Sabtu, 01 Februari 2014

Balada Tanpa Matahari

Ranu Regulo

Tak biasanya langit biru berhiaskan awan putih

Sedari pagi Gubugklakah di selimuti kabut dan awan mendung

Sinar keemasan yang seharusnya menghangatkan suasana pagi juga tak singgah meski sebentar

Hanya kabut- kabut tipis bergantian dengan gerimis dan awan kelabu

Matahari seolah malu untuk menyapaku beserta seluruh isi gubugklakah

Hingga siang gerimis dan kabut yang masih setia menemani sampe saatnya tiba perjalananku menuju Ranu kumbolo di mulai

Menembus lautan kabut desa Gubugklakah hingga Ranupani dan di iringi gerimis hingga hujan deras

Kuda besi yang harusnya sudah siap menerjang segala rintangan sesekali harus meronta mengantarkan kami hingga Ranupani

Menjelang senja kami tiba di Ranupani di sambut oleh beberapa porter dan petugas TNBTS

Perjalanan tertunda dan malam kami habiskan di Ranu Regulo Danau air tawar yang konon katanya masih saudara kembar dengan Ranukumbolo

Danau dengan keheningan malam mendendangkan nyanyian angin dan daun

Kami tak ingin kalah dan ikut mengiringi dengan petikan gitar menyanyikan lagu pemberontakan

Lagu malam tentang kedzoliman seorang pemimpin

lagu perang tentang kehancuran sebuah negara

lagu keras tentang kejamnya kota- kota besar INDONESIA

Dalam tengahnya nyanyian ” Arena ” sengaja menghentikan petikannya dan memaknai arti lagu kami

Bahwa semua yang terjadi harus di kembalikan kepada Tuhan, namun Tuhan yang seperti apakah?

Apakah ada Tuhan selain Tuhan pencipta alam semesta dan seluruh isinya ini?

Ya Tuhan yang bukan benar benar Tuhan, Tuhan mereka para pemabok hingga Tuhan mereka para koruptor

Ketika para pemabok sedang menenggak air setan maka mereka sedang berTuhan kepada alkohol segelas sloki

Ketika para pecandu rokok atau bahkan ganja itu sedang menghisap asapnya maka mereka itulah sedang menghisap Tuhannya

Ketika para koruptor merampok uang negara mereka tidak sadar sedang menuhankan Uang

Dan ketika para dukun meramalkan masa depan mereka telah menuhankan Jin dan Setan- setan jahanam

Jadi Siapa Tuhanmu??? Renungkanlah…

Nyanyian pun berlanjut dan melunak menuju lagu cinta, di mulai dari ” Pengobral Dosa, 22 Januari, Kala cinta menggoda, Galih dan Ratna, hingga Demi Waktu ”

Malam makin larut nyanyian semakin mendayu asap rokok semakin pekat dan terus membakar suasana dengan air kedamaian

Entah kabut ataukah asap rokok yang menyelimuti kami hingga tak ada beda

Tetesan terakhir air kedamaian yang terus di tuang pun berganti tetes embun dari pekatnya kabut

Meneteslah embun malam hingga pagi menggantikan

Semburat sinar matahari menggores mendung pagi hari membangunkan kami

Air hangat danau keheningan serta terik matahari menggores mata menyadarkan buaian air kedamaian seperempat sloki

*hoammmmmssss ternyata saya sudah bangun dari mimpi panjang di ranu Regulo

Ranu Regulo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar