendung gumpalan awan berjejer sangat rapat dan rapi. Semburat orange kemerahan sedikit mengintip dari balik awan putih tebal. Dari balik tebing dan kepulan asap belerang mulai nampak cekungan berisi air berwarna biru kehijauan. Ya benar itulah danau kawah raksasa salah satu yang terbesar di dunia. Salah satu lohh ya bukan satu satunya, artinya ada danau danau kawah lain yang besar juga. Coba bayangkan kami di bawah cekungan raksasa bekas letupan lawah Gunung Ijen yang mahadahsyat beribu tahun lalu. Air danau biru kehijauan asap belerang kuning pekat menyembur keatas terkadang terombang ambing oleh angin. Dan tau gak di dalam asap pekat berbahaya itu ada beberapa orang yang mengorbankan jiwa raga mereka menambang belerang untuk menghidupi keluarganya. Katanya satu kilogram kini di hargai 950 rupiah sudah naik jika 6 tahun lalu masih di hargai 500 rupiah. Saya sempat bertanya kepada si bapak penambang, ya memang karena terpaksa melakukan pekerjaan bahaya ini. Terkadang ketika turis atau wisatawa sedang sangat ramai para penambang ada yang bergantian “nyambi” menjadi guide dengan bayaran tip yang cukup besar. Jika di bandingkan 6 tahun lalu dengan sekarang memang sangat jauh drastis lonjakan pengunjungnya. Enam tahun lalu saya cuma dengan beberapa bule yang datang berkunjung dan saat ini mencapai puluhan ribu dalam sehari. Apalagi sekarang sedang di bangun stasiun kereta gantung di puncak bibir kawah nya, tidak dapat saya bayangkan jika kereta gantung sudah jadi akan seperti apakah ramainya. IMG_0764 IMG_0997 IMG_1076 IMG_1108 IMG_1136 IMG_1161 IMG_1166 IMG_1216 IMG_1245 Puas menikmati keindahan Kawah Ijen dari dekat dan sedikit berfoto- foto kami bertiga kembali ke parkiran paltuding. Mendaki jalan setapak yang tadinya berupa turunan curam sekarang berganti tanjakan terjal. Perlahan kami menapaki jalan setapak bergantian dengan para penambang yang mempunyai prioritas lebih dulu daripada kami para pengunjung. Kalau di convert ke dalam satuan waktu kurang lebih 30 menit pendakian dari dasar kawah sampai bibir kawah atau puncak Ijen. Dari puncak Ijen kami berjalan santai sambil menikmati udara segar serta pemandangan pagi yang menawan. Pagi itu jalur masih cukup sepi mungkin karena bukan weekend jadi tak terlalu padat dan harus antri untuk lewat. Oiya sekarang sudah ada jasa ojek kereta dorong yang biasanya dipakai penambang untuk mengangkut belerang. Kalau untuk tarifnya saya lupa, kalau tidak salah 200K sekali jalan. Karena berjalan santai kami tiba di parkiran Paltuding menempuh waktu selama satu jam. Setibanya di parkiran karena sudah menahan pipis sejak di puncak Ijen kami segera mencari toilet dan toilet yang biasanya masih belum buka, untungnya ada toilet yang baru di bangun dekat lokasi camping ground. Sebelum turun menuju kawah Wurung sebaiknya sarapan dulu biar gak lemes dan gemetar. Pagi yang dingin memang enak banget sarapan mie rebus dengan telor di temani segelas kopi hitam lokal Ijen. Lanjut ya… menuju kawah Wurung, ya kawah Wurung yang akhir- akhir ini mulai terkenal seperti tetangganya kawah Ijen. Kawah Wurung ini sudah masuk kabupaten Bondowoso berbeda dengan kawah Ijen yang sebagian kalau gak salah masuk juga ke Banyuwangi. Dari kawah Ijen tak terlalu jauh kok ke kawah Wurung, jika merujuk pada google maps maka perlu waktu sekitar 30 menit. Seingat saya kalau dari kawah Ijen turun arah Sempol nanti setelah perkebunan tak jauh dari perkebunan itu ada plang penunjuk arah belok kekiri. Dari jalan utama Paltuding- Sempol masuk kedalam dengan jalan desa yang masih belum bagus bahkan mendekati kawah Wurungnya jalanan sungguh rusak dan hancur jadi harap hati- hati saat berkendara menuju kawah Wurung. Semoga segera menjadi concern bagi pemerintah daerah setempat atau warga agar pengunjung dapat menikmati keindahan alam tanpa harus tersiksa melewati jalan yang rusak. Tiba di kawah Wurung saya langsung parkirkan kendaraan dan memulai explore. Kawah Wurung ini sebenernya bukan seperti kawah- kawah pada umumnya karena tidak ada kawah berupa air kawah atau sejenisnya. Kawah Wurung konon katanya dulunya sebuah kawah aktif yang kemudian sudah mati dan menjadi padang savana yang di tumbuhi rerumputan. Sejauh mata memandang yang ada hanyalah hamparan padang rumput hijau menyegarkan mata. Kalau mau di turutin explore semuanya sepertinya waktunya tidak akan cukup sehari, ya karena memang sangat luas dan semuanya indah. Karena waktu dan tenaga kami sudah menipis kami cuma melihat dan menikmati dari gardu pandang dan sekitarnya saja. “Bagus dan rekomended gak thur??? ” bagus kok dan memang rekomended semoga terjaga keindahan, kebersihan dan ke-alami-an nya. IMG_1283 IMG_1286 IMG_1294 IMG_1296 IMG_1297 IMG_1300 IMG_1303 IMG_1308 IMG_1321 IMG_1325 IMG_1329 IMG_1335 IMG_1341 IMG_2127 Capek sudah keliling kawah Ijen dan Kawah Wurung saatnya untuk istirahat. Turun dari kawah Wurung menuju Bondowoso kemudian kami berencana sekalian mampir ke Bromo. Karena sudah mulai sore dan tidak mau tidur kedinginan di Bromo seperti saat kedingingan di Ijen maka kami sepakat untuk ke Bromonya pagi buta sebelum subuh. Awalnya kami sepakat istirahat di pom bensin untuk menghemat biaya, namun karena hujan dan daripada basah dan tidak bisa tidur dengan nyenyak akhirnya mas Nur memesan kamar hotel yang dekat ke arah Bromo. Pukul 23:00 karena hujan dan terpaksa pindah kami bergeser dari pom bensin menuju hotel. Tadinya sudah berencana untuk berangkat ke bromo sebelum subuh agar bisa melihat sunrise, namun apa daya kami masih kecapean dan ujung- ujungnya berangkat ke Bromonya jam 08:00. Sebelumnya saya belum pernah perjalanan terang hari menuju Bromo lewat jalur Probolinggo, dan ternyata pemandangan yang selama ini belum saya lihat begitu indah mempesona. Terlihat perbukitan dan perkebunan warga dengan satu dua gubug di tengahnya. Lereng- lereng yang di tumbuhi rerumputan tipis seolah mirip dengan bukit gundul di Nusa Tenggara. Karena udara pegunungan yang segar dan dingin saya sengaja membuka jendela kaca mobil dan mematikan AC agar lebih menikmati perjalanan. Sambil menyapa warga yang mau pergi ke pasar ataupu ke kebun mereka. Sungguh ramah memang orang- orang pedesaan mereka membalas sapa dengan disertai senyum paling manis yang mereka punya. Setelah mendaki jalur tanjakan selama kurang lebih 45 menit dengan ratusan kelokannya akhirnya kami sampailah di Sunrise Point Seruni. Namun memang belum rejekinya Budi dan mas Nur karena saat kami tiba kabut sedang tebal dan tak bisa menikmati pemandangan apapun di sana. Yasudah tidak mengapa kemudian kami turun sembari mampir mencari sarapan untuk mengahangatkan badan. IMG_1354 IMG_1356 IMG_1367 IMG_2140

Rejeki memang tidak kemana, ya kami sempat mendapat pemandangan yang cukup menawan saat perjalanan turun menuju Probolinggo. Masih di kawasan Bromo kalau gak salah daerah Ngadas atau Jetak masih banyak perkebunan warga sekitar yang bisa di jadikan objek foto yang ciamik. Karena memang sudah tidak terburu- buru kami berkendara dengan santai sembari menikmati pemandangan dengan sesekali berhenti sebentar untuk berfoto.

IMG_1397 IMG_1392 IMG_1387 IMG_1371 IMG_1369