Jumat, 12 September 2014

Pulau terselatan ,Rote & Ibu Kota NTT, Kupang

img_1290

Goa Kristal

Ada yang pernah dengar pulau terselatan Indonesia? pulau Rote ya secara administratif pulau Rote sebagai pulau terselatan yang berbatasan dengan Benua Australia. Tapi ada yang pernah dengar pulau Ndana? ya secara letak memang pulau Ndana ini adalah pulau terluar selatan yang sesungguhnya. Dalam tulisan saya ini lebih banyak bercerita pulau Rote dan Kupang NTT. Saat itu dalam rangka touring menjelajah NTT bersama teman saya Ndank sekalian menuju pulau terluar selatan Indonesia.

Jika dari Jawa setelah melewati Bali, Lombok, Sumbawa, Flores dan tibalah di Kupang. Dari Kupang masih menyebrang lagi dengan ferry ASDP menuju Rote. Selama singgah di Kupang saya bertemu teman baru yaitu kak Merlyen Swedyn orang Kupang yang kedua orang tuanya berasal dari Bugis. Kami berkenalan sebentar kemudian diantarnya kami mampir Goa Kristal. Goa ini sesungguhnya bukan destinasi wisata namun biasanya di gunakan oleh pilot pesawat Lion Air yang sedang singgah di kupang untuk bersantai ngadem di dalam Goa. Goa batuan kapur sedikit menuruni ke bawah minim sinar matahari dan di dasar goa langsung bertemu air laut yang meresap melalui celah- celah batuan karang. Air dasar goa yang bening bahkan sebening kristal memang sungguh indah. Suasana tenang adem benar- benar membuat rileks dan nyaman. Setelah ngadem di dalam goa kristal kami melanjutkan mampir ke pantai Lasiana, pantai yang cukup dekat dengan kota serta dulunya pernah berjaya menjadi destinasi favorit warga Kupang. Pantai cukup bersih dan sepi saat itu. Pantai dengan pasir yang tidak terlalu putih seperti tepung. Angin berhembus sepoi- sepoi menggoyang deduanan pohon lontar. Berjajar rapi di pinggir pantai sedikit memberi kesejukan bagi pengunjung.

Pantai Lasiana

img_1293

Pantai Lasiana

img_1301

Pantai Lasiana

img_1324

Sunset Pantai Lasiana Bulet penuh

Di pantai Lasiana hingga senja berakhir, matahari sebelum tenggelam saat itu benaran sempurna bulat merah membara. Setelah dari pantai Lasiana saya dan Ndank numpang tidur di kantor pemasaran solar industri Kupang Energy. Tadinya pas kami sedang shalat dzuhur di tanya- tanya oleh owner Kupang Energy yang berasal dari Jawa Timur. Pertanyaan tak jauh dari “untuk apa?”, “mau kemana?”, “nginap dimana?” dan dari sana timbul tawaran untuk menginap saja di kantor beliau. Malamnya saya dan Ndank sempat jalan jalan sebentar keliling kota Kupang sama kak Mearlyen. Selain jalan- jalan keliling kota kami juga nongkrong sambil makan jagung bakar, jagung bakarnya enak rasanya memang beda dengan jagung di Jawa. Sepulang dari jalan- jalan saya dan Ndank kembali ke Kupang Energy dan langsung di sambut si bapak saya lupa namanya mengajak makan malam bersama.

Esok harinya saya dan Ndank langsung menuju pelabuhan penyebrangan mengantri pembelian tiket kapal ferry menuju pulau Rote. Alhamdulillah masih kebagian tiket ferry karena memang tiket yang dijual dalam jumlah dan waktu yang terbatas. Pukul 08:00 ferry menuju Rote sudah berangkat dengan perjalanan sekitar 4 jam di tengah laut. Setiba di Pulau Rote kami berfoto ritual seperti biasa foto di bawah gerbang selamat datang. Pulau kecil dengan penduduk yang masih terbilang jarang Alam yang indah namun gersang serta sepertinya tak banyak yang bisa di andalkan dari alam di sini. Padang rumput serta pepohonan lontar tumbuh subur, rumput sangat di dayagunakan untuk atap rumah tradisional dan pohon lontar di manfaatkan nira nya untuk membuat gula merah serta minuman “penghangat” khas Rote. Rumah tradisional kesukaanku masih sangat banyak kami temui di sepanjang perjalanan menuju pantai Nembrala. Pantai Nembrala, pantai dengan ombak yang besar ketika musim angin banyak para turis dari Ausi datang ke Nembrala hanya untuk bermain surfing. Pasirnya putih bersih lembut bahkan selembut tepung hingga beterbangan terbawa angin. Banyak tumbuh pohon kelapa di pinggir pantai di bawahnya tergeletak sampan kayu kecil.

10387619_892400597438952_5536693996595719291_n

Selamat datang Rote Ndao

img_1384

Pantai Nembrala Rote

img_1391

Pantai Nembrala Rote

img_1400

Ombak sedang tidak terlalu besar, surfer hampir tidaak ada

Dari Nembrala saya dan Ndank lanjut lagi yang sebenernya tidak tau mau kemana??? dalam perjalanan entah kemana ini kami berbalik arah saja mendekat pelabuhan sekalian mencari tempat menginap. Sambil jalan saya sambil mencari info ada apalagi selain Nembrala, saya menemukan tulisan yang menuliskan tentang Laut Mati Rote. Berbekal nama daerah saya dan Ndank tanyakan ke orang lokal yang saya temui di perjalanan. Terakhir sebelum senja saya bertanya kepada adek- adek kecil yang sedang mencari sumber air tawar bersih. Katanya laut mati masih jauh, masih sekitar 3 jam perjalanan lagi. Saya dan Ndank tak banyak berharap dan melajukan motor sewajarnya saja sambil menikmati pemandangan di kanan dan kiri. Senja mulai datang perlahan dan laju motor pun kami kurangkan, akhirnya berhenti di tepi jalan dan turun ke pantai. Senja begitu sempurna, warna emas bercampur orange membalut langit dan air laut pantai Batu Termanu ( kami tidak tau kalau ini memang pantai sudah di beri nama). Di pantai dengan sedikit batuan karang berdiri di tepian ini saya dan Ndank mendapat kenalan baru yang juga sekedar mampir di pantai ini. Saya sampai lupa namanya yang saya ingat si mas ini pegawai PLN dan sedang dines di kawasan NTT, beliau berasal dari Tegal. Mas dari Tegal ini sempat menawarkan mess nya untuk kami menginap, namun karena arah nya berlawanan maka saya dan Ndank menolaknya. Hari sudah gelap saya dan Ndank tetap melanjutkan perjalanan mendekat ke Arah pelabuhan. Jalanan gelap gulita khas Nusa Tenggara Timur, rumah- rumah di pinggir jalan sebagian besar masih berpenerangan lampu minyak. Akhirnya tiba di pantai baru ( nama daerah sekitar pelabuhan) kebimbangan pun menimpa kami berdua. Kami terombang ambing bagikan di awan tertiup angin, kalau terombang ambing di laut sudah di lewati setiap menyebrang ke pulau lain hehehe. Mengingat di Rote ini mayoritas nasrani dan hanya ada satu masjid di tengah perjalan ketika menuju Nembrala artinya kami sungkan untuk menumpang menginap di gereja dan tidak mungkin balik lagi ke Papela untuk menumpang tidur di masjid mujahidin. Melihat ada sebuah SMP di Pantai Baru kami punya niatan untuk tidur di emperan ruang kelas atau apapun namun punah sudah harapan kami karena gerbang sekolah di gembok. Urungkan niat dan putar balik ternyata di depan SMP terdapat kantor polisi langsung saja kami beranikan masuk dan parkir motor kemudian berteriak memanggil- manggil ke dalam ruangan namun tidak ada yang menyambut. Ternyata setelah beberapa saat saya menunggu sambil memasak mie instan ( tidak ada warung serta untuk menghemat bujet) datanglah seorang polisi yang sedang berjaga/ Piket. Belum sempat mengutarakan keinginan kami si bapak langsung saja menanyai kami dengan beberapa pertanyaan. KTP kami berdua di minta dan di suruh menulis di laporan buku tamu mereka serta di minta surat keterangan kunjungan/ Touring padahal kami tidak punya. Sebelum akhirnya kami di ijinkan menumpang menginap di kantor polisi Rote kami sempat di ceramahi sedikit karena terlalu nekat berkelana tanpa surat jalan dari Polisi asal kami. Karena tidak ada kasur empuk atau tempat tidur di buka lah salah satu penjara sementara yang di dalamnya ada semacam tandu untuk tidur. Untuk pertama kalinya saya masuk pejara dan tidur di kantor polisi ( bukan karena kriminal 😀 ). Esok pagi harinya sebelum pamitan kami sempat bertemu dengan kepala kantor polisi yang saya juga lupa namanya sempat menceritakan bahwa ada seorang pengembara yang bernama Sutikno yang katanya akan mampir namun sepertinya tidak sempat mampir menemui pak kelapa kantor polisi. Setelah pamitan saya dan Ndank melanjutkan tujuaan kami yang tertunda hari sebelumnya yaitu Laut Mati.

img_1572

Batu Termanu

img_1552

Nyunset di Pantai Batu Termanu

Laut mati di Rote bukan seperti Laut mati yang ada di Timur Tengah ataupun bukan juga laut yang mematikan. Laut mati ini konon katanya air laut yang mengalir masuk ke danau kemudian terjebak dan tidak mengalir lagi ke laut sehingga alirannya mati. Ada juga warga yang menyebutnya Danau air Asin karena air nya tidak bergerak namun airnya berasa asin berasal dari laut. Saya sebut saja Danau laut mati, danau yang tenang dan cahaya pagi itu sangat teduh, sekelebat mata memandang memang tidak ada yang sangat istimewa. Danau air asin biasa dengan pantai/ pinggir danau berpasir putih pohon bakau di sekeliling. Sampan kecil dari kayu coklat pucat sedang bersandar di tepian danau. Suara angin dan kicau burung dari hutan sekitar danau. Bukan Danau nya yang istimewa namun suasana yang tenang sejuk membuat rileks dan damai membuat danau ini istimewa.

objek-wisata-ntt_65981_128_danau_laut_mati

Ekspektasi sumber : http://tourism.nttprov.go.id/tujuan/9-rote_ndao

img_1776

Realita

img_1781

Danau Laut Mati

img_1783

Danau Laut Mati

img_1793

Danau Laut Mati

Pulau terselatan ,Rote & Ibu Kota NTT, Kupang

img_1290

Goa Kristal

Ada yang pernah dengar pulau terselatan Indonesia? pulau Rote ya secara administratif pulau Rote sebagai pulau terselatan yang berbatasan dengan Benua Australia. Tapi ada yang pernah dengar pulau Ndana? ya secara letak memang pulau Ndana ini adalah pulau terluar selatan yang sesungguhnya. Dalam tulisan saya ini lebih banyak bercerita pulau Rote dan Kupang NTT. Saat itu dalam rangka touring menjelajah NTT bersama teman saya Ndank sekalian menuju pulau terluar selatan Indonesia.

Jika dari Jawa setelah melewati Bali, Lombok, Sumbawa, Flores dan tibalah di Kupang. Dari Kupang masih menyebrang lagi dengan ferry ASDP menuju Rote. Selama singgah di Kupang saya bertemu teman baru yaitu kak Merlyen Swedyn orang Kupang yang kedua orang tuanya berasal dari Bugis. Kami berkenalan sebentar kemudian diantarnya kami mampir Goa Kristal. Goa ini sesungguhnya bukan destinasi wisata namun biasanya di gunakan oleh pilot pesawat Lion Air yang sedang singgah di kupang untuk bersantai ngadem di dalam Goa. Goa batuan kapur sedikit menuruni ke bawah minim sinar matahari dan di dasar goa langsung bertemu air laut yang meresap melalui celah- celah batuan karang. Air dasar goa yang bening bahkan sebening kristal memang sungguh indah. Suasana tenang adem benar- benar membuat rileks dan nyaman. Setelah ngadem di dalam goa kristal kami melanjutkan mampir ke pantai Lasiana, pantai yang cukup dekat dengan kota serta dulunya pernah berjaya menjadi destinasi favorit warga Kupang. Pantai cukup bersih dan sepi saat itu. Pantai dengan pasir yang tidak terlalu putih seperti tepung. Angin berhembus sepoi- sepoi menggoyang deduanan pohon lontar. Berjajar rapi di pinggir pantai sedikit memberi kesejukan bagi pengunjung.

Pantai Lasiana

img_1293

Pantai Lasiana

img_1301

Pantai Lasiana

img_1324

Sunset Pantai Lasiana Bulet penuh

Di pantai Lasiana hingga senja berakhir, matahari sebelum tenggelam saat itu benaran sempurna bulat merah membara. Setelah dari pantai Lasiana saya dan Ndank numpang tidur di kantor pemasaran solar industri Kupang Energy. Tadinya pas kami sedang shalat dzuhur di tanya- tanya oleh owner Kupang Energy yang berasal dari Jawa Timur. Pertanyaan tak jauh dari “untuk apa?”, “mau kemana?”, “nginap dimana?” dan dari sana timbul tawaran untuk menginap saja di kantor beliau. Malamnya saya dan Ndank sempat jalan jalan sebentar keliling kota Kupang sama kak Mearlyen. Selain jalan- jalan keliling kota kami juga nongkrong sambil makan jagung bakar, jagung bakarnya enak rasanya memang beda dengan jagung di Jawa. Sepulang dari jalan- jalan saya dan Ndank kembali ke Kupang Energy dan langsung di sambut si bapak saya lupa namanya mengajak makan malam bersama.

Esok harinya saya dan Ndank langsung menuju pelabuhan penyebrangan mengantri pembelian tiket kapal ferry menuju pulau Rote. Alhamdulillah masih kebagian tiket ferry karena memang tiket yang dijual dalam jumlah dan waktu yang terbatas. Pukul 08:00 ferry menuju Rote sudah berangkat dengan perjalanan sekitar 4 jam di tengah laut. Setiba di Pulau Rote kami berfoto ritual seperti biasa foto di bawah gerbang selamat datang. Pulau kecil dengan penduduk yang masih terbilang jarang Alam yang indah namun gersang serta sepertinya tak banyak yang bisa di andalkan dari alam di sini. Padang rumput serta pepohonan lontar tumbuh subur, rumput sangat di dayagunakan untuk atap rumah tradisional dan pohon lontar di manfaatkan nira nya untuk membuat gula merah serta minuman “penghangat” khas Rote. Rumah tradisional kesukaanku masih sangat banyak kami temui di sepanjang perjalanan menuju pantai Nembrala. Pantai Nembrala, pantai dengan ombak yang besar ketika musim angin banyak para turis dari Ausi datang ke Nembrala hanya untuk bermain surfing. Pasirnya putih bersih lembut bahkan selembut tepung hingga beterbangan terbawa angin. Banyak tumbuh pohon kelapa di pinggir pantai di bawahnya tergeletak sampan kayu kecil.

10387619_892400597438952_5536693996595719291_n

Selamat datang Rote Ndao

img_1384

Pantai Nembrala Rote

img_1391

Pantai Nembrala Rote

img_1400

Ombak sedang tidak terlalu besar, surfer hampir tidaak ada

Dari Nembrala saya dan Ndank lanjut lagi yang sebenernya tidak tau mau kemana??? dalam perjalanan entah kemana ini kami berbalik arah saja mendekat pelabuhan sekalian mencari tempat menginap. Sambil jalan saya sambil mencari info ada apalagi selain Nembrala, saya menemukan tulisan yang menuliskan tentang Laut Mati Rote. Berbekal nama daerah saya dan Ndank tanyakan ke orang lokal yang saya temui di perjalanan. Terakhir sebelum senja saya bertanya kepada adek- adek kecil yang sedang mencari sumber air tawar bersih. Katanya laut mati masih jauh, masih sekitar 3 jam perjalanan lagi. Saya dan Ndank tak banyak berharap dan melajukan motor sewajarnya saja sambil menikmati pemandangan di kanan dan kiri. Senja mulai datang perlahan dan laju motor pun kami kurangkan, akhirnya berhenti di tepi jalan dan turun ke pantai. Senja begitu sempurna, warna emas bercampur orange membalut langit dan air laut pantai Batu Termanu ( kami tidak tau kalau ini memang pantai sudah di beri nama). Di pantai dengan sedikit batuan karang berdiri di tepian ini saya dan Ndank mendapat kenalan baru yang juga sekedar mampir di pantai ini. Saya sampai lupa namanya yang saya ingat si mas ini pegawai PLN dan sedang dines di kawasan NTT, beliau berasal dari Tegal. Mas dari Tegal ini sempat menawarkan mess nya untuk kami menginap, namun karena arah nya berlawanan maka saya dan Ndank menolaknya. Hari sudah gelap saya dan Ndank tetap melanjutkan perjalanan mendekat ke Arah pelabuhan. Jalanan gelap gulita khas Nusa Tenggara Timur, rumah- rumah di pinggir jalan sebagian besar masih berpenerangan lampu minyak. Akhirnya tiba di pantai baru ( nama daerah sekitar pelabuhan) kebimbangan pun menimpa kami berdua. Kami terombang ambing bagikan di awan tertiup angin, kalau terombang ambing di laut sudah di lewati setiap menyebrang ke pulau lain hehehe. Mengingat di Rote ini mayoritas nasrani dan hanya ada satu masjid di tengah perjalan ketika menuju Nembrala artinya kami sungkan untuk menumpang menginap di gereja dan tidak mungkin balik lagi ke Papela untuk menumpang tidur di masjid mujahidin. Melihat ada sebuah SMP di Pantai Baru kami punya niatan untuk tidur di emperan ruang kelas atau apapun namun punah sudah harapan kami karena gerbang sekolah di gembok. Urungkan niat dan putar balik ternyata di depan SMP terdapat kantor polisi langsung saja kami beranikan masuk dan parkir motor kemudian berteriak memanggil- manggil ke dalam ruangan namun tidak ada yang menyambut. Ternyata setelah beberapa saat saya menunggu sambil memasak mie instan ( tidak ada warung serta untuk menghemat bujet) datanglah seorang polisi yang sedang berjaga/ Piket. Belum sempat mengutarakan keinginan kami si bapak langsung saja menanyai kami dengan beberapa pertanyaan. KTP kami berdua di minta dan di suruh menulis di laporan buku tamu mereka serta di minta surat keterangan kunjungan/ Touring padahal kami tidak punya. Sebelum akhirnya kami di ijinkan menumpang menginap di kantor polisi Rote kami sempat di ceramahi sedikit karena terlalu nekat berkelana tanpa surat jalan dari Polisi asal kami. Karena tidak ada kasur empuk atau tempat tidur di buka lah salah satu penjara sementara yang di dalamnya ada semacam tandu untuk tidur. Untuk pertama kalinya saya masuk pejara dan tidur di kantor polisi ( bukan karena kriminal 😀 ). Esok pagi harinya sebelum pamitan kami sempat bertemu dengan kepala kantor polisi yang saya juga lupa namanya sempat menceritakan bahwa ada seorang pengembara yang bernama Sutikno yang katanya akan mampir namun sepertinya tidak sempat mampir menemui pak kelapa kantor polisi. Setelah pamitan saya dan Ndank melanjutkan tujuaan kami yang tertunda hari sebelumnya yaitu Laut Mati.

img_1572

Batu Termanu

img_1552

Nyunset di Pantai Batu Termanu

Laut mati di Rote bukan seperti Laut mati yang ada di Timur Tengah ataupun bukan juga laut yang mematikan. Laut mati ini konon katanya air laut yang mengalir masuk ke danau kemudian terjebak dan tidak mengalir lagi ke laut sehingga alirannya mati. Ada juga warga yang menyebutnya Danau air Asin karena air nya tidak bergerak namun airnya berasa asin berasal dari laut. Saya sebut saja Danau laut mati, danau yang tenang dan cahaya pagi itu sangat teduh, sekelebat mata memandang memang tidak ada yang sangat istimewa. Danau air asin biasa dengan pantai/ pinggir danau berpasir putih pohon bakau di sekeliling. Sampan kecil dari kayu coklat pucat sedang bersandar di tepian danau. Suara angin dan kicau burung dari hutan sekitar danau. Bukan Danau nya yang istimewa namun suasana yang tenang sejuk membuat rileks dan damai membuat danau ini istimewa.

objek-wisata-ntt_65981_128_danau_laut_mati

Ekspektasi sumber : http://tourism.nttprov.go.id/tujuan/9-rote_ndao

img_1776

Realita

img_1781

Danau Laut Mati

img_1783

Danau Laut Mati

img_1793

Danau Laut Mati

Tanjung Darat, Secuil Surga Maumere

10629807_869565053055840_2767087291884667199_n

Kalau ngomongin NTT memang tak ada habisnya mengupas keelokan alamnya. Salah satunya Maumere yang memiliki beberapa destinasi alam yang menawan bak perawan belum dandan. Di Maumere ini selain pantai KOKA ada juga Tanjung darat yang dari sana bisa menyebrang ke Pulau Pangabatan dan Pulau Babi. Karena letaknya di ujung semenangjung orang Maumere menyebutnya Tanjung Darat. Memasuki gang kecil kemudian menyusuri perkampungan serta jalan tanah bercampur pasir. Kedatangan saya bersama Ndank pun ketika terik matahari sedang di titik maksimum ya saat itu pukul 12:00. Langit cerah bersih biru mencorong dan di hiasi beberapa gumpalan awan putih di bawahnya berdiri kokoh bukit bukit di pinggiran pantai. Pantai yang masih bersih dan terjaga ini di manfaatkan dengan maksimal oleh warga sekitar yang sebagian besar adalah suku Bajo dan Bugis untuk mencari ikan. Laut yang bersih dan sehat pastinya akan banyak terumbu karang dan ikan yang tumbuh dengan sehat pula. Warga sekitar memang masih jauh dari modernitas sehingga beberapa sampah yang sempat saya lihatpun sebagian besar adalah sampah tempurung kelapa, potongan kayu, daun- daun serta masih sedikit sekali bungkus plastik sampo ataupun deterjen di sekitar rumah warga.

Seusai dzuhur pun saya dan ndank sudah sepakat menerima tawaran bang ACO yang akan mengantar kami dengan perahu fiber nya ke pulau Pangabatan. Dengan perahu kecil hanya muat 3 orang saya pikir akan aman aman saja karena dalam pandangan saya arus laut saat itu sedang tenang. Perlahan menyusuri tepian semenanjung dan mulai meninggalkan daratan semakin terasa besar gelombang ombaknya sempat cemas juga bagaimana jika sampai terbalik. Rupanya arus yang cukup besar untuk membalikkan perahu kami adalah arus pertemuan dan terlihat seperti ada gulungan ombak di bawah permukaan air laut. Tiba di Pulau Pangabatan awalnya saya kira ada spot snorkling namun ternyata tak ada terumbu karang sama sekali, hanya ada beberapa spot “suket laut” kalau di sebut rumput laut bukan namun bentuknya seperti rumput. Pulau Pangabatan ini sebenarnya biasa saja dan hanya mempunyai kelebihan berupa sebuah pasir timbul atau pulau gosong. Pulau yang memiliki pasir putih ini juga pasirnya sama saja dengan pantai berpasir putih lainnya. Sejauh mata memandang yang membedakan indahnya Pulau gosong Pangabatan ini adalah bersihnya dan beningnya air laut, keduanya terpadu sempurna dan memberikan nilai plus.

10356317_883122271700118_8103129376323383727_n 10644877_874274095918269_8840141201043361523_n

10626677_868048539874158_9042710819061050297_n 10624984_872553079423704_2814918812107256666_n 1779877_883226078356404_3574190211629885364_n

Selesai dengan bermain pasir di tengah pulau Gosong kami bertolak meninggalkan Pangabatan dan bebersih serta ganti pakaian di Tanjung Darat. Sebuah sumur umum yang di pakai oleh seluruh warga secara bergantian yang meskipun airnya payau namun tidak mengurangi segarnya ketika saya guyurkan ke seluruh tubuh saya. Di sebelahnya terdapat WC dan Kamar Mandi yang saya manfaatkan untuk ganti baju bersih dan kering. Selesai mandi dan sedang menunggu masakan makan siang oleh bang Aco saya dan Ndank beberes perabotan di mushola dan di situlah banyak anak kecil yang seakan asing dan heran melihat kami berdua. Adek adek lucu penuh keceriaan namun begitu ada lensa mengarah ke wajahnya mereka langsung lari meninggalkan kami. Tak sampai di situ saja, bahkan ketika saya sedang makan Kamera saya biarkan merekam Timelapse di depan rumah bang Aco adek adek kecil mengerumuninya dan tertawa terbahak- bahak melihat foto yang tertangkap di depannya. Silih berganti mereka berpose di depan kamera dan melihat hasilnya dan kemudian tertawa lagi, namun anehnya ketika saya datangi dan arahkan kamera saya ke wajah mereka langsung kabur bahkan ada salah satu yang menangis. Lucu namun haru juga tentunya bagi saya pribadi, keceriaan mereka belum di rusak oleh alat alat modern dan canggih. Permainan yang menghibur mereka masih sebatas membuat kapal- kapalan dari “sepet kambil”  kemudian bermain pecle serta bermain bola layaknya pemain Tim Nas Indonesia.

11694752_1052453394767004_3457077242811760755_n 11057728_1052453358100341_7156156965457531906_n 10710636_882996715046007_3508928834302122894_n 10649693_882918871720458_1025215307404418199_n 10626865_869914176354261_950548649908410569_n 10626532_869981933014152_5225080293139874971_n 1610976_1052453588100318_6730643449432989445_n 1458413_858669310812081_1396696707100059167_n

Kamis, 11 September 2014

Cunca Rami dan Danau Sanonggoang, Manggarai

10257_1134440926568250_2246193723906647583_n

Sudah baca cerita tentang Cunca Wulang? kalau sudah cerita ini adalah sesungguhnya lanjutan dari Cunca Wulang. Air terjun cunca Rami tidaklah jauh dari cunca Wulang dan Jalur utama Labuhan Bajo- Ruteng. Menyusuri jalanan khas pegunungan menuju pelosok desa yang teritorinya masih masuk Manggarai. Air terjun ini mengalir dari tebing batu besar, letaknya di persawahan warga dan hutan desa. Air bening dan dingin ini mengalir kecil jatuh dari atas tebing ke sebuah kolam di bawahnya. Terik matahari yang begitu menyengat tak sabar saya dan Ndank akhirnya terjun juga ke kolam dan menikmati seru nya bermain air serta lelompatan berfoto ria. Rasa- rasanya sih panas karena sengatan matahari namun begitu nyemplung berrrr dingin sekali airnya, sampai ada seorang bule yang hanya main di pinggiran kolam saya ajak nyemplung tidak mau karena dingin katanya. Di tengah asiknya menikmati sejuk air dan hijaunya pemandangan sekitar saya dan Ndank teringat bahwa harus segera pindah lokasi ke Danau Sanonggoang. Kembali treking menuju desa sebelum lanjut gas menuju Danau. Di rumah terdekat dari air terjun dan tempat kami parkir kendaraan ini juga kami menumpang ganti celana yang basah. Sebelum lanjut melihat ada beberapa gelundung kelapa hijau muda saya pun tergoda dan meminta bapak yang jual untuk mengupas 2 buah untuk saya dan Ndank. Ada juga 3 anak SD yang sepertinya asing melihat kami berdua, saya tawari kelapa muda yang sudah di belah dan kemudian kami makan bersama. Awalnya anak- anak ini malu ketika kami ajak foto bersama namun setelahnya mereka kegirangan melihat hasilnya. Sungguh salah satu kebahagiaan saya melihat mereka begitu senang dan ramah kepada pendatang seperti kami.

1456627_1134066203272389_6824924861178199883_n 1915445_1134272713251738_1271886404591527432_n

Karena sudah sampai di Cunca Rami maka tak lengkap jika tidak sekalian mampir ke Danau Sanonggoang.  Letaknya yang tidak begitu jauh dan jalan pun tergolong cukup bagus bisa di lewati motor ataupun mobil. sekitar 45 menit perjalanan santai dari cunca Rami kami akhirnya tiba di danau terbesar se Nusa Tenggara Timur ini. Danau Sanonggoang merupakan danau dengan kandungan belerang yang cukup tinggi sehingga tidak bisa memanfaatkan airnya untuk kebutuhan memasak sehari- hari. Terik matahari yang begitu panas angin sepoi- sepoi saya dan Ndank berteduh di sebuah Gazebo menikmati danau sembari memasak mie instan untuk sekedar mengganjal perut yang telah lapar. Tak disangka datanglah segerombolan anak kecil serta remaja sambil membawa parang mendatangi kami berdua. Khas orang- orang Flores jikalau bepergian ke kebun selalu tak lupa membawa parang. Sambil menunggu mie yang saya masak kami pun saling berkenalan dan ngobrol sedikit tentang danau juga tentang Flores. Setelah mie sudah matang kami pun makan berame- rame dan setelah selesai makan salah satu dari anak- anak ini ada yang mengambilkan kelapa muda di kebun milik ayah nya. Acara makan- makan pun di tutup dengan minum kelapa muda bersama dan foto bareng. Terlihat dari bola mata mereka bahwa mereka sangat senang dengan pendatang. Mereka juga mudah sekali akrab dengan kami, ya memang sebagian besar orang Flores itu sangat ramah.

10398410_1134504176561925_699477926962679743_n

11694848_1052451274767216_2488737418989954078_n

Taman Renungan, Bung Karno dan Danau Kelimutu ENDE

10609444_882854991726846_4145512898455178268_n

Beberapa jam kami menempuh perjalanan dari Riung menuju Ende melewati Mbay, Nagekeo dan Aigela. Ketika sudah melewati gerbang selamat datang di Kabupaten Ende maka sudah tak jauh sebuah pantai berbatu biru telur bebek telah menanti kedatangan kami untuk singgah sebentar menikmatinya. Sekitar 15-17 km dari perbatasan Aigela – Ende pantai Blue Stone ini terletak. Sepanjang jalan sebelum tiba dipantai sudah berjajar tumpukan batu berwarna biru kehijauan. Batu bulat mulus halus berwarna biru kehijauan benar- benar seperti telur bebek bahkan ukurannya pun juga seukuran telur bebek. Bisa saja batu ini sudah berwarna biru dari dalam tanah kemudian tergerus air laut terus menerus dalam waktu yang sangat lama sehingga permukaanya menjadi sangat halus dan bulat. Konon batu ini yang seringkali di ekspor ke Surabaya Jawa Timur dan kemudian dari Surabaya di ekspor ke daerah lain seperti Jakarta, Solo, dan Semarang. Kami ( saya dan Ndank ) mampir sebentar saja sekedar mengambil foto secukupnya karena cuaca juga sedang mendung. Foto dokumentasi secukupnya setidaknya sudah menggambarkan bagaimana keadaan di Blue Stone Beach dan kami meninggalkan pantai.

11781713_1052452191433791_723040138121874539_n

Tak jauh dari pantai 15 menit kami tiba di pusat kota Ende, langsung mencari makan siang karena perut sudah lapar. Selesai makan siang barulah kami melanjutkan eksplore kota Ende. Kami gak tau mau kemana karena memang belum ada bayangan kecuali rumah pengasingan bung Karno dan danau Kelimutu. Yasudah kami pun menyambangi rumah Pengasingan Bung Karno lebih dulu namun ternyata gerbang di kunci dan kami tak bisa masuk hanya bisa foto dari luar. Kemudian nganterin Ndank mencari sehati ArtShop mencari oleh- oleh tradisional. Dalam perjalanan mencari Sehati ArtShop saya melihat sekumpulan motor CB di sebuah Bengkel, dan beberapa detik kemudian suara teriakan ” woii masbro ” dan saya pun tak kuasa menolak untuk menoleh. Dan kami pun berhasil di stop untuk melanjutkan perjalanan mampir dulu sebentar di bengkel kak Syam ngobrol- ngobrol tentang wisata dan motor. Tak lama kemudian datang abah Andi keluarga CB Ende juga dan disusul kakak Syam beres- beres merapikan peralatan dan kemudian menutup bengkelnya. Saya dan Ndank mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno ( lagi ) dan kali ini gerbang di bukain oleh temen abah Andi setelah di panggil untuk membuka kan. Kami di kawal oleh abah Andi, kak Syam dan bang Alqin. Di Rumah pengasingan kami melihat lihat ke dalam dan beberapa kali mengambil foto. Dan… jauh jauh dari Bandung ( Ndank) ke NTT kami berdua bertemu dengan rombongan mahasiswa STT Telkom ( kini menjadi UNTEL ) mereka sedang menikmati masa libur semester dengan jalan- jalan ke Labuhan Bajo dan Ende. Dari Rumah Pengasingan Bung Karno kami melanjutkan ke Taman Renungan. Taman yang dulu pernah di gunakan bung Karno merenung memikirkan bangsa ketika sedang bimbang. Di taman ini di bangun Patung Bung Karno sedang merenung dan di bawahnya terdapat sebuah kolam. Sebagai gantinya Sehati ArtShop kami diantar ke Vanny ArtShop toh oleh- oleh yang di jual juga sama saja. Saya sendiri cuma membeli gelang dari cangkang Penyu dan gelang Akar Bahar. Sedangkan Ndank karena banyak titipan dia membeli kain khas Ende kemudian gelang juga. Selesai membeli cinderamata khas Ende saya dan Ndank diantarkan kakak Syam ke jalur menuju Danau Kelimutu. Terima kasih banyak keluarga CB Ende kak Syam, Abah Andi, dan bang Alqin.

10430827_1052452568100420_2271558838540601717_n 11695809_1052452398100437_8804855098457885323_n

11755876_1052452734767070_8573511640475768753_n 993855_1136256039720072_1516726611090663250_n 11707621_1052452581433752_4240108253182883129_n

Seperti malam- malam sebelumnya bahwa bisa di pastikan jalur menuju Danau Kelimutu gelap gulita khas jalur Flores karena masih minim penerangan jalan. Jalur khas pegunungan mulai terasa setelah saya dan Ndank berkendara beberapa belas menit. Jalur menyempit berkelok naik turun di sebelah kiri tebing yang telah banyak bekas longsor dan di sebelah kanan jurang yang dalam siap menanti pengendara yang tidak hati hati. Dengan laju yang sangat pelan dan hati- hati karena di beberapa titik terdapat longsoran tebing dan sedang ada perbaikan jalan. Malam itu sungguh lengkap suguhan bagi kami berdua, longsoran tebing, gelap gulita, gerimis, jurang di sebelah kanan, dan beberapa aspal rusak parah.

 

Tiba di pos penjagaan Kelimutu dalam keadaan basah karena sepanjang perjalanan dari Moni hingga Pos kami di iringi gerimis meringis menahan dingin. Awalnya kami langsung to the point ingin menumpang istirahat menginap semalam sebelum esok paginya ke Danau. Namun niatan kami di tolak begitu saja dan petugas kembali masuk ke dalam ruangan. Namun entah apa yang merubah pikiran kaka petugas itu kemudian setelah beberapa saat keluar lagi dan memberikan ijin kepada kami berdua untuk menginap semalam. Mimpi apa ya malam ini dapat tumpangan di rumah jaga yang bagus serta ada kasur busa yang tebal serta empuk, Alhamdulillah rejeki pejalan tidak kemana. Diatas busa tebal dan di bungkus sleeping bag tebal udara yang dingin pun tak terasa lagi. Handphone berdering tanda alarm menunjukkan pukul 05:00 waktunya bangun dan shalat subuh. Keluar dari kamar gerimis sisa semalam masih enggan pergi kabut pun setia menemani sang gerimis. Waktu sudah menunjukkan pukul 09:00 dan kami pun baru naik menuju parkir kendaraan sebelum treking menuju kawah danau Kelimutu. Sepanjang treking perjalanan kami di selimuti kabut terus menerus hingga tiba di Puncak/ Kawah. Sudah satu jam lebih kami menunggu  di atas hingga tak ada lagi orang lain. Info dari rombongan yang kami temui di Rumah Pengasingan Bung Karno bahwa sedari subuh matahari tertutup kabut dan mereka belum berkesempatan melihat kawah/ Danau. Hampir putus asa dan balik kanan saja turun dan melanjutkan perjalanan selanjutnya, ketika kaki sudah mulai melangkah turun terdengar sayup kata seorang ibu penjual ” sabar lah dulu nak ” dan benar ketika saya tahan keinginan saya kabut pun mulai perlahan terbuka dan kelihatan sediki demi sedikit kawah/ danaunya. Semua ini serasa karunia yang sangat besar dari Allah kepada kami meskipun hanya beberapa belas menit kami bisa menikmati indahnya kawah Danau Kelimutu. Pemberian yang sangat spesial setelah perjuangan dari Boyolali melintasi laut pegunungan hutan hujan panas angin dan bahkan ombak di lautan. Suatu saat saya ingin sekali kembali ke Danau Kelimutu dan semoga mendapat keberuntungan dapat melihat sunrise serta kawah tanpa di selimuti kabut.

10906175_1052453324767011_7376829706111059342_n

Danau Kelimutu

11201840_1052453261433684_1300571198145395650_n

Danau kelimutu

11754234_1052453208100356_2733378948012431454_n 11036957_1052452738100403_6474973627543226329_n

Taman Renungan, Bung Karno dan Danau Kelimutu ENDE

10609444_882854991726846_4145512898455178268_n

Beberapa jam kami menempuh perjalanan dari Riung menuju Ende melewati Mbay, Nagekeo dan Aigela. Ketika sudah melewati gerbang selamat datang di Kabupaten Ende maka sudah tak jauh sebuah pantai berbatu biru telur bebek telah menanti kedatangan kami untuk singgah sebentar menikmatinya. Sekitar 15-17 km dari perbatasan Aigela – Ende pantai Blue Stone ini terletak. Sepanjang jalan sebelum tiba dipantai sudah berjajar tumpukan batu berwarna biru kehijauan. Batu bulat mulus halus berwarna biru kehijauan benar- benar seperti telur bebek bahkan ukurannya pun juga seukuran telur bebek. Bisa saja batu ini sudah berwarna biru dari dalam tanah kemudian tergerus air laut terus menerus dalam waktu yang sangat lama sehingga permukaanya menjadi sangat halus dan bulat. Konon batu ini yang seringkali di ekspor ke Surabaya Jawa Timur dan kemudian dari Surabaya di ekspor ke daerah lain seperti Jakarta, Solo, dan Semarang. Kami ( saya dan Ndank ) mampir sebentar saja sekedar mengambil foto secukupnya karena cuaca juga sedang mendung. Foto dokumentasi secukupnya setidaknya sudah menggambarkan bagaimana keadaan di Blue Stone Beach dan kami meninggalkan pantai.

11781713_1052452191433791_723040138121874539_n

Tak jauh dari pantai 15 menit kami tiba di pusat kota Ende, langsung mencari makan siang karena perut sudah lapar. Selesai makan siang barulah kami melanjutkan eksplore kota Ende. Kami gak tau mau kemana karena memang belum ada bayangan kecuali rumah pengasingan bung Karno dan danau Kelimutu. Yasudah kami pun menyambangi rumah Pengasingan Bung Karno lebih dulu namun ternyata gerbang di kunci dan kami tak bisa masuk hanya bisa foto dari luar. Kemudian nganterin Ndank mencari sehati ArtShop mencari oleh- oleh tradisional. Dalam perjalanan mencari Sehati ArtShop saya melihat sekumpulan motor CB di sebuah Bengkel, dan beberapa detik kemudian suara teriakan ” woii masbro ” dan saya pun tak kuasa menolak untuk menoleh. Dan kami pun berhasil di stop untuk melanjutkan perjalanan mampir dulu sebentar di bengkel kak Syam ngobrol- ngobrol tentang wisata dan motor. Tak lama kemudian datang abah Andi keluarga CB Ende juga dan disusul kakak Syam beres- beres merapikan peralatan dan kemudian menutup bengkelnya. Saya dan Ndank mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno ( lagi ) dan kali ini gerbang di bukain oleh temen abah Andi setelah di panggil untuk membuka kan. Kami di kawal oleh abah Andi, kak Syam dan bang Alqin. Di Rumah pengasingan kami melihat lihat ke dalam dan beberapa kali mengambil foto. Dan… jauh jauh dari Bandung ( Ndank) ke NTT kami berdua bertemu dengan rombongan mahasiswa STT Telkom ( kini menjadi UNTEL ) mereka sedang menikmati masa libur semester dengan jalan- jalan ke Labuhan Bajo dan Ende. Dari Rumah Pengasingan Bung Karno kami melanjutkan ke Taman Renungan. Taman yang dulu pernah di gunakan bung Karno merenung memikirkan bangsa ketika sedang bimbang. Di taman ini di bangun Patung Bung Karno sedang merenung dan di bawahnya terdapat sebuah kolam. Sebagai gantinya Sehati ArtShop kami diantar ke Vanny ArtShop toh oleh- oleh yang di jual juga sama saja. Saya sendiri cuma membeli gelang dari cangkang Penyu dan gelang Akar Bahar. Sedangkan Ndank karena banyak titipan dia membeli kain khas Ende kemudian gelang juga. Selesai membeli cinderamata khas Ende saya dan Ndank diantarkan kakak Syam ke jalur menuju Danau Kelimutu. Terima kasih banyak keluarga CB Ende kak Syam, Abah Andi, dan bang Alqin.

10430827_1052452568100420_2271558838540601717_n 11695809_1052452398100437_8804855098457885323_n

11755876_1052452734767070_8573511640475768753_n 993855_1136256039720072_1516726611090663250_n 11707621_1052452581433752_4240108253182883129_n

Seperti malam- malam sebelumnya bahwa bisa di pastikan jalur menuju Danau Kelimutu gelap gulita khas jalur Flores karena masih minim penerangan jalan. Jalur khas pegunungan mulai terasa setelah saya dan Ndank berkendara beberapa belas menit. Jalur menyempit berkelok naik turun di sebelah kiri tebing yang telah banyak bekas longsor dan di sebelah kanan jurang yang dalam siap menanti pengendara yang tidak hati hati. Dengan laju yang sangat pelan dan hati- hati karena di beberapa titik terdapat longsoran tebing dan sedang ada perbaikan jalan. Malam itu sungguh lengkap suguhan bagi kami berdua, longsoran tebing, gelap gulita, gerimis, jurang di sebelah kanan, dan beberapa aspal rusak parah.

 

Tiba di pos penjagaan Kelimutu dalam keadaan basah karena sepanjang perjalanan dari Moni hingga Pos kami di iringi gerimis meringis menahan dingin. Awalnya kami langsung to the point ingin menumpang istirahat menginap semalam sebelum esok paginya ke Danau. Namun niatan kami di tolak begitu saja dan petugas kembali masuk ke dalam ruangan. Namun entah apa yang merubah pikiran kaka petugas itu kemudian setelah beberapa saat keluar lagi dan memberikan ijin kepada kami berdua untuk menginap semalam. Mimpi apa ya malam ini dapat tumpangan di rumah jaga yang bagus serta ada kasur busa yang tebal serta empuk, Alhamdulillah rejeki pejalan tidak kemana. Diatas busa tebal dan di bungkus sleeping bag tebal udara yang dingin pun tak terasa lagi. Handphone berdering tanda alarm menunjukkan pukul 05:00 waktunya bangun dan shalat subuh. Keluar dari kamar gerimis sisa semalam masih enggan pergi kabut pun setia menemani sang gerimis. Waktu sudah menunjukkan pukul 09:00 dan kami pun baru naik menuju parkir kendaraan sebelum treking menuju kawah danau Kelimutu. Sepanjang treking perjalanan kami di selimuti kabut terus menerus hingga tiba di Puncak/ Kawah. Sudah satu jam lebih kami menunggu  di atas hingga tak ada lagi orang lain. Info dari rombongan yang kami temui di Rumah Pengasingan Bung Karno bahwa sedari subuh matahari tertutup kabut dan mereka belum berkesempatan melihat kawah/ Danau. Hampir putus asa dan balik kanan saja turun dan melanjutkan perjalanan selanjutnya, ketika kaki sudah mulai melangkah turun terdengar sayup kata seorang ibu penjual ” sabar lah dulu nak ” dan benar ketika saya tahan keinginan saya kabut pun mulai perlahan terbuka dan kelihatan sediki demi sedikit kawah/ danaunya. Semua ini serasa karunia yang sangat besar dari Allah kepada kami meskipun hanya beberapa belas menit kami bisa menikmati indahnya kawah Danau Kelimutu. Pemberian yang sangat spesial setelah perjuangan dari Boyolali melintasi laut pegunungan hutan hujan panas angin dan bahkan ombak di lautan. Suatu saat saya ingin sekali kembali ke Danau Kelimutu dan semoga mendapat keberuntungan dapat melihat sunrise serta kawah tanpa di selimuti kabut.

10906175_1052453324767011_7376829706111059342_n

Danau Kelimutu

11201840_1052453261433684_1300571198145395650_n

Danau kelimutu

11754234_1052453208100356_2733378948012431454_n 11036957_1052452738100403_6474973627543226329_n