Hemm judulnya meeting ke Banyuwangi, ya memang tujuan utamanya adalah meeting diudangan salah satu operator seluler terbesar di indonesia. Tapi di balik meetingnya ada apakah? nah cerita sesungguhnya adalah di balik meeting inilah. Meetingnya sih hari Rabu, selasa sore ya kira- kira habis magrib kami berangkat. Saya, Mas Nur dan Budi adanya Avanza yaudah yang ada aja di gas wusss dengan jalur Tuban- Lamongan- Gresik- Pasuruan- Probolinggo- Situbondo dan Banyuwangi. Tuban sampai Gresik biasa aja karena sudah sering lewat jalur itu, selepas keluar tol pasuruan jalan rame oleh truck besar dan bis. Jalan terbilang ramai agak lancar kadang macet kadang lancar begitu seterusnya sampai Probolinggo. Ya memang di beberapa ruas jalan sedang ada perbaikan jalan yang berlubang. Setelah melewati Probolinggo jalan menjadi cukup lancar, Probolinggo- Besuki lancar meskipun tidak terbilang sepi namun tidak sampai membuat arus merayap. Karena kami bertiga driver semua dan saat itu kondisi masih prima jadilah kami gas terus sampai Banyuwangi. Sebelum masuk kota Banyuwangi kami mampir foto- foto sunrise sebentar di Watudodol. Ternyata memang spot Watudodol ini sering di gunakan oleh traveler yang sedang melintas untuk mampir sekedar istirahat dan foto- foto. Suasana masih gelap, dibelakang saya ada satu truck Fuso dan di depan ada motor sejenis CB150R. Langit agak mendung dengan semburat kemerahan orang- orang masih santai dengan duduk di pinggir jalan sambil menikmati angin sepoi- sepoi. Saya turun agak mendekat ke pantai yang tak begitu luas dengan ombak cukup besar. Di sebelah kanan ada beberapa orang sedang memancing. Di ujung laut sana mondar mandir perahu kecil milik nelayan setempat kemudian di susul ada kapal tongkang yang lewat tepat ketika matahari mulai menampakkan dirinya. Langit dari gelap berawan tebal kelabu berubah menjadi merah menyala mencorat coret mewarnai pagi itu. Saya arahkan kamera HP saya cekrek- cekrek beberapa foto sunrise dengan POI kapal tongkang kemudian berganti orang memancing dan arus liuk ombak yang lewat di depan saya. Lumayan pembukaan yang waw sebelum meeting dapat bonus sunrise di Watudodol. Karena sudah mulai siang kami melanjutkan perjalanan menuju hotel lokasi diadakannya meeting. Sebelum meeting kami mencari masjid untuk numpang mandi kemudian sebentar nyari sarapan baru menuju tempat meeting. Undangan meeting yaitu pukul 09:00 dan selesai pada pukul 13:00, ya cukup singkat meeting saat itu. Nah setelah meeting inilah cerita sesungguhnya di mulai. Udah pada tau kan dari Banyuwangi yang paling dekat kemana? apa Bali?? iya sih bener Bali tinggal nyebrang naik fery 30menit sampai. Karena kalau ke Bali mungkin pembaca sudah bosen makanya kami belok arah balik ke Barat namun pakai mampir dulu. Iyakkk betul kami mampir ke Kawah Ijen, gak bosen thur ke Ijen mulu? enggak sih meskipun sudah berkali- kali ke Ijen tetep aja syahdu. Iya jadi siang itu hari Rabu kami langsung naik ke Kawah Ijen. Dari Banyuwangi kota cuma 1 jam perjalanan dan sekarang jalan sudah bagus jadi avanza pun tidak perlu khawatir untuk naik sampai ke paltuding dimana kendaraan bermotor masih bisa akses. Saran saja jika driver belum berpengalaman naik turun gunung mendingan serahkan kemudimu kepada teman yang sudah sering lewatin medan pegunungan. Jalur dari Banyuwangi menuju Paltuding melewati Jambu- Licin- erekerek dan tibalah di Paltuding. Jalur Banyuwangi- Paltuding ini tergolong sempit nanjak berkelok menakjubkan membuat supir jadi tidak ngantuk lagi. Apalagi dengan pemandangan kanan kiri hutan yang masih lebat. Sesampainya di Paltuding ternyata Ding Dung Dong… loket dan pintu masuk menuju jalur pendakian sudah tutup dan infonya di buka lagi nanti pukul 02:00 untuk loket dan pintu masuk pendakian pada pukul 03:00. Dan tau gak dari sore hingga malam mau ngapain? mana susah sinyal pula kan di Paltuding. Daripada bosan kedinginan dan gak bisa mantau kerjaan di line grup akhirnya kami jalan- jalan turun sebentar mencari sinyal. Hemm bukan untuk update medsos sih nyari sinyalnya tapi kerjaan kami masih bergantung sama sinyal euy jadi mau gak mau harus tetap terhubung dengan team yang lain. Tak jauh dari Paltuding kami tiba di sebuah pos pengecekan pengunjung yang akan menuju Paltuding. Kami berhenti sambil ngobrol dengan penjaga pos sambil standby mantau kondisi Grup kerjaan kami. Hehehe kerjaan aman liburan pun tenang, bukan begitu?? iya donk harus begitu. Di pos penjagaan ini di belakangnya adalah kebun kopi yang terkenal dari lereng pegunungan Ijen. Katanya sih kopinya enak dan khas sehingga banyak yang memburunya meskipun dengan harga yang cukup mahal. Kata bapak penjaga pos bahwa tak jauh dari pos kami bisa menuju kawah Wurung yang baru- baru ini mulau terkenal lewat media sosial. Dan memang kawah wurung menjadi salah satu destinasi kami berikutnya setelah kawah Ijen. Hari semakin sore udara pun semakin dingin. Semburat senja memecah melewati pepohonan menyinari perkebunan kopi di depan pos yang kami singgahi. Karena udah gelap dan semakin dingin kami segera saja balik ke parkiran Paltuding. Mas Nur dan Budi sudah menyiapkan pakaian hangat yang di bawa dari Tuban. Ciaa mereka sepertinya sudah siap menghadapi dingin malam hari nya Paltuding. Ceritanya karena mumpung ada listrik kami gantian tidurnya karena gantian juga nunggu HP yang sedang di charge. Saya dapat giliran pertama untuk tidur, ya saat itu jam masih menunjukkan pukul 21:00 sepertinya cukup tidur 1-2 jam. Dan benar pukul 22:30 otomatis saya terbangun dan langsung nyari Budi sama MasNur karena saatnya mereka istirahat dan saya berjaga sambil ngecharge HP. Pas saya menemukan mas Nur rupanya jaket tebal lengkap sampai sarung tangan dan kaos kaki plus sepatu masih saja membuatnya kedinginan. Begitu juga Budi sepertinya kedinginan padahal mereka ini kampunganya di daerah dingin juga si Budi di lereng pegunungan Dieng yaitu Banjarnegara dan MasNur dari lereng Sumbing yaitu Temanggung. Akhirnya saat yang ditunggu telah tiba, pukul 01:30 loket penjualan tiket telah dibuka. Saya segera menuju loket yang ternyata sudah penuh oleh antrian calon pendaki gunung Ijen. Setelah menunggu beberapa antrian di depan saya 3 tiket masuk pun sudah ditangan. Pakaian pelindung dingin beserta sedikit snack dan minuman sudah siap kami segera memulai pendakian. Saya sih biasanya paling lama 2 jam sudah sampai di bibir kawah Ijen. Kami memulai pendakian pukul 01:30 dengan ritme pelan- pelan namun stabil dengan waktu tempuh tiba di bibir kawah 2 jam dan langsung lanjut menuruni ke arah sumber api biru. Alhamdulillah tiba di api biru masih kebagian nyala terang warna biru si ai biru. Wuih tak seperti 6 tahun yang lalu kawasan api biru dan tambang belerang di penuhi oleh penambang dan kini sudah berganti di penuhi oleh pengunjung yang ingin menyaksikan dan berfoto. Pagi itu angin lumayan cukup bersahabat sehingga asap belerang yang pekat cukup stabil menyembur ke atas meskipun sesekali bergoyang ke kanan kiri depan maupun belakang. Udah tau kan asap belerang ini sangat berbahaya bagi organ pernafasan manusia? nah maka dari itu siapkan masker yang terbaik yang kamu punya. Malam itu di kedai kopi yang menyewakan masker saya nyoba masker doble filter merk 3M dan memang mantap saya rasa sangat membantu jika di pakkai turun ke kawah. Kalau hanya punya masker yang biasa di pakai touring sih juga gak papa meskipun tak begitu menahan pekatnya bau dan asap belerang, tapi setidaknya itu lebih bagus daripada masker hijau atau jauh lebih baik daripada masker kecantikan wakakak salah ya?! Tigapuluh menit waktu berselang matahari pun menggantian cahaya rembulan yang tadinya gelap mulai berganti terang. Pagi itu langit agak mendung gumpalan awan berjejer sangat rapat dan rapi. Semburat orange kemerahan sedikit mengintip dari balik awan putih tebal. Dari balik tebing dan kepulan asap belerang mulai nampak cekungan berisi air berwarna biru kehijauan. Ya benar itulah danau kawah raksasa salah satu yang terbesar di dunia. Salah satu lohh ya bukan satu satunya, artinya ada danau danau kawah lain yang besar juga. Coba bayangkan kami di bawah cekungan raksasa bekas letupan lawah Gunung Ijen yang mahadahsyat beribu tahun lalu. Air danau biru kehijauan asap belerang kuning pekat menyembur keatas terkadang terombang ambing oleh angin. Dan tau gak di dalam asap pekat berbahaya itu ada beberapa orang yang mengorbankan jiwa raga mereka menambang belerang untuk menghidupi keluarganya. Katanya satu kilogram kini di hargai 950 rupiah sudah naik jika 6 tahun lalu masih di hargai 500 rupiah. Saya sempat bertanya kepada si bapak penambang, ya memang karena terpaksa melakukan pekerjaan bahaya ini. Terkadang ketika turis atau wisatawa sedang sangat ramai para penambang ada yang bergantian “nyambi” menjadi guide dengan bayaran tip yang cukup besar. Jika di bandingkan 6 tahun lalu dengan sekarang memang sangat jauh drastis lonjakan pengunjungnya. Enam tahun lalu saya cuma dengan beberapa bule yang datang berkunjung dan saat ini mencapai puluhan ribu dalam sehari. Apalagi sekarang sedang di bangun stasiun kereta gantung di puncak bibir kawah nya, tidak dapat saya bayangkan jika kereta gantung sudah jadi akan seperti apakah ramainya. Puas menikmati keindahan Kawah Ijen dari dekat dan sedikit berfoto- foto kami bertiga kembali ke parkiran paltuding. Mendaki jalan setapak yang tadinya berupa turunan curam sekarang berganti tanjakan terjal. Perlahan kami menapaki jalan setapak bergantian dengan para penambang yang mempunyai prioritas lebih dulu daripada kami para pengunjung. Kalau di convert ke dalam satuan waktu kurang lebih 30 menit pendakian dari dasar kawah sampai bibir kawah atau puncak Ijen. Dari puncak Ijen kami berjalan santai sambil menikmati udara segar serta pemandangan pagi yang menawan. Pagi itu jalur masih cukup sepi mungkin karena bukan weekend jadi tak terlalu padat dan harus antri untuk lewat. Oiya sekarang sudah ada jasa ojek kereta dorong yang biasanya dipakai penambang untuk mengangkut belerang. Kalau untuk tarifnya saya lupa, kalau tidak salah 200K sekali jalan. Karena berjalan santai kami tiba di parkiran Paltuding menempuh waktu selama satu jam. Setibanya di parkiran karena sudah menahan pipis sejak di puncak Ijen kami segera mencari toilet dan toilet yang biasanya masih belum buka, untungnya ada toilet yang baru di bangun dekat lokasi camping ground. Sebelum turun menuju kawah Wurung sebaiknya sarapan dulu biar gak lemes dan gemetar. Pagi yang dingin memang enak banget sarapan mie rebus dengan telor di temani segelas kopi hitam lokal Ijen. Lanjut ya… menuju kawah Wurung, ya kawah Wurung yang akhir- akhir ini mulai terkenal seperti tetangganya kawah Ijen. Kawah Wurung ini sudah masuk kabupaten Bondowoso berbeda dengan kawah Ijen yang sebagian kalau gak salah masuk juga ke Banyuwangi. Dari kawah Ijen tak terlalu jauh kok ke kawah Wurung, jika merujuk pada google maps maka perlu waktu sekitar 30 menit. Seingat saya kalau dari kawah Ijen turun arah Sempol nanti setelah perkebunan tak jauh dari perkebunan itu ada plang penunjuk arah belok kekiri. Dari jalan utama Paltuding- Sempol masuk kedalam dengan jalan desa yang masih belum bagus bahkan mendekati kawah Wurungnya jalanan sungguh rusak dan hancur jadi harap hati- hati saat berkendara menuju kawah Wurung. Semoga segera menjadi concern bagi pemerintah daerah setempat atau warga agar pengunjung dapat menikmati keindahan alam tanpa harus tersiksa melewati jalan yang rusak. Tiba di kawah Wurung saya langsung parkirkan kendaraan dan memulai explore. Kawah Wurung ini sebenernya bukan seperti kawah- kawah pada umumnya karena tidak ada kawah berupa air kawah atau sejenisnya. Kawah Wurung konon katanya dulunya sebuah kawah aktif yang kemudian sudah mati dan menjadi padang savana yang di tumbuhi rerumputan. Sejauh mata memandang yang ada hanyalah hamparan padang rumput hijau menyegarkan mata. Kalau mau di turutin explore semuanya sepertinya waktunya tidak akan cukup sehari, ya karena memang sangat luas dan semuanya indah. Karena waktu dan tenaga kami sudah menipis kami cuma melihat dan menikmati dari gardu pandang dan sekitarnya saja. “Bagus dan rekomended gak thur??? ” bagus kok dan memang rekomended semoga terjaga keindahan, kebersihan dan ke-alami-an nya. Capek sudah keliling kawah Ijen dan Kawah Wurung saatnya untuk istirahat. Turun dari kawah Wurung menuju Bondowoso kemudian kami berencana sekalian mampir ke Bromo. Karena sudah mulai sore dan tidak mau tidur kedinginan di Bromo seperti saat kedingingan di Ijen maka kami sepakat untuk ke Bromonya pagi buta sebelum subuh. Awalnya kami sepakat istirahat di pom bensin untuk menghemat biaya, namun karena hujan dan daripada basah dan tidak bisa tidur dengan nyenyak akhirnya mas Nur memesan kamar hotel yang dekat ke arah Bromo. Pukul 23:00 karena hujan dan terpaksa pindah kami bergeser dari pom bensin menuju hotel. Tadinya sudah berencana untuk berangkat ke bromo sebelum subuh agar bisa melihat sunrise, namun apa daya kami masih kecapean dan ujung- ujungnya berangkat ke Bromonya jam 08:00. Sebelumnya saya belum pernah perjalanan terang hari menuju Bromo lewat jalur Probolinggo, dan ternyata pemandangan yang selama ini belum saya lihat begitu indah mempesona. Terlihat perbukitan dan perkebunan warga dengan satu dua gubug di tengahnya. Lereng- lereng yang di tumbuhi rerumputan tipis seolah mirip dengan bukit gundul di Nusa Tenggara. Karena udara pegunungan yang segar dan dingin saya sengaja membuka jendela kaca mobil dan mematikan AC agar lebih menikmati perjalanan. Sambil menyapa warga yang mau pergi ke pasar ataupu ke kebun mereka. Sungguh ramah memang orang- orang pedesaan mereka membalas sapa dengan disertai senyum paling manis yang mereka punya. Setelah mendaki jalur tanjakan selama kurang lebih 45 menit dengan ratusan kelokannya akhirnya kami sampailah di Sunrise Point Seruni. Namun memang belum rejekinya Budi dan mas Nur karena saat kami tiba kabut sedang tebal dan tak bisa menikmati pemandangan apapun di sana. Yasudah tidak mengapa kemudian kami turun sembari mampir mencari sarapan untuk mengahangatkan badan.
Rejeki memang tidak kemana, ya kami sempat mendapat pemandangan yang cukup menawan saat perjalanan turun menuju Probolinggo. Masih di kawasan Bromo kalau gak salah daerah Ngadas atau Jetak masih banyak perkebunan warga sekitar yang bisa di jadikan objek foto yang ciamik. Karena memang sudah tidak terburu- buru kami berkendara dengan santai sembari menikmati pemandangan dengan sesekali berhenti sebentar untuk berfoto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar