Senin, 14 Oktober 2013

[ BANTEN ] Ujung Kulon

Dua tahun lebih keinginan saya terpendam untuk dapat mengunjungi Taman Nasional Ujung Kulon ini. Dengar dari berbagai cerita, membaca dari berbagai media cetak, dan melihat foto dari berbagai media maya membuat saya benar- benar ingin mengunjungi Taman Nasional Ujung Kulon. Letaknya yang di poncot ujung barat pulau Jawa dan masih sangat jarang di kunjungi orang membuat perjalanan menuju kesana tidaklah mudah.

Kali ini saya tidak sendiri atau cuma bepergian dengan grup kecil namun saya ngikut Cak Hafiz & Cak Andi serta satu temen baru lagi yaitu bang Diky. Berangkat dari Plasa Semanggi sebagai meeting poin awal kami hari jumat pukul 21:00. Selesai absen peserta satu demi satu akhirnya lengkap juga dan kami siap berangkat menuju Ujung Kulon. pukul 22:00 dan sempat berhenti di rest area Tol Serang untuk sekedar melengkapi logistik. Selesai istirahat sejenak dan sekedar membeli minuman dingin kami segera melanjutkan perjalanan. Saya terbiasa memanfaatkan waktu perjalanan malam hari untuk tidur karena tidak ada juga yang dapat di nikmati sepanjang perjalanan. Selang beberapa jam perjalanan sekiranya sudah menunjukka pukul 03:xx WIB bus yang kami tumpangi sering melakukan rem mendadak dan banting setir kanan kiri, rupanya jalanan yang kami lalui mulai jelek dan naik turun. Mulai pukul 03:xx itulah saya tidak dapat menikmati tertidur pulas lagi. Tak beberapa lama pukul 04:00 WIB kami sudah tiba di desa Sumur, desa terakhir yang dapat di lalui kendaraan darat untuk menuju Ujung Kulon.


Sambil menunggu hari terang yang muslim melakukan shalat subuh dan yang non muslim ada yang sekedar tidur sebentar dan ada juga beberapa iseng jalan menyisir sekitar desa. Matahari dengan cahaya merah kekuningannya mengiringi perjalanan sejengkal dua jengkal menuju Pantai Pelelangan Ikan Desa Sumur. Dari Pantai ini perjalanan laut kami di mulai, dengan lama perjalanan sekitar 4 jam menuju pulau peucang sebagai destinasi pertama kami. Pulau Peucang adalah salah satu pulau yang terletak di ujung dan dekat dengan Ujung Kulon serta sebagai Pulau terdekat dengan Ujung Pulau Jawa. Pulau yang bersih luasnya pun tak seberapa luas. Pulau dengan beberapa bangunan penjagaan milik Kehutanan serta 3 penginapan milik PT Ujung Kulon Indonesia. Pulau dengan berjajar dan berdesak- desak pohon tinggi raksasa dengan pohon perdu kecil serta semak belukar. Pulau ini benar- benar masih alami dan indah. Air pantai yang bening dan pasir putih lembut selembut tepung terigu turut menyumbangkan kelebihan bagi pulau ini. Disaat cuaca cerah dan tidak banyak pengunjung pulai ini sangat tepat untuk menenangkan diri atau sekedar bersantai sambil menikmati tiupan angin sepoi- sepoi.

Pelelangan Ikan Sumur
Pantai Pelelangan Ikan Sumur
Pulau Peucang
Pulau Peucang
Pulau Peucang

Selain menikmati bersihnya pantai Pulau Peucang kami juga meng-explore kawasan hutan serta Pantai yang ada di balik Pulau Peucang ini. Dengan menempuh treking selama satu jam kami tiba di Karang Copong yaitu bongkahan karang yang terkena hempasan ombak selama ratusan tahun hingga beberapa bagian ada yang copong/ berlubang/ terkikis. Ombaknya yang besar namun genangan air yang begitu bening hampir menghipnotis saya untuk terjun bebas ke laut. Udara sejuk bertiup kencang menyibakkan rambut padahal rambut saya sudah di habisi, artinya anginnya sangat kencang. Istirahat secukupnya kira- kira satu jam bersantai dan menikmati deburan ombak dari atas karang serta pemandangan langit biru menghampar luas. Waktu kami tak banyak karena masih ada penggembalaan Banteng di Cidaun yang belum kami kunjungi maka sesegera mungkin kami kembali ke dermaga Pulau Peucang.

Kidang
Ngasih Makan Kidang

Tak jauh dari Pulau Peucang Cidaun sebagai tempat penggembalaan Banteng dapat kami tempuh selama 30 menit. Dalam hamparan luas padang rumput dan beberapa pohon besar menjadi rumah bagi para Banteng Jawa. Banteng Jawa rupanya malu kepada manusia sehingga kami hanya dapat melihat dari jarak yang jauh. Tak lama juga kami singgah di Cidaun ini harus segera melanjutkan ke Pulau Handeleum sebagai Pulau singgah untuk istirahat. Karena memang dari Cidaun sudah sore kami tiba di Pulau Handeleum malam hari. Rumah panggung terbuat dari kayu melengkapi area hutan bertepi pantai serta berpenghuni Rusa, Merak dan Babi hutan. Dibagian depan dekat menuju Dermaga rupanya telah selesai di bangun Penginapan baru dengan konsep non panggung dan terbuat dari tembok. Tak seperti biasanya saya merekam keindahan taburan bintang, saat itu saya langsung tidur karena benar sudah merasa capek langitpun tak seindah seperti biasa.

 

Pagi hari disambut matahari malu bersembunyi di balik awan tebal bertiup angin pantai mendirikan bulu kudukku. Disaat yang lain masih menikmati keindahan mimpi- mimpi mereka saya sudah bergegas menuju dermaga siapa tau ada pemandangan yang berbeda. Kamera mengarah ke sumber cahaya merah serta di hiasi oleh framing ranting- ranting pepohonan. Diatas jembatan dermaga Pulau Handeleum saya rekam sambutan matahari pagi yang hangat namun malu kepada saya. Sekiranya matahari semakin tak bersahabat artinya sudah menyengat kulit maka saya pun akhiri perburuan rekam gambar. Kembali ke homestay sudah di tawari oleh teman- teman segelas teh tarik hangat. Minum teh hangat sambil melihat kawanan Rusa liar yang berseliweran lewat depan homestay dan tak malu- malu untuk mendekat. Beberapa teman saya bercanda bersama Rusa dengan memberi makan dan berfoto bersama.

 

Saatnya sudah tiba yaitu bermain kano atau sampan kecil menyusuri sungai muara cigenter. Sungai berair hijau tenang dan bening dengan di pagari oleh pepohonan perdu berlatar music sesiulan burung- burung liar ala pulau. Terkadang mereka yang buas menampakkan hidungnya, ular, biawak, bahkan mungkin ada juga buaya muara kali ya hahahaha… mendayung perlahan tak terasa kami sudah cukup lama mengarungi sungai muara Cigenter ini.

[ BANTEN ] Ujung Kulon

Dua tahun lebih keinginan saya terpendam untuk dapat mengunjungi Taman Nasional Ujung Kulon ini. Dengar dari berbagai cerita, membaca dari berbagai media cetak, dan melihat foto dari berbagai media maya membuat saya benar- benar ingin mengunjungi Taman Nasional Ujung Kulon. Letaknya yang di poncot ujung barat pulau Jawa dan masih sangat jarang di kunjungi orang membuat perjalanan menuju kesana tidaklah mudah.

Kali ini saya tidak sendiri atau cuma bepergian dengan grup kecil namun saya ngikut Cak Hafiz & Cak Andi serta satu temen baru lagi yaitu bang Diky. Berangkat dari Plasa Semanggi sebagai meeting poin awal kami hari jumat pukul 21:00. Selesai absen peserta satu demi satu akhirnya lengkap juga dan kami siap berangkat menuju Ujung Kulon. pukul 22:00 dan sempat berhenti di rest area Tol Serang untuk sekedar melengkapi logistik. Selesai istirahat sejenak dan sekedar membeli minuman dingin kami segera melanjutkan perjalanan. Saya terbiasa memanfaatkan waktu perjalanan malam hari untuk tidur karena tidak ada juga yang dapat di nikmati sepanjang perjalanan. Selang beberapa jam perjalanan sekiranya sudah menunjukka pukul 03:xx WIB bus yang kami tumpangi sering melakukan rem mendadak dan banting setir kanan kiri, rupanya jalanan yang kami lalui mulai jelek dan naik turun. Mulai pukul 03:xx itulah saya tidak dapat menikmati tertidur pulas lagi. Tak beberapa lama pukul 04:00 WIB kami sudah tiba di desa Sumur, desa terakhir yang dapat di lalui kendaraan darat untuk menuju Ujung Kulon.



Jumat, 04 Oktober 2013

[ MALANG ] Jelajah Liar Mahameru & Bromo [ INI INDONESIA ]

Setelah beberapa kali terdapat hambatan- hambatan yang akan menggagalkan acara pendakian menuju Mahameru dan Bromo. Tibalah saatnya periksa kesehatan ke klinik untuk mendapatkan surat keterangan sehat. Semenjak 3 hari sebelum datang ke klinik saya sudah merasakan ada yang tidak beres dengan Jantung. Ada saatnya denyut jantung sangat lemah memompa darah mengalir ke seluruh tubuh. Sepertinya karena kecapean setelah di gempur shift yang membabi buta dua minggu belakangan. Nut... nut... nut Tensimeter menekan lengan kiri saya. Pengukuran pertama saya masih rileks namun terjadi keanehan karena Tensimeter tidak menunjukkan angka yang signifikan bahkan terus turun serasa tak ada denyut di nadi kiri saya. hingga empat kali percobaan yang akhirnya saya benar- benar cemas jikalau memang saya sedang tidak fit. Namun apa yang terjadi dokter berbicara lain bahwa tekanan darah saya normal, saya pun pasrah apakah dokter berbicara jujur atau karena memang ingin memberikan izin naik gunung kepada kami. 

St. Pasar Senen