Pada saat itu hari minggu di kota Padang saya bangun pagi dan sedikit bingung antara mau kemana atau mau ngapain. Setelah akhirnya dapat juga kendaraan pinjaman untuk jalan- jalan saya memutuskan untuk eksplore Bukit Tinggi yang dulu pernah tertunda. Sebelumnya hari jumat dan sabtu saya beserta rombongan team BMG Padang berkunjung ke Payakumbuh untuk menghadiri acara pernikahan sodara kami Bang Anggry. Selama di Payakumbuh pun kami juga sempat mampir ke beberapa tempat wisata. Karena waktu yang tidak memungkinkan kami pergi ke pemandian mata air alamai batang tobik, kemudian numpang lewat Padang Mangateh atau New Zeland nya Sumatera Barat, Lembah Harau dan terakhir mampir ke Kapalo Banda.
Anggap aja sebagai mukodimah sebelum masuk cerita Bukit Tinggi saya akan ceritakan sedikit tentang Payakumbuh dan Lembah Harau. Payakumbuh, ya sebelumnya saya juga sudah pernah mengunjunginya. Payakumbuh daerah di Sumatera Barat yang banyak berdiri perbukitan yang sebagian besar bentuknya bulat. Selain banyaknya bukit juga saat masih pagi udara di Payakumbuh ini adem dan segar. Masih banyak pepohonan yang hijau dan rindang. Di Payakumbuh juga ada beberapa wisata alam yang baru saja booming dan menjadi destinasi favorit warga sekitar. Saya sendiri sempat berkunjung ke Padang Mangateh atau warga sekitar menyebutnya sebagai New Zeland nya Sumatera Barat. Padang Mangateh ini adalah padang rumput yang sangat luas dengan kontur tanahnya agak menanjak dan di atasnya di gembalakan ratusan ekor sapi. Memang paduan yang pas ketika padang rumput yang luas lagi hijau dengan beberapa ekor sapi sedang menikmati rerumputan sudah layaknya sedang di New Zeland. Udara yang berhembus pun juga segar dan dingin meskipun terik matahari cukup menyengat. Sejauh mata memandang yang ada adalah hijau dan hijau maka tak heran jika mata seolah di manjakan dan adem menikmatinya. Kemudian agak keluar dari Payakumbuh saya di temani bang dayu, zul, pak roni, rino dan pak epi menuju Lembah Harau. Ngomongin Lembah Harau ini hemmm gimana ya? keren sih keren banget apalagi di nikmati dengan mata telanjang. Ketika baru masuk kami seolah memasuki himpitan tebing yang berdiri menjulang tinggi. Lembah Harau ini memang sudah lama di konsep untuk kawasan pariwisata. Sudah banyak homestay dan resort keren yang bisa di gunakan untuk menginap atau sekedar berfoto ria. Saya kesusahan untuk mendeskripsikannya tapi yang jelas Lembah Harau keren. Dari Lembah Harau kami kemudian melanjutkan ke Kapalo Banda Taram yang tak jauh dari Lembah Harau. Dengan mengendarai kendaraan roda 4 kami tempuh perjalanan selama 45 menit. Setibanya di Kapalo Banda saya di suguhkan oleh sebuah sungai yang besar yang dimanfaatkan warga sekitar untuk refreshing. Ternyata Kapalo Banda ini adalah sebuah hulu sungai yang di kelilingi oleh beberapa bukit. Airnya bening dan dingin serta udara sekitarnya pun juga adem. Masih banyak tumbuh pepohan yang rindang menghijaukan lingkungan Kapalo Banda. Yang menarik disini adalah banyak anak kecil dari kampung sekitar sedang mandi sambil bermain- main di atas rakit. Jika kamu main kesini dan ingin menikmati sensasi naik rakit sambil bercanda dengan temanmu sangat boleh di coba. Untuk hunting foto juga banyak spot dan objek yang bagus yang bisa di ambil. Ya begitulah kira-kira mukodimah sebelum masuk ke Bukit Tinggi.
Minggu pagi dengan minim aktifitas di basecamp atau kantor cabang Padang. Antara pergi atau tidak saya dalam kegalauan. Setelah ngobrol dengan Zul dan akhirnya saya pinjam mobil Avanza pak Roni berangkatlah saya menuju Bukit Tinggi dan sekitarnya. Bermodalkan GPS map saya ikuti saja dan terus melaju menuju Bukit Tinggi melewati simpang Teluk Bayur kemudian air terjun Lembah Anai, Padang Panjang dan tiba lah di Bukit Tinggi. Jalanan saat itu memang ramai dan beberapa titik terjadi kemacetan. Ya memang hari minggu wajar jika banyak orang yang bepergian untuk mencari hiburan.
Destinasi pertama yang berhasil saya kunjungi adalah Panorama Ngarai Sianok yaitu tempat di tepian tebing untuk melihat Ngarai Sianok dari atas. Selain pemandangan ngarai yang indah juga ada lubang Jepang alias Goa Jepang. Pagi itu pengunjung cukup ramai mulai dari remaja, anak- anak kecil beserta kedua orang tuanya juga pasangan- pasangan muda yang sedang memadu kasih. Saya? ya saya sih datang sendiri karena memang tidak ada teman yang bisa saya ajak keliling Bukit Tinggi. Buat saya tidak ada yang terlalu spesial sehingga memaksa saya harus berlama- lama di panorama Ngarai Sianok. Sekalian shalat dzuhur di jamak dengan ashar kemudian saya pindah ke destinasi berikutnya yaitu gak sengaja lewat sebuah tikungan dan membaca penunjuk ” great wall “. Di Great Wall saya parkir mobil di tepi jalan raya dekat pintu masuk dan memang itu di sediakan tempat untuk parkir. Parkiran menuju pintu masuk tak jauh langsung saja masuk dan berjalan agak ke dalam barulah bertemu seorang kakek sedang menjada semacam kotak sumbangan yang katanya ” seikhlasnya saja nak untuk dana kebersihan “. Di depan mata sebenernya ada semacam rumah inyiak gak tau itu hotel atau resort atau semacam cafe saya lewati saja dan lanjt ke arah saribu janjang. Lewat tepian sungai dan warung kemudian menyebrang melintasi sebuah jembatan goyang. Setelah lewat jembatan goyang ada lagi kotak sumbangan yang katanya masih sama ” untuk dana kebersihan bang 5000 “. Saribu janjang ini terbilang sepi dari pengunjung entah karena hari minggu atau apa saya kurang paham. Sebentar menaiki janjang saya bertemu sepasang muda-mudi sedang duduk berdua sambil ngobrol, cewenya sih imut cantik gtu cowonya biasa aja saya justru kasihan sama cewenya kalau sampai di apa- apain. Sebenernya kalau boleh jujur saribu janjang ini juga bagus sih tapi menurut saya kurang panjang trek nya dan kurang ada bangunan yang memperindah. Oiya sesudah sampai di janjang paling atas saya mendapati sederet warung dan di belakangnya ada pemandangan jurang dari sisi lain di balik panorama Ngarai Sianok yang sebelumnya saya kunjungi. Jurang atau ngarai di lihat dari puncak saribu janjang juga bagus, apalagi saat saya di sana sedang sepi jadi spot buat ngambil foto pun bebas mau dimana saja.
Cukup puas olah raga di saribu janjang saya lanjut menuju Taruko Caffe sesuai saran temen saya Hafiz. Dari Saribu janjang tak jauh kira- kira 15 menit saya sudah sampai di Taruko Caffe. Jadi Taruko caffe ini sengaja di bangun di dasar Lembah karena memang selain berjualan makan dan minuman juga menjual pemandangan yang indah. Yang menjadi ikon di Taruko caffe adalah sebuah batu atau bukit besar di depannya. Untuk kopi lokal yang saya pesan rasanya juga enak, ya bisa di bilang gak rugi jauh- jauh dari Padang sendirian ke Ngarai hanya untuk menyeruput kopi. Taruko ini karena sudah terkenal tempatnya jadi rame banget apalagi pasangan muda mudi yang masih anget- angetnya pacaran. Saya tak lama menikmati kopi hitam sambil mengambil foto di beberapa spot kemudian lanjut lagi ke tujuan selanjutnya.
Bersambung
puncak lawang
malalak