Selasa 5 Agustus 2014 perjalanan menuju timur di mulai dari Boyolali.
Setelah mendapat restu kedua orang tua saya dan teman saya ndank berangkat menuju Flores. Hari sudah sore kami dari Boyolali melaju menuju Solo kemudian Sragen dan istirahat sebentar di POM Bensin Ngawi. Cukup recharger tenaga kami melanjutkan gas motor melaju menuju nganjuk dan sempat istirahat makan malam di pertengahan hutan Ngawi, setibanya di nganjuk sudah semakin larut malam dan kami berakhir kendara malam itu di Jombang untuk menginap.
Beratapkan bermilyar bintang dan beralaskan rumput taman Pom Bensin Jombang kami tertidur lelap saking capeknya. Terbangun saat masih gelap dan waktu menunjukkan shalat subuh bergegas shalat subuh kemudian sekalian isi bensin dan lanjut gas perlahan sambil mencari sarapan pagi. Tak jauh sekitar setengah jam dari Pom Bensin kami berhenti di warung Soto dan Pecel masih daerah Jombang.
Perut kenyang hati pun senang tangan pun nge gas motor semakin tenang. 6 Agustus 2014 memulai perjalanan dari jombang menuju Surabaya untuk mampir sebentar sekalian mengambil lensa yang saya kirimkan ke rumah Ribut dari Bandung. Sama- sama kea rah Surabaya namun rupanya saya salah ambil jalur dan terjadilah kami berdua nyasar menuju Surabaya melewati lamongan dan Tuban yang artinya memutar lebih jauh. Di tengah perjalanan kami mencari cara agar bisa memotong jalur tengah menuju Surabaya dan benar kami melintasi hutan dan pedesaan memotong melewati Gresik dan masuk ke Surabaya. Karena memutar cukup jauh kami tiba di Surabaya sudah pukul 11:00 dan apesnya tangki bensin motor saya bocor. Segera menuju kantor tempat Ribut bekerja. Ketemu Ribut dan mengambil lensa yang sengaja saya beli untuk explore Flores kemudian lanjut menuju Banyuwangi. Dalam perjalanan keluar dari kota Surabaya kami sempat di berhentikan mas Cholem seorang rider vixion dari Surabaya. Berkenalan dan kemudian kami ngobrol sambil minum- minum di sebuah minimart. Allah sengaja mempertemukan kami dengan mas Cholem, ya karena apa? Karena dari mas Cholem kami mendapat cukup informasi tentang jalur yang akan kami lewati. Pertama informasi jalur yang rawan penjahat adalah di daerah pasuruan yaitu perbatasan sebelum masuk pasuruan atau sekitar Bangil dan perbatasa keluar Pasuruan yaitu perbatasan dengan Probolinggo. Selesai ngobrol dan mas Cholem harus melanjutkan kerjanya dan kami pun melanjutkan perjalanan sebelumnya sempat menambal sementara tangki yang bocor dengan LEM Plastic Steel. Begitu di daerah perbatasan Bangil dan Pasuruan saya langsung menginfokan kepada ndank bahwa yang sedang kita lewati adalah daerah yang di ceritakan mas Cholem sontak ndank langsung “mlotot gas” motornya. Tak lama kemudian di depan terlihat seorang bapak TNI sedang berkendara dan kamipun sengaja mengekor menempel agar lebih aman, namun apa yang terjadi? Begitu jalanan semakin sepi pak Tentara pun tak tanggung- tanggung gas pol habis motornya. Ya memang daerah yang barusan saya ceritakan sangat rawan, jangankan rakyat sipil konon anggota polisi pun pernah menjadi korban pembegalan. Cukup lama kami ngebut dan kemudian jalanan kembali agak rame saya sedikit memelankan kendara karena berbarengan di samping kiri saya sedang melaju kereta searah dengan saya. Sambil menikmati pemandangan senja saya sengaja mengambil gambar bergeraknya kereta. Belum lama kereta menghilang dari pandangan jalanan mulai sepi kembali dan pak TNI sudah belok masuk perempatan jalan yang artinya kami harus nekat berkendara berdua. Terpaksa motor kami paksa lari sekencang- kencangnya dijalanan lurus serta agak mulus namun sangat sepi. Beberapa saat kami mengebut dari belakang terdengar suara knalpot motor besar alias motor ber CC diatas 500. Sempat GR karena mereka sempat memelankan kendaraan mereka dan saya pikir bakal mengawal kami dan berbarengan menuju timur, namun apa rupanya setelah selesai memberikan jempolnya mereka yang berjumlah sekitar 7 kendaraan itu tancap gas sekencang- kencangnya kembali.
Memasuki kota Pasuruan senja telah pergi dan gelap yang menemani perjalanan kami. Lanjut terus sebelum semakin larut malam kami terus melaju hingga keluar Pasuruan dan melewati fase rawan kedua yaitu perbatasan Pasuruan dan Probolinggo dan saya sendiri sudah pasrah sama Allah. Alhamdulillah sampe memasuki Probolinggo kami berdua di berikan keselamatan dan kelancaran. Probolinggo pun kami lewati begitu saja dan terus berjalan hingga akhirnya berhenti istirahat sebentar di Pom Bensin Kraksaan.
Dari kraksaan kami lanjut melaju menuju besuki dan sudah di tunggu sedulur CBesi alias CB besuki. Mas Nino, mas Ubet, mas Fian dan masih banyak lagi sudah stand by di tongkrongan mereka yaitu alun- alun Besuki. Mereka ini pertama kali ketemu adalah ketika saya berangkat touring mencoba kekuatan dan ketahanan CB saya ke Bali bersama Bro Thian, kami berdua di panggil dan diajak ngopi bersama. Ya sungguh kental rasa persaudaraan kami sesame Biker, semula tak kenal sedikitpun langsung melebur seperti saudara dalam manisnya kopi local pantura. Setibanya kami di alun alun langsung di sambut kopi local pantura yang harumnya sudah minta di sruput. Kemudian diawali dengan pertanyaan dari dulur Besuki tentang bagaimana selama perjalanan ada trouble atau kendala selama dijalan?. Langsung saya menyahut menjawab bahwa motor saya sempat kendala karena tangki bensinnya bocor dan baru di tambal sementara. Begitu baiknya mereka sampai malam- malam tidak tidur hanya untuk membetulkan tangki motor saya yang bocor sedangkan saya sendiri yang punya malah disuruh tidur. Bangun pas subuh dan selesai subuh ngecek tangki bensin motor ternyata masih bocor, kemudian nunggu mas nino bangun baru ada saran untuk di las saja. 7 Agustus selesai di las tangki akhirnya sudah sehat dan siap melanjutkan perjalanan.
Melewati hutan Baluran sepanjang sekitar 20 km dengan durasi sekitar 30menit sensasi berkendara di tengah hutan yang tumbuh menjulang tinggi. Kalau malam hutan Blauran ini banyak yang bilang rawan dan beruntungnya kami melewatinya ketika siang hari. Selesai melewati hutan Baluran giliran kami yang mampir ke Taman Nasional Baluran untuk sekedar membuat film dan ambil foto. Sebelum melanjutkan ke pelabuhan ketapang Banyuwangi kami istirahat sebentar dan membeli minuman serta jajanan.
Lanjut gas motor lagi dan tak lama kemudian kami melihat plat nomor motor dengan awalan EA yang artinya motor daerah Sumbawa dan itu artinya searah dengan kami. Tanpa banyak berfikir langsung saya tempel dan meminta ijin untuk ikut bareng sampai Sumbawa. Cak leak panggilannya orang asli malang ini sudah menetap tinggal di Bima Sumbawa. Syukurlah cak leak ini rupanya baik dan sangat bersahabat sehingga kami cepat akrab dan menuju Sumbawa dengan lancar. Menyebrang ke bali sudah magrib dan tiba di Bali sudah pukul 20:00 langsung saja kami lanjut menuju Padang Bai untuk menyebrang ke Lombok. Sampai di Padang Bai sudah menunjukkan pukul 02:00 dan tiba di Lembar sudah terang yaitu pukul 08:00 8 Agustus 2014. Jum’at 8 Agustus 2014 sudah dua hari tiga malam kami dijalan dan sudah sampai di Lombok. Alhamdulillah hari itu Jumat dan kami melaksanakan shalat Jumat di Lombok di mesjid dekat rumah saudara cak Leak, tepatnya adalah saudara istrinya cak Leak dari Bima. Kemudian dari Lombok kami melanjutkan perjalanan menuju Bima bersama cak Leak dan nambah satu lagi bang Didin. Tiba di Pelabuhan Khayangan pukul 15:00 dan langsung mengantri menuju fery. Penyebrangan Khayangan – Pototano tak membutuhkan waktu lama sekitar satu jam kami sudah sampai dan siap melaju melintasi jalanan panjang Sumbawa.
Di sambut sunset Pototano dan pulau Kenawa yang seolah- olah sudah memanggil kami untuk mampir. Sambil menikmati dan merekam indahnya sunset sore itu kami terus melesat menuju kota Sumbawa Besar. Tak terasa sudah 2 jam perjalanan dan kami tiba di Pom bensin Sumbawa besar karena tangki Bensin mulai kosong saya dan bang Didin mengisi bensin dan setelah itu istirahat sebentar sebelum lanjut lagi.
VIDEO TRAILER JELAJAH NUSA TENGGARA TIMUR
Usai isi bensin serta isi perut meskipun sedikit mumpung malam belum terlalu larut kamipun harus segera melanjutkan perjalanan. Tujuan terdekat kami adalah Pom bensin setelah plampang dan itu adalah pom bensin terakhir sebelum mendekati Dompu dan Bima. Melewati hutan tebing dan pinggiran pantai dengan jalur yang lurus dan mulus selama sekitar 4 jam kami tempuh dan tiba di pom bensin yang kami maksud sudah menunjukkan pukul 24:00. Karena sudah capek dan di Pom bensin ini yang layak untuk istirahat kamipun sepakat untuk tidur semalam. Esok harinya 9 Agustus 2014 kami sengaja melaju di pagi hari sebelum matahari menampakkan dirinya. Udara masih sangat dingin padahal jalur kami adalah jalur pinggir laut namun udara yang berhembus begitu dingin. Melaju perlahan dan tak begitu lama setelah matahari memerahkan langit kami berhenti sejenak di tepi pantai sebuah teluk sebelum masuk kabupaten Dompu. Sekedar foto- foto dan menikmati indahnya pantai yang sepertinya belum terjamah turis. Lautan yang tenang dengan perbukitan ditumbuhi rerumputan tipis berwarna coklat muda karena musim kering disinari cahaya matahari kemerah- merahan. Sempurnanya pagi itu menyambut kedatangan saya di tanah Sumbawa, sayangnya ada yang kurang yaitu secangkir kopi hitam. Selesai foto- foto dan cak leak menghabiskan sebatang rokok kami lanjut lagi menuju Dompu.
Tiba di Dompu kami istirahat lagi di gerbang selamat datang Kabupaten Dompu tadinya sudah janjian dengan mas sugi bogrek CB Surabaya yang sedang mengunjungi kakaknya mas Hendra CB Dompu. Setelah sekitar satu jam mas sugi tidak ada kabar mungkin masih tidur kamipun melanjutkan perjalanan menuju Bima. Tak jauh dari kota Dompu kami mengisi bensin di Pom Bensin daerah OO dan mampir sebentar di rumah teman cak Leak sesama orang Malang. Berbincang- bincang dan disuguhi kopi serta jajajan pasar kemudian tak lama kami berkenalan dan mengobrol kami harus pamitan dan melanjutkan perjalanan. Meskipun sudah lepas dari Dompu saya kira sudah dekat tiba di Bima namun ternyata masih sekiar 2 jam kami untuk tiba di Bima.
Di Bima bang Didin berpisah karena memang tinggalnya di Bima kemudian kami bertiga melanjutkan menuju Wera. Masih satu jam perjalanan menuju Wera, desa dimana cak Leak dan keluarga Istrinya tinggal. Di rumah panggung sederhana di atas persawahan dan di bawah bukit batuan padas. Tak begitu lama saya dan Endang singgah di rumah cak Leak dan pukul 15:00 kami sudah harus melanjutkan perjalanan menuju Sape. Sesuai iming- iming cak Leak kami sempatkan untuk mampir ke Pulau Ular. Jalur yang kami lewati tak hanya rusak namun juga ekstrim karena naik turun dan berkelok serta kanan kiri terkadang jurang. Seusai dari pulau Ular hari sudah gelap dan jalanan “ancur” yang kami lewatin pun tak sedikitpun ada penerangan. Kami haru hati- hati dan meraba jalan yang kami lewati bukan cepat sampai malah terperosok kedalam jurang jika kita terburu- buru dan tidak hati- hati. Selama 3 jam perjalanan menyusuri jalanan hancur naik turun berkelok berdebu dan berkerikil akhirnya terlihat sebuah desa sepertinya semakin dekat dengan Sape. Ternyata benar setelah melewati desa kamipun tiba di Sape. Langsung menuju rumah mas Ainul teman cak Leak untuk mendapatkan informasi jadwal penyebrangan menuju Labuhan Bajo. Rupanya kami salah perkiraan, setau kami bahwa penyebrangan hanya ada di pagi hari ternyata sudah bertambah armada ferynya dan sore harinya adalah jadwal terakhir penyebrangan menuju Labuhan Bajo karena cuaca buruk keesokan harinya tidak ada. Malam itu kami di titipkan menginap di losmen teman cak Leak, namun karena kamar penuh kami pun tidak bisa tidur di kamar losmen dan dengan kreatifnya memilih tidur di loteng losmen ( karena gratisan tidak usah banyak nuntut ).
Minggu 10 Agustus 2014 tidak ada penyebrangan menuju Labuhan Bajo karena cuaca buruk. Sudah banyak fuso dan truck mengantri untuk penyebrangan hari itu. Beberapa orang memilih balik ke Bima untuk menyebrang melalui kapal Pelni atau kapal kusus penumpang. Saya dan Endang bertahan di Pelabuhan Sape sambil menunggu kabar baik. Disela- sela penantian kami berdua pun tidak mau berdiam diri. Di seberang pelabuhan Sape terdapat pulau kecil di huni oleh suku Bajo, dan nama pulau itu adalah Kampung Bajo Pulo. Menghabiskan waktu seharian di pulau kecil namun pesona pantai pasir putihnya begitu indah. Di atas pantai terdapat perbukitan karang dan sebuah goa yang di huni oleh burung wallet. Seusai dari kampong Bajo Pulo kami mendapat kabar burung bahwa ada kemungkinan fery berlayar malam hari itu. Segera mencari info apakah benar akan berlayar malam hari itu juga. Sampai senja kami belum mendapat info yang akurat sambil menunggu kabar kami menghabiskan waktu di mesjid Sape menikmati sunset. Ternyata benar kabar burungnya semakin kuat bahwa fery akan berlayar saat tengah malam karena angin saat malam tidak kencang dan ombak juga tidak tinggi. Sehabis isya kami sudah mulai siap- siap memasukkan barang bawaan dan motor ke dalam fery. Pukul 22:00 pelabuhan Sape resmi membuka loket untuk pelayaran malam itu juga, dan fery di berangkatkan tepat pukul 24:00.
Pantai Pasir Putih Bajo Pulo
Senin 11 Agustus 2014 kami tiba di Labuhan Bajo, Surga baru para traveler. Labuhan Bajo sebuah kota kecil dengan sejuta keindahan. Dengan unggulannya Pulau Komodo sebagai daya tarik wisata mampu menyedot wisatawan baik Asing maupun Domestik. Kami di Labuhan Bajo tak banyak membuang waktu, menyempatkan eksplore Goa Batu Cermin, Bukit Cinta, Puncak Waringin kemudian hari itu kami akhiri perjalanan di Cunca Wulang. Ya karena sudah malam kami menginap di Cunca Wulang di rumah kakak Wens. Esok harinya Selasa 12 Agustus melanjutkan menuju Cunca Rami kemudian danau Sanonggoang dan mengakhiri kunjungan wisata di Spiderweb desa Cancar. Sesuai rujukan mas Agung rider CB Sragen yang kerja di fery kami menginap di kontrakan kang Aryo CB Majalengka yang tinggal di Ruteng.
Foto Bareng CB mas Aryo Majalengka di Ruteng
Rabu 13 Agutus 2014 Ruteng Manggarai Flores, hari itu kami berdua mengunjungi desa adat Waerebo. Dari Ruteng 80 km menuju desa terakhir yang bisa di jangkau dengan kendaraan yaitu desa Denge, kemudian dilanjutkan trekking 8 km menaiki gunung (bukan gunung juga sih) selama 2 jam. Turun dari Desa Waerebo kami sempat mampir di pantai ntah apa nama pantainya dengan batuan bulat lembut seperti telur. Pantai tanpa pasir dan semua di isi oleh bebatuan bulat seperti telur. Menikmati Sunset (bukan sunsetan juga karena matahari tenggelam di depan pantai bukan di atas lautnya) sambil mendengarkan deburan ombak serta mengambil foto. Selesai menikmati sunset pantai batu telur kami menuju Ruteng melewati Iteng, ya jalur yang berbeda dengan keberangkatan kami yaitu lewat desa Todo. Seperti yang sudah sudah yaitu melewati jalanan gelap gulita tanpa penerangan kanan kiri hutan belantara. Tiba di Ruteng sudah pukul 20:00, bersihin badan kemudian ngobrol sebentar dengan kang Aryo dan istirahat.
Kamis 14 Agustus 2014 kami meninggalkan Ruteng menuju Bajawa dan Riung. Melewati dan mampir di danau Ranamese yang masih dekat dengan Ruteng. Kemudian lanjut lagi sampai akhirnya tiba di gerbang masuk Bajawa, sebelum masuk Bajawa kami sempatkan mengunjungi desa Adat Bena
Bajawa hanya lewat saja karena tujuan berikutnya adalah Riung. Dari Bajawa kami melalui beberapa desa dengan jalur sudah rusak kemudian mulai masuk jalur hutan dan bertebing. Semakin malam semakin gelap karena tak ada penerangan sedikitpun dan jalan semakin tak karuan. Desa- desa sudah jauh dan tak terlihat lagi desa baik di belakang maupun di depan kami, hanya kami berdua melewati jalanan sepi. Selama 2 jam kami melewati jalanan sepi rusak dan berliku dan akhirnya tiba di Riung pukul 19:00.
Jumat pagi tanggal 15 Agustus 2014 saya dan Endang menikmati indahnya sunrise di puncak bukit Bog S. Seusai subuh kami berdua sudah standby menanti sang fajar terbit. Sebuah bukit di tepi jalan berkelok, orang setempat menyebutnya Bog S. Foto- foto hingga sekitar pukul 08:00 dan menuju arah Dermaga pantai Riung untuk menanyakan bagaimana jika ingin keliling mengunjungi taman laut 17. Selesai dari dermaga sekalian nyari sarapan sebelum kembali ke rumah dinas mas Faiz. Saat di Riung kami mendapat tumpangan di rumah dinas dokter muda bernama Faiz. Pak dokter yang berasal dari Kupang ini dahulunya kuliah di Undip dan bertemu dengan teman saya Andina, darisitulah saya akhirnya mendapat tumpangan menginap di rumah mas Faiz. Jumat malam kami berdua masih menginap di Riung dan baru lah Sabtu Pagi 16 Agustus kami melanjutkan perjalanan menuju Ende.
Dari Riung melewati Nagekeo dan Aegela kami terus melaju hingga sampai akhirnya tiba di perbatasan dan mampir di Pantai Blue Stone. Tiba di kota Ende sudah pukul 15:00 sebentar lagi senja dan langit saat itu mendung. Selesai makan siang mampir ke tempat penjualan kain khas Ende kemudian ingin lanjut ke Kelimutu. Dalam perjalanan mencari arah ke Kelimutu saya sempat melihat sebuah bengkel sedang memperbaiki motor CB. Mampirlah kami berdua setelah di teriakin suruh mampir dan akhirnya cukup lama ngobrol- ngobrol kemudian bengkel tutup kami diantar keliling kota Ende kemudian diantar sampe jalur menuju Kelimutu.
Selepas magrib kami diantar kaka syam pemilik bengkel sampai perbatasan menuju Kelimutu. Pesan kaka syam cuma satu yaitu hati- hati ketika melewati jalur khas pegunungan menuju Kelimutu. Dengan jalur di kanan tebing yang sering longsor dan di kiri adalah jurang. Ya benar malam itu kami harus ekstra hati- hati dan tak bisa memacu motor dengan kencang. Banyak runtuhan batu longsor dari atas tebing dan jalanan licin sebab saat kami melintas sedang gerimis. Setibanya di pos Kelimutu setelah melewati jalanan licin berkabut dan gerimis kami di beritumpangan menginap oleh penjaga Pos Kelimutu. Pagi harinya 17 Agustus 2014 tepat di hari kemerdekaan RI disambut oleh gerimis dan kabut sedari subuh, ya mendapat sunrise di puncak Kelimutu gagal sudah. Sampai akhirnya pukul 09:00 kabut dan gerimis tak juga reda saya paksakan nekat untuk naik. Usaha masih belum ada jalan terang ya memang masih berkabut namun apa boleh buat kami sudah datang jauh- jauh dari Jawa. Sekedar iseng- isengbahkan bisa di bilang seperti orang autis bikin video dan foto- foto alay berdua. sudah nyerah menunggu 2 jam kabut tak juga turun kami yang akan turun. Dua langkah kaki akan turun seorang ibu berkata padaku ” tunggu sebentar e kabut pergi sudah ” dengan logat floresnya ibu itu menahanku agar sedikit bersabar. Dan benar kabut perlahan berkurang terlihat lah kawah Kelimutu namun tak lama kemudian kabut datang lagi. Tak ada satu jam kamipun menikmati keindahan danau Kelimutu dan kemudian turun untuk melanjutkan perjalanan.
Setelah Kelimutu kami menuju Maumere melewati Wolowaru dan Paga. Di Maumere kami menginap di masjid raya Maumere kemudian lanjut lagi menuju Larantuka dan sempat mampir di Tanjung Darat. Menyebrang dari Tanjung Darat menuju pulau kecil berpasir yaitu pulau Pangabatan. Dari Tanjung Darat lanjut lagi menuju Larantuka. Tiba di Larantuka sudah malam dan kami menginap di sebuah Masjid yang cukup besar namun kata uda Hendra takmir masjidnya masjid Rayanya bukan disitu.
19 Agustus 2014 kami sudah menyebrang menuju Lembata dan artinya sudah dekat dengan pulau Alor yang menjadi impian saya beberapa bulan sebelum berangkat. Mampir di pulau Lembata semalam dan banyak kenangan di Lembata ini. Sayang sekali kami tidak sempat mampir ke Lamalera melihat desa pemburu Paus. Karena suatu alasan kami skip untuk desa Lamalera dan lanjut menuju Alor lewat Balauring. 20 Agustus 2014 dari Balauring kami berangkat menuju pulau Alor dengan perahu kayu kecil hanya muat 2 motor dan 8 penumpang manusia.
Tiba di Pulau Alor sudah sore waktu menunjukkan 16:50 waktu Indonesia Tengah.Kedatangan kami di Alor langsung di sambut sekumpulan dolphin yang sedang melintas. Menyusuri teluk menuju pelabuhan Kalabahi di samping kanan kiri beberapa tempat berdiri rumah panggung dan beberapa perahu kecil bersandar. Turun dari perahu kemudian kami mencari warung makan karena dari siang di perahu kelaparan belum makan. Selesai makan sekalian mencari masjid dan mencari alamat teman si Ndank sesama Freediver yaitu Agushong. Malamnya bertemu Agushong dan Syam kami ngobrol banyak tentang bagaimana perjalanan kami berdua.
Malam itu kami berdua dapat tumpangan di kos- kosan Agushong dan untuk beberapa hari kedepan juga akan menumpang. Esok harinya kami berburu matahari terbit di pantai Mali, pantai dengan ikon Pohon kesendiriannya. Di sambung berburu kabut pagi hari teluk kalabahi dan kemudian pulang ke kosan. Agak siangnya kami berburu ikan dan karang di laut Alor Kecil. Hari kedua di Alor Jumat 22 Agustus 2014 kami menuju desa Adat Takpala dan kemudian malam harinya Kemah ( kosa kata daru syam ) di Kepa Island. 23 Agustus 2014 disambut matahari membakar langit Alor kami menghabiskan hampir seharian di pulau Kepa dengan bersnorkling di sekitar pulau Kepa. Sore hari sebelum sunset kami menikmati karang dan ikan warna- warni di Sabanjar dan kemudian di lanjutkan menghabiskan senja di Kokar beach.
Minggu 24 Agustus kami meninggalkan Alor menuju Kupang, yang Kupang sebagai jembatan selanjutnya menuju Pulau Rote pulau Terluar selatan Indonesia. Dengan kapal Fery menuju Kupang membayar 255.000 rupiah dengan lama pelayaran 15 jam. Berangkat pukul 17:00 dari pelabuhan Kalabahi dan tiba di Kupang 08:00 25 Agustus 2014 pada hari Senin. Sudah janjian dengan teman baru yang kami kenal di Grup Facebook Kupang Backpacker yaitu kaka Mearlyn kurniawati. Bertemu kaka Mearlyn kemudian lanjut langsung menuju Goa Kristal desa Solok. Setelah dari Goa Kristal lanjut menghabiskan senja di Pantai Lasiana Kupang, pantai sebagai ikon kota Kupang.
26 Agustus 2014 setelah semalam menumpang menginap di kantor cabang Kupang Energy sebuah perusahaan pemasok minyak untuk kebutuhan industri kami berdua menuju pulau Rote pulau terluar Indonesia bagian selatan. Dengan kapal Ferry dari pelabuhan solok Kupang dan harga tiketnya 53 ribu tiket orang dan 105 ribu tiket sepeda motor. Tiba di Pulau Rote langsung saja menuju pantai bagian barat Rote yaitu pantai Nembrala. Angin sedang kencang dan ombak juga sedang tinggi dan saat itulah kesukaan bule untuk surfing. Bertolak dari pantai Nembrala menuju Pantai Laut Mati, namun baru sampai daerah pantai baru hari sudah malam dan kami pun menginap di kantor polisi. Setelah mendapat ijin dan ngobrol sebentar saya pun istirahat karena esok hari masih harus ke Pantai Laut Mati dan langsung balik ke pelabuhan Rote karena siangnya ada Ferry menyebrang menuju Kupang. Baru tiba di Kupang sudah harus siap- siap meninggalkan Kupang karena jatah waktu kami berkeliling sudah habis.
28 Agutsu 2014 kami sudah berada di Ferry menuju Aimere Flores, Arah kembali ke barat menuju Pulau Jawa. Dalam perjalanan kembali ke barat kami sempatkan untuk mampir sebentar di Sumbawa yaitu pulau Bungin dan sudah niat untuk mampir desa Mantar namun karena satu dan suatu hal akhirnya kami tunda dulu sampai waktu yang belum tau. Kemudian dari Sumbawa kami mampir lagi di Lombok di Bukit Pergasingan Sembalun. Di bali kami hanya menumpang lewat saja dan saat itu kami memlilih jalur Singaraja yang lebih sepi jika harus melewati Denpasar. Dan masuk pulau Jawa kami sempat menjenguk mas nino CB Besuki yang habis laka lantas dan malahnya lagi adalah di suruh menginap dulu istirahat semalam sebelum melanjutkan perjalanan. Dari Besuki melanjutkan perjalanan dari pagi hari dan saya sampai di Boyolali adalah magrib.
Itulah cerita panjang perjalanan menuju Nusantara Timur.
video Full Part Explore NTT
Video RoadTrip
Untuk ringkasan perjalanan seperti biaya dan rute akan saya tuliskan di bawah :), Terima kasih sudah mampir dan menyempatkan cerita panjang saya.
Biaya :
Bensin
Teras Boyolali 25000 || Jombang 25000 || Situbondo 25000 || Negare Bali 25000 || Tabanan 20000 || Mataram 20000 || Lombok 23000 || Lombok Timur 13000 || Sumbawa 20000 || Plampang Sumbawa 20000 || Bima 20000 || Wera 15000 || Labuhan Bajo 15000 || Lembor ngecer 26000 || Ruteng 20000 || Borong 15000 || Nagekeo 25000 || Maumere 25000 || Lembata 26000 || Alor 26000 || Kupang 27000 ||
pulang ke Jawa ||
Borong 15000 || Sape 27000 || Bima 15000 || Plampang 22000 || Alas 25000 || Lombok 30000 || Singaraja 25000 || Banyuwangi 25000 || Kraksaan 30000 || Mojokerto 15000 || Sragen 15000
Total Bensin Pas banget 700000
Kapal Ferry & Perahu wisata
Banyuwangi – Bali 19000 || Padang Bai – Lembar 112000 || Khayangan – Pototano 53000 || Sape – Labuhan Bajo 150000 || perahu Riung 175000 || Larantuka – Lembata 60000 || Perahu Pangabatan 50000 || Lembata – Alor 150000 || Perahu Kepa 20000 || Perahu Snorkling Alor 110000/orang || Alor – Kupang 255000 || Kupang – Rote 48000 || Rote – Kupang 48000 || Kupang – Aimere 250000 ( kena dispensasi dr dulur Ali TNI dr Malang ) || Bajo – Sape 148000 || Pototano – khayangan 53000 || Lembar – Padang Bai 112000 || Bali – Banyuwangi 19000 || total Kapal dan Perahu 1832000 ,,, masih ada beberapa perahu wisata yang lupa belum di masukkan
Penginapan 0 rupiah
Makan sengaja tidak di hitung karena selera setiap orang beda- beda.
Biaya Kasar Total 4000000