Kamis, 02 Oktober 2014

Perjalanan ke Bali Bersama CB

Iseng melihat- lihat update status BBM di contact BBM handphone, ada salah satu status yang menarik perhatian yaitu ” labas bali atau gak ya? “. Ya sebuah status update BBM iseng dari seorang temen bernama Thian. Karena penasaran maka saya komentarin dan berujung pada diskusi untuk merealisasikannya. Saya sendiri berangkat dari Boyolali menuju Jogjakarta terlebih dahulu. Padahal motor saya masih di Bandung, maka jalan keluarnya adalah motor saya di bawakan temen saya Thian yang kebetulan masih di Bandung mau menuju Jogja. Tanggal 26 Mei 2014 saya berangkat ke Jogja dengan naik bis dan di jemput Thian di Malioboro. Sebelum berangkat touring ke Bali kami mampir ke bengkel mas Danu, salah seorang mekanik spesial CB. Karena motor Thian belum jadi maka terpaksalah berangkat memakai motor mas Danu. Akhirnya kami berangkat pada pukul 02:00 start dari JOgjakarta. Perjalanan lancar dari Jogjakarta sampai Solo dengan menempuh waktu selama satu jam. Namun baru mulai perjalanan motor yang di kendarai Thian sudah mendapat kendala. Di depan sebuah Rumah Sakit rantai motor lepas dan ngancing kemudian gear depan loncat dan hilang entah kemana. Karena tingginya solidaritas sesama penunggang CB, kami mendapat bantuan dari sedulur Mangun di daerah Cemani Solo. Motor saya pancal kira- kira 10 km dari lokasi kejadian dan berhenti di depan sebuah pom bensin. Mencari bantuan lagi kepada teman- teman mas Mangun, karena mas Mangun tidak membawa gear depan dan tambahan rantai untuk menyambung rantai yang rusak. Setelah dua jam di operasi akhirnya motor siap untuk di gas lagi.

Sekalian istirahat kami bertiga ngobrol- ngobrol santai hingga terang datang. Sesuai saran mas Mangun maka kami berdua menjajal jalur tawangmangu sekaligus menikmati keindahan lereng gunung Lawu. Jalur khas pegunungan yang meliuk liuk naik turun dan dapat di bilang jalannya masih mulus benar- benar nyaman untuk bermanuver. Memasuki kawasan air terjun atau Grojogan Sewu suasana sudah semakin sejuk serta menghijau di kanan kiri jalan. jalanan semakin menanjak dan sempit serta rumah- rumah warga mulai jarang. Dingin udara seakan tak ada rasanya ketika mata dimanjakan oleh perbukitan di hiasi perkebunan sayur mayur warga sekitar. Serta lipatan- lipatan bukit di tumbuhi pohon tinggi menambah indahnya pemandangan sepanjang jalur Tawangmangu – Magetan. Selama tiga puluh menit kami menikmati udara yang sejuk dingin serta hijaunya pemandangan di kanan kiri jalan, tak terasa pula kami sudah memasuki kota Magetan. Waktu menunjukkan pukul 10:45, sebelum memasuki kota Madiun kami beristirahat sementara di Indomaret terdekat sekalian membeli camilan dan tidur beberapa menit. Puas tidur sekitar satu jam Thian sudah siap geber lagi motornya. Dari madiun kami melanjutkan menuju nganjuk dengan lama tempuh sekitar dua jam. Tak jauh dari nganjuk setelah melewati Jombang kami tiba di Mojokerto dan di hadapkan pada persimpangan yang menuju Surabaya dan Mojosari. Sesuai saran mas Mangun kami mengambil jalur ke arah Mojosari dan Malang agar tidak mutar- mutar ke Surabaya dulu. Perjalanan Alhamdulillah lancar tidak ada kendala sampai di Pasuruan. Sekedar mengisi bensin dan istirahat sebentar baru kami melanjutkan ke arah Probolinggo. Tiba di Probolinggo sudah larut malam dan badan terasa semakin letih, akhirnya kami putuskan untuk istirahat lagi sekitar satu jam.

VIDEO

Meskipun malam belum berganti pagi namun mengisi tenaga sementara dirasa cukup maka perjalanan pun di lanjutkan menuju Situbondo. Jalan semakin sepi namun masih saja kami di sejajarkan dengan bus malam serta truk besar. Setelah melewati pembangkit listrik daerah paiton kami berhenti di lampu merah Besuki Situbondo. Di lampu merah itulah kami di teriakin seseorang tak di kenal, ” woiii… woiii mampir dulu ” akhirnya kami berdua singgah sebentar untuk sekedar ngopi bersama. Bertemu saudara baru di pinggir jalan itu rasanya benar- benar tidak disangka dan maknyess di hati. Ngobrol ini itu dan secangkir kopi lokal Situbondo pun sudah habis pertanda kami berdua segera melanjutkan perjalanan. Sehabis Besuki kami melewati tepian pantai pasir putih dan sayangnya waktu itu adalah tengah malam sehingga tidak dapat menikmati maupun mengabadikan. Akhirnya sebelum memasuki kawasan hutan Baluran kami istirahat lagi agar tidak usah istirahat di tengah hutan karena sudah pasti tidak ada tempat peristirahatan. Tidak disangka kami istirahat cukup lama sekitar 3 jam dan tepat sehabis subuh baru melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Ketapang Banyuwangi. Dua jam sudah kami lalui dan akhirnya tiba di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi. Setengah jam waktu penyebrangan cukup untuk kami memejamkan mata sekedar mengisi tenaga untuk melahap jalur Gilimanuk – Denpasar.

Tiba di Gilimanuk sudah menunjukkan pukul 08:30 segera kami mencari warung untuk sarapan dan melanjutkan perjalanan menuju Denpasar. Gilimanuk Denpasar kami tempuh dalam waktu 3 jam dengan kecepatan sedang dan tidak buru- buru. Jalur dari Gilimanuk hingga Tabanan merupakan jalur naik turun meliuk- liuk meskipun bukan jalur pegunungan namun cita rasanya benar- benar seperti di pegunungan. Setelah meninggalkan Tabanan pertanda bahwa kami sudah dekat dengan Denpasar, Benar tak lama kemudian kami sudah memasuki kawasan Terminal Mengwi. Lima belas menit kemudian pun kami sudah melewati Terminal Ubung Denpasar dan langsung saja kami melanjutkan menuju Sanur. Tiba di Sanur sudah pukul 11:30 dan kami menunggu jemputan teman Thian yang sedang ke Bank mengambil uang. Dari pantai Sanur menuju resto di kawasan pantai Sindu tak begitu jauh cukup 10 menit kami sudah tiba. Istirahat serta ngobrol- ngobrol dilanjutkan dengan makan dan kemudian kami diantar ke rumah Mirwan, teman Thian yang tinggal di Bali.

Selama di Bali saya tidak banyak pergi berkeliling, bisa di bilang hanya sekedar ingin mengunjungi beberapa tempat yang belum pernah saya datangi. Diantaranya adalah bukit campuhan di Ubud, kemudian datang lagi ke Kintamani dan di akhiri ke danau Buyan dan Tamblingan di Bedugul. Hari berikutnya kami memilih untuk memperbaiki motor Thian yang sempat trouble di Solo, Sekalian silaturahmi ke bengkel JBI Bali Thian mengganti gear depan serta merapetin packing block magnit. Sabtu paginya kami menikmati sunrise di Sanur, ya Sanur yang dekat dan mudah di jangkau. Siang harinya saya diajak mbak Dewi keliling Bali bagian timur ya di daerah Karang Asem. Mampir Tukad Unda Klungkung kemudian Bukit Jambul dan terakhir ke Pura Lempuyang. Hari Minggunya hanya ke Joger dan Kuta untuk menikmati Sunset sebagai penutupan di Bali. Senin siang kami berdua sudah meninggalkan Bali dengan segala pesonanya.

foto selama di bali :

Rencana awalnya adalah langsung gas menuju Jogja dan saya sendiri pulang ke rumah Boyolali, namun karena acara kunjungan trip ke Kalimantan saya di batalkan maka kami sempatkan mampir ke Bromo dan Malang. Sebelum sampai Bromo kami sempatkan mampir Besuki Situbondo bertemu dulur Nino dan Obet. Rencana saya mampir Bromo disambut hangan oleh mas Nino, dan jadilah kami bertiga menuju Bromo malam itu. Sudah di tunggu pula CB Salatiga, CB Indramyu dan CB Pasuruan di Bromo. Masih pukul 03:00 kami sudah stand by di Bromo menanti fajar terbit. Tujuan pertama adalah pananjakan satu, pananjakan tertinggi di kawasan Bromo. Langit begitu cerah dan bintang pun terlihat begitu terang namun mendekati sang fajar terbit kabut berdatangan dan tiada hentinya hingga pukul 08:00. Akhirnya kami turun dengan tangan kosong tanpa sunrise tanpa view tiga gunung. menuruni jalur curam dan berkelok harus berhati- hati dan waspada karena meleng sedikit saja sudah terjun ke jurang. Ganasnya jalur yang kami lalui rupanya menyuguhkan pemandangan yang benar memanjakan mata. Dari tikungan Bangkong hingga lautan pasir mata dimanjakan tiada henti. Memasuki lautan pasir motor kami harus bekerja lebih keras lagi karena tidak mudah melewati lautan pasir Bromo. Sambil berfoto- foto kami lewati jalur lautan pasir hingga akhirnya tak terasa sudah sampai di parkir motor kawah Bromo. Selama di kawasan kawah Bromo langit begitu cerah berawan tidak seperti ketika di pananjakan 1 langit tak terlihat hanya kabut menyelimuti kami. Puas menikmati indahnya Kawah Bromo dan sekitarnya kamipun lanjut gas ke watu singo. Sebuah gundukan batu yang mirip singa di tengah lautan pasir yang bregitu luas. Diantara perbukitan teletabis yang hijau subur dan kawah Bromo watu singo ini gersang dan kering tak ada satupun tumbuhan yang hidup. Jika di foto dengan crop yang agak sempit maka foto akan terlihat seperti di padang pasir. Foto- foto narsis hingga puas dan kemudian lanjut ke Bukit Teletabis. Perjalanan dari watusingo menuju bukit Teletabis teman kami wildan terjatuh dari motornya karena memang sulitnya jalur berpasir.

Di bukit Teletabis inilah kami berpisah, Saya dan Thian menuju Gubugklakah Malang dan Yang lainnya kembali menuju Pasuruan. Selain mampir ke Gubugklakah saya dan Thian ingin mencoba jalur Malang- Kediri- Nganjuk. Keesokkan harinya setelah menginap semalam di Gubugklakah kami berangkat menuju Pujon dan turun gunung di daerah Kesambon. Tepat di depan mushola Kesambon motor Thian trouble tiba tiba pengapian hilang. Akhirnya saya pancal sampai Kediri, di Kediri bantuan datang dari sedulur CB Pare. Sore motor baru selesai dan setelah mengganti CDI kami berdua melanjutkan perjalanan langsung memotong sampai di Caruban lumayan menghemat jarak Probolinggo – Nganjuk. Gas terus sampai akhirnya tengah malam tiba di Sragen dan tubuh sudah lemas tak berdaya memaksa kami istirahat malam itu.

Keesokkan paginya sudah segar dan segera melanjutkkan gas menuju Joga ( Thian ) dan saya menuju Boyolali. Sebelum subuh kami baru mau masuk daerah Karang Anyar motor Thian kembali mengalami kendala tiba- tiba mesin ngancing kami pikir Sehernya yang ngancing. Mancal lagi sampai Kartasura dan sudah di jemput sedulur Munyuk dari Jogja dan saya sendiri melanjutkan ke Boyolali. Sesampainya di Jogja motor Thian di bongkar dan ternyata magnitnya yang ngancing.

Jumat, 12 September 2014

Pulau terselatan ,Rote & Ibu Kota NTT, Kupang

img_1290

Goa Kristal

Ada yang pernah dengar pulau terselatan Indonesia? pulau Rote ya secara administratif pulau Rote sebagai pulau terselatan yang berbatasan dengan Benua Australia. Tapi ada yang pernah dengar pulau Ndana? ya secara letak memang pulau Ndana ini adalah pulau terluar selatan yang sesungguhnya. Dalam tulisan saya ini lebih banyak bercerita pulau Rote dan Kupang NTT. Saat itu dalam rangka touring menjelajah NTT bersama teman saya Ndank sekalian menuju pulau terluar selatan Indonesia.

Jika dari Jawa setelah melewati Bali, Lombok, Sumbawa, Flores dan tibalah di Kupang. Dari Kupang masih menyebrang lagi dengan ferry ASDP menuju Rote. Selama singgah di Kupang saya bertemu teman baru yaitu kak Merlyen Swedyn orang Kupang yang kedua orang tuanya berasal dari Bugis. Kami berkenalan sebentar kemudian diantarnya kami mampir Goa Kristal. Goa ini sesungguhnya bukan destinasi wisata namun biasanya di gunakan oleh pilot pesawat Lion Air yang sedang singgah di kupang untuk bersantai ngadem di dalam Goa. Goa batuan kapur sedikit menuruni ke bawah minim sinar matahari dan di dasar goa langsung bertemu air laut yang meresap melalui celah- celah batuan karang. Air dasar goa yang bening bahkan sebening kristal memang sungguh indah. Suasana tenang adem benar- benar membuat rileks dan nyaman. Setelah ngadem di dalam goa kristal kami melanjutkan mampir ke pantai Lasiana, pantai yang cukup dekat dengan kota serta dulunya pernah berjaya menjadi destinasi favorit warga Kupang. Pantai cukup bersih dan sepi saat itu. Pantai dengan pasir yang tidak terlalu putih seperti tepung. Angin berhembus sepoi- sepoi menggoyang deduanan pohon lontar. Berjajar rapi di pinggir pantai sedikit memberi kesejukan bagi pengunjung.

Pantai Lasiana

img_1293

Pantai Lasiana

img_1301

Pantai Lasiana

img_1324

Sunset Pantai Lasiana Bulet penuh

Di pantai Lasiana hingga senja berakhir, matahari sebelum tenggelam saat itu benaran sempurna bulat merah membara. Setelah dari pantai Lasiana saya dan Ndank numpang tidur di kantor pemasaran solar industri Kupang Energy. Tadinya pas kami sedang shalat dzuhur di tanya- tanya oleh owner Kupang Energy yang berasal dari Jawa Timur. Pertanyaan tak jauh dari “untuk apa?”, “mau kemana?”, “nginap dimana?” dan dari sana timbul tawaran untuk menginap saja di kantor beliau. Malamnya saya dan Ndank sempat jalan jalan sebentar keliling kota Kupang sama kak Mearlyen. Selain jalan- jalan keliling kota kami juga nongkrong sambil makan jagung bakar, jagung bakarnya enak rasanya memang beda dengan jagung di Jawa. Sepulang dari jalan- jalan saya dan Ndank kembali ke Kupang Energy dan langsung di sambut si bapak saya lupa namanya mengajak makan malam bersama.

Esok harinya saya dan Ndank langsung menuju pelabuhan penyebrangan mengantri pembelian tiket kapal ferry menuju pulau Rote. Alhamdulillah masih kebagian tiket ferry karena memang tiket yang dijual dalam jumlah dan waktu yang terbatas. Pukul 08:00 ferry menuju Rote sudah berangkat dengan perjalanan sekitar 4 jam di tengah laut. Setiba di Pulau Rote kami berfoto ritual seperti biasa foto di bawah gerbang selamat datang. Pulau kecil dengan penduduk yang masih terbilang jarang Alam yang indah namun gersang serta sepertinya tak banyak yang bisa di andalkan dari alam di sini. Padang rumput serta pepohonan lontar tumbuh subur, rumput sangat di dayagunakan untuk atap rumah tradisional dan pohon lontar di manfaatkan nira nya untuk membuat gula merah serta minuman “penghangat” khas Rote. Rumah tradisional kesukaanku masih sangat banyak kami temui di sepanjang perjalanan menuju pantai Nembrala. Pantai Nembrala, pantai dengan ombak yang besar ketika musim angin banyak para turis dari Ausi datang ke Nembrala hanya untuk bermain surfing. Pasirnya putih bersih lembut bahkan selembut tepung hingga beterbangan terbawa angin. Banyak tumbuh pohon kelapa di pinggir pantai di bawahnya tergeletak sampan kayu kecil.

10387619_892400597438952_5536693996595719291_n

Selamat datang Rote Ndao

img_1384

Pantai Nembrala Rote

img_1391

Pantai Nembrala Rote

img_1400

Ombak sedang tidak terlalu besar, surfer hampir tidaak ada

Dari Nembrala saya dan Ndank lanjut lagi yang sebenernya tidak tau mau kemana??? dalam perjalanan entah kemana ini kami berbalik arah saja mendekat pelabuhan sekalian mencari tempat menginap. Sambil jalan saya sambil mencari info ada apalagi selain Nembrala, saya menemukan tulisan yang menuliskan tentang Laut Mati Rote. Berbekal nama daerah saya dan Ndank tanyakan ke orang lokal yang saya temui di perjalanan. Terakhir sebelum senja saya bertanya kepada adek- adek kecil yang sedang mencari sumber air tawar bersih. Katanya laut mati masih jauh, masih sekitar 3 jam perjalanan lagi. Saya dan Ndank tak banyak berharap dan melajukan motor sewajarnya saja sambil menikmati pemandangan di kanan dan kiri. Senja mulai datang perlahan dan laju motor pun kami kurangkan, akhirnya berhenti di tepi jalan dan turun ke pantai. Senja begitu sempurna, warna emas bercampur orange membalut langit dan air laut pantai Batu Termanu ( kami tidak tau kalau ini memang pantai sudah di beri nama). Di pantai dengan sedikit batuan karang berdiri di tepian ini saya dan Ndank mendapat kenalan baru yang juga sekedar mampir di pantai ini. Saya sampai lupa namanya yang saya ingat si mas ini pegawai PLN dan sedang dines di kawasan NTT, beliau berasal dari Tegal. Mas dari Tegal ini sempat menawarkan mess nya untuk kami menginap, namun karena arah nya berlawanan maka saya dan Ndank menolaknya. Hari sudah gelap saya dan Ndank tetap melanjutkan perjalanan mendekat ke Arah pelabuhan. Jalanan gelap gulita khas Nusa Tenggara Timur, rumah- rumah di pinggir jalan sebagian besar masih berpenerangan lampu minyak. Akhirnya tiba di pantai baru ( nama daerah sekitar pelabuhan) kebimbangan pun menimpa kami berdua. Kami terombang ambing bagikan di awan tertiup angin, kalau terombang ambing di laut sudah di lewati setiap menyebrang ke pulau lain hehehe. Mengingat di Rote ini mayoritas nasrani dan hanya ada satu masjid di tengah perjalan ketika menuju Nembrala artinya kami sungkan untuk menumpang menginap di gereja dan tidak mungkin balik lagi ke Papela untuk menumpang tidur di masjid mujahidin. Melihat ada sebuah SMP di Pantai Baru kami punya niatan untuk tidur di emperan ruang kelas atau apapun namun punah sudah harapan kami karena gerbang sekolah di gembok. Urungkan niat dan putar balik ternyata di depan SMP terdapat kantor polisi langsung saja kami beranikan masuk dan parkir motor kemudian berteriak memanggil- manggil ke dalam ruangan namun tidak ada yang menyambut. Ternyata setelah beberapa saat saya menunggu sambil memasak mie instan ( tidak ada warung serta untuk menghemat bujet) datanglah seorang polisi yang sedang berjaga/ Piket. Belum sempat mengutarakan keinginan kami si bapak langsung saja menanyai kami dengan beberapa pertanyaan. KTP kami berdua di minta dan di suruh menulis di laporan buku tamu mereka serta di minta surat keterangan kunjungan/ Touring padahal kami tidak punya. Sebelum akhirnya kami di ijinkan menumpang menginap di kantor polisi Rote kami sempat di ceramahi sedikit karena terlalu nekat berkelana tanpa surat jalan dari Polisi asal kami. Karena tidak ada kasur empuk atau tempat tidur di buka lah salah satu penjara sementara yang di dalamnya ada semacam tandu untuk tidur. Untuk pertama kalinya saya masuk pejara dan tidur di kantor polisi ( bukan karena kriminal 😀 ). Esok pagi harinya sebelum pamitan kami sempat bertemu dengan kepala kantor polisi yang saya juga lupa namanya sempat menceritakan bahwa ada seorang pengembara yang bernama Sutikno yang katanya akan mampir namun sepertinya tidak sempat mampir menemui pak kelapa kantor polisi. Setelah pamitan saya dan Ndank melanjutkan tujuaan kami yang tertunda hari sebelumnya yaitu Laut Mati.

img_1572

Batu Termanu

img_1552

Nyunset di Pantai Batu Termanu

Laut mati di Rote bukan seperti Laut mati yang ada di Timur Tengah ataupun bukan juga laut yang mematikan. Laut mati ini konon katanya air laut yang mengalir masuk ke danau kemudian terjebak dan tidak mengalir lagi ke laut sehingga alirannya mati. Ada juga warga yang menyebutnya Danau air Asin karena air nya tidak bergerak namun airnya berasa asin berasal dari laut. Saya sebut saja Danau laut mati, danau yang tenang dan cahaya pagi itu sangat teduh, sekelebat mata memandang memang tidak ada yang sangat istimewa. Danau air asin biasa dengan pantai/ pinggir danau berpasir putih pohon bakau di sekeliling. Sampan kecil dari kayu coklat pucat sedang bersandar di tepian danau. Suara angin dan kicau burung dari hutan sekitar danau. Bukan Danau nya yang istimewa namun suasana yang tenang sejuk membuat rileks dan damai membuat danau ini istimewa.

objek-wisata-ntt_65981_128_danau_laut_mati

Ekspektasi sumber : http://tourism.nttprov.go.id/tujuan/9-rote_ndao

img_1776

Realita

img_1781

Danau Laut Mati

img_1783

Danau Laut Mati

img_1793

Danau Laut Mati

Pulau terselatan ,Rote & Ibu Kota NTT, Kupang

img_1290

Goa Kristal

Ada yang pernah dengar pulau terselatan Indonesia? pulau Rote ya secara administratif pulau Rote sebagai pulau terselatan yang berbatasan dengan Benua Australia. Tapi ada yang pernah dengar pulau Ndana? ya secara letak memang pulau Ndana ini adalah pulau terluar selatan yang sesungguhnya. Dalam tulisan saya ini lebih banyak bercerita pulau Rote dan Kupang NTT. Saat itu dalam rangka touring menjelajah NTT bersama teman saya Ndank sekalian menuju pulau terluar selatan Indonesia.

Jika dari Jawa setelah melewati Bali, Lombok, Sumbawa, Flores dan tibalah di Kupang. Dari Kupang masih menyebrang lagi dengan ferry ASDP menuju Rote. Selama singgah di Kupang saya bertemu teman baru yaitu kak Merlyen Swedyn orang Kupang yang kedua orang tuanya berasal dari Bugis. Kami berkenalan sebentar kemudian diantarnya kami mampir Goa Kristal. Goa ini sesungguhnya bukan destinasi wisata namun biasanya di gunakan oleh pilot pesawat Lion Air yang sedang singgah di kupang untuk bersantai ngadem di dalam Goa. Goa batuan kapur sedikit menuruni ke bawah minim sinar matahari dan di dasar goa langsung bertemu air laut yang meresap melalui celah- celah batuan karang. Air dasar goa yang bening bahkan sebening kristal memang sungguh indah. Suasana tenang adem benar- benar membuat rileks dan nyaman. Setelah ngadem di dalam goa kristal kami melanjutkan mampir ke pantai Lasiana, pantai yang cukup dekat dengan kota serta dulunya pernah berjaya menjadi destinasi favorit warga Kupang. Pantai cukup bersih dan sepi saat itu. Pantai dengan pasir yang tidak terlalu putih seperti tepung. Angin berhembus sepoi- sepoi menggoyang deduanan pohon lontar. Berjajar rapi di pinggir pantai sedikit memberi kesejukan bagi pengunjung.

Pantai Lasiana

img_1293

Pantai Lasiana

img_1301

Pantai Lasiana

img_1324

Sunset Pantai Lasiana Bulet penuh

Di pantai Lasiana hingga senja berakhir, matahari sebelum tenggelam saat itu benaran sempurna bulat merah membara. Setelah dari pantai Lasiana saya dan Ndank numpang tidur di kantor pemasaran solar industri Kupang Energy. Tadinya pas kami sedang shalat dzuhur di tanya- tanya oleh owner Kupang Energy yang berasal dari Jawa Timur. Pertanyaan tak jauh dari “untuk apa?”, “mau kemana?”, “nginap dimana?” dan dari sana timbul tawaran untuk menginap saja di kantor beliau. Malamnya saya dan Ndank sempat jalan jalan sebentar keliling kota Kupang sama kak Mearlyen. Selain jalan- jalan keliling kota kami juga nongkrong sambil makan jagung bakar, jagung bakarnya enak rasanya memang beda dengan jagung di Jawa. Sepulang dari jalan- jalan saya dan Ndank kembali ke Kupang Energy dan langsung di sambut si bapak saya lupa namanya mengajak makan malam bersama.

Esok harinya saya dan Ndank langsung menuju pelabuhan penyebrangan mengantri pembelian tiket kapal ferry menuju pulau Rote. Alhamdulillah masih kebagian tiket ferry karena memang tiket yang dijual dalam jumlah dan waktu yang terbatas. Pukul 08:00 ferry menuju Rote sudah berangkat dengan perjalanan sekitar 4 jam di tengah laut. Setiba di Pulau Rote kami berfoto ritual seperti biasa foto di bawah gerbang selamat datang. Pulau kecil dengan penduduk yang masih terbilang jarang Alam yang indah namun gersang serta sepertinya tak banyak yang bisa di andalkan dari alam di sini. Padang rumput serta pepohonan lontar tumbuh subur, rumput sangat di dayagunakan untuk atap rumah tradisional dan pohon lontar di manfaatkan nira nya untuk membuat gula merah serta minuman “penghangat” khas Rote. Rumah tradisional kesukaanku masih sangat banyak kami temui di sepanjang perjalanan menuju pantai Nembrala. Pantai Nembrala, pantai dengan ombak yang besar ketika musim angin banyak para turis dari Ausi datang ke Nembrala hanya untuk bermain surfing. Pasirnya putih bersih lembut bahkan selembut tepung hingga beterbangan terbawa angin. Banyak tumbuh pohon kelapa di pinggir pantai di bawahnya tergeletak sampan kayu kecil.

10387619_892400597438952_5536693996595719291_n

Selamat datang Rote Ndao

img_1384

Pantai Nembrala Rote

img_1391

Pantai Nembrala Rote

img_1400

Ombak sedang tidak terlalu besar, surfer hampir tidaak ada

Dari Nembrala saya dan Ndank lanjut lagi yang sebenernya tidak tau mau kemana??? dalam perjalanan entah kemana ini kami berbalik arah saja mendekat pelabuhan sekalian mencari tempat menginap. Sambil jalan saya sambil mencari info ada apalagi selain Nembrala, saya menemukan tulisan yang menuliskan tentang Laut Mati Rote. Berbekal nama daerah saya dan Ndank tanyakan ke orang lokal yang saya temui di perjalanan. Terakhir sebelum senja saya bertanya kepada adek- adek kecil yang sedang mencari sumber air tawar bersih. Katanya laut mati masih jauh, masih sekitar 3 jam perjalanan lagi. Saya dan Ndank tak banyak berharap dan melajukan motor sewajarnya saja sambil menikmati pemandangan di kanan dan kiri. Senja mulai datang perlahan dan laju motor pun kami kurangkan, akhirnya berhenti di tepi jalan dan turun ke pantai. Senja begitu sempurna, warna emas bercampur orange membalut langit dan air laut pantai Batu Termanu ( kami tidak tau kalau ini memang pantai sudah di beri nama). Di pantai dengan sedikit batuan karang berdiri di tepian ini saya dan Ndank mendapat kenalan baru yang juga sekedar mampir di pantai ini. Saya sampai lupa namanya yang saya ingat si mas ini pegawai PLN dan sedang dines di kawasan NTT, beliau berasal dari Tegal. Mas dari Tegal ini sempat menawarkan mess nya untuk kami menginap, namun karena arah nya berlawanan maka saya dan Ndank menolaknya. Hari sudah gelap saya dan Ndank tetap melanjutkan perjalanan mendekat ke Arah pelabuhan. Jalanan gelap gulita khas Nusa Tenggara Timur, rumah- rumah di pinggir jalan sebagian besar masih berpenerangan lampu minyak. Akhirnya tiba di pantai baru ( nama daerah sekitar pelabuhan) kebimbangan pun menimpa kami berdua. Kami terombang ambing bagikan di awan tertiup angin, kalau terombang ambing di laut sudah di lewati setiap menyebrang ke pulau lain hehehe. Mengingat di Rote ini mayoritas nasrani dan hanya ada satu masjid di tengah perjalan ketika menuju Nembrala artinya kami sungkan untuk menumpang menginap di gereja dan tidak mungkin balik lagi ke Papela untuk menumpang tidur di masjid mujahidin. Melihat ada sebuah SMP di Pantai Baru kami punya niatan untuk tidur di emperan ruang kelas atau apapun namun punah sudah harapan kami karena gerbang sekolah di gembok. Urungkan niat dan putar balik ternyata di depan SMP terdapat kantor polisi langsung saja kami beranikan masuk dan parkir motor kemudian berteriak memanggil- manggil ke dalam ruangan namun tidak ada yang menyambut. Ternyata setelah beberapa saat saya menunggu sambil memasak mie instan ( tidak ada warung serta untuk menghemat bujet) datanglah seorang polisi yang sedang berjaga/ Piket. Belum sempat mengutarakan keinginan kami si bapak langsung saja menanyai kami dengan beberapa pertanyaan. KTP kami berdua di minta dan di suruh menulis di laporan buku tamu mereka serta di minta surat keterangan kunjungan/ Touring padahal kami tidak punya. Sebelum akhirnya kami di ijinkan menumpang menginap di kantor polisi Rote kami sempat di ceramahi sedikit karena terlalu nekat berkelana tanpa surat jalan dari Polisi asal kami. Karena tidak ada kasur empuk atau tempat tidur di buka lah salah satu penjara sementara yang di dalamnya ada semacam tandu untuk tidur. Untuk pertama kalinya saya masuk pejara dan tidur di kantor polisi ( bukan karena kriminal 😀 ). Esok pagi harinya sebelum pamitan kami sempat bertemu dengan kepala kantor polisi yang saya juga lupa namanya sempat menceritakan bahwa ada seorang pengembara yang bernama Sutikno yang katanya akan mampir namun sepertinya tidak sempat mampir menemui pak kelapa kantor polisi. Setelah pamitan saya dan Ndank melanjutkan tujuaan kami yang tertunda hari sebelumnya yaitu Laut Mati.

img_1572

Batu Termanu

img_1552

Nyunset di Pantai Batu Termanu

Laut mati di Rote bukan seperti Laut mati yang ada di Timur Tengah ataupun bukan juga laut yang mematikan. Laut mati ini konon katanya air laut yang mengalir masuk ke danau kemudian terjebak dan tidak mengalir lagi ke laut sehingga alirannya mati. Ada juga warga yang menyebutnya Danau air Asin karena air nya tidak bergerak namun airnya berasa asin berasal dari laut. Saya sebut saja Danau laut mati, danau yang tenang dan cahaya pagi itu sangat teduh, sekelebat mata memandang memang tidak ada yang sangat istimewa. Danau air asin biasa dengan pantai/ pinggir danau berpasir putih pohon bakau di sekeliling. Sampan kecil dari kayu coklat pucat sedang bersandar di tepian danau. Suara angin dan kicau burung dari hutan sekitar danau. Bukan Danau nya yang istimewa namun suasana yang tenang sejuk membuat rileks dan damai membuat danau ini istimewa.

objek-wisata-ntt_65981_128_danau_laut_mati

Ekspektasi sumber : http://tourism.nttprov.go.id/tujuan/9-rote_ndao

img_1776

Realita

img_1781

Danau Laut Mati

img_1783

Danau Laut Mati

img_1793

Danau Laut Mati