Karena kamu request cerita tentang perjalanan kita kemaren di Sumatera Utara segera di tulis maka baiklah aku duluin aja dari cerita perjalanan lainnya. Mulai dari mana ya? dari kenapa bisa di bilang tiba- tiba aku kabur ke Medan. Sesungguhnya list ke area Sumatera adalah paling belakangan setelah aku selesai dengan misi Timur. Sudah sekitar 3 bulanan aku menjalin komunikasi lagi denganmu. Kamu itu cantik tapi judes juga dan ketika memandang sorot matamu tak pernah bisa teduh. Sebenernya dulu sudah kenal namun hanya sekedar antara Asisten dan Praktikan di Laboratorium sebuah kampus. Setelah aku lulus pun semakin tak pernah ada komunikasi dan karena bisa di bilang aku segan samamu maka tak pernah berani untuk menyapa atau sekedar berkata “hai”. Entah ada pikiran darimana tiba- tiba datang sebuah tekad bulat untuk pergi ke Sumatera Utara. Akhirnya dapat waktu setelah hari raya Iedul Fitri tanpa pikir panjang setelah gajian aku pesan tiket pesawat jurusan Surabaya- Kualanamu Medan. Apakah ijin dari kantor bakal di approve atau tidak pun aku nekad saja. Dengan mantap hati nekat lah ijin ke Pak Bos ” pak kulo tanggal 29-30 ijin nggeh pak ?”, di sahutnya ” di atur sajalah yang penting jangan sampe lost komunikasi sama team “. Alhamdulillah ijin sudah approve, eh lakok seminggu sebelum berangkat malah ada undangan meeting ke Banyyuwangi. Entahlah pikiran sudah mulai amburadul namun tetap terus menenangkan diri ” woles thur kalem semua tetap berjalan lancar”. Rabu siang aku dan Pak Nur partner terbaikku menghadiri meeting salah satu operator terbesar di Indonesia. Rabu sore pun kami tak langsung balik Tuban karena sudah terlanjur jauh kenapa tidak mampir? baiklah akhirnya kami mampir ke kawah Ijen, kawah Wurung dan Bromo. Akhir trip bablasan meeting adalah Bromo yaitu hari Jumat siang.
Tiba di bandara Juanda Surabaya setelah menempuh perjalanan dari Probolinggo selama 3 jam disambut oleh senja. Sambil ngopi sebentar Pak Nur dan Budi menemani sambil ngaso sebelum mereka berdua balik Tuban dan aku lanjut ke Medan. Malam semakin larut perut lapar badan pun letih. Setelah kenyang mengisi perut dengan makanan cepat saji aku segera mencari tempat untuk tidur karena esok paginya jam 04:00 sudah harus cek in. Alhamdulilah cek in lancar (soalnya sempat ada masalah si singa terbang berulah lagi) trus ke ruang tunggu sekalian nunggu masuk waktu subuh. Jam 05:30 kami para penumpang sudah di suruh memasuki pesawat dan tanpa delay pesawat di terbangkan jam 06:xx.
Penerbangan Surabaya- Medan lancar di tempuh selama 3 jam. Dari atas pesawat terlihat perbukitan dan berganti dengan sebuah danau besar terdapat sebuah pulau di tengahnya. Danau Toba dan pulau Samosir, ya tandanya penerbangan kami sudah dekat dengan bandara Kualanamu Medan. Tiba di bandara jam 09:00 sesuai saran kamu untuk naik Damri jurusan carefour Medan. Hemmm semakin gak menentu gelisah campur entahlah apa naamanya bis nya pun merayap pelan- pelan yang kemudian di tambah macet ketika sudah masuk kota Medan. Aku gak yakin bisa woles dan suasana mencair santai. Akhirnya ketemu juga denganmu setelah 6 tahun lamanya tak pernah jumpa. Dengan kerudung dan baju berwarna pink wajah di usap bedak tipis dan bibir kamu warnai pink namun sorot matamu tak berubah. Awal pertemuan kamu buka dengan sapaan ” hai kak” aku cuma bisa membalas dengan senyum, karena ya memang terasa kaku dan aku pun orangnya pemalu. Sambil berjalan ke parkiran kereta aku dan kamu mulai bisa ngobrol santai suasana pun mulai mencair kayak eskrim yang kelamaan gak di makan, eh enggak bercanda dink.
” Eka jadi kita kemana saja hari ini? ”
” kakak gak lapar? mending kakak makan dulu aja ” sahut mu
Siang itu Medan benar- benar sangat panas sampai- sampai baju ku basah kuyup oleh keringat. Mampir sebentar di Pom bensin karena pikirku jam 12:00 sudah masuk waktu shalatt dzuhur, Medan waktu dzuhur nya jam 12:30 an bung. Akhirnya setelah numpang ke toilet pom bensin aku dan kamu lanjut menuju Berastagi destinasi pertama. Memang agak konyol karena aku dan kamu sama- sama tidak tau arah, yasudah ngikutin plang petunjuk arah dan feeling saja lah ya. Medan Berastagi dapat ditempuh selama 2 jam perjalanan dengan model riding santai. Ketika sebelum masuk Berastagi kami melalui jalanan menanjak bekelok yang lebih mirip dengan jalur sitinjau lauik nya Sumatera Barat. Jalan meliuk- liuk menanjak memaksa mesin motor kamu terus melaju pelan. Dan saat sedang berjalan perlan di ikuti seorang polisi yang semakin membuatku cemas dan curiga. Di sebuah jalan lurus cukup untuk menghentikan aku dan kamu, ” Hei coba minggir dulu “, kata Pak Polisi. Setelah di cek ternyata karena plat nomor motor kamu belum di ganti padahal sudah expired masa berlakunya. Setelah di berikan penjelasan kenapa plat nomor motor belum di ganti akhirnya aku dan kamu di kasih lanjut jalan lagi oleh pak polisi. Jalanan datar beganti menanjak, Macet berganti lenggang, Panas berganti sejuk ternyata memang sudah masuk kawasan Berastagi. Destinasi pertama adalah taman Lumbini, sebuah taman yang dibangun untuk beribadah umat pemeluk agama Budha. Vihara terbesar di Indonesia sekaligus Asia Tenggara. Bangunan Vihara dengan dominan warna Emas dan warna bangunan sekitarnya abu- abu karena di hujani oleh abu vulkanik gunung Sinabung. Tak lama aku dan kamu jalan- jalan di taman Lumbini sekedar mengambil foto kemudian lanjut lagi ke destinasi berikutnya.
Konon katanya puncak bukit Gundaling menjadi primadona wisata di Berastagi. Terlihat cukup jelas menjulang tinggi nan gagah gunung Sinabung dari puncak Gundaling. Sore itu tak terlalu ramai pengunjung yang menikmati sejuknya bukit Gundaling. Sebagian besar memang sengaja datang untuk bisa berfoto bersama gunung Sinabung, termasuk aku dan kamu. Sambil istirahat menunggu datangnya senja aku dan kamu duduk di bawah tenda milik ibu penjual minuman yang rupanya berasal dari banyumas. Sewaktu mesan minum aku kaget kok si Ibu menyahut dengan bahasa jawa, oh rupanya Ibu orang Banyumas. Ngobrol santai membahas tentang budaya Batak sambil menikmati deretan awan bergulung yang mulai berubah menjadi mendung. Senja mulai memberi harapan akan datangnya sunset yang menggelora. Terik matahari semakin redup berbarengan dengan datangnya hembusan angin yang semakin kencang. Waktu menunjukkan jam 17:50 namun langit justru semakin menghitam awan yang tadinya berderet bergulung cantik pun berubah menjadi mendung kelabu. Ternyata sungguh benar sunset tak jadi hadir menyambut kedatanganku jauh jauh dari pulau Jawa. Karena esok hari masih harus mendaki puncak Gunung Sibayak aku dan kamu harus segera istirahat agar tidak kesiangan bangun.
Gunung Sibayak dengan ketinggian 2.212 mdpl letaknya berdekatan dengan gunung Sinabung yang sedang erupsi. Meskipun tidak terlalu tinggi saat malam hingga pagi udara pun sangat dingin. Waktu sudah menunjukkan pukul 03:00 ini saatnya aku dan kamu bersiap mendaki untuk melihat sunrise. Jam 04:00 aku dan kamu yang kemudian aku ganti “kita” agar lebih enak nulis dan di bacanya sudah berangkat menuju Gunung Sibayak. Tak lama dari pusat kota Berastagi kira- kira 30 menit dengan kereta kita sudah tiba di parkiran gunung Sibayak. Sebelum mendaki jangan lupa ada membayar retribusi Rp 3000 dan biaya masuk Rp 10.000.
Pendakian di mulai, dengan ketinggian 2.212 mdpl tipikal jalur sedikit terus menanjak waktu tempuh pun sangat singkat. Dari parkiran hingga puncak 1 tidak sampai 1 jam sudah sampai ( sepertinya ada 4 puncak ). Kita memang tidak camping karena hanya ingin melihat sunrise dan gunung Sinabung dari puncak Sibayak. Lapisan mendung pagi itu sepertinya sangat tebal waktu sudah menunjukkan jam 05:30 pun semburat merah kurang terlihat terang. Memang betul sunrise tidak pecah dengan sempurna namun keindahan pemandangan yang di berikan oleh Sibayak tetaplah mempesona. Aku tau matahari malu untuk tersenyum kepadaku karena sudah ada yang tersenyum sungguh manis menggantikannya. Melihatmu ceria bahagia menikmat keindahan Sibayak rasanya sungguh luar biasa. Emmm nanti cerita agak panjang tentang pendakian Sibayak aku tulis saja sendiri, jadi sering sering mantau Blog aku ini.
Destinasi lain masih banyak yang menanti, setelah turun dari Sibayak kita lanjut menuju air terjun Spiso- piso. Berastagi- Kabanjahe- Tongging, kalau dari Berastagi sampai e Spiso- piso cuma memerlukan waktu selama 60 menit riding di kecepatan 60-70 kpj. Selepas Kabanjahe memasuki Tongging banyak kebun buah jeruk yang menawarkan wisata petik sendiri. Hemmm masyarakat mulai kreatif dalam menjual hasil perkebunan mereka, mulai dari strowbery petik sendiri, Apel petik sendiri, jeruk petik sendiri dan mungkin di susul buah yang lainnya. Riding di dataran tinggi itu enaknya tak begitu terasa panas, ya karena angin yang berhembus dingin meskipun terik matahari sangat panas. Udara sejuk serta pemandangan hijau bagaikan permadani menemani sepanjang jalur Berastagi – Tongging. Sebelum tiba di pintu masuk loket wisata air terjun Spiso- piso kita di sambut pemandangan mempesona danau Toba dari atas bukit. Lipatan perbukitan gundul terhampar diatas perairan jadi mengingatkanku akan keindahan Labuhan Bajo NTT. Karena memang bagus pemandangan kita pun berhenti sebentar berfoto- foto. Turun sedikit dari tempat kita istirahat sudah berdiri bangunan loket masuk wisata air terjun Spiso- piso. Ohhh anak tangga turun untuk melihat air terjun dari dekat sungguh panjang mengular. Santai sambil menikmati pemandangan sekitar air terjun kita turun menuju bawah air terjun. Tak jauh kita berjalan sambil istirahat aku merekam timelapse air terjun tak disangka seorang kawan kuliah sewaktu D3 di kampus putih biru menyapa ku. ” Oi fathur… sama siapa kesini??? “, rupanya Fajar Sidiq teman sekampus. Sebentar Fajar bercerita kalau sebaiknya aku ambil rute Simarjarunjung- Tigarasa- Samosir dan kembali ke Medan soalnya sayang jauh- jauh ke Sumatera Utara kalau gak sekalian ke Samosir. Akhirnya sebelum Fajar pulang dan aku melanjutkan turun ke air terjun kami berfoto sebagai kenang- kenangan. Baiklah lanjut lagi turun ke air terjun sama kamu, dan rupanya baru sepertiga pejalanan. Pelan sambil menikmati dan berfoto agar tidak terasa capeknya. Dan sesampainya di bawah air terjun pun kami tak mendekat karena bias air sungguh besar sudah pasti basah jika terlalu dekat. Setidaknya sudah cukup berfoto secekrek dua cekrek kami kemudian kembali naik ke atas. Turun ke bawah air terjun kemudian naik lagi kukira 1.5 jam sudah cukup.
Capek ya dari air terjun Spiso- piso? iya memang capek cukup jauh rupanya tangga turun dan naik. Padahal masih ada Simarjarunjung dan Samosir, Okelah waktu masih menunjukkan jam 13:00 kami segera cepat- cepat menuju bukit indah Simarjarunjung. Bukit indah Simarjarunjung salah satu konsep wisata baru yang sedang terkenal di Sumatera Utara. Dengan wahana- wahana foto seperti Kalibiru Kulonprogo yang sudah lama duluan mengaplikasikan. Dengan background danau Toba dan pulau Samosir bukit indah pun tak kalah keren dan fenomenal. Bagus gak sih Simarjarunjung? menurutku bagus karena memang pemandangannya bagus banget. Tapi kalau aku di suruh foto di wahana sih gak juga gak papa. Wahana foto di Simarjarunjung ada banyak sampai aku gak sempat hitung. Bagi yang sedang suka konsep foto kekinian cocok banget datang ke Simarjarunjung. Jadi pas di sana Eka minta difoto di ayunan ekstrim. Ayunan itu di ayun ke arah danau Toba dan kemudian cekrek- cekrek beberapa foto diambil, hemmm hasilnya memang bagus seolah Eka sedang berayun di atas danau Toba. Trus setelah itu? ya setelah itu kami lanjut lagi menyebrang ke pulau Samosir. Dan tanpa sengaja kami justru mengikuti saran Fajar bahwa mendingan nyebrang ke Samosir lewat Tigarasa.
Yang sudah pernah nyebrang ke kepulauan seribu pasti tau model perahunya seperti apa, nah kalau di danau Toba ini perahunya berbeda. Jika di lihat sepintas justru bentuknya menyerupai Elf atau Bus mikro. Di bagian depan tertulis ” Laut Tawar ” dan karena bentuknya seperti Bis aku sebut saja ” Bis Laut tawar “. Sambil menyebrangi danau Toba senja berganti malam, kupikir karena hanya danau ombaknya pun tidak besar. Rupanya kondisi bercerita lain ketika sampai di tengah- tengah ombak terasa begitu mengombang- ambingkan Bis laut tawar kami. Tiba di Simanindo Samosir hari telah gelap langsung saja kita menuju Tuk- Tuk Ambarita untuk menginap semalam. Tuk- tuk ini kalau di bali semacam kawasan Kuta Seminyak nya. Pusat Keramaian Samosir bisa di bilang di Tuk- tuk ini dan Tomok. Karena alasan waktu kita gak sempat mampir ke Tomok, esok paginya pun langsung tancap gas menuju bukit Holbung.
Bukit Holbung, ketika melihat di Map jaraknya tak terlalu jauh dari Tuk-tuk. Estimasi sesuai google map menunjukkan 2 jam lebih sedikit perjalanan dengan kendaraan bermotor. Pagi hari jalanan lengang serta masih jauh dari gaduh kendaraan. Udara dingin membangunkan ku dari kantuk berat. Semburat merah matahari pagi memberikan sedikit penerangan perjalanan kita menuju bukit Holbung. Jalanan sepi kemudian mulai berganti ramai anak Sekolah Dasar berjalan kaki menuju sekolah mereka. Dan lima menit kemudian sudah semakin ramai angkotan samosir mengangkut anak anak Sekolah Menengah Pertama dan Atas menuju sekolah masing- masing. Menyusuri jalanan di tepi danau Toba dan sudah 2 jam lamanya kita berkendara namun baru tiba di jembatan penyebrangan Samosir dengan Sumatera. Ada yang pernah ke Sumba? nah ketika memasuki jalur darat Samosir – Sumatera aku serasa di ingatan oleh Sumba pulau Seribu Bukit. Di Sumba kan kalau pas mau ke Wairinding melewati diantara lipatan ribuan bukit, nah di Samosir ini juga mirip bahkan khas bukit gundul di tumbuhi rumput tipis yang mulai mengering berwarna coklat ke orange pun sama. Selama perjalanan mata ku terus di manjakan oleh pemandangan yang Ahhh sudahlah aku bingung mau menjelaskannya. Pokoknya suka banget sama Samosir dan sekitarnya, bahkan orangnya pun juga ramah- ramah. Saking terpesonanya oleh keindahan alam di jalur ini kita sampai nyasar kebablasan dan terpaksa putar balik lagi ke arah bukit Holbung. Dalam hayalanku bukit Holbung palingan mirip- mirip sama bukit Teletubis yang ada di Jawa. Hemmm kalau aku mau di bilang lebay ya gak papa mungkin memang lebay, tapi bukit Holbung sungguh di luar dugaanku. Bukit Holbung gak bikin menyesal meskipun sudah di bela- belain putar arah ketika kebablasan. Gimana ya ceritainnya aku pun bingung tak mampu berkata- kata lagi untuk mendeskripsikannya. Lebay ya? hahaha iya gak papa lebay. Di bukit Holbung sayangnya tak bias berlama- lama karena aku harus sampai di bandara Kualanamu jam 16:00. Trus ngapain aja di bukit Holbung yang cuma sebentar? ya apalagi kalau bukan ambil foto dan sejenak menikkmati dengan mata sambil kulit merasakan dinginnya hembusan angin yang sungguh kencang.
Dari bukit Holbung trus kemana lagi? ya sudah jelas tau kan ya bahwa bukit holbung destinasi terakhir kita, ya kan… Karena takut ketinggalan pesawat pulang ke Jawa riding dari Holbung ke Medan aku gas lebih kencang dari sebelum- sebelumnya. Rutenya tau gak? nah akku aja baru tau pas udah melewatinya. Jadi dari Holbung lewat jalur menara pandang Tele terus saja ikutin jalan sampai pertigaan yang ke kanan adalah arah jalan raya Sidikalang- Kabanjahe. Jadi kalau di bikin rute Dairi- Kabanjahe- Berastagi- Medan- Kualanamu. Dan tidak sia- sia hasil ngebut dari Dairi ke Medan, Dairi- Kabanjahe mampu di tempuh selama 1.5 jam perjalanan. Jalur di tengah hutan dataran tinggi yang dingin sedang berkabut dan gerimis pula. Dari Kabanjahe arah berastagi jalur sudah berganti dengan jalur cukup padat penduduk dengan waktu tempuh cuma 30 menit. Nah kalau pas berangkat waktu Tempuh Medan Berastagi 2 jam maka arah sebaliknya Berastagi – Medan cuma di libas 1jam lebih sedikit. Akhirnya sudah lega, ya lega semuanya termasuk lega sampai Medan masih jam 15:30 dan langsung saja naik ke Damri yang kemudian berangkat jam 16:00 menuju bandara Kualanamu.
Video perjalanannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar