Ada yang pernah dengar Argapura? bukan Argopuro nama sebuah gunung di Jawa Timur loh ya. Argapura kawasan pertanian warga di Majalengka yang mempuanyai Terasering keren sehingga kini tersohor. Sudah lama saya penasaran pengen ke Argapura lebih kusus lagi namanya lembah Panyaweuyan. Dahulu kala ketika masih sekolah di Dayeuhkolot Bandung tempat ini belum terkenal. Padahal jika mudik dari Bandunng ke Boyolali selalu melewati Majalengka.
Jadi ceritanya pas nganterin adek saya si Ahsin mengambil semua barang- barangnya yang masih tertinggal di kontrakannya saya sempatkan atau paksakan lebih tepatnya untuk mampir. Jadi kami bertiga saya, Ahsin dan Dimas berangkat dari Semarang pukul 23:xx menuju Bandung. Suasana arus balik masih sangat terasa saat itu H + 1 Minggu jadi memang saat paling ramai nya para perantau kembali ke Jakarta. Perjalanan macet hampir di setiap mau masuk kabupaten dan keluar kabupaten. Kalau normal subuh kami sudah bisa masuk Sumedang namun karena macet yang sungguh luar biasa sehingga perjalanan kami lebih banyak merayapnya maka waktu subuh pun kami baru masuk Tegal. Selepas subuh jalanan lumayan agak berkurang keramaiannya mungkin karena sudah banyak yang memilih istirahat. Tegal hingga Cirebon perjalanan cukup lancar dan tiba di Cirebon sudah terang menunnjukkan waktu jam 07:xx. Niatnya di Cirebon nyari sarapan dulu tapi ternyata masih banyak warung yang masih tutup. Cek google map cari tujuan terasering Panyaweuyan Argapura menunjukkan 1,5 jam perjalanan. Langsung get start direction dan cus wurrr petualangan di mulai.
Jalanan cukup kecil sepertinya memang jalan kampung kami terus saja mengikuti pentunjuk dari Map. Semakin masuk kedalam jalan justru semakin kecil namun saya bilang cukup bagus dan mulus. Di kanan kiri jalan banyak berdiri rumah milik warga yang bisa di katakan mewah dan rata- rata sudah berumah tembok sepertinya ekonomi masyarakat sekitar sudah di atas menengah. Sampai pada saatnya saya terpaksa berhenti di tanjakan curam menikung karena diatas ada sebuah bus susah belok saking kecilnya jalan. Bersabar sebentar nunggu sampai bus terbebas dan bisa melewati tikungan menanjak curam. Untuk pertama kalinya saya dihadapkan pada kondisi tikungan dikombinasikan tanjakan curam dan berhenti di tengah- tengah. Yang saya ingat rumusnya adalah tenang terlebih dahulu kemudian ketika mau jalan lagi adalah masuk gigi 1 injek gas agak dalam sambil melepas kopling perlahan mulai lepas juga handremnya. Alhamdulillah bisa dan lancar melewati semacam ujian SIM di tengah- tengah tanjakan. Saya pikir awalnya rombongan 2 bus dan 1 mobil pribadi ini juga akan berwisata ke terasering Panyaweuyan. Setelah saya ikuti terus sampai akhirnya mereka berhenti di sebuah lapangan kampung ternyata ada hajatan nikahan salah seorang warga kampung.
Estimasi perjalanan di google map menunjukkan masih 45 menit lagi tiba di tujuan kami. Bus yang bikin perjalanan kami agak tersendat sudah terparkir aman kini perjalanan lancar jaya. Jalanan semakin mengasyikkan dengan melintasi perkebunan warga serta beberapa hutan. Jalan berkelok kelok dengan sedikit naik turun jika di ingat ternyata mirip jalanan kalau ke Dieng. Saat itu memang saya senang dengan tiipikal jalanan berkelok menikung tajam di kombinasi naik dan turun yang curam namun ternyata berbeda dengan adek saya Ahsin yang justru gak suka jalanan semacam ini. Yang suka nerbangin drone dan berfoto video pasti suka jika di suruh nerbangin di jalur ini, dalam hayalan saya jika di lihat dari udara dengan model mata elang jalur ini berkelok- kelok naik turun dengan kanan kiri ratusan bukit. Selain jalur di tengah perbukitan yang indah juga suasana di perkampungan sepertinya juga adem ayem tenterem masyarakatnya hidup damai. Ku buka jendela kaca mobil serta kumatikan AC kurasakan sejuk udara yang bertiup sepoi- sepoi memasuki mobil. Udaranya tidak terlalu dingin namun justru sejuk terasa sangat nyaman untuk tidur siang atau sekedar bersantai- santai di depan teras rumah. Saya pikir kami sudah sampai karena di sekitar kampung sudah banyak perkebunan daun Brambang namun google map berkata lain, estimasi masih menunjukkan 15 menit lagi. Meninggalkan kampung pertama di sambut oleh jalan yang semakin ekstrim dan semakin sempit hemmm menguji adrenalin namun memang seru dan menyenangkan. Setelah menanjak yang cukup tinggi dan panjang dengan di sebelah kanan terdapat bukit agak bundar mmenjulang tinggi tiba lah kami di parkiran terasering Panyaweuyan Argapura Majalengka.
Parkirannya tak luas hanya cukup 4-5 mobil dan beberapa belas motor. Turun dari mobil setelah memarkir saya di sambut seorang warag lokal dengan baju serta celana hitam juga mengenakan peci hitam yang kemudian berkata ” jowone ngendi mas? ” saya kira beliau orang jawa ternyata sekedar banyak kenalan kiyai dari Jombang, Madiun serta Sukoharjo. Sambil ngobrol saya memesan mie rebus buat ganjal perut yang sudah lapar semenjak nyari sarapan di Cirebon gak dapat- dapat. Harga sarapan pun masih masuk akal dan bersahabat dengan kantong meskipun di daerah wisata dan di ujung pelosok yang baru mulai terkenal. Usai sarapan kami bertiga langsung saja mulai treking sedikit menuju puncak Panyaweuyan. Hari mulai terik langit biru mulai memudar di warnai oleh awan yang tersebar merata. Hemm agak flat sih namun lanskap masih menawan saat itu. Perkebunan daun brambang yang lebih terkenal di media sosial rupanya sedang di ganti oleh warga dengan tanaman Kol dan malah beberapa di biarkan di tumbuhi rumput liar. Yang saya saksikan di media sosial perkebunan brambang lebih eksotis karena akan lebih terlihat garis- garis dan lekuk teraseringnya. Tanpa kebun brambang pun tak mengapa tanaman kol juga masih bisa menggantikan posisi brambang dan tetap indah dalam jepretan kamera. Sebagian besar pengunjung saat itu adalah pasangan muda mudi yang sengaja datang dari kota Majalengka, Sumedang maupun Cirebon. Ya memang kekinian banget tempat ini, selain keren di foto sebagai lanskap juga keren untuk foto- foto narsis.
Karena tujuan utama kami masih sekitar 3 jam lagi menuju Bandung kami tak berlama- lama dan segera kembali ke parkiran kemudian turun menuju kota Majalengka melewati jalur yang berbeda. Jika di urut dari jalur kami datang maka lurus terus saja ke arah Maja dan kemudian Majalengka. Rupanya jalur yang kami gunakan menuju Bandung lebih cepat sampai kota Majalengka, sekitar 30 menit kami sudah memasuki kota Majalengka. Majalengka ambil arah Sumedang kemudian Bandung dan perjalanan masih sekitar 2 jam lagi artinya kami bakal tiba di bandung sudah sore.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar