Tampilkan postingan dengan label jelajah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jelajah. Tampilkan semua postingan

Senin, 07 Agustus 2017

Meeting Di Banyuwangi Bablas Ngeluyur

Hemm judulnya meeting ke Banyuwangi, ya memang tujuan utamanya adalah meeting diudangan salah satu operator seluler terbesar di indonesia. Tapi di balik meetingnya ada apakah? nah cerita sesungguhnya adalah di balik meeting inilah. Meetingnya sih hari Rabu, selasa sore ya kira- kira habis magrib kami berangkat. Saya, Mas Nur dan Budi adanya Avanza yaudah yang ada aja di gas wusss dengan jalur Tuban- Lamongan- Gresik- Pasuruan- Probolinggo- Situbondo dan Banyuwangi. Tuban sampai Gresik biasa aja karena sudah sering lewat jalur itu, selepas keluar tol pasuruan jalan rame oleh truck besar dan bis. Jalan terbilang ramai agak lancar kadang macet kadang lancar begitu seterusnya sampai Probolinggo. Ya memang di beberapa ruas jalan sedang ada perbaikan jalan yang berlubang. Setelah melewati Probolinggo jalan menjadi cukup lancar, Probolinggo- Besuki lancar meskipun tidak terbilang sepi namun tidak sampai membuat arus merayap. Karena kami bertiga driver semua dan saat itu kondisi masih prima jadilah kami gas terus sampai Banyuwangi. Sebelum masuk kota Banyuwangi kami mampir foto- foto sunrise sebentar di Watudodol. Ternyata memang spot Watudodol ini sering di gunakan oleh traveler yang sedang melintas untuk mampir sekedar istirahat dan foto- foto. Suasana masih gelap, dibelakang saya ada satu truck Fuso dan di depan ada motor sejenis CB150R. Langit agak mendung dengan semburat kemerahan orang- orang masih santai dengan duduk di pinggir jalan sambil menikmati angin sepoi- sepoi. Saya turun agak mendekat ke pantai yang tak begitu luas dengan ombak cukup besar. Di sebelah kanan ada beberapa orang sedang memancing. Di ujung laut sana mondar mandir perahu kecil milik nelayan setempat kemudian di susul ada kapal tongkang yang lewat tepat ketika matahari mulai menampakkan dirinya. Langit dari gelap berawan tebal kelabu berubah menjadi merah menyala mencorat coret mewarnai pagi itu. Saya arahkan kamera HP saya cekrek- cekrek beberapa foto sunrise dengan POI kapal tongkang kemudian berganti orang memancing dan arus liuk ombak yang lewat di depan saya. Lumayan pembukaan yang waw sebelum meeting dapat bonus sunrise di Watudodol. Karena sudah mulai siang kami melanjutkan perjalanan menuju hotel lokasi diadakannya meeting. Sebelum meeting kami mencari masjid untuk numpang mandi kemudian sebentar nyari sarapan baru menuju tempat meeting. Undangan meeting yaitu pukul 09:00 dan selesai pada pukul 13:00, ya cukup singkat meeting saat itu. Nah setelah meeting inilah cerita sesungguhnya di mulai. IMG_0639 IMG_0645 IMG_0728 IMG_0750 IMG_0755 Udah pada tau kan dari Banyuwangi yang paling dekat kemana? apa Bali?? iya sih bener Bali tinggal nyebrang naik fery 30menit sampai. Karena kalau ke Bali mungkin pembaca sudah bosen makanya kami belok arah balik ke Barat namun pakai mampir dulu. Iyakkk betul kami mampir ke Kawah Ijen, gak bosen thur ke Ijen mulu? enggak sih meskipun sudah berkali- kali ke Ijen tetep aja syahdu. Iya jadi siang itu hari Rabu kami langsung naik ke Kawah Ijen. Dari Banyuwangi kota cuma 1 jam perjalanan dan sekarang jalan sudah bagus jadi avanza pun tidak perlu khawatir untuk naik sampai ke paltuding dimana kendaraan bermotor masih bisa akses. Saran saja jika driver belum berpengalaman naik turun gunung mendingan serahkan kemudimu kepada teman yang sudah sering lewatin medan pegunungan. Jalur dari Banyuwangi menuju Paltuding melewati Jambu- Licin- erekerek dan tibalah di Paltuding. Jalur Banyuwangi- Paltuding ini tergolong sempit nanjak berkelok menakjubkan membuat supir jadi tidak ngantuk lagi. Apalagi dengan pemandangan kanan kiri hutan yang masih lebat. Sesampainya di Paltuding ternyata Ding Dung Dong… loket dan pintu masuk menuju jalur pendakian sudah tutup dan infonya di buka lagi nanti pukul 02:00 untuk loket dan pintu masuk pendakian pada pukul 03:00. 26001306_1825319654147037_3068835407375987475_n Dan tau gak dari sore hingga malam mau ngapain? mana susah sinyal pula kan di Paltuding. Daripada bosan kedinginan dan gak bisa mantau kerjaan di line grup akhirnya kami jalan- jalan turun sebentar mencari sinyal. Hemm bukan untuk update medsos sih nyari sinyalnya tapi kerjaan kami masih bergantung sama sinyal euy jadi mau gak mau harus tetap terhubung dengan team yang lain. Tak jauh dari Paltuding kami tiba di sebuah pos pengecekan pengunjung yang akan menuju Paltuding. Kami berhenti sambil ngobrol dengan penjaga pos sambil standby mantau kondisi Grup kerjaan kami. Hehehe kerjaan aman liburan pun tenang, bukan begitu?? iya donk harus begitu. Di pos penjagaan ini di belakangnya adalah kebun kopi yang terkenal dari lereng pegunungan Ijen. Katanya sih kopinya enak dan khas sehingga banyak yang memburunya meskipun dengan harga yang cukup mahal. Kata bapak penjaga pos bahwa tak jauh dari pos kami bisa menuju kawah Wurung yang baru- baru ini mulau terkenal lewat media sosial. Dan memang kawah wurung menjadi salah satu destinasi kami berikutnya setelah kawah Ijen. Hari semakin sore udara pun semakin dingin. Semburat senja memecah melewati pepohonan menyinari perkebunan kopi di depan pos yang kami singgahi. 26055951_1825332774145725_9025640345431248334_n 26056078_1825332967479039_7163526201589595618_n 26112429_1825332567479079_2046702463921487798_n 26114221_1825334150812254_4513912816105011189_n 26165694_1825333150812354_643417113369295726_n 26166293_1825321107480225_7426321533829542014_n 26166905_1825321880813481_7278466747898495307_n 26167397_1825321454146857_4944396727028913395_n 26167954_1825334797478856_2082630587057954764_n 26195424_1825320377480298_7823683271002961555_n 26230011_1825324814146521_4748376463562643262_n Karena udah gelap dan semakin dingin kami segera saja balik ke parkiran Paltuding. Mas Nur dan Budi sudah menyiapkan pakaian hangat yang di bawa dari Tuban. Ciaa mereka sepertinya sudah siap menghadapi dingin malam hari nya Paltuding. Ceritanya karena mumpung ada listrik kami gantian tidurnya karena gantian juga nunggu HP yang sedang di charge. Saya dapat giliran pertama untuk tidur, ya saat itu jam masih menunjukkan pukul 21:00 sepertinya cukup tidur 1-2 jam. Dan benar pukul 22:30 otomatis saya terbangun dan langsung nyari Budi sama MasNur karena saatnya mereka istirahat dan saya berjaga sambil ngecharge HP. Pas saya menemukan mas Nur rupanya jaket tebal lengkap sampai sarung tangan dan kaos kaki plus sepatu masih saja membuatnya kedinginan. Begitu juga Budi sepertinya kedinginan padahal mereka ini kampunganya di daerah dingin juga si Budi di lereng pegunungan Dieng yaitu Banjarnegara dan MasNur dari lereng Sumbing yaitu Temanggung.   Akhirnya saat yang ditunggu telah tiba, pukul 01:30 loket penjualan tiket telah dibuka. Saya segera menuju loket yang ternyata sudah penuh oleh antrian calon pendaki gunung Ijen. Setelah menunggu beberapa antrian di depan saya 3 tiket masuk pun sudah ditangan. Pakaian pelindung dingin beserta sedikit snack dan minuman sudah siap kami segera memulai pendakian. Saya sih biasanya paling lama 2 jam sudah sampai di bibir kawah Ijen. Kami memulai pendakian pukul 01:30 dengan ritme pelan- pelan namun stabil dengan waktu tempuh tiba di bibir kawah 2 jam dan langsung lanjut menuruni ke arah sumber api biru. Alhamdulillah tiba di api biru masih kebagian nyala terang warna biru si ai biru. Wuih tak seperti 6 tahun yang lalu kawasan api biru dan tambang belerang di penuhi oleh penambang dan kini sudah berganti di penuhi oleh pengunjung yang ingin menyaksikan dan berfoto. Pagi itu angin lumayan cukup bersahabat sehingga asap belerang yang pekat cukup stabil menyembur ke atas meskipun sesekali bergoyang ke kanan kiri depan maupun belakang. Udah tau kan asap belerang ini sangat berbahaya bagi organ pernafasan manusia? nah maka dari itu siapkan masker yang terbaik yang kamu punya. Malam itu di kedai kopi yang menyewakan masker saya nyoba masker doble filter merk 3M dan memang mantap saya rasa sangat membantu jika di pakkai turun ke kawah. Kalau hanya punya masker yang biasa di pakai touring sih juga gak papa meskipun tak begitu menahan pekatnya bau dan asap belerang, tapi setidaknya itu lebih bagus daripada masker hijau atau jauh lebih baik daripada masker kecantikan wakakak salah ya?!   Tigapuluh menit waktu berselang matahari pun menggantian cahaya rembulan yang tadinya gelap mulai berganti terang. Pagi itu langit agak mendung gumpalan awan berjejer sangat rapat dan rapi. Semburat orange kemerahan sedikit mengintip dari balik awan putih tebal. Dari balik tebing dan kepulan asap belerang mulai nampak cekungan berisi air berwarna biru kehijauan. Ya benar itulah danau kawah raksasa salah satu yang terbesar di dunia. Salah satu lohh ya bukan satu satunya, artinya ada danau danau kawah lain yang besar juga. Coba bayangkan kami di bawah cekungan raksasa bekas letupan lawah Gunung Ijen yang mahadahsyat beribu tahun lalu. Air danau biru kehijauan asap belerang kuning pekat menyembur keatas terkadang terombang ambing oleh angin. Dan tau gak di dalam asap pekat berbahaya itu ada beberapa orang yang mengorbankan jiwa raga mereka menambang belerang untuk menghidupi keluarganya. Katanya satu kilogram kini di hargai 950 rupiah sudah naik jika 6 tahun lalu masih di hargai 500 rupiah. Saya sempat bertanya kepada si bapak penambang, ya memang karena terpaksa melakukan pekerjaan bahaya ini. Terkadang ketika turis atau wisatawa sedang sangat ramai para penambang ada yang bergantian “nyambi” menjadi guide dengan bayaran tip yang cukup besar. Jika di bandingkan 6 tahun lalu dengan sekarang memang sangat jauh drastis lonjakan pengunjungnya. Enam tahun lalu saya cuma dengan beberapa bule yang datang berkunjung dan saat ini mencapai puluhan ribu dalam sehari. Apalagi sekarang sedang di bangun stasiun kereta gantung di puncak bibir kawah nya, tidak dapat saya bayangkan jika kereta gantung sudah jadi akan seperti apakah ramainya. IMG_0764 IMG_0997 IMG_1076 IMG_1108 IMG_1136 IMG_1161 IMG_1166 IMG_1216 IMG_1245 Puas menikmati keindahan Kawah Ijen dari dekat dan sedikit berfoto- foto kami bertiga kembali ke parkiran paltuding. Mendaki jalan setapak yang tadinya berupa turunan curam sekarang berganti tanjakan terjal. Perlahan kami menapaki jalan setapak bergantian dengan para penambang yang mempunyai prioritas lebih dulu daripada kami para pengunjung. Kalau di convert ke dalam satuan waktu kurang lebih 30 menit pendakian dari dasar kawah sampai bibir kawah atau puncak Ijen. Dari puncak Ijen kami berjalan santai sambil menikmati udara segar serta pemandangan pagi yang menawan. Pagi itu jalur masih cukup sepi mungkin karena bukan weekend jadi tak terlalu padat dan harus antri untuk lewat. Oiya sekarang sudah ada jasa ojek kereta dorong yang biasanya dipakai penambang untuk mengangkut belerang. Kalau untuk tarifnya saya lupa, kalau tidak salah 200K sekali jalan. Karena berjalan santai kami tiba di parkiran Paltuding menempuh waktu selama satu jam. Setibanya di parkiran karena sudah menahan pipis sejak di puncak Ijen kami segera mencari toilet dan toilet yang biasanya masih belum buka, untungnya ada toilet yang baru di bangun dekat lokasi camping ground. Sebelum turun menuju kawah Wurung sebaiknya sarapan dulu biar gak lemes dan gemetar. Pagi yang dingin memang enak banget sarapan mie rebus dengan telor di temani segelas kopi hitam lokal Ijen. Lanjut ya… menuju kawah Wurung, ya kawah Wurung yang akhir- akhir ini mulai terkenal seperti tetangganya kawah Ijen. Kawah Wurung ini sudah masuk kabupaten Bondowoso berbeda dengan kawah Ijen yang sebagian kalau gak salah masuk juga ke Banyuwangi. Dari kawah Ijen tak terlalu jauh kok ke kawah Wurung, jika merujuk pada google maps maka perlu waktu sekitar 30 menit. Seingat saya kalau dari kawah Ijen turun arah Sempol nanti setelah perkebunan tak jauh dari perkebunan itu ada plang penunjuk arah belok kekiri. Dari jalan utama Paltuding- Sempol masuk kedalam dengan jalan desa yang masih belum bagus bahkan mendekati kawah Wurungnya jalanan sungguh rusak dan hancur jadi harap hati- hati saat berkendara menuju kawah Wurung. Semoga segera menjadi concern bagi pemerintah daerah setempat atau warga agar pengunjung dapat menikmati keindahan alam tanpa harus tersiksa melewati jalan yang rusak. Tiba di kawah Wurung saya langsung parkirkan kendaraan dan memulai explore. Kawah Wurung ini sebenernya bukan seperti kawah- kawah pada umumnya karena tidak ada kawah berupa air kawah atau sejenisnya. Kawah Wurung konon katanya dulunya sebuah kawah aktif yang kemudian sudah mati dan menjadi padang savana yang di tumbuhi rerumputan. Sejauh mata memandang yang ada hanyalah hamparan padang rumput hijau menyegarkan mata. Kalau mau di turutin explore semuanya sepertinya waktunya tidak akan cukup sehari, ya karena memang sangat luas dan semuanya indah. Karena waktu dan tenaga kami sudah menipis kami cuma melihat dan menikmati dari gardu pandang dan sekitarnya saja. “Bagus dan rekomended gak thur??? ” bagus kok dan memang rekomended semoga terjaga keindahan, kebersihan dan ke-alami-an nya. IMG_1283 IMG_1286 IMG_1294 IMG_1296 IMG_1297 IMG_1300 IMG_1303 IMG_1308 IMG_1321 IMG_1325 IMG_1329 IMG_1335 IMG_1341 IMG_2127 Capek sudah keliling kawah Ijen dan Kawah Wurung saatnya untuk istirahat. Turun dari kawah Wurung menuju Bondowoso kemudian kami berencana sekalian mampir ke Bromo. Karena sudah mulai sore dan tidak mau tidur kedinginan di Bromo seperti saat kedingingan di Ijen maka kami sepakat untuk ke Bromonya pagi buta sebelum subuh. Awalnya kami sepakat istirahat di pom bensin untuk menghemat biaya, namun karena hujan dan daripada basah dan tidak bisa tidur dengan nyenyak akhirnya mas Nur memesan kamar hotel yang dekat ke arah Bromo. Pukul 23:00 karena hujan dan terpaksa pindah kami bergeser dari pom bensin menuju hotel. Tadinya sudah berencana untuk berangkat ke bromo sebelum subuh agar bisa melihat sunrise, namun apa daya kami masih kecapean dan ujung- ujungnya berangkat ke Bromonya jam 08:00. Sebelumnya saya belum pernah perjalanan terang hari menuju Bromo lewat jalur Probolinggo, dan ternyata pemandangan yang selama ini belum saya lihat begitu indah mempesona. Terlihat perbukitan dan perkebunan warga dengan satu dua gubug di tengahnya. Lereng- lereng yang di tumbuhi rerumputan tipis seolah mirip dengan bukit gundul di Nusa Tenggara. Karena udara pegunungan yang segar dan dingin saya sengaja membuka jendela kaca mobil dan mematikan AC agar lebih menikmati perjalanan. Sambil menyapa warga yang mau pergi ke pasar ataupu ke kebun mereka. Sungguh ramah memang orang- orang pedesaan mereka membalas sapa dengan disertai senyum paling manis yang mereka punya. Setelah mendaki jalur tanjakan selama kurang lebih 45 menit dengan ratusan kelokannya akhirnya kami sampailah di Sunrise Point Seruni. Namun memang belum rejekinya Budi dan mas Nur karena saat kami tiba kabut sedang tebal dan tak bisa menikmati pemandangan apapun di sana. Yasudah tidak mengapa kemudian kami turun sembari mampir mencari sarapan untuk mengahangatkan badan. IMG_1354 IMG_1356 IMG_1367 IMG_2140

Rejeki memang tidak kemana, ya kami sempat mendapat pemandangan yang cukup menawan saat perjalanan turun menuju Probolinggo. Masih di kawasan Bromo kalau gak salah daerah Ngadas atau Jetak masih banyak perkebunan warga sekitar yang bisa di jadikan objek foto yang ciamik. Karena memang sudah tidak terburu- buru kami berkendara dengan santai sembari menikmati pemandangan dengan sesekali berhenti sebentar untuk berfoto.

IMG_1397 IMG_1392 IMG_1387 IMG_1371 IMG_1369

Kamis, 03 Agustus 2017

Bikepacker SOLORAYA piknik ke Cumbri

Ada yang pernah denger sebuah komunitas bikepacker? ya sebuah forum atau komunitas orang yang suka piknik naik motor. Untuk pertama kalinya bikepacker soloraya melaksanakan piknik bersama. Oh iya bikepacker Soloraya ini juga baru aja berdirinya karena akhirnya memisahkan diri dari regional Jogjakarta, kasihan kalau mau kumpul kejauhan katanya. Piknik perdana kami adalah yang dekat- dekat saja yaitu ke daerah perbatasan Wonogiri dan Magetan yaitu bukit Cumbri. Kawasan lipatan Bukit yang tak terlalu tinggi namun kesan eksotis dan indah saat pagi sungguh memanjakan mata. Beberapa tonjolan bukit di selimuti kabut kabut tipis di sirami keemasan cahaya matahari, hemm sungguh indah.

Sore itu kami janjian meeting poin di POM bensin Solobaru kemudian baru riding bareng menuju bukit Cumbri. Kloter pertama sudah berkumpul saya, mas Susilo dan Yasin kemudian berangkat perlahan sambil menghampiri mas Heri, mas Sukmo serta mbak Arum. Kemudian saat kami istirahat shalat magrib menyusul lah mas Julio. Untuk Kloter pertama kami anggap sudah komplit dan segera saja berangkat menuju Wonogiri. Solobaru- Wonogiri kami tempuh selama 2 jam perjalanan dengan riding santai. Bukit Cumbri ini letaknya tepat di perbatasan Jateng dengan Jatim. Melaju terus meninggalkan kota Wonogiri menuju arah magetan setelah 1.5 jam perjalanan kami sampai di gapura perbatasan Jateng dengan Jatim. Jika kamu dari arah Solo maka sebelum gapura peris ada jalan belok kiri masuk kedalam perkampungan maka itu lah Bukit Cumbri sudah dekat.

Tiba di parkiran kami sempat di buat bingung karena tidak ada seorang pun yang berjaga di loket parkir, setelah menunggu beberapa saat akhirnya ada orang yang bertanggung jawab dan mempersilahkan memarkirkan kendaraan. Treking menuju puncak Cumbri di mulai dari parkiran dengan melewati beberapa perkebunan milik warga berupa kebun pohon jambu monyet. Treking dari parkiran sampai puncak kira- kira dapat di tempuh selama 1.5 jam jalan santai. Meskipun tak terlalu tinggi angin di puncak cukup kencang dan dingin. Suasana asri dan sejuk juga sangat terasa. Setelah sampai di puncak kami segera mencari tempat yang longgar untuk mendirikan tenda. Kami dirikan 3 tenda kemudian istirahat bersiap menanti sang fajar esok harinya.

14212022_1307065782639096_6768304745361360710_n

Pagi itu Sunrise tak sesempurna biasanya namun hangatnya tetap mampu membuat mata dan hati terperangah menikmatinya. Ketika sinarnya mulai merata menyibak gelap kabut tipis mulai terlihat sedang menyelimuti bukit- bukit kecil yang kedinginan. Rumput serta pepohonan bergoyang menyambut angin yang datang menghampiri. Desis angin beralun merdu di iringi beberapa kicau burung. Semakin siang birunya langit berpadu keemasan sinar matahari di tambah hijau nya daun- daun pepohonan. Tak terasa sengatan sinar mentari semakin kuat memaksa kami segera berkemas dan turun berpindah destinasi.

14233205_1306017232743951_8126969282334387376_n 14225506_1306035029408838_6207857562035029097_n 14211929_1307002709312070_7479542997130550044_n 14141938_1299855830026758_7091837456489044243_n 14079643_1298021966876811_4387788114040619660_n 14055119_1301170166561991_3400238524583557529_n 14045635_1299472816731726_4525758494867352118_n 14045610_1299392123406462_5033141180536785251_n

Seusai puas menikmati Bukit Cumbi kami arahkan kemudi motor menuju air terjun Girimanik yang terletak tak begitu jauh dari Cumbri. Air terjun Girimanik ini masih di Wonogiri juga, letaknya searah pulang ke Solo jadi sekalian mampir gtu. Waktu itu jalan yang kami lalui lebih banyak yang rusak dan mirip jalan makadam bukan jalan aspal. Setelah pegal- pegal riding melewati jalanan makadam kami tiba di parkiran istirahat sebentar. Selagi saya, mas Susilo dan mas Agung turun ke air terjun yang lain bersanti sambil ngeteh di bawah pepohonan cemara tempat parkir sepeda motor. Kalau di area parkir sebenernya juga enak buat  camping karena rimbunnya pepohonan membuat teduh dan nyaman berada di bawahnya. Untuk air terjun yang ternyata tak begitu besar dan tinggi dapat di tempuh 15 menit treking menuruni jalan setapak. Tak lama- lama kami di Air terjun Girimanik kemudian lanjut lagi ke Landasan Gantole Watucenik yang masih di daerah Wonogiri pula.

14237732_1307062275972780_2009018369876867945_n 14034710_1295820287096979_5092972372781219947_n 14045723_1294827463862928_6537338446542508225_n

Landasan Gantole watucenik ini adalah yang paling dekat jika dari Kota Wonogiri. Karena sudah terkenal di Watucenik pengunjungnya sungguh banyak dan sebagian besar adalah para pasangan remaja yang sedang Hot- Hot nya berpacaran. Dengan view waduk Gajahmungkur di bawah kita dapat melihat luas dari atas landasan gantole. Cuaca mendukung langiit cerah kebiruan di hiasi beberapa coretan awan. Tak jauh dari landasan gantole watucenik di sebelah agak kebarat lagi masih ada landasan gantole serupa yang juga tak kalah indah view nya. Sekalian menghabiskan hari kami menunggu senja datang sambil berfoto- foto ria. Warna langit orange keemasan menghipnotis kami para pengunjung. senja jingga berganti gelap malam datanglah petugas yang berjaga untuk mengingatkan agar segera pulang meninggalkan area landasan gantole, ya karena memang tidak boleh ada pengunjung hingga malam hari. Karena hari telah gelap tentunya kami juga sudah capek seharian meng-explore Wonogiri kami pun memutar arah kemudi pulang ke rumah masing- masing.

14102616_1307069325972075_3724069788124910110_n

Selasa, 14 Februari 2017

Waingapu, Sumba Timur

Sabtu tepat di hari terakhir yaitu hari ke-8 saya dan Hafiz menghabiskan liburan selama di Sumba. Karena penerbangan ke Surabaya siang hari kami cuma mempunya waktu untuk explore sekitar waingapu saja. Setelah janjian sama Agus Triyant teman baru kami di Sumba yang di rekomendasikan oleh temen- temen bikepacker, kami berangkat menuju bukit persaudaraan dekat dengan Bandara Waingapu. Bukit persaudaraan atau biasanya banyak yang menyebutnya makam cina. Pemandangan dari bukit persaudaraan ini kita bisa menikmati hamparan sawah sebagai pemasok beras Waingapu dari ketinggian. Di belakang sawah berdiri lipatan ratusan bukit yang juga begitu indah. Tumbuh dengan segala keterbatasan karena media nya batuan karang sebatang pohon yang cukup memberikan suasana teduh untuk berfoto.

IMG_5914 IMG_5916 IMG_5919

IMG_5929

Tidak jauh dari bukit persaudaraan kami pindah ke pantai walakiri, padahal lebih bagus lagi kalau sunset namun daripada tidak berkunjung sama sekali. Pantai yang terkenal dengan pohon bakau kerdil ikoniknya. Pantai walakiri masih tergolong bersih dann aksesnya cukup mudah dari Waingapu. Jika dari Waingapu ambil ke arah Bandara kemudian setelah bandara terus saja ke arah Rende sampai di jalan yang sangat panjang lurus dengan kanan kiri berupa savana. Patokan yang saya ingat adalah di sebelah kanan ada warung dan di kiri jalan ada gang masuk kekiri dan memang saat itu belum terpasang penujuk arah. Masuk gang kemudian ikutin jalan sampai mentok ketemu pertigaan ambil yang ke arah kanan ada sebuah villa berbentuk segitiga atau  limas milik seorang bule. Di depan villa limas itulah pantai Walakiri.

IMG_5941 IMG_5945

Setelah cukup bersantai menikmati pantai sekaligus mengambil foto- foto serta video kami sempatkan ke Bendungan Kambaniru yang tak jauh dari kota Waingapu sekalian arah balik ke hotel. Ketika kemarau bendungan ini berair jernih dan di atasnya berupa padang rumput yang mengering. Kedatangan saya memang kurang tepat karena sudah masuk musim penghujan. Bendungan penuh dengan air berwarna coklat pekat dan berarus deras.

IMG_5967 IMG_5968

Video Perjalanan Sumba