Tampilkan postingan dengan label humba ailulu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label humba ailulu. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Februari 2017

Waingapu, Sumba Timur

Sabtu tepat di hari terakhir yaitu hari ke-8 saya dan Hafiz menghabiskan liburan selama di Sumba. Karena penerbangan ke Surabaya siang hari kami cuma mempunya waktu untuk explore sekitar waingapu saja. Setelah janjian sama Agus Triyant teman baru kami di Sumba yang di rekomendasikan oleh temen- temen bikepacker, kami berangkat menuju bukit persaudaraan dekat dengan Bandara Waingapu. Bukit persaudaraan atau biasanya banyak yang menyebutnya makam cina. Pemandangan dari bukit persaudaraan ini kita bisa menikmati hamparan sawah sebagai pemasok beras Waingapu dari ketinggian. Di belakang sawah berdiri lipatan ratusan bukit yang juga begitu indah. Tumbuh dengan segala keterbatasan karena media nya batuan karang sebatang pohon yang cukup memberikan suasana teduh untuk berfoto.

IMG_5914 IMG_5916 IMG_5919

IMG_5929

Tidak jauh dari bukit persaudaraan kami pindah ke pantai walakiri, padahal lebih bagus lagi kalau sunset namun daripada tidak berkunjung sama sekali. Pantai yang terkenal dengan pohon bakau kerdil ikoniknya. Pantai walakiri masih tergolong bersih dann aksesnya cukup mudah dari Waingapu. Jika dari Waingapu ambil ke arah Bandara kemudian setelah bandara terus saja ke arah Rende sampai di jalan yang sangat panjang lurus dengan kanan kiri berupa savana. Patokan yang saya ingat adalah di sebelah kanan ada warung dan di kiri jalan ada gang masuk kekiri dan memang saat itu belum terpasang penujuk arah. Masuk gang kemudian ikutin jalan sampai mentok ketemu pertigaan ambil yang ke arah kanan ada sebuah villa berbentuk segitiga atau  limas milik seorang bule. Di depan villa limas itulah pantai Walakiri.

IMG_5941 IMG_5945

Setelah cukup bersantai menikmati pantai sekaligus mengambil foto- foto serta video kami sempatkan ke Bendungan Kambaniru yang tak jauh dari kota Waingapu sekalian arah balik ke hotel. Ketika kemarau bendungan ini berair jernih dan di atasnya berupa padang rumput yang mengering. Kedatangan saya memang kurang tepat karena sudah masuk musim penghujan. Bendungan penuh dengan air berwarna coklat pekat dan berarus deras.

IMG_5967 IMG_5968

Video Perjalanan Sumba

Laputi, Sumba Bagian Tengah

Niatnya hari jumat adalah kunjungan santai di sekitar kota Waingapu saja. Masih ada Air terjun Laputi dan danau Laputi yang belum sempat terjamah. Seperti hari biasanya kami berangkat jam 08:00 melaju secepat mungkin menuju air terjun Laputi dan danau Laputi. Kembali kami melewati jalur perbukitan Wairinding dan Lailara. Tiba di persimpangan Tarimbang – Laputi sudah pukul 10:00. Sarapan sebentar biar gak lemes soale bahagia beneran juga butuh energy. Mulai masuk persimpangan menuju Laputi jalanan sangat tidak bersahabat. Jalanan bagaikan aspal seusai di hujani granat hancur luluh lantak berantakan. Riding di atas jalanan rusak membuat seluruh anggota badan ikut menari rasanya sungguh tak terdefinisikan. Jalanan ta kunjung bagus sampai akhirnya tiba di persimpangan dan saya ambil saja arah kekanan. Jalanan masih tak berubah masih rusak dan melewati beberapa pekerja sedang membangun jaringan listrik PLN kemudian sekali menyebrang kali yang kedalamannya 1/2 diameter roda motor dan memang tidak ada jembatan. Tak jauh dari kali bertemu lagi dengan para pekerja jaringan liistrik PLN dan karena saya semakin ragu sebaiknya kami bertanya agar tidak kebblabasan nyasarnya. Rupanya air terjun Laputi sudah kelewat sangat jauh dan seharusnya si persimpangan kami ambil jalan yang kekiri. Mau tak mau kami putar arah dan kembali di hadapkan pada sungai yang ternyata info dari pekerja dan warga sekitar bahwa ada seekor buaya yang cukup besar tinggal di sekitar sungai. Tetap saja ngeri bagi kami meskipun bibsa nyebrang sungai tanpa turun dari motor. Padahal jika mau menyusuri sungai ke atas kami akan bertemu air terjun yang cukup bagus kata bapak sewaktu kami bertanya namanya Laindamuki.

laindamuki

pin merah adalah lokasi Air terjun Laindamuki aliran sungai ke bawah yang pojok kiri adalah sungai dangkal yang kami sebrangi

Karena safety lebih utama dan kami tak mau di makan buaya kami skip lah air terjun Laindamuki dan karena memang tidak masuk list kami. Akhirnya dengan yakin kami menyebrang sungai Laindamuki dan Alhamdulillah aman tidak ada penampakan buaya yang melirik kami. Selamat dari lirikan buaya saya langsung betot gas dalam dalam, ternyata air terjun Laputi tak begitu jauh dari persimpangan. Setelah sekolahan/ SD lurus terus sampai menyebrang sungai kemudian ada gang kekiri masuk ikutin jalan tak terlalu jauh sampe ujung jalan ada sebuah rumah. Di rumah ini lah biasanya pengunjung diantarkan oleh bapak pemilik rumah ke air terjun.

Air terjun yang berasal dari danau Laputi mengalir bagaikan tirai berjatuhan membasahi tebing air terjun Laputi. Airnya segar dan dingin jatuh ke tubuh saya rasanya seperti totok refleksi. Sekitar kolam dan air terjun begitu lembabdan tumbuh subur tumbuhan paku. Saat saya sedang menikmati indahnya air terjun si bapak dan anaknya sedang sibuk memanen paku untuk di sayur.

IMG_5875

IMG_5877

Setelah dari air terjun kami sekalian mengunjungi danau Laputi, tak jauh dari air terjun bekendara sekitar 15 menit kami sudah sampai. Danau Laputi di dalam kawasan hutan yang sepertinya sudah sangat lama tidak di jamah pengunjung. Sunyi, sepi, gelap karena lebatnya dedaunan pohon yeng tumbuh subur. Danau dengan air yang sangat bening, saking beningnya airnya begitu biru. Konon dulu pernah ada seorang nenek yang melepaskan seekor belut yang hingga kini masih tinggal dan menghuni danau Laputi.

14495458_1346130712065936_1898538487318107717_n

14492483_1343756695636671_4252232321591567988_n

 

Video Perjalanan Sumba

Laputi, Sumba Bagian Tengah

Niatnya hari jumat adalah kunjungan santai di sekitar kota Waingapu saja. Masih ada Air terjun Laputi dan danau Laputi yang belum sempat terjamah. Seperti hari biasanya kami berangkat jam 08:00 melaju secepat mungkin menuju air terjun Laputi dan danau Laputi. Kembali kami melewati jalur perbukitan Wairinding dan Lailara. Tiba di persimpangan Tarimbang – Laputi sudah pukul 10:00. Sarapan sebentar biar gak lemes soale bahagia beneran juga butuh energy. Mulai masuk persimpangan menuju Laputi jalanan sangat tidak bersahabat. Jalanan bagaikan aspal seusai di hujani granat hancur luluh lantak berantakan. Riding di atas jalanan rusak membuat seluruh anggota badan ikut menari rasanya sungguh tak terdefinisikan. Jalanan ta kunjung bagus sampai akhirnya tiba di persimpangan dan saya ambil saja arah kekanan. Jalanan masih tak berubah masih rusak dan melewati beberapa pekerja sedang membangun jaringan listrik PLN kemudian sekali menyebrang kali yang kedalamannya 1/2 diameter roda motor dan memang tidak ada jembatan. Tak jauh dari kali bertemu lagi dengan para pekerja jaringan liistrik PLN dan karena saya semakin ragu sebaiknya kami bertanya agar tidak kebblabasan nyasarnya. Rupanya air terjun Laputi sudah kelewat sangat jauh dan seharusnya si persimpangan kami ambil jalan yang kekiri. Mau tak mau kami putar arah dan kembali di hadapkan pada sungai yang ternyata info dari pekerja dan warga sekitar bahwa ada seekor buaya yang cukup besar tinggal di sekitar sungai. Tetap saja ngeri bagi kami meskipun bibsa nyebrang sungai tanpa turun dari motor. Padahal jika mau menyusuri sungai ke atas kami akan bertemu air terjun yang cukup bagus kata bapak sewaktu kami bertanya namanya Laindamuki.

laindamuki

pin merah adalah lokasi Air terjun Laindamuki aliran sungai ke bawah yang pojok kiri adalah sungai dangkal yang kami sebrangi

Karena safety lebih utama dan kami tak mau di makan buaya kami skip lah air terjun Laindamuki dan karena memang tidak masuk list kami. Akhirnya dengan yakin kami menyebrang sungai Laindamuki dan Alhamdulillah aman tidak ada penampakan buaya yang melirik kami. Selamat dari lirikan buaya saya langsung betot gas dalam dalam, ternyata air terjun Laputi tak begitu jauh dari persimpangan. Setelah sekolahan/ SD lurus terus sampai menyebrang sungai kemudian ada gang kekiri masuk ikutin jalan tak terlalu jauh sampe ujung jalan ada sebuah rumah. Di rumah ini lah biasanya pengunjung diantarkan oleh bapak pemilik rumah ke air terjun.

Air terjun yang berasal dari danau Laputi mengalir bagaikan tirai berjatuhan membasahi tebing air terjun Laputi. Airnya segar dan dingin jatuh ke tubuh saya rasanya seperti totok refleksi. Sekitar kolam dan air terjun begitu lembabdan tumbuh subur tumbuhan paku. Saat saya sedang menikmati indahnya air terjun si bapak dan anaknya sedang sibuk memanen paku untuk di sayur.

IMG_5875

IMG_5877

Setelah dari air terjun kami sekalian mengunjungi danau Laputi, tak jauh dari air terjun bekendara sekitar 15 menit kami sudah sampai. Danau Laputi di dalam kawasan hutan yang sepertinya sudah sangat lama tidak di jamah pengunjung. Sunyi, sepi, gelap karena lebatnya dedaunan pohon yeng tumbuh subur. Danau dengan air yang sangat bening, saking beningnya airnya begitu biru. Konon dulu pernah ada seorang nenek yang melepaskan seekor belut yang hingga kini masih tinggal dan menghuni danau Laputi.

14495458_1346130712065936_1898538487318107717_n

14492483_1343756695636671_4252232321591567988_n

 

Video Perjalanan Sumba

Selasa, 07 Februari 2017

Tarimbang & Wairinding, Sumba Bagian Tengah

14517594_1343756675636673_1127182561169964243_n

Video Perjalanan Sumba

Memasuki hari keenam di Sumba saya dan Hafiz seperti biasanya bangun tidur mandi siap- siap kemudian nyari sarapan baru gass berangkat menjelajah. Dihari keenam pada tanggal 29 November 2016 hari kamis kami berencana menjelajah ke pantai Tarimbang, Air terjun Laputi, dan Bukit Wairinding. Perjalanan di mulai dari Waingapu menuju arah Waikabubak dengan melintasi jalur perbukitan naik turun berkelok kekanan kekiri dengan disamping kanan dan kiri adalah lipatan ratusan bahkan ribuan lipatan perbukitan yang sangat indah. Setelah setengah jam perjalanan kami tiba di persimpangan jika belok ke kiri maka ke arah tarimbang dan jika lurus adalah ke arah waikabubak. Kami ambil jalur masuk gang kekiri arah ke Tarimbang lewat jalan khas desa namun terbilang sangat bagus dan mulus. Jalanan masih di dominan berupa perbukitan yang enak buat bermanuver banting kanan dan kekiri. Sepanjang jalan dikanan dan kiri tumbuh subur pohon metir dan pohon semak belukar cukup tinggi memayungi jalan sehingga terik matahari pun di halau oleh rimbunnya dedaunan hijau. Oleh banyaknya kelokan dan jalur yang rapat oleh tumbuhan jika tidak waspada justru pandangan tidak luas dan bebas ketika berpapasan dengan kendaraan lain terkadang tidak kelihatan. Puas melaju kencang di jalan mulus terpaksa kami mengerem mendadak karena sebentar di buritan truck/bus rupanya truck/ bus jalan perlahan jalan sudah rusak sekali bagaikan kena granat. Padahal baru saja di puji jalan nya bagus mulus, saya kira akan mulus sampai pantai ternyata tidak ya begitulah karena jalan memang tak selalu mulus. Sebentar melintasi jalanan rusak kami di hadapkan pertigaan, sedangkan GPS yang kami aktifkan sejak dari Waingapu menyuruh kami lurus terus. Setelah kami lurus lagi sebentar 15 menit sampai sudah di Peter magic resort yang terkenal di kawasan Tarimbang milik seorang bule German bernama Peter menikahi gadis Sumba. Resort dengan bangunan villa rumah tradisional khas Sumba. Resort yang menghadap langsung ke pantai Tarimbang dari ketinggian dengan view sungguh menawan. Semakin cantik dan menawan ketika matahari terbenam dapat di nikmati dari depan resort. Setelah melihat- lihat resort sebentar kami melanjutkan ke pantai Tarimbang. Menuruni bukit terus saja mengikuti jalan aspal sampai mentok tiba sudah di pantai Tarimbang.

15230683_1395439843801689_4281479077739974035_n

15179181_1395441390468201_2810438671515922331_n

14572974_1343756758969998_1106344527636300042_n

14469675_1343756725636668_1274948262465586942_n

Sebentar mata memandang luas pantai yang sunggu mempesona. Muara air sungai mengalir bertemu pantai dalam sebuah cekungan kanan dan kiri di lindungi oleh tebing batuan kapur raksasa. Pantai berpasir putih lembut bagaikan tepung dengan hembusan angin serta ombak yang cukup besar. Berdiri pohon ikonik yang telah lama mati kemudian di jadikan media memasang hammock untuk bersantai pengunjung pantai. Bersantai cukup lama di Tarimbang meikmati hembusan angin yang menggoyang- goyang hammock sambil mendengar gemuruh ombak bersahutan dengan pekik burung camar. Pantai hanya kami berdua yang menikmati seakan pantai milik pribadi.

16507923_1487151397963866_6999951240444577226_n

16508079_1487151534630519_8785425443248734464_n

Sebenernya setelah dari pantai Tarimbang mau lanjut ke air terjun Laputi dan danaunya sekalian, namun setelah tiba di pertigaan Laputi- Lailara- Tarimbang kami bertanya mama penjual toko kelontong di pojok pertigaan yang memberi info bahwa perjalanan menuju laputi masih 3 jam lagi. Kami pun memilih skip air terjun Laputi dan lanjut menuju Wairinding saja. Dalam perjalanan mendung menggelayut semakin gelap dan kami pun kehujanan di jalur perbukitan Lailara. Setelah di geber sedikit ngebut kami harus berteduh karena hujan semakin deras. Di sebuah kantor desa yang sudah tidak aktif lagi sepertinya saya dan Hafiz berteduh sebentar sambil ngobrol ngalor ngidul membahas apa saja.

14666155_1349916828353991_5578175983213620552_n

14479673_1340252885987052_4645513357969693059_n

16508336_1487152591297080_5507450872093565506_n

16427406_1487151654630507_4156331138112269316_n

Sebentar hujan reda kami lanjut kembali dan baru beberapa belas kilometer hujan kembali turun menyapa kami. Sesungguhnya kami pun sudah basah kuyup kehujanan namun tergoda untuk berhenti neduh di warung jagung rebus sekalian bertanya arah bukit Wairinding. Menikmati manisnya rebusan jagung muda serta hangat segelas teh dalam dinginnya hujan di sela- sela perbukitan. Mendengar tetesan air hujan menjatuhi seng dan jalan raya bersahutan dengan raungan mesin motor melaju kencang dalam lebatnya hujan. Sebentar selesai menyantap jagung rebus dan segelas teh kami lanjut menuju sunset bukit Wairinding yang kata mama penjual jagung rebus tidak jauh lagi sudah. Hujan reda langit terang dan cahaya keemasan di ujung barat mulai menarik perhatian saya. Sebentar motor saya gas kencang dapat sudah lihat bukit Wairinding. Berkumpul anak- anak kecil disana sedang bermain dan bercanda tawa yang kemudian riang menyambut kedatangan kami berdua. Sambil mengabadikan momen menikmati indahnya bentangan ribuan bukit terhampar terlihat sungguh indah dari puncak Wairinding. Mendengar candaan Lidya, Tanto, dan anak kecil lainnya yang saya lupa namanya dengan bahasa daerah mereka yang tak ku mengerti namun rasanya hati ini senang dan damai mendengar mereka riang gembira. Kejutan dari Tuhan memang selalu mendamaikan hati. Setelah berkendara dalam hujan setibanya di bukit Wairinding sunset begitu indah dan sempat di hampiri sebentar pelangi berwarna warni. Terima kasih Tuhan untuk keindahan alam Indonesia yang Engkau karuniakan kepada kami.

14457427_1339339996078341_3914897348609358459_n

14433084_1341332579212416_6038242883285810684_n

 

14517594_1343756675636673_1127182561169964243_n

16602888_1487152311297108_4583361967426237786_n

14494875_1344379878907686_5113006484959286281_n

14724655_1357833360895671_4021976907205814931_n

14907267_1368110586534615_7865215156584953267_n

16508882_1487152034630469_4398175232272587894_n

Video Sumba

Sabtu, 31 Desember 2016

Watu Parunu, Kaliuda & Waimarang Bagian Timur Sumba Timur

Video Perjalanan Sumba

Hampir sudah menjadi rutinitas atau kebiasaan kami bangun tidur kemudian sarapan sekalian bungkus nasi untuk makan siang kemudian gas menuju destinasi pilihan kami. Tujuan utama kami adalah ke pantai Watu Parunu dan kolam alam Waimarang di bumbui atau mampir savana kaliuda dan kampung adat rende. Di mulai dari kota Waingapu mengarah ke Bandara Waingapu kemudian arahkan kendaraan menuju daerah Melolo. Tujuan awal adalah kolam alami Waimarang dan pada saat kami berhenti isi bensin eceran sekalian kami menanyakan kemana arah Waimarang. ” Terlewat jauh sudah jalan nya ” kata si bapak penjual bensin. Daripada harus balik lagi kami pun terus gas menuju pantai Watu Parunu. Dua jam sudah kami lewati jalan dengan kanan kiri di hiasi padang rumput serta sedikit hutan heterogen mampu mengurangi panasnya matahari Sumba. Padang savana yang tadinya bercampur sedikit hutan heterogen berubah menjadi padang savana yang luas dan inilah yang warga sekitar sebut Savana Kaliuda. Beberapa pohon yang fotogenik menggoda kami berdua untuk berhenti sebentar mengabadikan keindahan savana dengan rumput mengering keemasan serta tumbuh satu dua tiga pohon kayu besar seolah memberi suasana yang sejuk. Ada satu pohon yang kami sebut pohon “harapan” ya karena ranting yang separo kering belum tumbuh daun dan separo lagi sudah mulai di tumbuhi dedaunan hijau segar. Selain pohon harapan ada juga “marapu heaven” dua pohon identik berdiri berdampingan di tengah luasnya padang rumput yang telah mengering. Pohon harapan dan marapu heaven ini ternyata memang menarik perhatian pengunjung pantai Watu Parunu yang lewat kemudian berhenti sebentar untuk memotret. Padang rumputnya yang coklat gersang bagaikan hamparan karpet emas. Jauh mata ini memandang hanyalah rerumputan kering dengan beberapa pohon yang terus mencoba bertahan hidup di tanah yang tandus serta kering. Setelah cukup mengabadikan keindahan padang savana Kaliuda kami lanjut ke pantai Watu Parunu.

14445960_1343756828969991_3796946700901558391_n

dua pohon harapan

14485169_1341309119214762_926881408579228116_n

Marapu Heaven

14520542_1342647315747609_3900372371919858538_n

Pohon Harapan

Setengah jam lebih melewati perkampungan yang cukup ramai dan kami pun tiba di pantai. Watu Parunu yang berarti watu adalah batu dan parunu adalah menunduk, bukan berarti batu yang menunduk namun karena adanya batu berlubang di pantai ini dan jika melewati salah satu lubang di batu ini harus menunduk. Pantai berpasir putih ombak cukup besar dan tanpa pengunjung ya memang rata- rata wisata di Sumba masih sepi pengunjung. Di ujung seelah timur terdapat tebing batu kapur yang terus tergerus ombak sehingga berlubang. Untuk ke pantai ini bisa mencari nama daerahnya terlebih dahulu yaitu terletak di Waijelu jika dari Waingapu bisa menyalakan GPS Maps. Saran saya jangan di tutup atau matikan GPS map nya terus nyalakan dan ikuti petunjuk jalan di Map tersebut sampai tiba di daerah Waijelu pelankan laju kendaraan dan perhatikan di sebelah kiri jalan. Ikuti petunjuk jalan yang di sebelah kiri masuk ke jalan kecil menuju pantai dan kamu telah tiba di pantai Watu Parunu. Kalau ada yang tanya apa spesialnya pantai ini? pantai dengan tebing batu kapur berlubang ombak cukup besar sepi karena jauh dari jangkauan kota serta masih bersih. Ingin lompat- lompat kegirangan bersukaria atau duduk manis tenang menikmati alunan ombak dan hembusan angin pun tetap nikmat.

img_5489

Sampan Pantai Watu Parunu

img_5495

Watu Parunu ( batu menunduk)

img_5496

Pantai Watu Parunu

img_5534

Nelayan memancing di Watu Parunu

img_5558

Watu Bolong

Dari Watu Parunu kami melanjutkan arah tujuan kami ke Waimarang Melolo. Sebelum sampai di Melolo kami istirahat sebentar di Kampung adat Rende/ Rindi, kampung ada yang sangat terkenal di Sumba Timur selain cukup besar kampung adat ini terletak di pinggir jalan raya. Di tengah perkampungan berdiri Batu Kubur atau kalau di jawa di sebut “kijing”. Sebagian besar rumah masih menggunakan bahan baku papan kayu dan alang- alang sebagai atapnya. Sebelum mengexplore sekitar halaman kampung Rindi kita di persilahkan ke bale- bale utama terlebih dahulu untuk melapor/ menulis di buku tamu kedatangan. Saat kami datang seorang mama/ ibu sedang membuat tenun khas Sumba sembari menjelaskan tentang kampung Rindi kepada seorang pengunjung. Jika di beberapa kampung adat di NTT sudah banyak menjual cinderamata maka di Kampung Rindi ini belum begitu banyak cinderamata/ kerajinan tangan yang di jual.

img_5573

Kubur Batu di tengah perkampungan

img_5571

Kubur Batu

Mari lanjut lagi menuju kolam Waimarang. Kolam Waimarang ini jika dari arah Waingapu adalah di pasar Melolo ada petunjuk/ plang ke kanan arah Kananggar nah belok kanan masuk sudah itu menuju Waimarang. Terus ikuti saja jalan menuju Waimarang sampai ketemu SD inpres Waimarang tanya lagi ke orang di sekitar agar tidak nyasar. Lucunya sewaktu saya dan Hafiz menuju kolam Waimarang menggunakan GPS dan bertanya kepada orang yang kurang tepat justru menyasar kebablasan sampai ke Kananggar. Di ujung desa kami berhenti dan bertanya karena kebablasan kami putar balik ke arah Melolo. Dalam perjalanan balik arah Melolo ada 2 anak SMA sedang nongkrong kami tanyai benar sudah bahwa kami terlewat terlalu jauh. Setelah mendapat petunjuk dari 2 anak ini yang satunya namanya Rendy satu lagi lupa namanya kami tiba di parkir kolam alam Waimarang. Parkiran yang berupa padang savana ini jika kita melihat ke sekeliling seperti sedang di perbukitan teletabis bener bener keren banget. Kolam alami masih cukup jauh dari parkiran, menuruni jalur treking yang telah di buat sederhana oleh warga sekitar. Meskipun sudah di buatkan jalur treking namun harus tetap hati- hati karena jalur yang terjal dan merupakan jurang yang curam. Selesai menuruni jurang masuklah jalur hutan lebat dengan jalur yang datar cukup bisa di bilang bonus. Setelah melewati hutan ketemu dengan padang savana dan di sana ada persimpangan, jika mau mengikuti saran saya mending ambil yang arah agak kekanan. Jalur yang agak kekanan ini jalur yang paling dekat langsung menuju kolam. Saat itu kami tidak tau jalur mana yang cepat kami ambil yang lurus terus kemudian menuruni jurang lagi. Perlahan menuruni jurang dan mendarat di sungai aliran dari kolam dan harus treking mengikuti aliran sungai menuju ke arah kolam. Setibanya di kolam saya kaget tiba- tiba rendy dan temannya sudah mendarat duluan padahal sudah berpisah di jalan Kananggar- Melolo. Ternyata mereka duluan sampai dan lebih cepat karena lewat jalur yang kekanan bukan yang lurus. Kolam Waimarang terbentuk dari batuan kapur yang mungkin tergerus air atau karena gerak patahan bumi selama ribuan tahun sehingga membentuk cekungan bulat seperti kolam. Air mengalir jernih kemudian tertampung di cekungan berwarna hijau kebiruan khas air batuan kapur. Sungguh mempesona bagi saya dan Hafiz bisa melihat keindahan alam Waimarang. Kolam alami ini ada dua sebenernya diatasnya terdapat kolam kecil yang mengalirkan mini waterfall dan jatuh di kolam besar. Kolam kecil di atas air terjun lebih mirip dengan bath up/ bak mandi serta di atas bath up berjatuhan air dari tebing yang lebih tinggi.

14479758_1338109626201378_6294712427474452045_n

Jika berkenan silahkan mampir IG saya @tjiptotjupu

Tempatnya memang “spooky” kalau anak gaul bilang tapi mandi lelompatan dari tebing di pinggir jatuh ke kolam tentunya sangat menggoda. Meskipun kita sebagai pengunjung bisa mandi dan lelompatan di kolam ini alangkah baiknya tetap mejaga kesopanan dan perilaku. Merekam beberapa video dan mengambil foto untuk diabadikan dan dikenang di kemudian hari. Sayang kolam alam yang mulai ramai pengunjung ini sudah bertebaran sampah, mulai sampah plastik bungkus snack, sampah kardus makanan berat/ nasi kardus, bahkan sampah kantong plastik hitam merah dan putih. Padahal sepanjang perjalanan sudah pula di pasang peringatan ataupun ajakan untuk menjaga kebersihan dan membawa kembali sampah/ bungkus makanan yang di bawa pengunjung. Semoga kedepan kesadaran warga sekitar serta pengunjung untuk menjaga kebersihan kolam Waimarang ini semakin baik. Agar kesan spooky di kolam ini sedikit berkurang karena memang tempatnya masih rimbun dan minim cahaya sebaiknya datang ketika pagi hari atau paling tidak siang dan menjelang sore sudah meninggalkan lokasi. Bukan karena biar tidak serem tapi juga view nya lebih indah ketika mendapat pencahayaan yang cukup. Tau kan kalau kolam ini sesungguhnya adalah jurang? nah lebih aman lagi berkunjunglah ketika musim kemarau, selain airnya akan sangat jernih juga mengurangi resiko “kebanjiran tiba- tiba” .

14494635_1342517522427255_1754378869512728281_n

Fathur, Rendy dan Hafiz

14494816_1343756802303327_3894985176209820390_n

Hafiz dengan Snorkle nya

Video Sumba

Watu Parunu, Kaliuda & Waimarang Bagian Timur Sumba Timur

Video Perjalanan Sumba

Hampir sudah menjadi rutinitas atau kebiasaan kami bangun tidur kemudian sarapan sekalian bungkus nasi untuk makan siang kemudian gas menuju destinasi pilihan kami. Tujuan utama kami adalah ke pantai Watu Parunu dan kolam alam Waimarang di bumbui atau mampir savana kaliuda dan kampung adat rende. Di mulai dari kota Waingapu mengarah ke Bandara Waingapu kemudian arahkan kendaraan menuju daerah Melolo. Tujuan awal adalah kolam alami Waimarang dan pada saat kami berhenti isi bensin eceran sekalian kami menanyakan kemana arah Waimarang. ” Terlewat jauh sudah jalan nya ” kata si bapak penjual bensin. Daripada harus balik lagi kami pun terus gas menuju pantai Watu Parunu. Dua jam sudah kami lewati jalan dengan kanan kiri di hiasi padang rumput serta sedikit hutan heterogen mampu mengurangi panasnya matahari Sumba. Padang savana yang tadinya bercampur sedikit hutan heterogen berubah menjadi padang savana yang luas dan inilah yang warga sekitar sebut Savana Kaliuda. Beberapa pohon yang fotogenik menggoda kami berdua untuk berhenti sebentar mengabadikan keindahan savana dengan rumput mengering keemasan serta tumbuh satu dua tiga pohon kayu besar seolah memberi suasana yang sejuk. Ada satu pohon yang kami sebut pohon “harapan” ya karena ranting yang separo kering belum tumbuh daun dan separo lagi sudah mulai di tumbuhi dedaunan hijau segar. Selain pohon harapan ada juga “marapu heaven” dua pohon identik berdiri berdampingan di tengah luasnya padang rumput yang telah mengering. Pohon harapan dan marapu heaven ini ternyata memang menarik perhatian pengunjung pantai Watu Parunu yang lewat kemudian berhenti sebentar untuk memotret. Padang rumputnya yang coklat gersang bagaikan hamparan karpet emas. Jauh mata ini memandang hanyalah rerumputan kering dengan beberapa pohon yang terus mencoba bertahan hidup di tanah yang tandus serta kering. Setelah cukup mengabadikan keindahan padang savana Kaliuda kami lanjut ke pantai Watu Parunu.

14445960_1343756828969991_3796946700901558391_n

dua pohon harapan

14485169_1341309119214762_926881408579228116_n

Marapu Heaven

14520542_1342647315747609_3900372371919858538_n

Pohon Harapan

Setengah jam lebih melewati perkampungan yang cukup ramai dan kami pun tiba di pantai. Watu Parunu yang berarti watu adalah batu dan parunu adalah menunduk, bukan berarti batu yang menunduk namun karena adanya batu berlubang di pantai ini dan jika melewati salah satu lubang di batu ini harus menunduk. Pantai berpasir putih ombak cukup besar dan tanpa pengunjung ya memang rata- rata wisata di Sumba masih sepi pengunjung. Di ujung seelah timur terdapat tebing batu kapur yang terus tergerus ombak sehingga berlubang. Untuk ke pantai ini bisa mencari nama daerahnya terlebih dahulu yaitu terletak di Waijelu jika dari Waingapu bisa menyalakan GPS Maps. Saran saya jangan di tutup atau matikan GPS map nya terus nyalakan dan ikuti petunjuk jalan di Map tersebut sampai tiba di daerah Waijelu pelankan laju kendaraan dan perhatikan di sebelah kiri jalan. Ikuti petunjuk jalan yang di sebelah kiri masuk ke jalan kecil menuju pantai dan kamu telah tiba di pantai Watu Parunu. Kalau ada yang tanya apa spesialnya pantai ini? pantai dengan tebing batu kapur berlubang ombak cukup besar sepi karena jauh dari jangkauan kota serta masih bersih. Ingin lompat- lompat kegirangan bersukaria atau duduk manis tenang menikmati alunan ombak dan hembusan angin pun tetap nikmat.

img_5489

Sampan Pantai Watu Parunu

img_5495

Watu Parunu ( batu menunduk)

img_5496

Pantai Watu Parunu

img_5534

Nelayan memancing di Watu Parunu

img_5558

Watu Bolong

Dari Watu Parunu kami melanjutkan arah tujuan kami ke Waimarang Melolo. Sebelum sampai di Melolo kami istirahat sebentar di Kampung adat Rende/ Rindi, kampung ada yang sangat terkenal di Sumba Timur selain cukup besar kampung adat ini terletak di pinggir jalan raya. Di tengah perkampungan berdiri Batu Kubur atau kalau di jawa di sebut “kijing”. Sebagian besar rumah masih menggunakan bahan baku papan kayu dan alang- alang sebagai atapnya. Sebelum mengexplore sekitar halaman kampung Rindi kita di persilahkan ke bale- bale utama terlebih dahulu untuk melapor/ menulis di buku tamu kedatangan. Saat kami datang seorang mama/ ibu sedang membuat tenun khas Sumba sembari menjelaskan tentang kampung Rindi kepada seorang pengunjung. Jika di beberapa kampung adat di NTT sudah banyak menjual cinderamata maka di Kampung Rindi ini belum begitu banyak cinderamata/ kerajinan tangan yang di jual.

img_5573

Kubur Batu di tengah perkampungan

img_5571

Kubur Batu

Mari lanjut lagi menuju kolam Waimarang. Kolam Waimarang ini jika dari arah Waingapu adalah di pasar Melolo ada petunjuk/ plang ke kanan arah Kananggar nah belok kanan masuk sudah itu menuju Waimarang. Terus ikuti saja jalan menuju Waimarang sampai ketemu SD inpres Waimarang tanya lagi ke orang di sekitar agar tidak nyasar. Lucunya sewaktu saya dan Hafiz menuju kolam Waimarang menggunakan GPS dan bertanya kepada orang yang kurang tepat justru menyasar kebablasan sampai ke Kananggar. Di ujung desa kami berhenti dan bertanya karena kebablasan kami putar balik ke arah Melolo. Dalam perjalanan balik arah Melolo ada 2 anak SMA sedang nongkrong kami tanyai benar sudah bahwa kami terlewat terlalu jauh. Setelah mendapat petunjuk dari 2 anak ini yang satunya namanya Rendy satu lagi lupa namanya kami tiba di parkir kolam alam Waimarang. Parkiran yang berupa padang savana ini jika kita melihat ke sekeliling seperti sedang di perbukitan teletabis bener bener keren banget. Kolam alami masih cukup jauh dari parkiran, menuruni jalur treking yang telah di buat sederhana oleh warga sekitar. Meskipun sudah di buatkan jalur treking namun harus tetap hati- hati karena jalur yang terjal dan merupakan jurang yang curam. Selesai menuruni jurang masuklah jalur hutan lebat dengan jalur yang datar cukup bisa di bilang bonus. Setelah melewati hutan ketemu dengan padang savana dan di sana ada persimpangan, jika mau mengikuti saran saya mending ambil yang arah agak kekanan. Jalur yang agak kekanan ini jalur yang paling dekat langsung menuju kolam. Saat itu kami tidak tau jalur mana yang cepat kami ambil yang lurus terus kemudian menuruni jurang lagi. Perlahan menuruni jurang dan mendarat di sungai aliran dari kolam dan harus treking mengikuti aliran sungai menuju ke arah kolam. Setibanya di kolam saya kaget tiba- tiba rendy dan temannya sudah mendarat duluan padahal sudah berpisah di jalan Kananggar- Melolo. Ternyata mereka duluan sampai dan lebih cepat karena lewat jalur yang kekanan bukan yang lurus. Kolam Waimarang terbentuk dari batuan kapur yang mungkin tergerus air atau karena gerak patahan bumi selama ribuan tahun sehingga membentuk cekungan bulat seperti kolam. Air mengalir jernih kemudian tertampung di cekungan berwarna hijau kebiruan khas air batuan kapur. Sungguh mempesona bagi saya dan Hafiz bisa melihat keindahan alam Waimarang. Kolam alami ini ada dua sebenernya diatasnya terdapat kolam kecil yang mengalirkan mini waterfall dan jatuh di kolam besar. Kolam kecil di atas air terjun lebih mirip dengan bath up/ bak mandi serta di atas bath up berjatuhan air dari tebing yang lebih tinggi.

14479758_1338109626201378_6294712427474452045_n

Jika berkenan silahkan mampir IG saya @tjiptotjupu

Tempatnya memang “spooky” kalau anak gaul bilang tapi mandi lelompatan dari tebing di pinggir jatuh ke kolam tentunya sangat menggoda. Meskipun kita sebagai pengunjung bisa mandi dan lelompatan di kolam ini alangkah baiknya tetap mejaga kesopanan dan perilaku. Merekam beberapa video dan mengambil foto untuk diabadikan dan dikenang di kemudian hari. Sayang kolam alam yang mulai ramai pengunjung ini sudah bertebaran sampah, mulai sampah plastik bungkus snack, sampah kardus makanan berat/ nasi kardus, bahkan sampah kantong plastik hitam merah dan putih. Padahal sepanjang perjalanan sudah pula di pasang peringatan ataupun ajakan untuk menjaga kebersihan dan membawa kembali sampah/ bungkus makanan yang di bawa pengunjung. Semoga kedepan kesadaran warga sekitar serta pengunjung untuk menjaga kebersihan kolam Waimarang ini semakin baik. Agar kesan spooky di kolam ini sedikit berkurang karena memang tempatnya masih rimbun dan minim cahaya sebaiknya datang ketika pagi hari atau paling tidak siang dan menjelang sore sudah meninggalkan lokasi. Bukan karena biar tidak serem tapi juga view nya lebih indah ketika mendapat pencahayaan yang cukup. Tau kan kalau kolam ini sesungguhnya adalah jurang? nah lebih aman lagi berkunjunglah ketika musim kemarau, selain airnya akan sangat jernih juga mengurangi resiko “kebanjiran tiba- tiba” .

14494635_1342517522427255_1754378869512728281_n

Fathur, Rendy dan Hafiz

14494816_1343756802303327_3894985176209820390_n

Hafiz dengan Snorkle nya

Video Sumba

Jumat, 14 Oktober 2016

Puru Kambera & Kakaroluk Loku, Sumba Timur

Pagi hari dimulai dengan nego sewa motor milik salah satu karyawan hotel sandlewood. Setelah deal saya dan Hafiz langsung menuju pantai puru kambera berniat untuk snorkling. Perjalanan dari hotel menuju pantai memakan waktu sekitar 1 jam. Melewati luasnya hamparan padang savana puru kambera. Kanan dan kiri berupa padang savana yang mulai mengering coklat keemasan warnanya. Dari jauh dan ketinggian sudah nampak pantai puru kamera melengkung dengan di belakangnya barisan ribuan perbukitan berdiri dengan rapi. Tiba di pantai puru kambera ada beberapa nelayan yang sedang bersantai di bivak yang mereka buat. Sebelum nyemplung dan foto kami permisi sebentar mau lihat pantai dan berenang. Pantai pasir putih lembut dan ber air jernih ke biruan karena pantulan warna langit yang cerah. Pasirnya lembut dan bersih khas pasir di pantai Nusa Tenggara Timur. Air pantai yang bening sebening kristal namun ketika saya berenang dan melihat lihat ke sekitar beberapa spot terumbu karang sepertinya rusak karena BOM. Bermain air sebentar dan ambil foto serta video secukupnya kemudian kami lanjut menuju air terjun kakaroluk loku di Tanggedu. Ya kalau ada yang pernah dengar di Sumba pernah di temukan buaya sedang di pinggir pantai itu sangat benar maka dari itu saya tidak berani berlama lama berenang di pantai apalagi jauh jauh dari keramaian nelayan.

14721456_1354678054544535_7164448476794275338_n

Padang savana Puru Kambera

14650317_1354677527877921_6966770767074255334_n

Padang savana Puru Kambera

14717144_1354678811211126_8198133477457006170_n

Pantai Puru Kambera

14681814_1354678347877839_5842872360017995580_n

Pantai Puru Kambera

Jika ingin ke kakaroluk loku dari puru kambera lurus terus saja mengikuti jalan aspal hingga bertemu gereja baru dan pasar. Di pasar ada simpang masuk kekiri, maka masuk kiri itu dan ikuti saja jalan berupa batuan kapur putih. Perjalanan melalui belasan bukit berkelok naik turun berupa bebatuan kapur terjal. Sepanjang perjalanan kami di suguhi kanan kiri oleh lipatan ratusan bukit berbaris dan diatasnya bergerombol awan putih menghias langit biru. Diantara perbukitan terdapat lembah- lembah yang subur karena di aliri oleh air sungai jernih dan dingin. Setelah mendaki dan melewati beberapa bukit kami di hadapkan oleh ujung jalan. Awalnya kami kira jalan buntu dan kami nyasar namun setelah bertanya kepada Mama di bale ternyata kami sudah sampai di parkiran air terjun kakaroluk loku. Sebuah pelataran parkir di depan bale- bale rumah khas Sumba yang kini atap dari alang- alang pun mulai terganti oleh seng. Setau saya mendapat info beberapa orang NTT bahwa atap dari alang- alang mampu bertahan puluhan tahun dan bahannya pun mudah di dapat karena banyak tumbuh alang- alang di sekitar mereka. Sedangkan seng dahulu kala sebelum banyak motor dan mobil mereka harus membeli ke kota ( Waingapu )  kemudian di pikul puluhan kilometer untuk dibawa ke desa sebagai atap yang baru. Umur dari seng juga saya kira tidak selama jika menggunakan alang- alang. Di halaman parkir terdapat beberapa ekor kuda, sapi dan Babi. Dari tempat parkir kami masih harus melewati jalan setapak menuruni sungai dan naik lagi karena belum di bangun jembatan. Kemudian berjalan melintasi padang savana hingga tiba di rumah terakhir. Saya melihat seorang bapak tua sedang bersantai di bale- bale bersama cucunya. Kami bertanya kemana arah air terjun, ” lurus sudah sebentar ada pintu kuda dapat jalan lihat air terjun” . Saya ikuti arahan kakek dan di ujung kandang kuda terdapat jalur menurun ke sungai yang sangat curam dengan bantuan pagar di sebelah kanan dan akar untuk pegangan di sebelah kiri.

14666058_1354679657877708_2668434993489232296_n

Jalur menuju Tanggedu

14650113_1354679331211074_6262006891385028081_n

Sejauh perjalanan Jalur batuan kapur

14590321_1354679131211094_5113928624685312849_n

Naik Turun berkelok khas perbukitan

14484697_1347049708640703_7999321535330151556_n

dari rumah kakek menuju sungai

14520422_1347053121973695_6098330884088534814_n

Sebagai Loket masuk Kakaroluk Loku

Kami di sambut oleh gemuruh suara air terjun bertabrakan ke dinding bebatuan, suara angin lembah serta kicau burung menambah syahdunya suasana. Air terjun yang tidak terlalu tinggi dengan beberapa kolam bulat di aliri air jernih kehijauan. Ada 3 air terjun yang cukup besar di sungai ini dan ketiganya seolah saling melengkapi keindahannya. Terik matahari yang begitu panas mampu di redam oleh dinginnya air dan hembusan angin yang berputar di sekitar lembah sungai. Di beberapa titik saya lihat bongkahan kayu besar yang nyangkut seakan menjadi jembatan dengan sendirinya untuk pengunjung mengexplore. Sudah puas berendam serta mengambil gambar kami kembali mampir ke rumah kakek istirahat sebentar di bale- bale sambil minum air kelapa muda. Sambil istirahat kami ngobrol dengan mama yang menjaga tiket menuju air terjun. meskipun tak banyak bahasa kami yang menyambung tapi rasanya seakan sudah sangat akrab. Cukup banyak cerita yang kami dengar dari mama tentang air terjun dan tentang desa Tanggedu. Desa yang mendapat anugrah indahnya sungai dan air terjun kakaroluk loku.

14522922_1341308735881467_6896550811952082622_n

Seolah ada 3 Air Terjun

14691003_1354681707877503_6970160148228996973_n

Air terjun 1

14657472_1354680057877668_253928037763467771_n

Air terjun 2

14448856_1337127189632955_7287263660797924961_n

visit IG @tjiptotjupu

 

14641984_1354680474544293_2973814796737604888_n

Air terjun 3

Video Perjalanan Sumba