Senin, 08 September 2014

Bukit Pergasingan Sembalun

Bukit pergasingan adalah sebuah bukit menjulang tinggi di samping gunung Rinjani meskipun tak setinggi gunung rinjani untuk mencapainya juga tak semudah melihatnya. Terletak di desa sembalun tak jauh dari Aikmel dan masih dalam wilayah Lombok Timur. Bukit pergasingan yang akhir akhir ini mulai ramai di perbincangkan oleh para pecinta travelling. Sebuah bukit yang menampilkan keindahan gunung Rinjani serta belum lama telah di resmikan sebagai tempat untuk Paragliding di Lombok.

IMG_2630

Selepas menyebrangi Selat Alas yang memisahkan pulau Lombok dan Sumbawa saya memasuki Lombok Timur dan menginap semalam untuk mengistirahatkan badan serta menunggu terang esok hari. Seusai subuh saya melanjutkan menuju desa Sembalun dari Pelabuhan Kayangan, membutuhkan satu jam lebih untuk tiba di desa Sembalun. Hawa dingin pagi hari sudah menyambut serta hijaunya persawahan serta kebun warga desa Sembalun. Terlihat begitu ramai warga bergegas ke sawah dan kebun mereka. Terik matahari yang masih hangat mengurangi rasa dingin yang menyentuh kulit saya dan mereka. Beberapa terlihat senyum termanisnya saat saya memperhatikan mereka. Sebagian besar warga desa Sembalun bermata pencaharian sebagai petani sayur dan berkebun. Tanah yang subur di bawah kaki Gunung Rinjani menjadi anugrah dari Allah untuk mereka.

IMG_2747

Melewati persawahan dan perkebunan nan hijau di kanan kiri tibalah di basecamp pendakian Gunung Rinjani. Info yang saya dapat ternyata pendaftaran untuk menaiki bukit pergasingan adalah di information center desa Sembalun. Tak jauh dari information center menuju start point bukit pergasingan dan kemudian menanjak melalui jalur trekking yang sudah di sediakan. Bukit gundul dengan rerumputan yang hijau tanpa pohon kayu yang tumbuh tinggi dan besar sudah di depan mata. Melihatnya memang mudah dan membuat mata segar namun coba rasakan sendiri bagaimana mendakinya. Setengah jam pendakian saya dan teman saya ndank sudah sampai di puncak bukit pertama, ya sebut saja puncak bukit pertama dan disitulah kami istirahat sebentar. Sejenak menghirup udara panas, ya panas karena sudah siang namun mata tetap segar memandang sekeliling di tumbuhi rumput hijau dan bukit- bukit serta tebing- tebing kaki Gunung Rinjani.

Bukit Pergasingan

Setengah jam menikmati keindahan desa Sembalun dari atas puncak bukit pertama pendakian saya lanjutkan. Jalur trekking lebih berat dan semakin panas terik matahari. Empat Puluh Lima menit kemudian sampailah saya di puncak bukit pergasingan ( namun bukan di tempat camping ) dan menikmati indahnya hamparan sawah berwarna warni dari atas bukit bagaikan mozaik alam. Di sebelahnya persawahan berdiri dengan anggun Singgasana Dewi Anjani. Dengan latar langit biru dan beberapa gumpalan awan turut menghias menjadikan pemandangan saat itu begitu pas.

IMG_2746

IMG_2640

bukit Pergasingan

Senin, 19 Mei 2014

Gunung Merbabu, Sungkem Bumi Tanah Boyolali

IMG_2905

 

Bisa disebut hutang yang belum terbayar sampai akhirnya saya berhasil mencapai tanah tertinggi di Boyolali. Sudah sejak dua tahun yang lalu tepatnya tahun 2012 saya berencana mengunjungi gunung Merbabu tanah tertinggi Boyolali itu. Lebih parahnya lagi saya di besarkan di kota Boyolali yang notabene sangat dekat dengan gunung Merbabu namun baru setelah 25 tahun kesampaian mengunjunginya. Sabtu 17 mei jam 09:00 saya sudah siap menunggu kakak sepupu saya Fakhrudin Ali Yusuf biasa di panggil mas Ucup dari Batang untuk naik Merbabu bareng. Setelah dua jam di nantikan akhirnya jam 11:00 kami berdua berangkat menuju basecamp Merbabu di Selo Boyolali. Tepat satu jam perjalanan kami tiba di basecamp kemudian segera mendaftar dan mulai melangkahkan kaki memasuki gerbang pintu masuk Taman Nasional Gunung Merbabu. Suasana yang sangat tenang dan damai saya rasakan di desa tertinggi di Boyolali ini, desa kecil terakhir sebelum menuju puncak Merbabu. Masyarakatnya yang sebagian besar petani sayur di limpahkan dengan tanahnya yang subur. Udara yang segar dan bersih serta air bersih yang tidak kekurangan. Lengkap pula karena ramahnya para penduduk terhadap sesama tetangga ataupun pendatang. Sungguh membuat betah berlama- lama ingin tinggal di kaki gunung Merbabu itu. Tak mengherankan jika gunung Merbabu menjadi salah satu primadona setelah tetangganya sendiri gunung Merapi dan tetangga jauhnya yaitu gunung Lawu.

Memulai pendakian pada jam 13:00 dengan menyusuri hutan lindung Taman Nasional Gunung Merbabu, pepohonan yang tinggi besar tumbuh rindang serta padat meneduhkan para pendaki. Jalur yang masih tidak begitu terjal dan dengan santai di lewati sambil menikmati udara segar serta hijaunya dedaunan di tambah merdunya kicau burung bernyanyi. Tak lama di hibur oleh keramahan alam kami berdua mulai bertemu pendaki yang sudah jalan lebih dulu, rombongan pendaki sekitar 7 orang sepertinya lebih banyak istirahatnya daripada jalannya. Beberapa menit berselang bertemu dengan empat orang pendaki dari semarang dengan santainya sedang “ngaso” di pos 1, pos 1 yang jauhnya satu jam dari basecamp. Saya dan mas Ucup pun ikut ngaso sebentar di pos 1. Cukup berbincang- bincang dengan teman baru dari semarang dan dengkul pun sudah sedikit merasakan istirahat maka kami berdua segera melanjutkan pendakian. Perkiraan jauhnya pos 2 dari pos 1 adalah sekitar 1 jam pendakian dengan jalur sedang dan beberapa terjal. Tak lama kami berjalan menyusuri lebatnya pepohonan tinggi nan rindang bertemulah dengan tanjakan terjal dan licin. Bisa jadi karena cukup beratnya carir yang saya gendong sehingga menaiki tanjakan terjal itupun saya tergelincir dan terperosok. Syukur Alhamdulillah saya tidak jatuh terperosok ke jurang dan fatal akhirnya. Setelah meminta bantuan mas Ucup saya pun berhasil ditarik dan naik perlahan melewati tajankan terjal dan licin tersebut. Dari tanjakan itu terdengar canda tawa 4 orang pendaki, itu tandanya diatas sudah dekat dengan pos. Tertulis pos 2 pada sebuah papan yang di tancapkan ke tanah di tepi sebuah area cukup untuk beristirahat beberapa orang. Saya dan beberapa orang di area tersebutpun berfikir itulah pos 2. Namun siapa yang menyangka kalau di bawahnya ada tanda panah dan tulisan 1 km yang tidak terlihat dengan jelas karena di coret- coret oknum tak ber ” otak “. Istirahat di pos PHP 2 ini saya sengaja cukup lama karena dengkul masih gemetar efek terperosok di tanjakan. Sembari menunggu dengkul siap saya ngemil dan sedikit membasahi kerongkongan.

Limabelas menit waktu yang cukup lama untuk istirahat dan kami berdua segera melanjutkan perjalanan. Selepas pos PHP 2 jalur lebih banyak yang menanjak dan pepohonan tinggi nan rindang mulai di gantikan oleh semak belukar yang tingginya sedada orang dewasa. Rerumputan dan semak belukar menghijau dari jauh terlihat seperti karpet raksasa namun sayang langit saat itu mulai mendung. Karena langit semakin hitam pekat pos 2 sesungguhnya pun tak kami hiraukan dan terus lanjut mendaki. Beberapa kali nanjak dan belak belok sampailah di tanah lapang di tumbuhi rumput bagaikan lapangan bola dengan di kelilingi bukit bukit layaknya bukit teletubis. Entah nama tempat yang mirip lapangan bola ini saya kurang faham dan sempat terfikir bahwa itu adalah savana 1.

IMG_3890

Oke sebut saja tanah lapang beralas karpet hijau itu adalah bukit teletubis, di bukit teletubi pun kami tak berlama- lama setelah mendapat dukungan untuk terus lanjut dari dua bersaudara pendaki. Melihatnya saja sudah bikin dengkul lemas saking “ndegeknya” jalur dari bukit teletubi menuju pos 4 itu. Bagaimana saya mau menceritakannya saya sendiri speakless dan hanya bisa terus berjalan sambil berdoa. setelah sepuluh menit lepas landas berlari dari bukit teletubis tangan pun di paksa turun ke tanah untuk membantu mendaki melewati trek terjal sebelum pos 4. Alhamdulillah duapuluh menit kemudian pun kami sampai di pos 4 atau savana 1, jadi yang saya sebut bukit teletubis tadi benar bukan savana 1. Karena saking ramenya pendaki yang sudah mendirikan tenda di pos 4 maka kami berdua terus berjalan meninggalkan pos 4. Tak jauh dari pos 4 terlihat sebuah tanjakan terjal nan licin bekas gerimis beberapa menit mungkin tadi sewaktu kami baru tiba di bukit teletubis. Persis di bawah tanjakan kami ngaso sebentar dan sekedar menenggak nata de coo sebagai penambah tenaga. Mulut berhenti mengunyah dan kaki siap di adu lagi dengan tanjakan tiada ampun. Mungkin karena di depan ada rombongan pendaki lain lah yang membuat saya semangat segera mengakhiri tanjakan PHP itu. Kalau di hitung- hitung inilah rombongan pendaki ke enam sekaligus terkahir yang kami berdua lewatin sejak dari basecamp. Jarum jam menunjukkan limabelas menit lamanya penyelesaian tanjakan PHP pos 4 menuju pos 5. Tiba di pos 5 atau savana 2 masih pukul 16:45, karena saya pikir hari masih terang dan puncak merbabu pun tinggal satu tanjakan lagi maka kami putuskan untuk mendirikan tenda di pos 5. Selesai mendirikan tenda mendung menggelayut lagi dan hunting foto landscape pun sudah tidak menarik karena mendung dan capeknya raga. Selesai makan dan beres- beres pun kami segera tidur berharap keesokan harinya sudah siap melaju melewati tanjakan terjal terakhir menuju puncak.

Namun apa daya jika angin kencang menggetarkan plastik yang kami pasang di atap sebagai pengganti flysheet malah berisik membuat kami susah tidur. Angin mulai tenang dan berhenti menggetarkan flysheet saatnya segera memejamkan mata dan tertidur. Entah apalah namanya baru mau “mak ler” kami kedatangan tamu tak di kenal mulai mendirikan tenda, ya saat itu pukul 23:00 entah dari basecampe jam berapa saya tak peduli. Selesai dengan flysheet yang berisik kini berganti rombongan lain yang mendirikan tenda sambil bercanda dengan berisiknya dan berhasil membuat kami berdua tak dapat tidur. Baiklah akhirnya rombongan berisik itupun mulai melirihkan suaranya dan beberapa terdengar mau tidur karena capek. Namun apa yang terjadi jika rupanya jam sudah menunjukkan pukul 01:00 masih saja ada yang baru datang dan terulang lagi tragedi berisik mendirikan tenda. Fyuhhh yasudahlah namanya tempat orang banyak mau bagaimana lagi, baru pukul 02:xx saya mulai mengantuk dan pukul 03:00 mas Ucup yang juga bekum tidur dari sore membangunkan saya ” dek uwes jam 3 iki ayo siap- siap”. Semangat mas Ucup membuatku malu jika hanya terus terusan bermalas- malasan bangun dan akhirnya tak bertemu sunrise.

Beres sarapan dan menyiapkan kamera saya dan mas Ucup segera melangkahkan kaki keluar tenda dan menyambut dingin udara dini hari saat itu. Perlahan dingin terusir oleh hangatnya tubuh dari aktifitas pembakaran kalor dalam tubuh. Tak terasa sudah 15 menit kami berjalan dan sudah pula di tengah- tengah tanjakan yang tiada ampun sedikitpun. Di depan ada seorang cewek sendirian tertinggal rombongannya saat kami hampiripun dia bertanya ” puncak masih jauh g ya mas? “, dengan sok tau saya jawab saja ” itu setelah tanajak sedikit itu udah landai kok mbak “. Kami pun semangat terus mendaki hingga akhirnya tiba di puncak Merbabu dalam hitungan 45 menit dari camp.

IMG_3003

Selasa, 06 Mei 2014

Lombok- Sumbawa, Surga Baru INDONESIA

Tiba di bandara lombok 23:xx disambut oleh gerimis berkepanjangan sepanjang jalan bandara menuju pool bus damri di sweta. Tidak jadi nginap di mesjid bandara karena ditawari nginap di rumah mas Aji driver yg akan kami gunakan. Keesokan harinya kami mulai explore lombok menuju warung makan depan bandara untuk sarapan nasi puyung. Selesai sarapan diantar pak Keho kami menuju Pantai Selong Belanak. Tiba di Selong Belanak langit masih sendu dan sesekali grimis. Belum ramai turis atau pendatang beberapa orang pengunjung diantaranya adalah kami ber enam. Ya saya, om Bento, mas Arif, cak Hafiz, cicik Ranci dan mbak Yosye, di destinasi pertama kami masih bermalas malasan untuk foto ataupun having fun. Saya sendiri karena langit kurang mendukung akhirnya berputar cara agar tetap menikmati petualangan. Saya telusur hingga ke ujung dan memanfaatkan detail detail yang ada, mulai aktifitas warga, bunga, rumput, hewan, kapal, dan kegiatan kawan kawan.

739229699422710

737893602889653 737895322889481 737896656222681 737898406222506

Lanjut menuju pantai Semeti, dan rupanya jalurnya sangat jelek atau rusak sehingga kami coret dan mencari penggantinya. Dapatlah sebuah pantai lokasinya berdekatan dengan Mawun. pantai yang memiliki teluk kecil dan semenanjung dengan di ujungnya terdapat menara karang. kata pak Keho pantai ini namanya Jagor. Dari Pantai Jagor barulah kami menuju Mawun, seingat saya baca dan melihat di blog kawan saya di pantai Mawun ini indah sekali serta masih sepi. Ketika kami tiba keadaan pantai dengan langit galau serta riuh ramai lara turis luar berbaur dengan turis lokal. Pantai Mawun menjadi biasa aja seperti pantai pantai lainnya di daerah lain. Dari pantai Mawun kami menuju pantai Batu Payung dan sebelumnya bertemu dulu dengan mas Jeni seorang fotografer lenskep Lombok. Diantarlah kami menuju pantai Batu Payung dan ber senang senang bersama di sambut langit yang mulai tersenyum membiru. Sebuah bongkahan batu mirip wajah manusia jika dilihat dari samping dan mirip payung jika dilihat dari depan.

VIDEO

Hembusan angin dan deburan ombak menabrakkan diri ke Batu Payung membuat suasana semakin pecah. Beberapa puluh menit kami habiskan untuk berfoto dan bernarsis. Setelah sekiranya cukup kami harus segera kembali menuju mataram untuk bersiap meninggalkan lombok menuju Labuan Bajo. Sudah menunjukkan pukul 14:30 dan kami psimis masih dapat bis menuju terminal Bima. Namun berkat pak Keho dan mas Aji kami masih dapat bis yang berangkat jam 16:00. Dalam kondisi terburu buru dan belum sempat makan siang membuat perut kami lapar sehingga kami makan seadanya sembari menunggu bus menghampiri kami. Bus tiba langsung saja kami naik dan lanjut menuju terminal Bima. Tiba di terminal Bima masih pukul 03:00 dini hari, suasana sepi gelap dan tenang kehadiran kami disambut beberapa kernet bis menawarkan ke berbagai tujuan. Bus jurusan ke pelabuhan Sape menjadi pilihan kami. Menempuh perjalanan 2 jam melewati jalur pegunungan jalan raya mulus berkelok kelok namun  gelap gulita membuat kendaraan harus tetap berhati hati karena di kanan kirinya adalah jurang. Tiba di pelabuhan Sape masih sangat pagi gelap mungkin karena pengaruh mendung. Hingga pukul 8 kami baru dapat info bahwa cuaca buruk sehingga kapal terlambat datang dari Labuhan Bajo.

884655244880154 884656868213325 884658598213152

Sembari menunggu kepastian kapan ferry berangkat menuju Labuan Bajo kami bersepakat untuk nyewa kapal untuk keliling pulau di sekitar Sape. Kampung Bajo Pulo, ya mereka orang suku Bajo yang mendiami pulau kecil di barat pelabuhan Sape. Rumah rumah panggung dari papan kayu yang berdiri rapi di selingi satu dua rumah tembok. Dimulai dari Kampung Bajo pasir putih kami menyusuri pinggiran pantai pasir putih bersama anak anak kecil pribumi. Banyak kedamaian saya lihat di wajah mereka yang masih polos dan lugu. Ketika kamera mengarah ke wajah mereka pun ada yang takut, malu, lari menghindar bahkan ada yang menangis. Belum puas bermain pasir ada godaan lain diatas bukit yaitu rumah burung walet dan tatanan batu karang di atas bukit. Saya bilang mirip Ramang- ramang di Makasar.

Rabu, 23 April 2014

Santolo, Bandung - Garut Via Pengalengan

Terbayang- bayang bagaimana indahnya jalur meliuk- liuk Bandung – Garut via Pengalengan dari hasil membaca dan mendengar cerita teman yang sudah dulu menikmatinya. Semakin penasaran sayapun mencari informasi dan bacaan tentang jalur tersebut lebih banyak. Beberapa blog dan web telah memberikan cukup informasi yang akhirnya saya memutuskan untuk segera menikmati indahnya jalur Bandung- Garut tersebut. Sesuai rencana bersama adik kelas saya bernama Salman Farozi di kampus Telkom dayeuhkolot kami berangkat selesai Shalat Jumat. Meninggalkan Dayeuhkolot pada 14:00 dan memulai petualangan serasa bernostalgia dengan jalur pengalengan yang berkelok- kelok dan naik turun ciri khas jalur pegunungan. Perjalanan pun tak lancar dan mulus begitu saja sampai di garut, ya karena kami harus berteduh sejenak di mushola depan situ cileunca. Hujan deras turun dari 100 meter sebelum kami sampai di mushola hingga sejam kemudian. Selesai shalat ashar dan hujan reda kami melanjutkan perjalanan agar tidak kemalaman tiba di Garut. Lepas dari Situ Cileunca pada 15:45 dan dengan laju motor tak begitu kencang karena jalanan licin dan berkelok kelok membuat kami harus sangat berhati hati. Beberapa puluh menit kami tiba di daerah perkebunan Teh Cukul, ya Perkebunan Teh yang asri dan indah menyejukkan mata dan inilah view pertama yang katanya memanjakan mata itu. Selama 30 menit kami memang di buai oleh dinginnya udara serta hijaunya pemandangan bagaikan karpet hijau membentang. Dan mulai meninggalkan Perkebunan Teh Cukul kami menjumpai jalur pegunungan dengan sisi kanan kiri adalah jurang- jurang lembah berlipat lipat sungguh menakjubkan apalagi saat itu kami melintasi jalur tersebut sudah memasuki waktu senja sehingga cahaya keemasan mulai membakar kabut dan awan di sekitar lembah dan perbukitan. Lanjut terus dan tak lama kemudian kami memasuki kawasan pedesaan yang tenang dan damai entahlah rasanya seperti ” in the middle of nowhere “. Rumah penduduk yang sederhana jauh dari kemewahan dan kemegahan namun terpancar kedamaian dari dalamnya. Rumah- rumah dari papan dan beratapkan genteng sebagian lagi beratapkan rumbia. Rumah- rumah beberapa berupa rumah panggung dengan di samping serta belakang rumah berupa persawahan dan sungai kecil mengalir air yang jernih. Kumpulan rumah dengan di pisahkan hutan serta lembah dan perbukitan benar rasanya saya sedang entah di mana. Rasanya ingin berhenti dan tinggal sejenak menikmati semuanya. Udara dingin, sawah dengan teraseringnya, sungai berair jernih dan perbukitan berlipat lipat benar- benar memanjakan mata. Kembali lagi ke perjalanan lupakan dulu angan angan barusan, ya kami sudah tiba di daerah Cisewu Garut Jawa Barat. Setibanya di Cisewu pula lamunan saya tergusur oleh tetes air hujan yang tiba tiba turun dengan deras. Bersyukur kami temui rumah terakhir di desa cisewu tersebut dan berteduh lagi sebentar. Rumah papan kayu dengan penggung tidak begitu tinggi terletak di pinggir jalan yang di depannya terdapat warung kecil- kecilan menyediakan mie instan, gula, teh, kopi, beras dan beberapa sembako sederhana lainnya. Sambil menunggu hujan reda saya memesan kopi hitam panas agar tidak kedinginan. Tak lama hujan sudah berhenti dan waktu masih menunjukkan pukul 17:15 kamipun bergegas segera melanjutkan perjalanan. Sambil menikmati sunset kami menghabiskan jalur khas pegunungan berkelok dengan kanan kirinya jurang hingga magrib tiba di daerah Ranca Buaya. Karena sudah gelap dan katanya jalur dari Ranca Buaya menuju pantai Santolo masih sering terjadi pembegalan maka kami memutuskan untuk mencari masjid untuk menginap semalam sebelum melanjutkan ke Pantai Santolo.

Mampir di Cukul

Jalur Cisewu Garut

Perbatasan Pengalegan Cisewu

Cukul

Perkebunan Teh Cukul

Narsis Di Perkebunan Teh

Selesai shalat subuh kami pun segera bergegas meninggalkan masjid Ranca Buaya, langit masih gelap dan terlihat ada semburat milky way di arah timur atas. Sebagai jalur pembukaan menuju Santolo memang jalannya masih mulus dan terlihat baru namun setelah beberapa belas menit jalan berubah menjadi ancur dan tidak karuan. Dengan jalan yang kadang bagus kadang hancur membuat kami benar benar galau, ya galau karena pengen ngebut agar segera sampai agar tak tertinggal oleh sunrise namun belum puas ngebut jalan kembali hancur. Satu setengah jam lamanya kami baru tiba di Pantai sayang heulang yang rupanya kami kebablasan namun tak apa kami nikmati saja dulu pantainya.

sisa sunrise Sayang Heulang

cahaya keemasan

 

Sampai jam menunjukkan pukul 07:20 kami sudahi untuk menikmati pantai Sayang Heulang dan melanjutkan ke tujuan utama yaitu pantai Santolo. Pantai Santolo adalah sesungguhnya sebuah pulau kecil tapi bukan pulau juga karena jarak pulau Santolo dengan Pulau Jawa hanya di pisahkan oleh sungai lebarnya 20 meter. Untuk menyebrang ada perahu nelayan dengan membayar 5000 pergi- pulang cukup murah untuk sekedar mengobati rasa penasaran bagaimana sebenarnya pulau Santolo itu. Karena sudah siang saya melihat pantai santolo biasa saja dan masih mirip karakter pantainya dengan pantai sayang heulang terlalu banyak karang dengan sedikit pasir di pinggirnya. Hanya sebentar saja menikmati Pulau Santolo dan segera kami meninggalkannya.

nelayan Santolo

nelayan

Ya kira- kira seperti itulah perjalanan singkat saya menuju Pantai Santolo via jalur Pengalengan. Jalan- jalan kali ini lebih menikmati touringnya daripada destinasinya. Jalur Pengalengan- Ranca Buaya Garut yang sesungguhnya memikat hati saya. Namun sayang sekali tak banyak foto di jalur perjalanan tersebut.

Menuju Pulau Santolo

Sabtu, 08 Februari 2014

Perburuan Api Biru

737639856248361

Tepat hari ke sepuluh kami di bali ya tepatnya saya dan Hafiz, kemudian disusul Hendra yang ikut pulang bareng dari bali overland menuju Jakarta. Dari bali kami tidak langsung menuju jakarta namun sengaja mampir di beberapa persinggahan. Dengan mengarungi selat bali diatas kapal fery kami melihat daratan Banyuwangi dan sejuta pesonanya yang siap menghipnotis kami. Masih sore kami sudah merapat ke daratan pesisir kota Banyuwangi, kota yang tidak terlalu ramai dan hanya sebatas menjadi transit orang yang melakukan penyebrangan ke Bali baik untuk wisata atau lainnya. Kota yang cukup tenang dari kebisingan dan kemacetan, kota yang bersih dan asri. Sekejap kami terhipnotis oleh eloknya Banyuwangi yang kemudian tersadar oleh pak Didik yang sudah siap menjemput kami dan mengantarkan ke hotel. Sembari menyusuri kerlap- kerlip malam hari Banyuwangi pak Didik mendongeng mulai dari awal mula Banyuwangi, kantor kabupaten, kemudian kerajaan blambangan, jalur erek-erek dan macan lelembut di Ijen. Tanpa terasa jeep pak Didik sudah berhenti di depan sebuah hotel, Hotel Baru namanya harga yang cukup murah untuk semalam. Cukup sebentar istirahat kami sebelum akhirnya menanjak menuju kawah ijen melihat si api biru. Tidur mulai dari jam 21:00 dan di bangunkan pada 01:00 karena saat yang tepat adalah pukul 3 pagi untuk melihat api biru. Diantarkan driver pak Didik dengan jeep 4WDnya kami tiba di pos terakhir sebelum pendakian pukul 02:00. Kali ini memang berbeda dengan setahun yang lalu saya datang sendiri dan mendapat tumpangan menginap gratis bahkan tiket masuk serta ijin kamera pun juga gratis namun kali ini saya membayar tiket dan ijin kamera datangnya pun naik jeep. Setelah selesai mengurus tiket masuk kami bertiga segera mendaki menuju kawah ijen dan sumber api biru. Tak terasa sudah satu jam pendakian dan baru sepertiga perjalanan. Perlahan namun pasti sambil menikmati segarnya udara dingin serta nyanyian jangkrik dan belalang di terangi pantulan cahaya bintang. Memang malam dan tak ada sumber cahaya selain senter yang kami bawa namun cahaya langit cukup memberi penerangan sehingga kami tetap dapat menikmati indahnya ijen malam hari. Setelah berkelok kelok dan tanjakan kami lewati tanah datar menyempit pun menandakan kawah sudah dekat dan tinggal menuruni jalur penambang belerang dari kawah. Kami tiba di waktu yang tepat yaitu sekitar pukul 03:30 api biru masih menyala dengan gagahnya dan garangnya. Perlahan matahari menampakkan sinarnya seiring mengusir warna biru sumber api kawah ijen. Pukul 05:00 api biru perlahan mulai tak nampak dan sebaiknya segera naik menuju bibir kawah untuk menikmati keindahan lain dari kawah ijen. Danau kawah berwarna hijau dengan awan putih pekat di sertai semburat pelangi diatasnya menjadikan pemandangan pagi itu begitu sempurna. Ranting pohon yang telah mati terbakar oleh asap belerang menambah keangkuhan sang kawah. Dijadikan sebagai foreground maka akan menambah sedikit ciamik foto yang dihasilkan. Tanah bercampur belerang berwarna kuning ke oranyean ranting pohon terbakar warna hitam air kawah hijau muda semburat putih dan langit biru dengan awan putih pekat. Tidak lupa pelangi menggaris diatas kawah benar memang indah ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Mata ini adalah ciptaan Tuhan yang tak tergantikan oleh kamera secanggih apapun karena hasil foto sedahsyat apapun tak sanggup menandingi rekaman oleh mata. Tuhan INDONESIA ini begitu indah, sadarkan orang- prang ini agar tetap menjaganya <3.

Bluefire

737646842914329

742396289106051 742396792439334 742399772439036 742400132439000

Api Biru dalam Ganasnya

 

Langit berwarna biru meskipun tak cerah dan berhias awan putih pekat namun ada segoresan pelangi menambah sempurnanya alam ijen pagi itu, dengan di bawahnya air danau kawah yang hijau tenang seolah memberikan kedamaian bagi yang melihatnya. Kepulan Asap belerang bukan menutupi keindahan namun menyeimbangkan bahwa di balik kecantikannya ada hal lain yang harus di waspadai dan sewaktu waktu dapat berbahaya.

742526345759712

742526392426374

 

 

Penambang Belerang yang bekerja 20jam dalam sehari 5 hari dalam seminggu

 

742525982426415

Selasa, 04 Februari 2014

Bersenang- Senang

Ngomongin cara bersenang- senang memang gak akan selesai jika di bahas di blog ini. Setiap orang punya caranya masing- masing dalam bersenang- senang. Oke yang saya tau ya diantara sekian banyak cara bersenang- senang adalah jalan- jalan, shoping, maen game, bernyanyi, main musik, nggambar, menulis, motret, bikin film, maenan mobil atau motor, dugem, mabok- mabokan, maen cewe, olah raga, dan masih banyak lagi yang intinya bisa bikin seneng hati. Tapi saya tidak akan bahas semua yang membuat senang itu namun saya cuma ingin sedikit mengulas tentang cara bersenang- senang dengan jalan- jalan. Dengan jalan- jalan bisa melakukan beberapa kesenangan dalam satu waktu. Motret lanskap, bikin film, menulis, mendengarkan musik, atau sambil bikin lagu ketika jalan jalan sangat bisa di lakukan. Beberapa aktivitas yang sering saya liat ketika orang pada jalan jalan adalah memotret, mendengarkan musik dan menulis. Jika di tengok ke belakang beberapa belas tahun lalu saya sangat jarang menemukan muda mudi sedang travelling ria sebagian besar adalah anak sekolah yang sedang study tour, kemudian karang taruna sebuah desa, atau kantor yang sedang refreshing berbarengan namun jarang sekali saya temui pejalan sendiri atau dengan grup kecil. Bisa jadi perkembangan media jaman dulu belum seheboh sekarang yang apa apa mudah dan cepat untuk mengunggah foto dan berbagi. Tidak mengherankan jika kini jalan- jalan atau traveling menjadi style. Mulai dari remaja dewasa hingga orang tua banyak yang menjadikan traveling menjadi lifestyle mereka. Sekarang bisa di bilang fasilitas di setiap daerah sudah sangat memadahi jika di bandingkan beberapa belas tahun yang lalu, mulai transpotasi, penginepan hingga tempat makan.

Jalan- jalan tidak hanya untuk beberapa orang tertentu saja namun untuk siapa saja yang menghendaki. Jalan jalan atau saya akan gunakan kata traveling bisa di kategorikan menjadi beberapa. Traveling untuk orang yang duitnya banyak, cukup dan sedikit alias mepet kemudian traveling dengan EO atau independent, dan traveling dengan banyak orang, sedikit orang atau bahkan sendiri/ solotravel. Disini saya tidak akan bermaksud membeda bedakan tentang orang- orang namun cuma ingin berbagi cerita saja tentang para pejalan/ traveler. Oke mari di bahas satu satu tentang mereka para traveler

==========================================================================

===========================================================================

Traveler yang berduit banyak, ya orang jenis ini bebas menentukan apa saja yang mereka mau. Traveler jenis ini bisa beas memilih transpotasi jenis apa, penginepan seperti apa, makan makanan apa saja bahkan bebas juga mau menggunakan EO atau mengurus sendiri perjalanannya. Pertama di mulai dari transpotasi, si kaya bebas donk mau naik pesawat atau naik bus tapi kalau duitnya banyak mah sebaiknya naik pesawat ya untuk perjalanan jauh daripada capek di jalan :D. Untuk penginepan juga bisa memilih hotel berbintang atau cukup sekelas losmen yang murah tergantung selera juga. namun tidak ada salahnya orang kaya mencoba penginepan yang sederhana karena tidak semua daerah di indonesia ini tempat wisatanya sudah mendukung hotel berbintang. Untuk masalah makanan juga sama halnya dengan hotel karena tidak semua tempat wisata di indonesia sudah siap dengan resto- resto mewah jadi sebaiknya biasakan diri dengan makanan sederhana. nah lanjut ke bagaimana mengurus perjalanan, bagi yang sudah sering jalan- jalan biasanya meskipun banyak duit mereka memilih jalan sendiri tanpa EO atau kalau sedang malas bisa ikut EO atau trip gabungan. EO atau agen travel atau biasanya yang sedang trend saat ini adalah trip gabungan yang memfasilitasi bagi orang- orang yang ingin jalan- jalan namun bingung bagaimana caranya, dengan siapa saja akan naik apa dan seterusnya. Trip gabungan sekrang menjadi pilihan kedua setelah traveling dengan mengurus sendiri.

Traveler berduit secukupnya atau sedang- sedang saja, biasanya traveler ini suka menggabungkan jenis transpotasi, menu makanan, dan persinggahan. Beberapa traveler medium ini akan naik pesawat namun yang promo kemudian di sambung naik bus atau kereta. Biaya dengan menggabungkan jenis transpotasi seperti yang di lakukan traveler medium ini cukup menekan pengeluaran. Untuk selera makan traveler model ini biasanya yang paling flexibel.Maksudnya jika pada saat di tempat yang tidak ada makanan murah maka perut mereka akan menyesuaikan dengan makanan mahal 😛 dan jika ada yang murah maka otomatis lidah mereka akan merasakan makanan murah. Untuk penginepan tetap akan mencari yang lebih murah karena hanya untuk istirahat beberapa jam saja. Apakah traveler jenis ini akan menggunakan EO atau tidak? beberapa diantaranya lebih banyak mengikuti trip gabungan ketika ingin ke sebuah tempat yang harus dengan rombongan dan saat itu tidak mempunyai teman jalan yang banyak. Traveler menengah ini masih tidak bermasalah dan oke oke saja kalau harus ikut trip gabungan atau agen travel.

===========================================================================

===========================================================================

Traveler jenis kepepet namun tekadnya sangat kuat dan nekat, mungkin ada yang menyebutnya nekat traveler. Diantara traveler berduit banyak dan menengah inilah traveler yang paling nekat dan menghalalkan segala cara eits maksudnya bukan trus yang haram haram di hajar aja karena dianggap halal tapi caranya yang nekat saya anggap menghalalkan segala cara. Karena keterbatasan duit traveler ini akan memilih jasa transpotasi yangpaling murah dan biasanya adalah kereta serta bus ekonomi bahkan jika masih dirasa berat mereka memilih numpang truk atau kereta barang, namun kereta barang jaman sekarang sudah tidak ada yang boleh di tumpangi. Ngomongin kereta barang jadi inget cerita ayah dulu suka numpang kereta barang jika berangkat kuliah dari delanggu ke solo. Lanjut masih di transpotasi untuk traveler mepet ini, ya biasanya karena terbatas dana mereka harus punya konsekuensi lain yaitu waktu yang lebih lama. Bagaimana tidak jika mereka harus menumpang kan tidak bisa menuntut truk tumpangannya ngebut atau pelan mereka harus nurut sama truk yang di tumpangi. Baiklah lanjut ke masalah penginepan apakah mereka mau di hotel berbintang? tentu saja mau asalkan gratis hahaha ya hotelnya yang gak mau menerima, makanya mereka pakai hotel berbintang yang benar- benar menampilkan bintang bintang diangkasa. Jika ada persiapan biasanya mereka nenda jika tidak membawa tenda dan ada mushola, pom bensin, gazebo mereka akan memilih itu semua daripada bernyenyak di hotel. Konon katanya mimpinya lebih indah ketika tidur di tenda, pom bensin, mushola atau gazebo sebuah warung. Kemudian untuk masalah makanan biasanya yang niat akan membawa kompor portabel untuk memasak sendiri atau jika tidak ya akan mencari makan yang paling murah. Sisi serunya kadang satu porsi makan bisa di makan berbarengan dalam satu grup bisa jadi satu makanan dimakan bertiga atau berempat dan itu lebih nikmat. Untuk masalah menggunakan EO atau enggak mereka akan menempatkan EO atau agen travel di pilihan paling akhir atau kondisi paling kepepet. Dan rata- rata traveler kepepet ini pergi dengan beberapa teman atau bahkan sendiri.

===========================================================================

==========================================================================

Dari kategori karena ” Uang ” lanjut ke kategori berikutnya yaitu mengurus perjalanan sendiri atau dengan EO. Di pembahasan sebelumnya sudah di singgung tentang mengurus sendiri atau menggunakan EO. Menggunakan EO atau agen travel ada enaknya ada juga tidak enaknya. oke bahas enaknya aja dulu, dengan EO/ Agen travel enaknya tidak usah bingung memikirkan transpotasi, penginepan, makanan. Sudah mendapatkan paket perjalanan yang compact dan tinggal menikmati dengan tenang. Mendapatkan perngalaman baru ( yang saya alami ) dan jika tidak sesuai harapan bisa kompalin ke EO/ Agen. Tidak enaknya apa ya? tidak bebas menentukan mau seberapa lama di suatu tempat karena EO juga punya waktu di setiap spot wisatanya. Kemudian semuanya sudah di jadikan dalam satu paket namun ada kemungkinan juga untuk di ubah paketnya. Nah jika dalam ikut EO/ Agen ini ternyata dalam bentuk trip gabungan maka akan beda juga rasanya seperti apa. Pengalaman saya pernah ikut trip gabungan adalah enaknya bisa dapat pengalaman baru, gak bingung mikir ini itu, dapat kenalan baru, lebih murah jika di banding ngetrip sendiri dan tidak enaknya cuma satu saya harus nurut dengan itenery dan jadwal yang sudah ada. Jika kurang percaya kepada agen atau EO bisa menyusun sendiri dan menentukan sendiri perjalanan kita. Enaknya bisa bebas memilih alat transpotasinya mau seperti apa sampai penginepan dan makanan yang kita makan. Selain itu juga bebas mau berapa lama dan mau kemana aja tempat yang kita tuju. Namun konsekuensinya adalah mulai dari awal diri kita sendiri yang mengurusnya dan itu lumayan membutuhkan tenaga dan pikiran serta cukup membuat bingung. Belum lagi jika perjalanan di lakukan sendiri maka pengeluaran biasanya lebih membengkak jika di bandingkan ikut trip gabungan. Bisa jadi saat harus menyewa perahu, sewa ojek, sewa guide, sewa homestay yang bisa di pukul rata saat dengan beberapa orang harus di tanggung sendiri. Saya sendiri sudah mengalami keduanya dan sebenarnya tidak ada masalah yang penting tujuan dari jalan jalan itu adalah senang- senang.

Dan yang ini adalah bagaimana jika traveling dengan orang banyak, sedikit atau bahkan sendiri. Baiklah dimulai dengan traveling dalam jumlah banyak, kali ini kita hilangkan istilah EO atau tidak batasan masalahnya adalah pada jumlah orang. Traveling dalam jumlah banyak tidak hanya di lakukan oleh siswa yang sedang study tour atau kelompok karang taruna sebuah desa namun bisa saja sebuah trip gabungan yang diantara pesertanya belum saling kenal. Traveling dalam jumlah banyak biasanya, ” biasanya” loh ya biasanya selain buat menambah kenalan juga untuk menekan budget karena pengeluaran apapun akan di pukul rata sehingga bisa menjadi lebih murah. Selain itu juga akan menambah pengalaman bagi setiap pesertanya. Namun itu semua tidak lepas dari ketidaknyamanan yang namanya dengan orang banyak salah satunya adalah menyatukan isi kepala yang berbeda- beda. Karena setiap orang merasa punya kesempatan untuk usul dan seringnya perbedaan pendapat ini yang membuat beberapa orang yang pendapatnya akhirnya tidak di setujui akan kurang nyaman dalam perjalanan. Koordinasi pun menjadi tantangan yang lain yang harus di hadapi selain menyatukan persepsi. Berbeda jika traveling dengan beberapa orang saja bisa jadi 3-6 orang saja. Dalam hal sharing budget tetap bisa di lakukan dan pengalaman baru juga tetap dapat di peroleh bedanya dalam menyatukan isi kepala traveling grup kecil ini lebih meruncing alias lebih mudah menyatukan pendapat. Nah lain hal lagi jika solotravel inilah yang paling beda. Mulai dari awal hingga akhir semuanya berbeda, transpotasi hingga penginepan akan di pikirkan sendiri dan di tanggung sendiri. Pengalaman yang di dapat juga berbeda bukan dapat kenalan dengan sesama peserta trip namun akan mendapat kenalan baru di setiap perjalanan yang di lalui. Dalam menentukan tujuan dan memutuskan mutlak menjadi hak si solotraveler jadi bebas mau kemana mau dimana mau apa dan mau seperti apa. Memang terkadang akan merasakan kesepian namun setidaknya jika punya kamera akan bermain dengan kameranya, jika penulis maka akan bermain dengan buku dan pena dan jika cuma iseng jalan jalan sendiri tanpa teman apapun maka ada warga lokal untuk dijadikan teman ngobrol. Tidak sedikit info dan pengetahuan baru yang di dapat tentang daerah yang sedang di kunjungi. Terkadang destinasinya pun tidak menjadi hal utama bagi si solotraveler ini namun bisa jadi perjalanannya yang lebih berkenang. Bisa jadi begitu sampai di destinasi cuaca sedang mendung atau bahkan hujan namun dalam perjalanannya dia menemukan banyak hal yang menyenangkan dan menenangkan dan itu adalah pengalaman baru yang terkenang. Dan satu bagi saya ketika solotraveler bisa membuat sangat rindu kepada rumah dan orang tua.

Nah itulah beberapa pendapat saya tentang jalan- jalan semua yang diatas bisa saja berbeda dengan pendapat kalian para pembaca :D. Dengan tidak ada maksud membeda bedakan atau bahkan memecah belah kalau kata seorang teman ” dengan siapa anda berjalan, seperti apa anda berjalan, kemana anda berjalan pilihan ada di tangan anda sendiri “. Bagaimana dengan kalian mau seperti apa adalah pilihan masing masing dan saya pribadi sudah merasakan semuanya, mulai dari jalan- jalan study tour, karang taruna, ikut trip gabungan, pakai EO, dengan beberapa teman, sendiri, naik pesawat, naik bus, naik kereta, numpang truck, nginep di pom bensin, nenda, hotel berbintang sampe losmen, makan di restoran dan makan di warung semuanya tidak masalah yang penting jalan jalan tadi tidak lepas dari tujuan utama yaitu senang- senang.

Sabtu, 01 Februari 2014

Balada Tanpa Matahari

Ranu Regulo

Tak biasanya langit biru berhiaskan awan putih

Sedari pagi Gubugklakah di selimuti kabut dan awan mendung

Sinar keemasan yang seharusnya menghangatkan suasana pagi juga tak singgah meski sebentar

Hanya kabut- kabut tipis bergantian dengan gerimis dan awan kelabu

Matahari seolah malu untuk menyapaku beserta seluruh isi gubugklakah

Hingga siang gerimis dan kabut yang masih setia menemani sampe saatnya tiba perjalananku menuju Ranu kumbolo di mulai

Menembus lautan kabut desa Gubugklakah hingga Ranupani dan di iringi gerimis hingga hujan deras

Kuda besi yang harusnya sudah siap menerjang segala rintangan sesekali harus meronta mengantarkan kami hingga Ranupani

Menjelang senja kami tiba di Ranupani di sambut oleh beberapa porter dan petugas TNBTS

Perjalanan tertunda dan malam kami habiskan di Ranu Regulo Danau air tawar yang konon katanya masih saudara kembar dengan Ranukumbolo

Danau dengan keheningan malam mendendangkan nyanyian angin dan daun

Kami tak ingin kalah dan ikut mengiringi dengan petikan gitar menyanyikan lagu pemberontakan

Lagu malam tentang kedzoliman seorang pemimpin

lagu perang tentang kehancuran sebuah negara

lagu keras tentang kejamnya kota- kota besar INDONESIA

Dalam tengahnya nyanyian ” Arena ” sengaja menghentikan petikannya dan memaknai arti lagu kami

Bahwa semua yang terjadi harus di kembalikan kepada Tuhan, namun Tuhan yang seperti apakah?

Apakah ada Tuhan selain Tuhan pencipta alam semesta dan seluruh isinya ini?

Ya Tuhan yang bukan benar benar Tuhan, Tuhan mereka para pemabok hingga Tuhan mereka para koruptor

Ketika para pemabok sedang menenggak air setan maka mereka sedang berTuhan kepada alkohol segelas sloki

Ketika para pecandu rokok atau bahkan ganja itu sedang menghisap asapnya maka mereka itulah sedang menghisap Tuhannya

Ketika para koruptor merampok uang negara mereka tidak sadar sedang menuhankan Uang

Dan ketika para dukun meramalkan masa depan mereka telah menuhankan Jin dan Setan- setan jahanam

Jadi Siapa Tuhanmu??? Renungkanlah…

Nyanyian pun berlanjut dan melunak menuju lagu cinta, di mulai dari ” Pengobral Dosa, 22 Januari, Kala cinta menggoda, Galih dan Ratna, hingga Demi Waktu ”

Malam makin larut nyanyian semakin mendayu asap rokok semakin pekat dan terus membakar suasana dengan air kedamaian

Entah kabut ataukah asap rokok yang menyelimuti kami hingga tak ada beda

Tetesan terakhir air kedamaian yang terus di tuang pun berganti tetes embun dari pekatnya kabut

Meneteslah embun malam hingga pagi menggantikan

Semburat sinar matahari menggores mendung pagi hari membangunkan kami

Air hangat danau keheningan serta terik matahari menggores mata menyadarkan buaian air kedamaian seperempat sloki

*hoammmmmssss ternyata saya sudah bangun dari mimpi panjang di ranu Regulo

Ranu Regulo

Selasa, 28 Januari 2014

Perjalanan Hidup

Kali ini memang bukan tentang sebuah perjalanan ke sebuah tempat yang indah atau menarik namun tetap judulnya perjalanan, ya perjalanan hidup. Jika dalam sebuah perjalanan city tour maka puncaknya adalah mall mall atau cafe, jika beach tour udah jelas adalah pantai tujuan utamanya dan juga jika pendakian maka puncak gunung adalah sebagai klimaks dari sebuah perjalanan itu. Mungkin pemikiran orang berbeda- beda namun bagi saya awal tujuan utama atau awal klimaks sebuah perjalanan adalah ketika sudah memasuki gerbang pernikahan. Dimulai dari pernikahan maka perjalanan kehidupan akan semakin seru, komplek, indah, lengkap dan mengejutkan. Siapa sih yang tidak ingin mencapai awal puncak perjalanan hidup ini? pasti setiap orang yang normal dan mempunyai cinta sangat mendambakan pernikahan. SUdah beberapa kali saya mendapat sebuah kehormatan mengabadikan sebuah moment menuju gerbang pernikahan, ya Prewedding.

Saya tidak akan panjang lebar ngalor ngidul menjelaskan prewedding itu apa, yang jelas inti utamanya prewedding itu di lakukan untuk mengabadikan moment sebelum menikah, karena biasanya sebagian besar orang sudah tidak terpikir untuk melakukan foto after wedding. Saya sendiri setuju- setuju aja tentang prewedding ini, ya saya juga sempat mendengar ada berita pengharaman sesi Prewedding. Selama prewedding di lakukan dalam batasan norma masyarakat dan norma agama saya rasa tidak menjadi masalah, mungkin yang menjadikan beberapa orang mengharamkan prewedding karena di dalamnya ada adegan ciuman, dan hal hal lain yang tidak pantas di lakukan sebelum menikah.

Kali ini saya ingin berbagi foto prewedding bersama teman teman saya yang sudah mempercayakan moment mereka kepada saya dan kamera saya.

Jelajah Negri Khayangan, Dieng Plateau

Sunrise Gunung Prau
Kali ini selesai menjadi tour leader jalan jalan saya tidak ikut langsung balik ke jakarta namun meng- extend perjalanan selama di dieng. Di hari+ 1 kami memulai pagi hari dengan mendatangi sebuah bukit yang berada di atas telaga warna. Bukit sidengkeng orang lokal Dieng menyebutnya, di puncak bukit ini saya dapat melihat keindahan telaga warna dari atas dan view di sekelilingnya berupa gunung sumbing dan sindoro di kejauhan. Dari atas nampak beningnya air telaga warna berwarna hijau toska serta tenang memberikan pantulan pohon pohon yang berdiri dan tumbuh di sekelilingnya. Semilir angin yang kencang memang sesaat enak di nikmati dengan ketinggian diatas 2000mdpl udara dingin di tambah semilir angin membuat pikiran ikut dingin serta hati terasa tenang. Tak lebih lama lagi pun saya berfikir bisa- bisa masuk angin kalau tidak segera pindah ke destinasi berikutnya. Selesai mengambil materi timelapse dan beberapa shot film pendek saya beserta Hafiz, Amim, Biyan, Maria, Uri, Rina, dan Icha melanjutkan perjalanan dengan tujuan telaga sidringo. Dengan mobil bak terbuka menyusuri pedesaan dataran tinggi Dieng kami melaju ke arah kawah candradimuka. Tak jauh dari kawah candradimuka telaga yang katanya mirip ranu kumbolo ini pun kami hampiri. Hamparan luas dan berupa cekungan berisi air hujan yang menjadikannya layaknya sebuah danau. Padang rumput yang luas di sampingnya memuat pemandangan hijau melihat ke segala penjuru. Duduk termenung sesaat menghela nafas sambil merasakan udara yang merasuk ke dalam paru- paru hemmm begitu segarnya membuat betah dan ingin berlama- lama di telaga sidringo ini. Terbangun dari mimpi yang hampir membuatku hanyut dalam buaian suasana tenang dan damainya telaga sidringo kemudian segera bergegas meninggalkannya karena masih harus menuju gunung prau.

Makan siang repacking dan kemudian kami sudah siap berangkat lagi menuju gunung prau. Gunung  yang tidak begitu tinggi namun banyak menjanjikan keindahan yang katanya mampue membelalakan mata. Pendakian di mulai dari pertigaan dieng menyusuri perkampungan kemudian di lanjutkan menapaki jalan perkebunan kentang milik warga. Setelah berjalan satu jam saya sudah di sambut kumpulan bunga daisy yang menawan, yang kemudian di ikuti teriakan mas amim “nanti diatas lebih banyak cak”. Mendengar perkataan mas amim saya semakin semangat untuk segera sampai camping ground gunung prau.Sebelum sampai camping ground kami sudah di sambut hujan deras tak henti henti hingga gelap menggantikan senja. Saya sendiri yang tidak membawa jas hujan dan akhirnya berperang dengan basah- basahan air hujan. Namun justru sedang musim hujan dingginnya gunung menjadi tak seganas musim kemarau, dan begitu masuk tenda udara menjadi lebih hangat. Tak seperti biasanya saya mencari rekaman gambar gugusan bimasakti karena kabut dan tubuh tanpa jaket ini tak mampur menahan dinginnya udara di luar tenda. Hingga pagi menjelang waktu saya habiskan untuk tidur. Meskipun kabut mengiringi hadirnya sang surya sunrise kala itu tetap menawan bahkan lebih magis dan mysti ketika matahari membakar kabut kabut menjadi warna merah. Berfoto- foto hingga langit merah berubah perlahan menjadi langit biru. Karena kami sudah ada janji dengan bus di terminal wonosobo pukul 16:00 maka tak lama lama lagi kami menikmati keindahan gunung prau berakhir. Pukul 09:00 kami sudah mulai meninggalkan area camping dan turun menuju patak banteng yang merupakan jalur berbeda dengan pendakiannya.

 

Rabu, 27 November 2013

[ Lumajang ] Akulah Sang Penunggu Ranu Regulo

Tubuh yang sudah renta dan tak terurus menjadi perhatian saya ketika saya baru datang menginjakkan kaki di kawasan Ranu Regulo. Dengan baju adat jawa serta menggunakan ” Jarik ” sebagai pengganti ” Rok ” membingungkan pikiranku siapa beliau sebenernya. Akhirnya dalam penasaran saya tinggalkan si nenek tua ini untuk menidirikan tenda karena bau gerimis sudah tercium sejak meninggalkan Ranu Pane yang hanya berjarak 15 menit.

sunrise Ranu Regulo

Ranu Regulo adalah sebuah kawasan camping ground dalam wilayah Taman Nasional Tengger Semeru. Letaknya yang hanya beberapa ratus meter dari pos pendaftaran pendakian Gunung Semeru menjadikan akses menuju Ranu Regulo jauh lebih mudah daripada ke Ranu Kumbolo. Namun siapa yang menyangka bahwa beberapa pendaki gunung malah melewatkan keindahan Ranu Regulo ini bahkan malah memandangnya sebelah mata. Saya tidak akan tau dan mungkin tidak akan penasaran dengan si Regul ini jika tidak ada ” kegagalan trip Ranu Kumbolo ” karena kasus pendaki hilang di blank75. Bersama teman sepenjelahan saya Hafiz Darmawan melanjutkan long expedition dari tanah tinggi Dieng menuju tanah tinggi Tengger. Dalam kegalauan menunggu kabar baik bahwa kedua pendaki sudah di temukan hingga bakdha adzan dzuhur rupanya belum memberikan kesempatan kepada kami untuk mengunjungi Ranu Kumbolo. Bayang- bayang Ranu Kumbolo yang terus menghantui membuat kami memutuskan untuk menginap semalam di sekitar Ranupane dan berharap keesokan harinya Ranu Kumbolo sudah buka. Bertemu dengan rombongan calon pendaki yang gagal juga dari Jakarta kami pun di sarankan bergabung dengan mereka untuk camping di Ranu Regulo. Dengan ketinggian 2100 mdpl Ranu Regulo mampu memberikan sensasi dingin dan pemandangan yang memanjakan mata. Sepertinya cukup pembukaan kenapa akhirnya kami menyasarkan diri ke Ranu Regulo, kembali ke topik awal yaitu tentang ” Penunggu Ranu Regulo ”

Nenek Ranu Regulo

Seorang nenek tua ntah siapa namanya saya belum sempat berkenalan hingga kami pulang. Tubuhnya yang tak terurus terlihat begitu kusam dan seolah sangat rapuh. Tanpa jaket atau pakaian penghangat lainnya si nenek bertahan dalam dekapan dingin Ranu Regulo setiap malamnya. Jangan berfikir si nenek tinggal di rumah atau setidaknya gubuk kecil sederhana, tanpa tedeng aling- aling nenek hanya berlindung dari hujan di bawah Gazebo kecil. Dari awal saya datang dan perhatikan si nenek tak hentinya membakar kayu dan memasak ntah apa yang dimasak. Ketika menumpang sesaat dari hujan sebelom tenda kami berdiri saya beranikan untuk bertanya namun si nenek tak menjawab dan hanya tersenyum. Tak ingin menganggunya yang sedang asik memasak saya pun mendirikan tenda. Dari pinggir danau tempat tenda kami berdiri si nenek suka berkata sendiri ntah bernyanyi atau apakah saya juga tidak tau. Astaghfirullah dalam pikiran saya sempat terbesit apakah nenek ini orang gila atau pengemis???. Setelah cerita sama cak Hafiz akhirnya kami sepakat untuk sengaja mendatangi dan sekedar ngobrol ngalor ngidul.

Ranu Regulo

Sedikit percakapan kami dengan si nenek,

Hafiz : nek, lagi apa nek?

nenek : hehe hehehe… ( si nenek hanya tersenyum cengengesan )

Hafiz : masak ya nek, masak apa nek?

nenek : anu, iki mangan… ( nenek membalas dengan bahasa jawa )

Hafiz : oh o o o o….

Percakapan berakhir sementara karena Cak Hafiz menyerah tak mampu melanjutkan percakapan dan kami bertiga hanya sekedar menikmati dingin dengan asap rokok sedangkan saya sendiri menyeruput teh tarik. Tak lama rombongan calon pendaki datang dari mushola selesai shalat dan bergabung bersama kami. Setelah mendapat penjelasan dari si mbak sapa saya lupa :(, ternyata si nenek tidak faham sama sekali bahasa INDONESIA. Ampuni saya ya nek saya kira nenek orang gila, saya sungguh tidak tau saya benar- benar menyesal. Saya sekarang yakin dan tau bahwa nenek jauh lebih terhormat dari mereka orang- orang gila dan pengemis. Setelah tau sebabnya nenek ini tidak nyambung diajak ngobrol dan hanya senyum- senyum karena tidak tersambungnya perangkat komunikasi kami maka saya sebagai orang Jawa nekat dengan bahasa Jawa saya untuk mengajak bercakap- cakap.

Saya : mbah sampean daleme pundi?

nenek : hemm opo?

saya : omah mbah, omahe sampean ngendi?

nenek : ndek kene iki, .. ( rupanya bahasa Jawa Alus pun nenek kurang faham )

saya : ohhh, gak kademen tah mbah ndek kene?

nenek : gak, gak adem…

saya : ndek kene karo sopo mbah sampean?

nenek : dewean, gak ono sopo- sopo…

saya : ohhh…

Hidup seorang diri dalam belantara dinginnya tanah Tengger nenek menjadi sosok seorang yang kuat dan tangguh. Tidur beralaskan sesobek kardus dan beratapkan sepotong seng dalam Gazebo tanpa selimut ataupun jaket hangat. Sedari pagi nenek terus membakar kayu sepertinya untuk menghangatkan diri sembari memasak air dan nasi. Sungguh mulia sekali nenek sampai menawarkan untuk berbagi nasi dan sedikit sayur kolnya kepada kami. Maaf bukan menolak karena makanan nenek tidak higienis atau tidak sehat tapi kebetulan banget saya dan Hafiz sudah makan makanan bekal pemberian Istri mas muksin. Nasi yang di masak oleh nenek dengan kaleng bekas cat berkarat itu sungguh memilukan hati. Ingin rasanya kembali ke desa terakhir sebentar untuk membelikan panci agar si nenek dapat memasak dengan sehat. Ngobrol- ngobrol pun berlanjut dan kami sengaja agar si nenek tidak sendirian menikmati hangatnya api unggun beliau.

Malam mulai menggelapkan seluruh kawasan camping kami, dingin dan kabut pun serta mengiringi datangnya malam. Kami berpamitan kepada nenek untuk masuk ke dalam tenda dan tidur. Pikiran saya masih berterbangan entah kemana jadi kepikiran si nenek apakah dia tidak kedinginan dan sakit tidur di luar seperti itu. Tak lupa setelah berdoa sebelum tidur terselip doa untuk si nenek agar tidak kedinginan. Hingga pagi menjelang terlihat nenek masih di bawah Gazebo kecil itu dan sudah asik membakar kayu. Saya tak mau kalah dengan nenek, usai shalat subuh saya menyibukkan diri untuk Hunting foto kesana kemari. Selesai hunting foto kami memanaskan air untuk menyeduh mie instan dan membuat kopi. Sisa kopi 8 sachet dan salah satu panci dari nesting saya akhirnya di hibahkan kepada nenek mungkin bisa di gunakan sementara untuk memasak dan jika suatu saat nanti saya berniat kembali akan membawakan panci yang lebih layak.

sunrise REGULO

Sunrise Ranu Regulo

Hingga saatnya tiba perpisahan kami berdua dengan Ranu Regulo serta berpisah dengan si nenek. Masih dalam dinginnya pagi Ranu Regulo kami berdua sudah packing tenda dan siap meninggalkan lokasi. Rombongan calon pendaki rupanya masih tinggal semalam lagi menunggu kabar baik dari TNBTS tentang bukanya pendakian Semeru. Sampai jumpa lagi Ranu Regulo, sampai jumpa nek, sampai jumpa kawan baru kami dari Jakarta dan Tangerang, kami duluan menuju Jakarta.

foto bersama

 

Hafiz dan Nenek