Tampilkan postingan dengan label air terjun. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label air terjun. Tampilkan semua postingan

Senin, 07 Agustus 2017

Nyolong Waktu Di Baturaden

Baturaden ya? emmmm sebenernya ke Baturaden nganterin pak Bos meeting dengan salah satu Tower Provider terbesar di Indonesia. Kalau sebelumnya pernah ke Purwokerto mampiran pulang dari explore Nusa Tenggara Barat namun belum sempet ke Baturaden. Jadi ceritanya karena pak Bos gak mungkin nyetir sendirian pulang balik Solo- Baturaden makanya saya dan Triyana yang nantinya disini saya sebut Yana nemenin sekaligus gantian nyetir kalau drivernya capek.

Meeting TBG di Baturaden

Meeting TBG di Baturaden

Solo- Baturaden, kami melewati Jogja kemudian Godean, Wates, masuk jalur Daendeles yang lurusnya minta ampun sampe ketemu daerah Petanahan ambil ke kanan arah Kebumen. Ternyata benar jalan Daendeles memang lurus gak putus- putus sampai bikin ngantuk. Sepanjang jalan yang kami lalui dominan pedesaan yang masih asri dan tentram. Terlihat di kanan kiri jalan masih banyak perkebunan milik warga juga sapi atau kambing peliharaan warga. Masuk Kebumen jalan mulai menandakan daerah dataran tinggi dengan tipikal belok- belok serta sedikit naik turun. Memasuki daerah Baturaden sudah sore langsung saja kami nyari penginepan yang dekat dengan lokasi meeting. Dapat lah di Green Valley Resort Baturaden. Resort yang cukup nyaman dengan harga cukup terjangkau apalagi untuk ukuran pak Bos. Karena capek perjalanan kami segera istirahat karena esok harinya pagi harus sudah berada di lokasi meeting.

14657378_1359746834037657_485900503423826947_n 14650723_1360772250601782_2916173884125744429_n 14657534_1360415063970834_9177845848272710399_n

14611032_1363611273651213_1017840585915644784_n

Petualangan sesungguhnya di mulai saat pak Bos sedang mengikuti meeting. Keesokan harinya kami mencari tempat meeting yang sudah di pesan pihak Tower Provider yaitu di Baturaden Adventure. ” Nyoh iki nggo cekelan jalan- jalan kono cah 2 yo ” kata pak Bos sambil ngasih uang merah beberapa lembar. Lakok enak tenan wes di kon jalan jalan malah di tambahi di kasih uang jajan. Destinasi pertama saya sama Yana adalah ke kawasan Curug 3. Dalam satu kawasan Curug ini ada beberapa destinasi seperti Sendang Bidadari, Kedung Pete, dan Curug 3 sendiri. Curug 3 lokasinya di paling bawah sehingga dalam perjalanan turun akan melewati Sendang Bidadari dan Kedung Pete. Sendang Bidadari ini ada air terjun juga yang kecil kemudian mengalir jatuh ke sebuah kolam yang dulu konon di pakai mandi oleh para bidadari. Dari kejauhan bagaian Goa yang di atasnya mengalir air terjun. Kalau di foto dengan angle yang pas Sendang Bidadari ini akan terlihat lebih eyeketching.

Kedung Pete

Kedung Pete

15043795_1778121905782666_895501823677300736_n

Curug Telu sebagai ikon dari kawasan ini dengan air terjun yang cukup tinggi kemudian di tengah tebingnya keluar air terjun yang lebih rendah. Air dingin bening terjun bebas mengibas muka rasanya adem dan tenang. Gemericik air serta kicau burung sungguh sempurna ketentraman saat itu. Pagi yang tenang belum ada pengunjung lain jadi puas sekali bisa foto baik foto narsis maupun foto pemandagannya. Rekomended gak sih ke Curug Telu? rekomended apalagi kalau hari kerja aktif jadi gak rame pengunjung kamu bisa puas explorasi.

14736161_198529403907087_5028916231235698688_n 14900565_1369545553057785_1659884863887806128_n 14724639_1361999793812361_795524432761538559_n

Oh iya selain ke Curug Telu saya dan Yana sempat mampir ke Telaga Sunyi, beneran sunyi donk karena kami datang kepagian bahkan penjaga loket aja belum datang. Telaga Sunyi ini hanya semacam kolam yang menampung air jernih dan mengalirkannya lagi ke sungai. Sayangnya sudah di bikin semacam tembok- tembok untuk membentuk kolamnya dan di tepian sebagai jalan setapak.

14720586_1360438717301802_602641418480487386_n

Nyolong Waktu Di Baturaden

Baturaden ya? emmmm sebenernya ke Baturaden nganterin pak Bos meeting dengan salah satu Tower Provider terbesar di Indonesia. Kalau sebelumnya pernah ke Purwokerto mampiran pulang dari explore Nusa Tenggara Barat namun belum sempet ke Baturaden. Jadi ceritanya karena pak Bos gak mungkin nyetir sendirian pulang balik Solo- Baturaden makanya saya dan Triyana yang nantinya disini saya sebut Yana nemenin sekaligus gantian nyetir kalau drivernya capek.

Meeting TBG di Baturaden

Meeting TBG di Baturaden

Solo- Baturaden, kami melewati Jogja kemudian Godean, Wates, masuk jalur Daendeles yang lurusnya minta ampun sampe ketemu daerah Petanahan ambil ke kanan arah Kebumen. Ternyata benar jalan Daendeles memang lurus gak putus- putus sampai bikin ngantuk. Sepanjang jalan yang kami lalui dominan pedesaan yang masih asri dan tentram. Terlihat di kanan kiri jalan masih banyak perkebunan milik warga juga sapi atau kambing peliharaan warga. Masuk Kebumen jalan mulai menandakan daerah dataran tinggi dengan tipikal belok- belok serta sedikit naik turun. Memasuki daerah Baturaden sudah sore langsung saja kami nyari penginepan yang dekat dengan lokasi meeting. Dapat lah di Green Valley Resort Baturaden. Resort yang cukup nyaman dengan harga cukup terjangkau apalagi untuk ukuran pak Bos. Karena capek perjalanan kami segera istirahat karena esok harinya pagi harus sudah berada di lokasi meeting.

14657378_1359746834037657_485900503423826947_n 14650723_1360772250601782_2916173884125744429_n 14657534_1360415063970834_9177845848272710399_n

14611032_1363611273651213_1017840585915644784_n

Petualangan sesungguhnya di mulai saat pak Bos sedang mengikuti meeting. Keesokan harinya kami mencari tempat meeting yang sudah di pesan pihak Tower Provider yaitu di Baturaden Adventure. ” Nyoh iki nggo cekelan jalan- jalan kono cah 2 yo ” kata pak Bos sambil ngasih uang merah beberapa lembar. Lakok enak tenan wes di kon jalan jalan malah di tambahi di kasih uang jajan. Destinasi pertama saya sama Yana adalah ke kawasan Curug 3. Dalam satu kawasan Curug ini ada beberapa destinasi seperti Sendang Bidadari, Kedung Pete, dan Curug 3 sendiri. Curug 3 lokasinya di paling bawah sehingga dalam perjalanan turun akan melewati Sendang Bidadari dan Kedung Pete. Sendang Bidadari ini ada air terjun juga yang kecil kemudian mengalir jatuh ke sebuah kolam yang dulu konon di pakai mandi oleh para bidadari. Dari kejauhan bagaian Goa yang di atasnya mengalir air terjun. Kalau di foto dengan angle yang pas Sendang Bidadari ini akan terlihat lebih eyeketching.

Kedung Pete

Kedung Pete

15043795_1778121905782666_895501823677300736_n

Curug Telu sebagai ikon dari kawasan ini dengan air terjun yang cukup tinggi kemudian di tengah tebingnya keluar air terjun yang lebih rendah. Air dingin bening terjun bebas mengibas muka rasanya adem dan tenang. Gemericik air serta kicau burung sungguh sempurna ketentraman saat itu. Pagi yang tenang belum ada pengunjung lain jadi puas sekali bisa foto baik foto narsis maupun foto pemandagannya. Rekomended gak sih ke Curug Telu? rekomended apalagi kalau hari kerja aktif jadi gak rame pengunjung kamu bisa puas explorasi.

14736161_198529403907087_5028916231235698688_n 14900565_1369545553057785_1659884863887806128_n 14724639_1361999793812361_795524432761538559_n

Oh iya selain ke Curug Telu saya dan Yana sempat mampir ke Telaga Sunyi, beneran sunyi donk karena kami datang kepagian bahkan penjaga loket aja belum datang. Telaga Sunyi ini hanya semacam kolam yang menampung air jernih dan mengalirkannya lagi ke sungai. Sayangnya sudah di bikin semacam tembok- tembok untuk membentuk kolamnya dan di tepian sebagai jalan setapak.

14720586_1360438717301802_602641418480487386_n

Kamis, 03 Agustus 2017

Bikepacker SOLORAYA piknik ke Cumbri

Ada yang pernah denger sebuah komunitas bikepacker? ya sebuah forum atau komunitas orang yang suka piknik naik motor. Untuk pertama kalinya bikepacker soloraya melaksanakan piknik bersama. Oh iya bikepacker Soloraya ini juga baru aja berdirinya karena akhirnya memisahkan diri dari regional Jogjakarta, kasihan kalau mau kumpul kejauhan katanya. Piknik perdana kami adalah yang dekat- dekat saja yaitu ke daerah perbatasan Wonogiri dan Magetan yaitu bukit Cumbri. Kawasan lipatan Bukit yang tak terlalu tinggi namun kesan eksotis dan indah saat pagi sungguh memanjakan mata. Beberapa tonjolan bukit di selimuti kabut kabut tipis di sirami keemasan cahaya matahari, hemm sungguh indah.

Sore itu kami janjian meeting poin di POM bensin Solobaru kemudian baru riding bareng menuju bukit Cumbri. Kloter pertama sudah berkumpul saya, mas Susilo dan Yasin kemudian berangkat perlahan sambil menghampiri mas Heri, mas Sukmo serta mbak Arum. Kemudian saat kami istirahat shalat magrib menyusul lah mas Julio. Untuk Kloter pertama kami anggap sudah komplit dan segera saja berangkat menuju Wonogiri. Solobaru- Wonogiri kami tempuh selama 2 jam perjalanan dengan riding santai. Bukit Cumbri ini letaknya tepat di perbatasan Jateng dengan Jatim. Melaju terus meninggalkan kota Wonogiri menuju arah magetan setelah 1.5 jam perjalanan kami sampai di gapura perbatasan Jateng dengan Jatim. Jika kamu dari arah Solo maka sebelum gapura peris ada jalan belok kiri masuk kedalam perkampungan maka itu lah Bukit Cumbri sudah dekat.

Tiba di parkiran kami sempat di buat bingung karena tidak ada seorang pun yang berjaga di loket parkir, setelah menunggu beberapa saat akhirnya ada orang yang bertanggung jawab dan mempersilahkan memarkirkan kendaraan. Treking menuju puncak Cumbri di mulai dari parkiran dengan melewati beberapa perkebunan milik warga berupa kebun pohon jambu monyet. Treking dari parkiran sampai puncak kira- kira dapat di tempuh selama 1.5 jam jalan santai. Meskipun tak terlalu tinggi angin di puncak cukup kencang dan dingin. Suasana asri dan sejuk juga sangat terasa. Setelah sampai di puncak kami segera mencari tempat yang longgar untuk mendirikan tenda. Kami dirikan 3 tenda kemudian istirahat bersiap menanti sang fajar esok harinya.

14212022_1307065782639096_6768304745361360710_n

Pagi itu Sunrise tak sesempurna biasanya namun hangatnya tetap mampu membuat mata dan hati terperangah menikmatinya. Ketika sinarnya mulai merata menyibak gelap kabut tipis mulai terlihat sedang menyelimuti bukit- bukit kecil yang kedinginan. Rumput serta pepohonan bergoyang menyambut angin yang datang menghampiri. Desis angin beralun merdu di iringi beberapa kicau burung. Semakin siang birunya langit berpadu keemasan sinar matahari di tambah hijau nya daun- daun pepohonan. Tak terasa sengatan sinar mentari semakin kuat memaksa kami segera berkemas dan turun berpindah destinasi.

14233205_1306017232743951_8126969282334387376_n 14225506_1306035029408838_6207857562035029097_n 14211929_1307002709312070_7479542997130550044_n 14141938_1299855830026758_7091837456489044243_n 14079643_1298021966876811_4387788114040619660_n 14055119_1301170166561991_3400238524583557529_n 14045635_1299472816731726_4525758494867352118_n 14045610_1299392123406462_5033141180536785251_n

Seusai puas menikmati Bukit Cumbi kami arahkan kemudi motor menuju air terjun Girimanik yang terletak tak begitu jauh dari Cumbri. Air terjun Girimanik ini masih di Wonogiri juga, letaknya searah pulang ke Solo jadi sekalian mampir gtu. Waktu itu jalan yang kami lalui lebih banyak yang rusak dan mirip jalan makadam bukan jalan aspal. Setelah pegal- pegal riding melewati jalanan makadam kami tiba di parkiran istirahat sebentar. Selagi saya, mas Susilo dan mas Agung turun ke air terjun yang lain bersanti sambil ngeteh di bawah pepohonan cemara tempat parkir sepeda motor. Kalau di area parkir sebenernya juga enak buat  camping karena rimbunnya pepohonan membuat teduh dan nyaman berada di bawahnya. Untuk air terjun yang ternyata tak begitu besar dan tinggi dapat di tempuh 15 menit treking menuruni jalan setapak. Tak lama- lama kami di Air terjun Girimanik kemudian lanjut lagi ke Landasan Gantole Watucenik yang masih di daerah Wonogiri pula.

14237732_1307062275972780_2009018369876867945_n 14034710_1295820287096979_5092972372781219947_n 14045723_1294827463862928_6537338446542508225_n

Landasan Gantole watucenik ini adalah yang paling dekat jika dari Kota Wonogiri. Karena sudah terkenal di Watucenik pengunjungnya sungguh banyak dan sebagian besar adalah para pasangan remaja yang sedang Hot- Hot nya berpacaran. Dengan view waduk Gajahmungkur di bawah kita dapat melihat luas dari atas landasan gantole. Cuaca mendukung langiit cerah kebiruan di hiasi beberapa coretan awan. Tak jauh dari landasan gantole watucenik di sebelah agak kebarat lagi masih ada landasan gantole serupa yang juga tak kalah indah view nya. Sekalian menghabiskan hari kami menunggu senja datang sambil berfoto- foto ria. Warna langit orange keemasan menghipnotis kami para pengunjung. senja jingga berganti gelap malam datanglah petugas yang berjaga untuk mengingatkan agar segera pulang meninggalkan area landasan gantole, ya karena memang tidak boleh ada pengunjung hingga malam hari. Karena hari telah gelap tentunya kami juga sudah capek seharian meng-explore Wonogiri kami pun memutar arah kemudi pulang ke rumah masing- masing.

14102616_1307069325972075_3724069788124910110_n

Selasa, 14 Februari 2017

Laputi, Sumba Bagian Tengah

Niatnya hari jumat adalah kunjungan santai di sekitar kota Waingapu saja. Masih ada Air terjun Laputi dan danau Laputi yang belum sempat terjamah. Seperti hari biasanya kami berangkat jam 08:00 melaju secepat mungkin menuju air terjun Laputi dan danau Laputi. Kembali kami melewati jalur perbukitan Wairinding dan Lailara. Tiba di persimpangan Tarimbang – Laputi sudah pukul 10:00. Sarapan sebentar biar gak lemes soale bahagia beneran juga butuh energy. Mulai masuk persimpangan menuju Laputi jalanan sangat tidak bersahabat. Jalanan bagaikan aspal seusai di hujani granat hancur luluh lantak berantakan. Riding di atas jalanan rusak membuat seluruh anggota badan ikut menari rasanya sungguh tak terdefinisikan. Jalanan ta kunjung bagus sampai akhirnya tiba di persimpangan dan saya ambil saja arah kekanan. Jalanan masih tak berubah masih rusak dan melewati beberapa pekerja sedang membangun jaringan listrik PLN kemudian sekali menyebrang kali yang kedalamannya 1/2 diameter roda motor dan memang tidak ada jembatan. Tak jauh dari kali bertemu lagi dengan para pekerja jaringan liistrik PLN dan karena saya semakin ragu sebaiknya kami bertanya agar tidak kebblabasan nyasarnya. Rupanya air terjun Laputi sudah kelewat sangat jauh dan seharusnya si persimpangan kami ambil jalan yang kekiri. Mau tak mau kami putar arah dan kembali di hadapkan pada sungai yang ternyata info dari pekerja dan warga sekitar bahwa ada seekor buaya yang cukup besar tinggal di sekitar sungai. Tetap saja ngeri bagi kami meskipun bibsa nyebrang sungai tanpa turun dari motor. Padahal jika mau menyusuri sungai ke atas kami akan bertemu air terjun yang cukup bagus kata bapak sewaktu kami bertanya namanya Laindamuki.

laindamuki

pin merah adalah lokasi Air terjun Laindamuki aliran sungai ke bawah yang pojok kiri adalah sungai dangkal yang kami sebrangi

Karena safety lebih utama dan kami tak mau di makan buaya kami skip lah air terjun Laindamuki dan karena memang tidak masuk list kami. Akhirnya dengan yakin kami menyebrang sungai Laindamuki dan Alhamdulillah aman tidak ada penampakan buaya yang melirik kami. Selamat dari lirikan buaya saya langsung betot gas dalam dalam, ternyata air terjun Laputi tak begitu jauh dari persimpangan. Setelah sekolahan/ SD lurus terus sampai menyebrang sungai kemudian ada gang kekiri masuk ikutin jalan tak terlalu jauh sampe ujung jalan ada sebuah rumah. Di rumah ini lah biasanya pengunjung diantarkan oleh bapak pemilik rumah ke air terjun.

Air terjun yang berasal dari danau Laputi mengalir bagaikan tirai berjatuhan membasahi tebing air terjun Laputi. Airnya segar dan dingin jatuh ke tubuh saya rasanya seperti totok refleksi. Sekitar kolam dan air terjun begitu lembabdan tumbuh subur tumbuhan paku. Saat saya sedang menikmati indahnya air terjun si bapak dan anaknya sedang sibuk memanen paku untuk di sayur.

IMG_5875

IMG_5877

Setelah dari air terjun kami sekalian mengunjungi danau Laputi, tak jauh dari air terjun bekendara sekitar 15 menit kami sudah sampai. Danau Laputi di dalam kawasan hutan yang sepertinya sudah sangat lama tidak di jamah pengunjung. Sunyi, sepi, gelap karena lebatnya dedaunan pohon yeng tumbuh subur. Danau dengan air yang sangat bening, saking beningnya airnya begitu biru. Konon dulu pernah ada seorang nenek yang melepaskan seekor belut yang hingga kini masih tinggal dan menghuni danau Laputi.

14495458_1346130712065936_1898538487318107717_n

14492483_1343756695636671_4252232321591567988_n

 

Video Perjalanan Sumba

Laputi, Sumba Bagian Tengah

Niatnya hari jumat adalah kunjungan santai di sekitar kota Waingapu saja. Masih ada Air terjun Laputi dan danau Laputi yang belum sempat terjamah. Seperti hari biasanya kami berangkat jam 08:00 melaju secepat mungkin menuju air terjun Laputi dan danau Laputi. Kembali kami melewati jalur perbukitan Wairinding dan Lailara. Tiba di persimpangan Tarimbang – Laputi sudah pukul 10:00. Sarapan sebentar biar gak lemes soale bahagia beneran juga butuh energy. Mulai masuk persimpangan menuju Laputi jalanan sangat tidak bersahabat. Jalanan bagaikan aspal seusai di hujani granat hancur luluh lantak berantakan. Riding di atas jalanan rusak membuat seluruh anggota badan ikut menari rasanya sungguh tak terdefinisikan. Jalanan ta kunjung bagus sampai akhirnya tiba di persimpangan dan saya ambil saja arah kekanan. Jalanan masih tak berubah masih rusak dan melewati beberapa pekerja sedang membangun jaringan listrik PLN kemudian sekali menyebrang kali yang kedalamannya 1/2 diameter roda motor dan memang tidak ada jembatan. Tak jauh dari kali bertemu lagi dengan para pekerja jaringan liistrik PLN dan karena saya semakin ragu sebaiknya kami bertanya agar tidak kebblabasan nyasarnya. Rupanya air terjun Laputi sudah kelewat sangat jauh dan seharusnya si persimpangan kami ambil jalan yang kekiri. Mau tak mau kami putar arah dan kembali di hadapkan pada sungai yang ternyata info dari pekerja dan warga sekitar bahwa ada seekor buaya yang cukup besar tinggal di sekitar sungai. Tetap saja ngeri bagi kami meskipun bibsa nyebrang sungai tanpa turun dari motor. Padahal jika mau menyusuri sungai ke atas kami akan bertemu air terjun yang cukup bagus kata bapak sewaktu kami bertanya namanya Laindamuki.

laindamuki

pin merah adalah lokasi Air terjun Laindamuki aliran sungai ke bawah yang pojok kiri adalah sungai dangkal yang kami sebrangi

Karena safety lebih utama dan kami tak mau di makan buaya kami skip lah air terjun Laindamuki dan karena memang tidak masuk list kami. Akhirnya dengan yakin kami menyebrang sungai Laindamuki dan Alhamdulillah aman tidak ada penampakan buaya yang melirik kami. Selamat dari lirikan buaya saya langsung betot gas dalam dalam, ternyata air terjun Laputi tak begitu jauh dari persimpangan. Setelah sekolahan/ SD lurus terus sampai menyebrang sungai kemudian ada gang kekiri masuk ikutin jalan tak terlalu jauh sampe ujung jalan ada sebuah rumah. Di rumah ini lah biasanya pengunjung diantarkan oleh bapak pemilik rumah ke air terjun.

Air terjun yang berasal dari danau Laputi mengalir bagaikan tirai berjatuhan membasahi tebing air terjun Laputi. Airnya segar dan dingin jatuh ke tubuh saya rasanya seperti totok refleksi. Sekitar kolam dan air terjun begitu lembabdan tumbuh subur tumbuhan paku. Saat saya sedang menikmati indahnya air terjun si bapak dan anaknya sedang sibuk memanen paku untuk di sayur.

IMG_5875

IMG_5877

Setelah dari air terjun kami sekalian mengunjungi danau Laputi, tak jauh dari air terjun bekendara sekitar 15 menit kami sudah sampai. Danau Laputi di dalam kawasan hutan yang sepertinya sudah sangat lama tidak di jamah pengunjung. Sunyi, sepi, gelap karena lebatnya dedaunan pohon yeng tumbuh subur. Danau dengan air yang sangat bening, saking beningnya airnya begitu biru. Konon dulu pernah ada seorang nenek yang melepaskan seekor belut yang hingga kini masih tinggal dan menghuni danau Laputi.

14495458_1346130712065936_1898538487318107717_n

14492483_1343756695636671_4252232321591567988_n

 

Video Perjalanan Sumba

Jumat, 14 Oktober 2016

Puru Kambera & Kakaroluk Loku, Sumba Timur

Pagi hari dimulai dengan nego sewa motor milik salah satu karyawan hotel sandlewood. Setelah deal saya dan Hafiz langsung menuju pantai puru kambera berniat untuk snorkling. Perjalanan dari hotel menuju pantai memakan waktu sekitar 1 jam. Melewati luasnya hamparan padang savana puru kambera. Kanan dan kiri berupa padang savana yang mulai mengering coklat keemasan warnanya. Dari jauh dan ketinggian sudah nampak pantai puru kamera melengkung dengan di belakangnya barisan ribuan perbukitan berdiri dengan rapi. Tiba di pantai puru kambera ada beberapa nelayan yang sedang bersantai di bivak yang mereka buat. Sebelum nyemplung dan foto kami permisi sebentar mau lihat pantai dan berenang. Pantai pasir putih lembut dan ber air jernih ke biruan karena pantulan warna langit yang cerah. Pasirnya lembut dan bersih khas pasir di pantai Nusa Tenggara Timur. Air pantai yang bening sebening kristal namun ketika saya berenang dan melihat lihat ke sekitar beberapa spot terumbu karang sepertinya rusak karena BOM. Bermain air sebentar dan ambil foto serta video secukupnya kemudian kami lanjut menuju air terjun kakaroluk loku di Tanggedu. Ya kalau ada yang pernah dengar di Sumba pernah di temukan buaya sedang di pinggir pantai itu sangat benar maka dari itu saya tidak berani berlama lama berenang di pantai apalagi jauh jauh dari keramaian nelayan.

14721456_1354678054544535_7164448476794275338_n

Padang savana Puru Kambera

14650317_1354677527877921_6966770767074255334_n

Padang savana Puru Kambera

14717144_1354678811211126_8198133477457006170_n

Pantai Puru Kambera

14681814_1354678347877839_5842872360017995580_n

Pantai Puru Kambera

Jika ingin ke kakaroluk loku dari puru kambera lurus terus saja mengikuti jalan aspal hingga bertemu gereja baru dan pasar. Di pasar ada simpang masuk kekiri, maka masuk kiri itu dan ikuti saja jalan berupa batuan kapur putih. Perjalanan melalui belasan bukit berkelok naik turun berupa bebatuan kapur terjal. Sepanjang perjalanan kami di suguhi kanan kiri oleh lipatan ratusan bukit berbaris dan diatasnya bergerombol awan putih menghias langit biru. Diantara perbukitan terdapat lembah- lembah yang subur karena di aliri oleh air sungai jernih dan dingin. Setelah mendaki dan melewati beberapa bukit kami di hadapkan oleh ujung jalan. Awalnya kami kira jalan buntu dan kami nyasar namun setelah bertanya kepada Mama di bale ternyata kami sudah sampai di parkiran air terjun kakaroluk loku. Sebuah pelataran parkir di depan bale- bale rumah khas Sumba yang kini atap dari alang- alang pun mulai terganti oleh seng. Setau saya mendapat info beberapa orang NTT bahwa atap dari alang- alang mampu bertahan puluhan tahun dan bahannya pun mudah di dapat karena banyak tumbuh alang- alang di sekitar mereka. Sedangkan seng dahulu kala sebelum banyak motor dan mobil mereka harus membeli ke kota ( Waingapu )  kemudian di pikul puluhan kilometer untuk dibawa ke desa sebagai atap yang baru. Umur dari seng juga saya kira tidak selama jika menggunakan alang- alang. Di halaman parkir terdapat beberapa ekor kuda, sapi dan Babi. Dari tempat parkir kami masih harus melewati jalan setapak menuruni sungai dan naik lagi karena belum di bangun jembatan. Kemudian berjalan melintasi padang savana hingga tiba di rumah terakhir. Saya melihat seorang bapak tua sedang bersantai di bale- bale bersama cucunya. Kami bertanya kemana arah air terjun, ” lurus sudah sebentar ada pintu kuda dapat jalan lihat air terjun” . Saya ikuti arahan kakek dan di ujung kandang kuda terdapat jalur menurun ke sungai yang sangat curam dengan bantuan pagar di sebelah kanan dan akar untuk pegangan di sebelah kiri.

14666058_1354679657877708_2668434993489232296_n

Jalur menuju Tanggedu

14650113_1354679331211074_6262006891385028081_n

Sejauh perjalanan Jalur batuan kapur

14590321_1354679131211094_5113928624685312849_n

Naik Turun berkelok khas perbukitan

14484697_1347049708640703_7999321535330151556_n

dari rumah kakek menuju sungai

14520422_1347053121973695_6098330884088534814_n

Sebagai Loket masuk Kakaroluk Loku

Kami di sambut oleh gemuruh suara air terjun bertabrakan ke dinding bebatuan, suara angin lembah serta kicau burung menambah syahdunya suasana. Air terjun yang tidak terlalu tinggi dengan beberapa kolam bulat di aliri air jernih kehijauan. Ada 3 air terjun yang cukup besar di sungai ini dan ketiganya seolah saling melengkapi keindahannya. Terik matahari yang begitu panas mampu di redam oleh dinginnya air dan hembusan angin yang berputar di sekitar lembah sungai. Di beberapa titik saya lihat bongkahan kayu besar yang nyangkut seakan menjadi jembatan dengan sendirinya untuk pengunjung mengexplore. Sudah puas berendam serta mengambil gambar kami kembali mampir ke rumah kakek istirahat sebentar di bale- bale sambil minum air kelapa muda. Sambil istirahat kami ngobrol dengan mama yang menjaga tiket menuju air terjun. meskipun tak banyak bahasa kami yang menyambung tapi rasanya seakan sudah sangat akrab. Cukup banyak cerita yang kami dengar dari mama tentang air terjun dan tentang desa Tanggedu. Desa yang mendapat anugrah indahnya sungai dan air terjun kakaroluk loku.

14522922_1341308735881467_6896550811952082622_n

Seolah ada 3 Air Terjun

14691003_1354681707877503_6970160148228996973_n

Air terjun 1

14657472_1354680057877668_253928037763467771_n

Air terjun 2

14448856_1337127189632955_7287263660797924961_n

visit IG @tjiptotjupu

 

14641984_1354680474544293_2973814796737604888_n

Air terjun 3

Video Perjalanan Sumba

Puru Kambera & Kakaroluk Loku, Sumba Timur

Pagi hari dimulai dengan nego sewa motor milik salah satu karyawan hotel sandlewood. Setelah deal saya dan Hafiz langsung menuju pantai puru kambera berniat untuk snorkling. Perjalanan dari hotel menuju pantai memakan waktu sekitar 1 jam. Melewati luasnya hamparan padang savana puru kambera. Kanan dan kiri berupa padang savana yang mulai mengering coklat keemasan warnanya. Dari jauh dan ketinggian sudah nampak pantai puru kamera melengkung dengan di belakangnya barisan ribuan perbukitan berdiri dengan rapi. Tiba di pantai puru kambera ada beberapa nelayan yang sedang bersantai di bivak yang mereka buat. Sebelum nyemplung dan foto kami permisi sebentar mau lihat pantai dan berenang. Pantai pasir putih lembut dan ber air jernih ke biruan karena pantulan warna langit yang cerah. Pasirnya lembut dan bersih khas pasir di pantai Nusa Tenggara Timur. Air pantai yang bening sebening kristal namun ketika saya berenang dan melihat lihat ke sekitar beberapa spot terumbu karang sepertinya rusak karena BOM. Bermain air sebentar dan ambil foto serta video secukupnya kemudian kami lanjut menuju air terjun kakaroluk loku di Tanggedu. Ya kalau ada yang pernah dengar di Sumba pernah di temukan buaya sedang di pinggir pantai itu sangat benar maka dari itu saya tidak berani berlama lama berenang di pantai apalagi jauh jauh dari keramaian nelayan.

14721456_1354678054544535_7164448476794275338_n

Padang savana Puru Kambera

14650317_1354677527877921_6966770767074255334_n

Padang savana Puru Kambera

14717144_1354678811211126_8198133477457006170_n

Pantai Puru Kambera

14681814_1354678347877839_5842872360017995580_n

Pantai Puru Kambera

Jika ingin ke kakaroluk loku dari puru kambera lurus terus saja mengikuti jalan aspal hingga bertemu gereja baru dan pasar. Di pasar ada simpang masuk kekiri, maka masuk kiri itu dan ikuti saja jalan berupa batuan kapur putih. Perjalanan melalui belasan bukit berkelok naik turun berupa bebatuan kapur terjal. Sepanjang perjalanan kami di suguhi kanan kiri oleh lipatan ratusan bukit berbaris dan diatasnya bergerombol awan putih menghias langit biru. Diantara perbukitan terdapat lembah- lembah yang subur karena di aliri oleh air sungai jernih dan dingin. Setelah mendaki dan melewati beberapa bukit kami di hadapkan oleh ujung jalan. Awalnya kami kira jalan buntu dan kami nyasar namun setelah bertanya kepada Mama di bale ternyata kami sudah sampai di parkiran air terjun kakaroluk loku. Sebuah pelataran parkir di depan bale- bale rumah khas Sumba yang kini atap dari alang- alang pun mulai terganti oleh seng. Setau saya mendapat info beberapa orang NTT bahwa atap dari alang- alang mampu bertahan puluhan tahun dan bahannya pun mudah di dapat karena banyak tumbuh alang- alang di sekitar mereka. Sedangkan seng dahulu kala sebelum banyak motor dan mobil mereka harus membeli ke kota ( Waingapu )  kemudian di pikul puluhan kilometer untuk dibawa ke desa sebagai atap yang baru. Umur dari seng juga saya kira tidak selama jika menggunakan alang- alang. Di halaman parkir terdapat beberapa ekor kuda, sapi dan Babi. Dari tempat parkir kami masih harus melewati jalan setapak menuruni sungai dan naik lagi karena belum di bangun jembatan. Kemudian berjalan melintasi padang savana hingga tiba di rumah terakhir. Saya melihat seorang bapak tua sedang bersantai di bale- bale bersama cucunya. Kami bertanya kemana arah air terjun, ” lurus sudah sebentar ada pintu kuda dapat jalan lihat air terjun” . Saya ikuti arahan kakek dan di ujung kandang kuda terdapat jalur menurun ke sungai yang sangat curam dengan bantuan pagar di sebelah kanan dan akar untuk pegangan di sebelah kiri.

14666058_1354679657877708_2668434993489232296_n

Jalur menuju Tanggedu

14650113_1354679331211074_6262006891385028081_n

Sejauh perjalanan Jalur batuan kapur

14590321_1354679131211094_5113928624685312849_n

Naik Turun berkelok khas perbukitan

14484697_1347049708640703_7999321535330151556_n

dari rumah kakek menuju sungai

14520422_1347053121973695_6098330884088534814_n

Sebagai Loket masuk Kakaroluk Loku

Kami di sambut oleh gemuruh suara air terjun bertabrakan ke dinding bebatuan, suara angin lembah serta kicau burung menambah syahdunya suasana. Air terjun yang tidak terlalu tinggi dengan beberapa kolam bulat di aliri air jernih kehijauan. Ada 3 air terjun yang cukup besar di sungai ini dan ketiganya seolah saling melengkapi keindahannya. Terik matahari yang begitu panas mampu di redam oleh dinginnya air dan hembusan angin yang berputar di sekitar lembah sungai. Di beberapa titik saya lihat bongkahan kayu besar yang nyangkut seakan menjadi jembatan dengan sendirinya untuk pengunjung mengexplore. Sudah puas berendam serta mengambil gambar kami kembali mampir ke rumah kakek istirahat sebentar di bale- bale sambil minum air kelapa muda. Sambil istirahat kami ngobrol dengan mama yang menjaga tiket menuju air terjun. meskipun tak banyak bahasa kami yang menyambung tapi rasanya seakan sudah sangat akrab. Cukup banyak cerita yang kami dengar dari mama tentang air terjun dan tentang desa Tanggedu. Desa yang mendapat anugrah indahnya sungai dan air terjun kakaroluk loku.

14522922_1341308735881467_6896550811952082622_n

Seolah ada 3 Air Terjun

14691003_1354681707877503_6970160148228996973_n

Air terjun 1

14657472_1354680057877668_253928037763467771_n

Air terjun 2

14448856_1337127189632955_7287263660797924961_n

visit IG @tjiptotjupu

 

14641984_1354680474544293_2973814796737604888_n

Air terjun 3

Video Perjalanan Sumba

Air Terjun Lapopu dan Matayangu, Sumba Barat

14642122_1352418041437203_6612989002875918983_n

Pagi hari di Waikabubak

Terbangun dipagi hari masih diselimuti rasa cemas karena kami belum mendapat sewa motor/ ojek untuk explore sumba barat hari itu. Setelah saya menunggu sebentar kakak yoseph bangun dari tidurnya segera saya minta tolong sebentar dicarikan ojek. Kakak Yoseph telp kawannya yang tukang ojek diminta untuk antar kami pergi ke air terjun Lapopu dan Matayangu. Pukul 08:00 tukang ojek datang yang satu punya nama Eric dan kawannya adalah Feri. Setelah deal harga ojek 120ribu/ orang kami langsung checkout dari wisma menuju daerah Wanukaka. Melintasi jalanan perbukitan berkelok- kelok naik turun dengan pemandangan samping kanan kiri adalah perbukitan berjajar indah. Udara sejuk semerbak wewangian bunga kopi menjadikan awal perjalanan kami penuh semangat. Setelah melewati beberapa kelokan turunan dan tanjakan kami tiba di pelataran parkir wisata air terju Lapopu. Perlahan kami melalui jalan setapak menyusuri sungai diantar oleh seorang kakek yang bernama Borowoyak umur 70 tahun keturunan Belanda. Air sungai jernih kehijauan terlihat dasar sungai yang sebagian besar adalah batuan kapur. Tipikal sungai dan air terjun yang mirip dengan air terjun Matajitu di Moyo dan Sri gethuk di Wonosari. Sebentar ambil foto dan sedikit video kemudian kami segera melanjutkan ke air terjun berikutnya yaitu Matayangu.

14680627_1354574334554907_9097909822940150761_n

Sungai Lapopu

14606436_1352418611437146_1914085364968011089_n

Jembatan menuju air terjun Lapopu

14572845_1352419408103733_5890449027545162015_n

Sungai Lapopu

14671120_1354574637888210_9177774484104132105_n

Lapopu dari jauh

14656301_1354573924554948_1564012197224857095_n

Air terjun Lapopu

Masih diantarkan oleh kakek Borowoyak kami memulai dengan menaiki puluhan anak tangga pipa saluran air. Rasanya baru 15 menit menaiki anak tangga dengkul dan badan rasanya sudah lemas semua. Di depan kakek Borowoyak terus berjalan seolah tak punya rasa letih dan lemas. Setelah menaiki anak tangga kami berjalan perlahan di atas pipa saluran air memasuki hutan mengikuti pipa hingga ke mata air. Semakin ke dalam semakin gelap seolah sinar matahari tak mampu menembus rapetnya deduanan dari pohon- pohon yang berdiri menjulang tinggi. Setelah berjalan selama 30 menit kami sampai di mulut goa mata air. Air jernih dan mengalir deras sebagian besar menuju pemipaan dan sebagian lainnya mengalr bebas mengikuti aliran sungai. Istirahat sebentar beberapa menit kemudian kami melanjutkan treking membelah hutan padam. Ya kata kakek Borowoyak hutan padam, karena tidak ada orang/ penduduk dalam kawasan hutan ini. Hutan di huni oleh sekawanan kera dan beberapa jenis burung endemik. Dan satu lagi penghuni hutan adalah lintah, dalam perjalan tak sadar kaki Hafiz, saya dan Kakek sudah di hinggapi lintah. Kata kakek tidak apa karena yang di hisap lintah adalah darah kotor. Namun tetap saja Hafiz dan saya tidak tenang selama masih ada lintah yang menempel di kaki. Sudah selesai membersihkan lintah kami melanjutkan treking yang tadinya sempat mencari jalan potong namun karena kakek menjadi ragu maka kami putar arah lagi kembali ke jalur yang semestinya. Kami kembali menanjak menuju puncak bukit hutan yang disana merupakan perbatasan Sumba Tengah dengan Sumba Barat. Saking capeknya saya dan Hafiz meminta kakek untuk istirahat terlebih dahulu. Setibanya di puncak perbatasan trek menjadi menuruni bukit menuju air terjun Matayangu. Saya terus berusaha mengimbangi langkah kakek yang seolah tak punya capek. Tiba juga kami di air terjun Matayangu setelah sekitar 30 menit kami treking menuruni bukit hutan padam nan lebat. Terdengar suara gemuruh dan gemericik air terjun dan aliran sungai. Serta hembusan angin di sela tebing dan bukit bersahutan seolah mereka sedang bermain musik. Air terjun yang terletak di ujung/ puncak tebing dengan 2 goa di tengah dan agak ke bawah. Dikala musim hujan terdapat 3 aliran air terjun bebas yang menakjubkan. Aliran yang pertama adalah aliran dari ujung/ puncak tebing yang mengalir air ketika musim hujan debit air sungai sedang besar. Kemudian aliran kedua adalah goa di tengah yang mengucurkan air mengalir melewati tebing. yang ketiga adalah Goa yang paling bawah yang menyemburkan air dari aliran goa tengah. Ketika ketiga aliran berpadu membentuk air terjun yang menakjuban bagi saya.

Video Perjalanan Sumba

14563520_1342511259094548_7297893940616151854_n

Saya, Hafiz, Kakek Borowoyak

14702433_1354576167888057_619791910052995015_n

Rumput di aiir terjun Matayangu

14670888_1354575777888096_4332276717037246452_n

Kakek Borowoyak

14666062_1354575101221497_5209657813621909036_n

Air terjun dari cucuran air goa tengah dan semburan goa bawah

14720587_1354575587888115_4167744639497758513_n

Mengingat jauhnya perjalanan pulang maka kami cukup 30 menit saja menikmati indahnya air terjun sambil istirahat kemudian segera berbalik agar tidak kesorean di dalam hutan. Sebenernya ada jalur lain yaitu lewa Lahona, jalur Lahona ini yang lebih sering dipakai bule namun karena ojek menunggu di Lapopu maka kami harus lagi lagi membelah hutan untuk kembali ke Lapopu. Dalam treking balik ke Lapopu kakek Borowoyak mencoba mencari jalan potong lagi meskipun jalan potong yang pernah di buat sudah tertutup oleh rimbunnya semak belukar dan kali ini kakek tidak mau menyerah. Sudah beberapa belas menit kami menyusuri hutan padam tanpa arah sama sekali dan sayapun mulai ragu cemas takut sampai sampai HP saya mendapat sinyal kemudian membuka GPS MAP namun tetap saja tidak membantu. Pasrah saja sama Allah dan akan mendapat pertolongan lewat kakek Borowoyak. Tak lama kemudian Alhamdulillah di depan kakek berteriak ” Sebentar kita su dapat lihat jalan ” . Rasanya lega ketika sudah bertemu dengan Goa mata air dan pemipaan saluran air. Tiba di loket istirahat sebentar kemudian bertolak ke kota Waikabubak mencari makan sebelum kami mengakhiri di Waikabubak dan menuju Waingapu. Dari Waikabubak kami memilih travel karena bus terkahir katanya pukul 15:00 sudah jalan. Hampir tidak ada bedanya bus dengan travel, yaitu sama sama penuh sesak oleh penumpang.

14729167_1354576537888020_2972971031296296112_n

Hutan Padam

14705744_1354574851221522_3031066768039675316_n

Hutan Padam

Video Sumba