Tampilkan postingan dengan label gunung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gunung. Tampilkan semua postingan

Minggu, 24 Juni 2018

Ngabuburide Ke Dieng, Ngadem Yang Sesungguhnya

Entah darimana datangnya rencana touring ke Dieng saat itu padahal sedang dalam bulan puasa. Awalnya saat ngopi bersama temen bikepacker Soloraya ada mas susilo, mas agung, masdian sama dekdian(cewe) sempet nyerempet bahas mau kemana dalam waktu dekat ini? saya langsung nyeletuk ” ke Dieng aja yuk “. Kemudian darisana saya membuat ajakan di grup WA yang biasa kami gunakan untuk sarana komunikasi dan yang respon langsung ikut adalah Yasin. Saya dan Yasin sudah sepakat untuk gas tanggal 29 Mei- 1 Juni karena sekalian ada tanggal merahnya, Namun dalam tengah- tengah waktu saya merubah plan yang sudah di sepakati yaitu gas ke Dieng di majukan tanggal 25 hari jumat dan Yasin setuju- setuju saja. Tibalah saat itu hari Jumat tanggal 25 Mei 2018 saya sepulang kerja langsung pulang lebih awal karena seusai Taraweh harus prepare gas menuju Dieng. Karena Yasin ada kerjaan yang belum selesai maka Jumat malam itu kami akhirnya meeting di point yang telah di tentukan yaitu Blabak Magelang pada pukul 23:xx.

20180526_005526[1]

Saya menunggu sebentar baru kemudian Yasin datang mengajak saya makan malam dulu sebelum kami melanjutkan menuju Dieng. Pertigaan antara arah Purworejo Magelang dan Jogja. Di sebuah angkringan sederhana kami mengisi perut agar tidak kelaparan saat riding. Karena kami menceritakan arah tujuan kami saat makan di angkringan, malah beberapa orang yang sedang jajan menyarankan agar kami melewati arah Purworejo dan belok ke arah Wonosobo sebelum masuk Purworejo. Sesuai saran di angkringan kami mengambil rute arah Purworejo kemudian Wonosobo dan barulah dari Wonosobo naik ke Dieng. Dari Purworejo ke Wonosobo rupanya kami melintasi jalur leren gunung Sumbing. Jalur masih sepi atau mungkin karena tengah malam juga bulan puasa ya? ya intinya jalur sangat sepi dan perjalanan alhamdulillah lancar sampai Wonosobo.

Wonosobo ke Dieng sudah dekat kira- kira tinggal 1 jam perjalanan santai lagi sudah sampai. Karena malam hari gelap serta penerangan motor saya kurang terang kami riding agak pelan selain harus meraba jalan juga karena jalan menuju Dieng sudah menanjak terus. Oiya saya lupa belum ceritakan riding pakai motor apa untuk touring kali ini ya? iya saya sekalian ngejajal RX spesial saya yang baru aja turun mesin ganti stang seher beserta laher gandulnya. Untuk jalanan datar tenaganya cukup mumpuni namun ketika sudah memasuki jalanan Tambi- Dieng tenaganya mulai kelihatan melemah. Udara mulai sangat dingin meskipun tidak angin yang berhembus namun karena laju motor kami udara jadi terasa makin dingin. Setelah melewati puluhan tanjakan dan ratusan belokan akhirnya 03:00 sudah saatnya kami sahur. Dari pertigaan Dieng saya susuri jalanan hingga di ujung jalan Dieng Kulon tidak ada satu warung pun yang buka, yaiyalah siapa yang mau buka warung pagi buta dinginnya minta ampun kayak di Dieng???. Sudah pasrah akhirnya ada seorang bapak- bapak yang menghampiri kami langsung saja Yasin bertanya dimana kami bisa mendapatkan sahur jam segini? justru di terminal lah ada satu warung yang buka menyediakan makan sahur bagi orang yang mau jajan. Sesuai saran si bapak kami pun balik lagi ke terminal dieng dan benar adanya ada satu warung yang buka. Kami sahur dengan menu prasmanan dan saya memilih sayur nangka muda lauk telur dan tempe kemul.

20180526_035915[1]

Alhamdulillah kenyang makan sahur dan chat WA yang saya kirim ke sedulur Amim sudah di balas dan kami di suruh segera ke rumahnya. Sebentar kami ngobrol karena memang sudah 3 tahun lebih tidak ketemu. Jam menunjukkan pukul 05:00 dan saya menengok ke jendela kamarnya Amim cuaca cukup cerah dan sepertinya sunrise akan kece. Akhirnya saya dan Yasin pergi berdua menuju bukit Sikunir karena Amim dan Jokowi masih ngantuk dan memang udara saat itu sedang dingin- dinginnya. Biar cepat kami ke Sikunir pakai satu motor aja yaitu motornya Yasin. Riding selama kurang lebih 15 menit kami tiba di parkiran Telaga Cebong dan sebelumnya sudah membayar tiket di pintu masuk sebesar 10ribu setiap orang. Parkir motor kemudian segera naik ke puncak Sikunir yang saat itu memang sangat sepi bener- bener gak kayak biasanya yang berjubel sampai harus antri pelan- pelan untuk treking sampe puncak. Bisa jadi karena bulan puasa jadi yang piknik rata- rata orang yang tidak puasa atau non muslim atau orang islam yang puasa namun sangat sedikit memang. Ketika sampai diatas ada 2 orang sepertinya dari luar Jawa Tengah dan di puncak satunya lagi ada satu rombongan 5 orang kalau gak salah ingat. Saat kami tiba matahari menyambut dengan hangat, meskipun sunrisenya tidak Pecyahhh tapi ya memang cukup hangat di badan juga hangat di pandang. Bergerombol awan tebal di ujung dan bawah mepet dengan horison sehingga matahari nampak ketika sudah diatas awan. Cahaya orange kemerahan yang mulai pudar menyinari melewati sela- sela pohon dan dedauan. Puas, ya saya sangat puas karena selain sepi juga pemandangannya memanjakan mata. Tak begitu lama kami diatas kemudian turun sambil sesekali mengambil foto di jalur turun menuju Telaga Cebong.

20180526_054055[1]

Tiba di telaga cebong bersantai sebentar menikmati pemandangan sambil duduk manis di tepi telaga. Selain saya dan Yasin ada juga satu rombongan yang mendirikan tenda di tepi telaga. Terlihat mereka sedang asik menikmati suasana sahdu sekitar telaga cebong. Memang karena sedang sepi jadi terasa lebih tenang dan puas menikmati semua keindahan Dieng. Tak lama sih kami berfoto- foto di sekitar telaga cebong dan kemudian mulai pindah menuju Batu ratapan angin yang tak jauh dari Telaga Cebong.

Karena sebelumnya sudah janjian dan saudara saya mas yusuf menyusul ke Dieng sudah tiba kami janjian untuk ketemu di Batu ratapan angin. Tiba di batu ratapan angin suda terlihat mas yusuf memarkirkan sepeda motornya. Saya dan Yasin parkirkan motor kemudian menyapa mas yusuf dan segera langsung menuju puncak batu ratapan angin. Ya di batu ratapan angin pun sangat sepi tidak ada orang. Sungguh menyenangkan sekali kami tidak kerepotan untuk berfoto harus antri lebih dahulu. Semua spot foto yang ada rasanya seperti milik kami bertiga. Alhamdulillah langit saat itu begitu cerah dan terang. Pemandangan indah telaga warna dari atas pun terlihat begitu jelas. Warna air telaga warna berwarna hijau muda dan air telaga pengilon coklat susu. Kedua telaga terlihat begitu keren dari atas batu ratapan angin. Selain air telaga juga pepohonan yang tumbuh memutari telaga menambah suasana sejuk dan adem.

Melanjutkan cerita dari batu ratapan angin, kami bertiga balik ke rumah amiem terlebih dahulu. Sesampainya dirumah amiem kami ngobrol sebentar tentang perjalanan, tentang kamera, tentang dieng yang dingin, dan tentang dieng yang bersalju. Tak terasa kami ngobrol ngalor ngidul sebentar adzan dzuhur berkumandang. Seusai shalat dzuhur jokowi menawarkan untuk ke sebuah tempat yang gak pernah di kunjungi wisatawan. Kami mengendarai motor kurang lebih 15 menit dari rumah amiem. Melewati jalan beraspal kemudian berganti makadam jalur ke kebun. Setelah parkir di pinggir jalan kami treking ke spot tujuan kurang lebih selama 15 menit. Jalan perlahan melewati jalan setapak kebun kentang dan sayuran dengan hati- hati agar tak merusak tanaman. Sesampainya di puncak diatas sebuah batu yang mereka sebut “watu numpang”. Dari watu numpang pemandangan sungguh memanjakan mata. Sekeliling memandang ada telaga merdada di bawah sana dan perbukitan kebun kentang di sekitarnya. Kalau kata temen saya telaga merdada di lihat dari atas seolah bekas tabrakan meteor menghantam bumi sehingga membentuk cekungan kemudian berisi air. Alhamdulillah cuaca cerah langit pun biru menyejukkan mata. Cukup lama kami disini berfoto bergantian. Setelah cukup puas kami meninggalkan watu numpang dan sekaligus mas yusuf berpamitan pulang duluan karena ada acara.

Pulang dari watu numpang saya yasin dan jokowi balik lagi ke rumah amiem sebentar memarkirkan motor kemudian lanjut lagi jalan jalan ke kawasan candi arjuna. Di candi arjuna suasana sangat sepi hanya beberapa anak muda lokal dieng yang sedang bercengkrama bercanda tawa. Kami bertiga pun gak tau mau ngapain selain foto foto. Hampir semua sudut kami datangi dan cari angle foto yang bagus dan sampai bosan juga. Sudah sampai mati gaya dan akhirnya cuma glimpang glimpung rebahan di sekitar candi sambil sesekali godain adek adek yang sedang pacaran.

Langit mulai kekuningan tanda senja segera datang dan kami sepakat untuk balik ke rumah amim. Dari candi arjuna kami kembali ke rumah amim ngobrol dan bersantai sambil menunggu adzan magrib. Dirumah kebetulan ada bapak dan amim. Sambil menghangatkan badan di depan tungku api memasak air kami ngobrol ngalor ngidul sampai habis bahan pembicaraan. Sebelum adzan berkumandang saya, jokowi, amim dan yasin menuju kawasan wisata kuliner ramadhan di dekat masjid dieng wetan. Banyak penjaja makanan yang berjualan takjil. Kami membeli es durian, gorengan, cilok dan makanan berat untuk berbuka. Setelah selesai berbelanja kami kembali kerumah amim bersiap buka puasa bersama dirumah. Makanan pembuka berupa es durian serta gorengan terasa begitu nikmat.

Karena besoknya saya harus kerja setelah shalat taraweh berjamaah di mushola dekat rumah amim kami berpamitan pulang. Sebenernya sih gak di bolehin pulang sama bapak, diminta menginap semalam lagi di rumah amim. Karena tidak memaksakan keadaan saya dan yasin pun pamit dan gas meninggalkan dieng pukul 21.00. Jangan tanya bagaimana dinginnya berkendara malam hari di dieng, sudah pasti sangat dingin. Alhamdulillah meskipun sempat mendung perjalanan dari rumah amim hingga kota wonosobo kami lancar dan tidak kehujanan. Mulai meninggalkan wonosobo dan memasuki kledung Temanggung kabut turun sangat tebal jarak pandang pun sangat terbatas. Yasin berkendara di depan dan saya mengikuti di belakangnya. Kami berkendara pelan dan sangat hati- hati. Rasanya ada serem, syahdu, haru, konyol, dan bahagia bercampur aduk. Bahkan karena jalan berkabut tebal beberapa kali saya hampir kesrempet sama mobil dari lawan arah yang tidak mempedulikan kondisi jalan dengan tetap ngebut. Kondisi di perparah ketika kaca helm saya tutup agar tidak terlalu dingin kena muka tapi kaca helm jadi berembun dan semakin menghalangi penglihatan. Kaca helm tetap saya buka dan laju motor saya pelankan agar tidak kedinginan.
Setelah lolos meninggalkan kledung dan kabutnya di depan kami di sambut oleh hujan deras. Saya dan yasin berhenti di emperan salah satu ruko dan memakai jas hujan agar tetap bisa lanjut gas tanpa basah kuyup. Dari Kledung kami gas terus kearah Temanggung. Kurang lebih setengah jam kami berkendara sudah tiba di Temanggung dan Alhamdulillah hujan telah reda, sambil istirahat sebentar kami sekalian lepas jas hujan. Dari Temanggung masih jauh perjalanan kami, saya ke Boyolali dan Yasin ke Jogja. Karena sudah malam dan sangat ngantuk kami berdua berhenti di sebuah indomaret selepas Hotel mewah Magelang lupa namanya. Sekedar jajan air mineral dan cemilan buat pantas2 aja masak numpang tidur di indomaret gak jajan, setelah jajan kami rebahan dan bablas ketiduran di Indomaret sampe waktu Sahur tiba. Karena setelan alarm sahur saya berbunyi dan saya bangun mencari warung makan terdekat dan alhamdulillah ada warung nasi padang tak jauh dari indomaret. Karena yasin saya bangunin katanya gak mau sahur yaudah deh saya sahur sendiri aja. Eh lakok selesai makan sahur si yasin bangun dan nanyain makan dimana, akhirnya yasin sekalian sahur sebelum adzan subuh berkumandang. Setelah subuh mumpung mata seger dan udara pagi sejuk kami langsung lanjut gas dan berpisah di mblabak. Saya ambil kekiri arah Boyolali dan yasin lanjut lurus arah jogja.

Lanjut cerita saya riding sendiri lewat ketep, kemudian selo Boyolali. Seperti biasa jalur favorit berkelok dan naik turun ditambah kabut tipis khas udara pagi pegunungan. Sebelum sampai pasar selo ada sebuah jembatan gantung yang belum terlalu lama selesai di bangun. Mampir sebentar menikmati pemandangan sekitar jembatan mumpung masih sepi bisa foto2 sepuasnya. Sebenernya ada alasan lain berhenti sebentar selain foto2 yaitu mendinginkan mesin dan sistem pengereman, karena setelah selo jalurnya bakal turun terus menerus. Kira- kira setengah jam sudah puas foto2 dan menikmati indahnya pemandangan kemudian saya lanjut gas menuju boyolali pulang ke rumah. Alhamdulillah selamat sampai dirumah, perjalanan yang sangat menyenangkan.

Minggu, 07 Januari 2018

Bego Adventure Sendirian Ke Toraja

Setelah ngobrol dengan simbah Wanto akhirnya saya di sarankan berangkat ke Toraja malam hari dengan naik bis. Sekalian nyari makan malam saya diantar mbah Wanto dan Qory menuju pool bis Litha Co untuk membeli tiket dan sekalian berangkat malam itu juga menuju Toraja. Sambil menunggu bis di berangkatkan pada pukul 22:00 simbah sok kenal sok dekat dengan seorang cewe di sebelah kami. Ada beberapa pertanyaan yang simbah ajukan untuk cewe itu, mulai dari namanya siapa trus mau kemana sampai ada spot apa saja yang bagus di Toraja. Dan lucunya simbah kenalin ke saya trus di bilang ” ini temenku mau ke Toraja kamu bisa temani dia tidak? saya khawatir dia nyasar hilang nanti di sana ” wakakak kocak kocak si cewe senyam senyum mulu pula nya. Setelah cewe itu pergi bar saya tanya ke simbah detailnya ternyata dia orang Makale Toraja yang kini menjadi Tana Toraja. Nah Toraja ini mekar menjadi Tana Toraja dan Toraja Utara, untuk wisata yang dulunya masih di sebut Tana Toraja kini sebagian besar di Toraja Utara seperti kete kesu, londa, negri atas awan dan masih banyak lagi. Kalau Tana Toraja pusat keramaiannya ya Makale itu tempat si cewe yang simah ajak kenalan tadi.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22:00 saya pun salaman pamit ke simbah dan Qory dan naik ke bis karena akan segera di berangkatkan. Bis nya sih agak tua namun interiornya masih nyaman. perjalanan malam saya manfaatkan untuk tidur agar keesokan harinya bisa banyak tenaga untuk explore. Pagi hari matahari mulaimenerangi bumi dan nampaklah pemandangan indah di kanan dan kiri. Seperti biasa ada sesuatu yang berbeda saya rasakan, ya selain rasa merasa asing di tempat baru juga ada sesuatu seperti ada ikatan batin dengan Toraja ini. Rasa hati senang bercmpur decak kagum melihat keindahan alam Toraja ciptaan Allah yang begitu sempurna. Dalam kekaguman saya menikmati dari balik jendela bis kemudian terhenti karena bis menurunkan penumpang di salah satu sudut perempatan. Yapp benar sekali ada salah satu penumpang yang turun, sepertinya sih mahasiswi yang sedang mudik. Anaknya cantik putih imut mungil tapi agak judes saya tengok. hus hus hus lanjut cerita ya, nah saya kira sudah sampai di Toraja karena sudah banyak tulisan Toraja. Setelah bis jalan lagi saya mulai cemas saya harus turun dimanakah? jangan jangan nanti kebablasan. Menurut artikel yang saya baca sih harusnya saya turun di Rantepao. Kata cerita artikel itu turun di dekat mesjid besar Rantepao. Setelah melewati mesjid besar dan ada lapangan/ alun- alun bis berhenti menurunkan beberapa penumpang. Saya pikir inilah Rantepao karena mirip cerita dalam artikel ada mesjid dan lapangan toh juga ada perwakilan agen bis Litha Co juga, ah yasudah saya turun saja kemudian berjalan ke sekitar alun- alun. Setelah memutari alun- alun dan melihat kok bis nya jalan lagi? wah brarti ini bukan destinasi terakhir bis donk???

Makale, Tana Toraja

Makale, Tana Toraja

Namanya aja Bego Adventure kadang ada aja kebegoan yang saya lakukan. Setelah sarapan di belakang alun-alun dan mengambil beberapa ratus uang di atm BRI *(ya karena gak ada ATM BCA adanya BRI ), saya bertanya ke satpam BRI saya sedang dimana sebenernya. Ternyata saya salah mendarat, saya masih di Makale kota Tana Toraja yang artinya tempat tinggal si cewe di pool bis kemaren malam. Eh kok ya bener simbah Wanto dia khawatir saya nyasar kok ya nyasar beneran. Setelah nanya kalau mau ke Rantepao naik apa saya segera menuju terminal angkot Makale dan berganti mobil travel ( angkot juga sih sebenernya) menuju Rantepao. Makale menuju Rantepao bisa di tempuh selama 1jam perjalanan cukup santai. Setelah tiba di Rantepao saya minta di turunkan sama supir travelnya di lapangan yang ada rental motor. Ternyata benar lapangannya memang dekat masjid besar Rantepao dan juga ada beberapa rental motor disini.

Turun dari travel saya langsung ke salah satu penyewaan motor di Rantepao. Ada dua bocah kecil di depan rumah kemudian saya minta tolong panggilkan orang tua nya karena saya mau menyewa motor. Keluarlah seorang wanita setengah baya dengan rambut di ikat kulit putih badan agak berisi serta cukup tinggi. ” Mau sewa motor ya dek ? ” sahut ibu itu sembari jalan keluar menuju kearah saya. Transaksi menyewa motor selesai saya tinggalkan KTP serta mengisi data diri di sebuah buku. Sebelum menjelajah saya sengaja ke kantor agen perwakilan penjualan tiket bis, ya saya coba bis yang lain untuk kembali ke Makassar yaitu bis Primadona. Tiket bis Rantepao- Makassar seharga 160K sudah di tangan saatnya menjelajah tanpa bimbang. Tujuan pertama adalah Kete’ Kesu yang tak jauh dari kota Rantepao. Kurang lebih saya memacu laju kendaraan saya selama 30 menit menuju arah Makale dan di pinggir jalan ada petunjuk arah Kete’ Kesu masuk kekiri tak jauh dari jalan raya saya sudah sampai. Sepertinya di Kete’ Kesu inilah spot rumah ada tongkonan yang paling sexy dan eyeketching. Ada beberapa rumah tongkongan yang berjejer rapi saling berhadapan. Memang sudah di desain untuk kepentingan wisata sehingga sudah terkelola dengan baik juga di pintu masuk banyak penjual kain serta oleh- olh cinderamata. Oiya di sebelah pojok paling ujung dari deretan rumah tongkonan ada penjual seorang ibu- ibu sudah tua, kalau main ke sini mampir toko si Ibu ini dan belilah satu atau dua barang yang dijualnya itung- itung membantunya. Setelah dari Kete’ Kesu saya melanjutkan ke Londa. Londa adalah sebuah kubur batu yang alami tanpa membuat lubang untuk menaruh mayat. Londa tak jauh dari Kete’ Kesu cuma 15 menit sudah sampai. Londa ini berupa goa yang di manfaatkan warga sekitar untuk menaruh mayat atau menguburkannya (gak dikubur sih di taruh gtu aja). Nah setelah dari Londa masih kubur batu juga namun yang ini bedanya dibuatkan lubang di tebing batu terlebih dahulu. Lemo ya namanya Lemo, kubur batu buatan kalau istilah guide yang menjelaskan kepada saya di Londa.

IMG_4460Londa

LemoIMG_4477IMG_4514IMG_4519IMG_4598Kete' KesuKete' Kesu
Niatnya dari Lemo saya nyari warung makan dulu baru lanjut eksplore namun susah nyari warung makan apalagi yang halal. Gas lanjut lagi aja buka map saya arahkan menuju negri atas awan Lolai. Waktu masih menunjukkan pukul 11:45 dan saya segera bergegas agar masih bisa sedikit bersantai dan mengisi perut yang sudah keroncongan. Jalan menuju Lolai menanjak berkelok dengan hutan dan beberapa perkampungan warga yang masih asri. Sebelum sampai Lolai saya berhenti sebentar karena ada semacam villa yang viewnya keren. Di depan bertuliskan negri atas awan To’ Tombi, yasudah saya masuk saja sekalian siapa tau caffe nya jualan mie rebus wakakakak. Pesan kopi hitam dan mie rebus, yeeaayy akhirnya makan juga. Sambil menunggu pesanan saya tiba saya sebentar foto- foto di spot yang sedang di perbaiki. Hamparan sawah di bawah dan hutan pinus di sebelah kiri dan kanan. Katanya sih di depan spot yang saya injaki ini adalah atas awan yang terkenal itu, namun karena saya datangnya kesiangan tidak ada awan yang bergerombol layaknya lautan. Pesanan saya telah datang saya makan siang bareng sama rombongan dari Pontianak yang bahasanya mirip dengan bahasa Minang. Selesai makan saya melanjutkan foto- foto dan mengabil beberapa video sekitar Villa To’ Tombi.

Nah dari To’ Tombi saya lanjut ke Tongkonan Lempe dan caffe Lolai. Dari To’ Tombi sampai Tongkongan Lempe tak jauh cuma butuh 15 menit sudah sampai. Ya jadi di puncak negri atas awan ini ada beberapa berjajar rumah tongkonan. Ketika saya tiba di Tongkonan Lempe nampak sedang di bangun sebuah pondasi yang konon katanya akan di dirikan Hotel bertingkat mewah. Dari Tongkonan Lempe pemandangannya tak kalah indah dengan di To’ Tombi. Setelah sebentar menikmati sejuknya hawa dingin dan hijau hamparan bukit berlapis pepohonan rindang saya bergeser ke Caffe Lolai. Caffe Lolai inilah sebenernya yang saya cari sedari bawah. Caffe dengan lokasi tertinggi di desa Lolai pemandangannya pun juga lebih menawan. Di sebelah kiri ada rumah tongkonan beserta kuburan dan di sebelah kanan ada Tongkonan Lempe di lihat dari atas. Bagusya menikmati kopi dan jajan di caffe ini adalah ketika pagi hari. Selain dapat menikmati indahnya matahari terbit juga ada bonus lautan awan diantara jam 07:00 hingga jam 09:00.

25550196_230263877515645_1201600473265771655_n 26113841_233920937149939_7522565902024158284_n

View ke sebelah kiri dari caffe

View ke sebelah kiri dari caffe

View dari Caffe Lolai sebelah kanan ada Tongkonan Lempe

View dari Caffe Lolai sebelah kanan ada Tongkonan Lempe

Karena cuaca mendung dan waktu sudah menunjukkan pukul 16:30 saya bersiap turun ke Rantepao dan bersiap menuju Makassar.

Bego Adventure Sendirian Ke Toraja

Setelah ngobrol dengan simbah Wanto akhirnya saya di sarankan berangkat ke Toraja malam hari dengan naik bis. Sekalian nyari makan malam saya diantar mbah Wanto dan Qory menuju pool bis Litha Co untuk membeli tiket dan sekalian berangkat malam itu juga menuju Toraja. Sambil menunggu bis di berangkatkan pada pukul 22:00 simbah sok kenal sok dekat dengan seorang cewe di sebelah kami. Ada beberapa pertanyaan yang simbah ajukan untuk cewe itu, mulai dari namanya siapa trus mau kemana sampai ada spot apa saja yang bagus di Toraja. Dan lucunya simbah kenalin ke saya trus di bilang ” ini temenku mau ke Toraja kamu bisa temani dia tidak? saya khawatir dia nyasar hilang nanti di sana ” wakakak kocak kocak si cewe senyam senyum mulu pula nya. Setelah cewe itu pergi bar saya tanya ke simbah detailnya ternyata dia orang Makale Toraja yang kini menjadi Tana Toraja. Nah Toraja ini mekar menjadi Tana Toraja dan Toraja Utara, untuk wisata yang dulunya masih di sebut Tana Toraja kini sebagian besar di Toraja Utara seperti kete kesu, londa, negri atas awan dan masih banyak lagi. Kalau Tana Toraja pusat keramaiannya ya Makale itu tempat si cewe yang simah ajak kenalan tadi.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22:00 saya pun salaman pamit ke simbah dan Qory dan naik ke bis karena akan segera di berangkatkan. Bis nya sih agak tua namun interiornya masih nyaman. perjalanan malam saya manfaatkan untuk tidur agar keesokan harinya bisa banyak tenaga untuk explore. Pagi hari matahari mulaimenerangi bumi dan nampaklah pemandangan indah di kanan dan kiri. Seperti biasa ada sesuatu yang berbeda saya rasakan, ya selain rasa merasa asing di tempat baru juga ada sesuatu seperti ada ikatan batin dengan Toraja ini. Rasa hati senang bercmpur decak kagum melihat keindahan alam Toraja ciptaan Allah yang begitu sempurna. Dalam kekaguman saya menikmati dari balik jendela bis kemudian terhenti karena bis menurunkan penumpang di salah satu sudut perempatan. Yapp benar sekali ada salah satu penumpang yang turun, sepertinya sih mahasiswi yang sedang mudik. Anaknya cantik putih imut mungil tapi agak judes saya tengok. hus hus hus lanjut cerita ya, nah saya kira sudah sampai di Toraja karena sudah banyak tulisan Toraja. Setelah bis jalan lagi saya mulai cemas saya harus turun dimanakah? jangan jangan nanti kebablasan. Menurut artikel yang saya baca sih harusnya saya turun di Rantepao. Kata cerita artikel itu turun di dekat mesjid besar Rantepao. Setelah melewati mesjid besar dan ada lapangan/ alun- alun bis berhenti menurunkan beberapa penumpang. Saya pikir inilah Rantepao karena mirip cerita dalam artikel ada mesjid dan lapangan toh juga ada perwakilan agen bis Litha Co juga, ah yasudah saya turun saja kemudian berjalan ke sekitar alun- alun. Setelah memutari alun- alun dan melihat kok bis nya jalan lagi? wah brarti ini bukan destinasi terakhir bis donk???

Makale, Tana Toraja

Makale, Tana Toraja

Namanya aja Bego Adventure kadang ada aja kebegoan yang saya lakukan. Setelah sarapan di belakang alun-alun dan mengambil beberapa ratus uang di atm BRI *(ya karena gak ada ATM BCA adanya BRI ), saya bertanya ke satpam BRI saya sedang dimana sebenernya. Ternyata saya salah mendarat, saya masih di Makale kota Tana Toraja yang artinya tempat tinggal si cewe di pool bis kemaren malam. Eh kok ya bener simbah Wanto dia khawatir saya nyasar kok ya nyasar beneran. Setelah nanya kalau mau ke Rantepao naik apa saya segera menuju terminal angkot Makale dan berganti mobil travel ( angkot juga sih sebenernya) menuju Rantepao. Makale menuju Rantepao bisa di tempuh selama 1jam perjalanan cukup santai. Setelah tiba di Rantepao saya minta di turunkan sama supir travelnya di lapangan yang ada rental motor. Ternyata benar lapangannya memang dekat masjid besar Rantepao dan juga ada beberapa rental motor disini.

Turun dari travel saya langsung ke salah satu penyewaan motor di Rantepao. Ada dua bocah kecil di depan rumah kemudian saya minta tolong panggilkan orang tua nya karena saya mau menyewa motor. Keluarlah seorang wanita setengah baya dengan rambut di ikat kulit putih badan agak berisi serta cukup tinggi. ” Mau sewa motor ya dek ? ” sahut ibu itu sembari jalan keluar menuju kearah saya. Transaksi menyewa motor selesai saya tinggalkan KTP serta mengisi data diri di sebuah buku. Sebelum menjelajah saya sengaja ke kantor agen perwakilan penjualan tiket bis, ya saya coba bis yang lain untuk kembali ke Makassar yaitu bis Primadona. Tiket bis Rantepao- Makassar seharga 160K sudah di tangan saatnya menjelajah tanpa bimbang. Tujuan pertama adalah Kete’ Kesu yang tak jauh dari kota Rantepao. Kurang lebih saya memacu laju kendaraan saya selama 30 menit menuju arah Makale dan di pinggir jalan ada petunjuk arah Kete’ Kesu masuk kekiri tak jauh dari jalan raya saya sudah sampai. Sepertinya di Kete’ Kesu inilah spot rumah ada tongkonan yang paling sexy dan eyeketching. Ada beberapa rumah tongkongan yang berjejer rapi saling berhadapan. Memang sudah di desain untuk kepentingan wisata sehingga sudah terkelola dengan baik juga di pintu masuk banyak penjual kain serta oleh- olh cinderamata. Oiya di sebelah pojok paling ujung dari deretan rumah tongkonan ada penjual seorang ibu- ibu sudah tua, kalau main ke sini mampir toko si Ibu ini dan belilah satu atau dua barang yang dijualnya itung- itung membantunya. Setelah dari Kete’ Kesu saya melanjutkan ke Londa. Londa adalah sebuah kubur batu yang alami tanpa membuat lubang untuk menaruh mayat. Londa tak jauh dari Kete’ Kesu cuma 15 menit sudah sampai. Londa ini berupa goa yang di manfaatkan warga sekitar untuk menaruh mayat atau menguburkannya (gak dikubur sih di taruh gtu aja). Nah setelah dari Londa masih kubur batu juga namun yang ini bedanya dibuatkan lubang di tebing batu terlebih dahulu. Lemo ya namanya Lemo, kubur batu buatan kalau istilah guide yang menjelaskan kepada saya di Londa.

IMG_4460Londa

LemoIMG_4477IMG_4514IMG_4519IMG_4598Kete' KesuKete' Kesu
Niatnya dari Lemo saya nyari warung makan dulu baru lanjut eksplore namun susah nyari warung makan apalagi yang halal. Gas lanjut lagi aja buka map saya arahkan menuju negri atas awan Lolai. Waktu masih menunjukkan pukul 11:45 dan saya segera bergegas agar masih bisa sedikit bersantai dan mengisi perut yang sudah keroncongan. Jalan menuju Lolai menanjak berkelok dengan hutan dan beberapa perkampungan warga yang masih asri. Sebelum sampai Lolai saya berhenti sebentar karena ada semacam villa yang viewnya keren. Di depan bertuliskan negri atas awan To’ Tombi, yasudah saya masuk saja sekalian siapa tau caffe nya jualan mie rebus wakakakak. Pesan kopi hitam dan mie rebus, yeeaayy akhirnya makan juga. Sambil menunggu pesanan saya tiba saya sebentar foto- foto di spot yang sedang di perbaiki. Hamparan sawah di bawah dan hutan pinus di sebelah kiri dan kanan. Katanya sih di depan spot yang saya injaki ini adalah atas awan yang terkenal itu, namun karena saya datangnya kesiangan tidak ada awan yang bergerombol layaknya lautan. Pesanan saya telah datang saya makan siang bareng sama rombongan dari Pontianak yang bahasanya mirip dengan bahasa Minang. Selesai makan saya melanjutkan foto- foto dan mengabil beberapa video sekitar Villa To’ Tombi.

Nah dari To’ Tombi saya lanjut ke Tongkonan Lempe dan caffe Lolai. Dari To’ Tombi sampai Tongkongan Lempe tak jauh cuma butuh 15 menit sudah sampai. Ya jadi di puncak negri atas awan ini ada beberapa berjajar rumah tongkonan. Ketika saya tiba di Tongkonan Lempe nampak sedang di bangun sebuah pondasi yang konon katanya akan di dirikan Hotel bertingkat mewah. Dari Tongkonan Lempe pemandangannya tak kalah indah dengan di To’ Tombi. Setelah sebentar menikmati sejuknya hawa dingin dan hijau hamparan bukit berlapis pepohonan rindang saya bergeser ke Caffe Lolai. Caffe Lolai inilah sebenernya yang saya cari sedari bawah. Caffe dengan lokasi tertinggi di desa Lolai pemandangannya pun juga lebih menawan. Di sebelah kiri ada rumah tongkonan beserta kuburan dan di sebelah kanan ada Tongkonan Lempe di lihat dari atas. Bagusya menikmati kopi dan jajan di caffe ini adalah ketika pagi hari. Selain dapat menikmati indahnya matahari terbit juga ada bonus lautan awan diantara jam 07:00 hingga jam 09:00.

25550196_230263877515645_1201600473265771655_n 26113841_233920937149939_7522565902024158284_n

View ke sebelah kiri dari caffe

View ke sebelah kiri dari caffe

View dari Caffe Lolai sebelah kanan ada Tongkonan Lempe

View dari Caffe Lolai sebelah kanan ada Tongkonan Lempe

Karena cuaca mendung dan waktu sudah menunjukkan pukul 16:30 saya bersiap turun ke Rantepao dan bersiap menuju Makassar.

Senin, 07 Agustus 2017

Berastagi Untuk Bertemu Denganmu, Sumatera Utara

Karena kamu request cerita tentang perjalanan kita kemaren di Sumatera Utara segera di tulis maka baiklah aku duluin aja dari cerita perjalanan lainnya. Mulai dari mana ya? dari kenapa bisa di bilang tiba- tiba aku kabur ke Medan. Sesungguhnya list ke area Sumatera adalah paling belakangan setelah aku selesai dengan misi Timur. Sudah sekitar 3 bulanan aku menjalin komunikasi lagi denganmu. Kamu itu cantik tapi judes juga dan ketika memandang sorot matamu tak pernah bisa teduh. Sebenernya dulu sudah kenal namun hanya sekedar antara Asisten dan Praktikan di Laboratorium sebuah kampus. Setelah aku lulus pun semakin tak pernah ada komunikasi dan karena bisa di bilang aku segan samamu maka tak pernah berani untuk menyapa atau sekedar berkata “hai”. Entah ada pikiran darimana tiba- tiba datang sebuah tekad bulat untuk pergi ke Sumatera Utara. Akhirnya dapat waktu setelah hari raya Iedul Fitri tanpa pikir panjang setelah gajian aku pesan tiket pesawat jurusan Surabaya- Kualanamu Medan. Apakah ijin dari kantor bakal di approve atau tidak pun aku nekad saja. Dengan mantap hati nekat lah ijin ke Pak Bos ” pak kulo tanggal 29-30 ijin nggeh pak ?”, di sahutnya ” di atur sajalah yang penting jangan sampe lost komunikasi sama team “. Alhamdulillah ijin sudah approve, eh lakok seminggu sebelum berangkat malah ada undangan meeting ke Banyyuwangi. Entahlah pikiran sudah mulai amburadul namun tetap terus menenangkan diri ” woles thur kalem semua tetap berjalan lancar”. Rabu siang aku dan Pak Nur partner terbaikku menghadiri meeting salah satu operator terbesar di Indonesia. Rabu sore pun kami tak langsung balik Tuban karena sudah terlanjur jauh kenapa tidak mampir? baiklah akhirnya kami mampir ke kawah Ijen, kawah Wurung dan Bromo. Akhir trip bablasan meeting adalah Bromo yaitu hari Jumat siang.

IMG_0996

Nah Ini Pak Nur

Tiba di bandara Juanda Surabaya setelah menempuh perjalanan dari Probolinggo selama 3 jam disambut oleh senja. Sambil ngopi sebentar Pak Nur dan Budi menemani sambil ngaso sebelum mereka berdua balik Tuban dan aku lanjut ke Medan. Malam semakin larut perut lapar badan pun letih. Setelah kenyang mengisi perut dengan makanan cepat saji aku segera mencari tempat untuk tidur karena esok paginya jam 04:00 sudah harus cek in. Alhamdulilah cek in lancar  (soalnya sempat ada masalah si singa terbang berulah lagi) trus ke ruang tunggu sekalian nunggu masuk waktu subuh. Jam 05:30 kami para penumpang sudah di suruh memasuki pesawat dan tanpa delay pesawat di terbangkan jam 06:xx.

Sunrise Bandara Juanda

Sunrise Bandara Juanda

Penerbangan Surabaya- Medan lancar di tempuh selama 3 jam. Dari atas pesawat terlihat perbukitan dan berganti dengan sebuah danau besar terdapat sebuah pulau di tengahnya. Danau Toba dan pulau Samosir, ya tandanya penerbangan kami sudah dekat dengan bandara Kualanamu Medan. Tiba di bandara jam 09:00 sesuai saran kamu untuk naik Damri jurusan carefour Medan. Hemmm semakin gak menentu gelisah campur entahlah apa naamanya bis nya pun merayap pelan- pelan yang kemudian di tambah macet ketika sudah masuk kota Medan. Aku gak yakin bisa woles dan suasana mencair santai. Akhirnya ketemu juga denganmu setelah 6 tahun lamanya tak pernah jumpa. Dengan kerudung dan baju berwarna pink wajah di usap bedak tipis dan bibir kamu warnai pink namun sorot matamu tak berubah. Awal pertemuan kamu buka dengan sapaan ” hai kak” aku cuma bisa membalas dengan senyum, karena ya memang terasa kaku dan aku pun orangnya pemalu. Sambil berjalan ke parkiran kereta aku dan kamu mulai bisa ngobrol santai suasana pun mulai mencair kayak eskrim yang kelamaan gak di makan, eh enggak bercanda dink.

” Eka jadi kita kemana saja hari ini? ”

” kakak gak lapar? mending kakak makan dulu aja ” sahut mu

Siang itu Medan benar- benar sangat panas sampai- sampai baju ku basah kuyup oleh keringat. Mampir sebentar di Pom bensin karena pikirku jam 12:00 sudah masuk waktu shalatt dzuhur, Medan waktu dzuhur nya jam 12:30 an bung. Akhirnya setelah numpang ke toilet pom bensin aku dan kamu lanjut menuju Berastagi destinasi pertama. Memang agak konyol karena aku dan kamu sama- sama tidak tau arah, yasudah ngikutin plang petunjuk arah dan feeling saja lah ya. Medan Berastagi dapat ditempuh selama 2 jam perjalanan dengan model riding santai. Ketika sebelum masuk Berastagi kami melalui jalanan menanjak bekelok yang lebih mirip dengan jalur sitinjau lauik nya Sumatera Barat. Jalan meliuk- liuk menanjak memaksa mesin motor kamu terus melaju pelan. Dan saat sedang berjalan perlan di ikuti seorang polisi yang semakin membuatku cemas dan curiga. Di sebuah jalan lurus cukup untuk menghentikan aku dan kamu, ” Hei coba minggir dulu “, kata Pak Polisi. Setelah di cek ternyata karena plat nomor motor kamu belum di ganti padahal sudah expired masa berlakunya. Setelah di berikan penjelasan kenapa plat nomor motor belum di ganti akhirnya aku dan kamu di kasih lanjut jalan lagi oleh pak polisi. Jalanan datar beganti menanjak, Macet berganti lenggang, Panas berganti sejuk ternyata memang sudah masuk kawasan Berastagi. Destinasi pertama adalah taman Lumbini, sebuah taman yang dibangun untuk beribadah umat pemeluk agama Budha. Vihara terbesar di Indonesia sekaligus Asia Tenggara. Bangunan Vihara dengan dominan warna Emas dan warna bangunan sekitarnya abu- abu karena di hujani oleh abu vulkanik gunung Sinabung. Tak lama aku dan kamu jalan- jalan di taman Lumbini sekedar mengambil foto kemudian lanjut lagi ke destinasi berikutnya.

Taman Lumbini

Taman Lumbini

Konon katanya puncak bukit Gundaling menjadi primadona wisata di Berastagi. Terlihat cukup jelas menjulang tinggi nan gagah gunung Sinabung dari puncak Gundaling. Sore itu tak terlalu ramai pengunjung yang menikmati sejuknya bukit Gundaling. Sebagian besar memang sengaja datang untuk bisa berfoto bersama gunung Sinabung, termasuk aku dan kamu. Sambil istirahat menunggu datangnya senja aku dan kamu duduk di bawah tenda milik ibu penjual minuman yang rupanya berasal dari banyumas. Sewaktu mesan minum aku kaget kok si Ibu menyahut dengan bahasa jawa, oh rupanya Ibu orang Banyumas. Ngobrol santai membahas tentang budaya Batak sambil menikmati deretan awan bergulung yang mulai berubah menjadi mendung. Senja mulai memberi harapan akan datangnya sunset yang menggelora. Terik matahari semakin redup berbarengan dengan datangnya hembusan angin yang semakin kencang. Waktu menunjukkan jam 17:50 namun langit justru semakin menghitam awan yang tadinya berderet bergulung cantik pun berubah menjadi mendung kelabu. Ternyata sungguh benar sunset tak jadi hadir menyambut kedatanganku jauh jauh dari pulau Jawa. Karena esok hari masih harus mendaki puncak Gunung Sibayak aku dan kamu harus segera istirahat agar tidak kesiangan bangun.

Berastagi di hujani Abu Vulkanik

Berastagi di hujani Abu Vulkanik

Gunung Sinabung Dari Puncak Gundaling

Gunung Sinabung Dari Puncak Gundaling

Gunung Sibayak dengan ketinggian 2.212 mdpl letaknya berdekatan dengan gunung Sinabung yang sedang erupsi. Meskipun tidak terlalu tinggi saat malam hingga pagi udara pun sangat dingin. Waktu sudah menunjukkan pukul 03:00 ini saatnya aku dan kamu bersiap mendaki untuk melihat sunrise. Jam 04:00 aku dan kamu yang kemudian aku ganti “kita” agar lebih enak nulis dan di bacanya sudah berangkat menuju Gunung Sibayak. Tak lama dari pusat kota Berastagi kira- kira 30 menit dengan kereta kita sudah tiba di parkiran gunung Sibayak. Sebelum mendaki jangan lupa ada membayar retribusi Rp 3000 dan biaya masuk Rp 10.000.

 

Pendakian di mulai, dengan ketinggian 2.212 mdpl tipikal jalur sedikit terus menanjak waktu tempuh pun sangat singkat. Dari parkiran hingga puncak 1 tidak sampai 1 jam sudah sampai ( sepertinya ada 4 puncak ). Kita memang tidak camping karena hanya ingin melihat sunrise dan gunung Sinabung dari puncak Sibayak. Lapisan mendung pagi itu sepertinya sangat tebal waktu sudah menunjukkan jam 05:30 pun semburat merah kurang terlihat terang. Memang betul sunrise tidak pecah dengan sempurna namun keindahan pemandangan yang di berikan oleh Sibayak tetaplah mempesona. Aku tau matahari malu untuk tersenyum kepadaku karena sudah ada yang tersenyum sungguh manis menggantikannya. Melihatmu ceria bahagia menikmat keindahan Sibayak rasanya sungguh luar biasa. Emmm nanti cerita agak panjang tentang pendakian Sibayak aku tulis saja sendiri, jadi sering sering mantau Blog aku ini.

Parkir Kereta

Parkir Kereta

Puncak Sibayak

Puncak Sibayak

Puncak Sibayak

Puncak Sibayak

Destinasi lain masih banyak yang menanti, setelah turun dari Sibayak kita lanjut menuju air terjun Spiso- piso. Berastagi- Kabanjahe- Tongging, kalau dari Berastagi sampai e Spiso- piso cuma memerlukan waktu selama 60 menit riding di kecepatan 60-70 kpj. Selepas Kabanjahe memasuki Tongging banyak kebun buah jeruk yang menawarkan wisata petik sendiri. Hemmm masyarakat mulai kreatif dalam menjual hasil perkebunan mereka, mulai dari strowbery petik sendiri, Apel petik sendiri, jeruk petik sendiri dan mungkin di susul buah yang lainnya. Riding di dataran tinggi itu enaknya tak begitu terasa panas, ya karena angin yang berhembus dingin meskipun terik matahari sangat panas. Udara sejuk serta pemandangan hijau bagaikan permadani menemani sepanjang jalur Berastagi – Tongging. Sebelum tiba di pintu masuk loket wisata air terjun Spiso- piso kita di sambut pemandangan mempesona danau Toba dari atas bukit. Lipatan perbukitan gundul terhampar diatas perairan jadi mengingatkanku akan keindahan Labuhan Bajo NTT. Karena memang bagus pemandangan kita pun berhenti sebentar berfoto- foto. Turun sedikit dari tempat kita istirahat sudah berdiri bangunan loket masuk wisata air terjun Spiso- piso. Ohhh anak tangga turun untuk melihat air terjun dari dekat sungguh panjang mengular. Santai sambil menikmati pemandangan sekitar air terjun kita turun menuju bawah air terjun. Tak jauh kita berjalan sambil istirahat aku merekam timelapse air terjun tak disangka seorang kawan kuliah sewaktu D3 di kampus putih biru menyapa ku. ” Oi fathur… sama siapa kesini??? “, rupanya Fajar Sidiq teman sekampus. Sebentar Fajar bercerita kalau sebaiknya aku ambil rute Simarjarunjung- Tigarasa- Samosir dan kembali ke Medan soalnya sayang jauh- jauh ke Sumatera Utara kalau gak sekalian ke Samosir. Akhirnya sebelum Fajar pulang dan aku melanjutkan turun ke air terjun kami berfoto sebagai kenang- kenangan. Baiklah lanjut lagi turun ke air terjun sama kamu, dan rupanya baru sepertiga pejalanan. Pelan sambil menikmati dan berfoto agar tidak terasa capeknya. Dan sesampainya di bawah air terjun pun kami tak mendekat karena bias air sungguh besar sudah pasti basah jika terlalu dekat. Setidaknya sudah cukup berfoto secekrek dua cekrek kami kemudian kembali naik ke atas. Turun ke bawah air terjun kemudian naik lagi kukira 1.5 jam sudah cukup.

Sebelum Loket

Sebelum Loket

Spiso- piso dari atas

Spiso- piso dari atas

Spiso- piso

Spiso- piso

Capek ya dari air terjun Spiso- piso? iya memang capek cukup jauh rupanya tangga turun dan naik. Padahal masih ada Simarjarunjung dan Samosir, Okelah waktu masih menunjukkan jam 13:00 kami segera cepat- cepat menuju bukit indah Simarjarunjung. Bukit indah Simarjarunjung salah satu konsep wisata baru yang sedang terkenal di Sumatera Utara. Dengan wahana- wahana foto seperti Kalibiru Kulonprogo yang sudah lama duluan mengaplikasikan. Dengan background danau Toba dan pulau Samosir bukit indah pun tak kalah keren dan fenomenal. Bagus gak sih Simarjarunjung? menurutku bagus karena memang pemandangannya bagus banget. Tapi kalau aku di suruh foto di wahana sih gak juga gak papa. Wahana foto di Simarjarunjung ada banyak sampai aku gak sempat hitung. Bagi yang sedang suka konsep foto kekinian cocok banget datang ke Simarjarunjung. Jadi pas di sana Eka minta difoto di ayunan ekstrim. Ayunan itu di ayun ke arah danau Toba dan kemudian cekrek- cekrek beberapa foto diambil, hemmm hasilnya memang bagus seolah Eka sedang berayun di atas danau Toba. Trus setelah itu? ya setelah itu kami lanjut lagi menyebrang ke pulau Samosir. Dan tanpa sengaja kami justru mengikuti saran Fajar bahwa mendingan nyebrang ke Samosir lewat Tigarasa.

Bukit Indah Simarjarunjung

Bukit Indah Simarjarunjung

Wahana Ayunan Ekstrim

Wahana Ayunan Ekstrim

Yang sudah pernah nyebrang ke kepulauan seribu pasti tau model perahunya seperti apa, nah kalau di danau Toba ini perahunya berbeda. Jika di lihat sepintas justru bentuknya menyerupai Elf atau Bus mikro. Di bagian depan tertulis ” Laut Tawar ” dan karena bentuknya seperti Bis aku sebut saja ” Bis Laut tawar “. Sambil menyebrangi danau Toba senja berganti malam, kupikir karena hanya danau ombaknya pun tidak besar. Rupanya kondisi bercerita lain ketika sampai di tengah- tengah ombak terasa begitu mengombang- ambingkan Bis laut tawar kami. Tiba di Simanindo Samosir hari telah gelap langsung saja kita menuju Tuk- Tuk Ambarita untuk menginap semalam. Tuk- tuk ini kalau di bali semacam kawasan Kuta Seminyak nya. Pusat Keramaian Samosir bisa di bilang di Tuk- tuk ini dan Tomok. Karena alasan waktu kita gak sempat mampir ke Tomok, esok paginya pun langsung tancap gas menuju bukit Holbung.

Simanindo

Simanindo

Bukit Holbung, ketika melihat di Map jaraknya tak terlalu jauh dari Tuk-tuk. Estimasi sesuai google map menunjukkan 2 jam lebih sedikit perjalanan dengan kendaraan bermotor. Pagi hari jalanan lengang serta masih jauh dari gaduh kendaraan. Udara dingin membangunkan ku dari kantuk berat. Semburat merah matahari pagi memberikan sedikit penerangan perjalanan kita menuju bukit Holbung. Jalanan sepi kemudian mulai berganti ramai anak Sekolah Dasar berjalan kaki menuju sekolah mereka. Dan lima menit kemudian sudah semakin ramai angkotan samosir mengangkut anak anak Sekolah Menengah Pertama dan Atas menuju sekolah masing- masing. Menyusuri jalanan di tepi danau Toba dan sudah 2 jam lamanya kita berkendara namun baru tiba di jembatan penyebrangan Samosir dengan Sumatera. Ada yang pernah ke Sumba? nah ketika memasuki jalur darat Samosir – Sumatera aku serasa di ingatan oleh Sumba pulau Seribu Bukit. Di Sumba kan kalau pas mau ke Wairinding melewati diantara lipatan ribuan bukit, nah di Samosir ini juga mirip bahkan khas bukit gundul di tumbuhi rumput tipis yang mulai mengering berwarna coklat ke orange pun sama. Selama perjalanan mata ku terus di manjakan oleh pemandangan yang Ahhh sudahlah aku bingung mau menjelaskannya. Pokoknya suka banget sama Samosir dan sekitarnya, bahkan orangnya pun juga ramah- ramah. Saking terpesonanya oleh keindahan alam di jalur ini kita sampai nyasar kebablasan dan terpaksa putar balik lagi ke arah bukit Holbung. Dalam hayalanku bukit Holbung palingan mirip- mirip sama bukit Teletubis yang ada di Jawa. Hemmm kalau aku mau di bilang lebay ya gak papa mungkin memang lebay, tapi bukit Holbung sungguh di luar dugaanku. Bukit Holbung gak bikin menyesal meskipun sudah di bela- belain putar arah ketika kebablasan. Gimana ya ceritainnya aku pun bingung tak mampu berkata- kata lagi untuk mendeskripsikannya. Lebay ya? hahaha iya gak papa lebay. Di bukit Holbung sayangnya tak bias berlama- lama karena aku harus sampai di bandara Kualanamu jam 16:00. Trus ngapain aja di bukit Holbung yang cuma sebentar? ya apalagi kalau bukan ambil foto dan sejenak menikkmati dengan mata sambil kulit merasakan dinginnya hembusan angin yang sungguh kencang.

Sunrise Depan Hotel Tuk Tuk

Sunrise Depan Hotel Tuk Tuk

Tepian Danau Toba

Tepian Danau Toba

Pinggir jalur ke Tele

Pinggir jalur ke Tele

Bukit Holbung

Bukit Holbung

Bukit Holbung

Bukit Holbung

Eka Di Bukit Holbung

Eka Di Bukit Holbung

Dari bukit Holbung trus kemana lagi? ya sudah jelas tau kan ya bahwa bukit holbung destinasi terakhir kita, ya kan… Karena takut ketinggalan pesawat pulang ke Jawa riding dari Holbung ke Medan aku gas lebih kencang dari sebelum- sebelumnya. Rutenya tau gak? nah akku aja baru tau pas udah melewatinya. Jadi dari Holbung lewat jalur menara pandang Tele terus saja ikutin jalan sampai pertigaan yang ke kanan adalah arah jalan raya Sidikalang- Kabanjahe. Jadi kalau di bikin rute Dairi- Kabanjahe- Berastagi- Medan- Kualanamu. Dan tidak sia- sia hasil ngebut dari Dairi ke Medan, Dairi- Kabanjahe mampu di tempuh selama 1.5 jam perjalanan. Jalur di tengah hutan dataran tinggi yang dingin sedang berkabut dan gerimis pula. Dari Kabanjahe arah berastagi jalur sudah berganti dengan jalur cukup padat penduduk dengan waktu tempuh cuma 30 menit. Nah kalau pas berangkat waktu Tempuh Medan Berastagi 2 jam maka arah sebaliknya Berastagi – Medan cuma di libas 1jam lebih sedikit. Akhirnya sudah lega, ya lega semuanya termasuk lega sampai Medan masih jam 15:30 dan langsung saja naik ke Damri yang kemudian berangkat jam 16:00 menuju bandara Kualanamu.

Video perjalanannya

 

Berastagi Untuk Bertemu Denganmu, Sumatera Utara

Karena kamu request cerita tentang perjalanan kita kemaren di Sumatera Utara segera di tulis maka baiklah aku duluin aja dari cerita perjalanan lainnya. Mulai dari mana ya? dari kenapa bisa di bilang tiba- tiba aku kabur ke Medan. Sesungguhnya list ke area Sumatera adalah paling belakangan setelah aku selesai dengan misi Timur. Sudah sekitar 3 bulanan aku menjalin komunikasi lagi denganmu. Kamu itu cantik tapi judes juga dan ketika memandang sorot matamu tak pernah bisa teduh. Sebenernya dulu sudah kenal namun hanya sekedar antara Asisten dan Praktikan di Laboratorium sebuah kampus. Setelah aku lulus pun semakin tak pernah ada komunikasi dan karena bisa di bilang aku segan samamu maka tak pernah berani untuk menyapa atau sekedar berkata “hai”. Entah ada pikiran darimana tiba- tiba datang sebuah tekad bulat untuk pergi ke Sumatera Utara. Akhirnya dapat waktu setelah hari raya Iedul Fitri tanpa pikir panjang setelah gajian aku pesan tiket pesawat jurusan Surabaya- Kualanamu Medan. Apakah ijin dari kantor bakal di approve atau tidak pun aku nekad saja. Dengan mantap hati nekat lah ijin ke Pak Bos ” pak kulo tanggal 29-30 ijin nggeh pak ?”, di sahutnya ” di atur sajalah yang penting jangan sampe lost komunikasi sama team “. Alhamdulillah ijin sudah approve, eh lakok seminggu sebelum berangkat malah ada undangan meeting ke Banyyuwangi. Entahlah pikiran sudah mulai amburadul namun tetap terus menenangkan diri ” woles thur kalem semua tetap berjalan lancar”. Rabu siang aku dan Pak Nur partner terbaikku menghadiri meeting salah satu operator terbesar di Indonesia. Rabu sore pun kami tak langsung balik Tuban karena sudah terlanjur jauh kenapa tidak mampir? baiklah akhirnya kami mampir ke kawah Ijen, kawah Wurung dan Bromo. Akhir trip bablasan meeting adalah Bromo yaitu hari Jumat siang.

IMG_0996

Nah Ini Pak Nur

Tiba di bandara Juanda Surabaya setelah menempuh perjalanan dari Probolinggo selama 3 jam disambut oleh senja. Sambil ngopi sebentar Pak Nur dan Budi menemani sambil ngaso sebelum mereka berdua balik Tuban dan aku lanjut ke Medan. Malam semakin larut perut lapar badan pun letih. Setelah kenyang mengisi perut dengan makanan cepat saji aku segera mencari tempat untuk tidur karena esok paginya jam 04:00 sudah harus cek in. Alhamdulilah cek in lancar  (soalnya sempat ada masalah si singa terbang berulah lagi) trus ke ruang tunggu sekalian nunggu masuk waktu subuh. Jam 05:30 kami para penumpang sudah di suruh memasuki pesawat dan tanpa delay pesawat di terbangkan jam 06:xx.

Sunrise Bandara Juanda

Sunrise Bandara Juanda

Penerbangan Surabaya- Medan lancar di tempuh selama 3 jam. Dari atas pesawat terlihat perbukitan dan berganti dengan sebuah danau besar terdapat sebuah pulau di tengahnya. Danau Toba dan pulau Samosir, ya tandanya penerbangan kami sudah dekat dengan bandara Kualanamu Medan. Tiba di bandara jam 09:00 sesuai saran kamu untuk naik Damri jurusan carefour Medan. Hemmm semakin gak menentu gelisah campur entahlah apa naamanya bis nya pun merayap pelan- pelan yang kemudian di tambah macet ketika sudah masuk kota Medan. Aku gak yakin bisa woles dan suasana mencair santai. Akhirnya ketemu juga denganmu setelah 6 tahun lamanya tak pernah jumpa. Dengan kerudung dan baju berwarna pink wajah di usap bedak tipis dan bibir kamu warnai pink namun sorot matamu tak berubah. Awal pertemuan kamu buka dengan sapaan ” hai kak” aku cuma bisa membalas dengan senyum, karena ya memang terasa kaku dan aku pun orangnya pemalu. Sambil berjalan ke parkiran kereta aku dan kamu mulai bisa ngobrol santai suasana pun mulai mencair kayak eskrim yang kelamaan gak di makan, eh enggak bercanda dink.

” Eka jadi kita kemana saja hari ini? ”

” kakak gak lapar? mending kakak makan dulu aja ” sahut mu

Siang itu Medan benar- benar sangat panas sampai- sampai baju ku basah kuyup oleh keringat. Mampir sebentar di Pom bensin karena pikirku jam 12:00 sudah masuk waktu shalatt dzuhur, Medan waktu dzuhur nya jam 12:30 an bung. Akhirnya setelah numpang ke toilet pom bensin aku dan kamu lanjut menuju Berastagi destinasi pertama. Memang agak konyol karena aku dan kamu sama- sama tidak tau arah, yasudah ngikutin plang petunjuk arah dan feeling saja lah ya. Medan Berastagi dapat ditempuh selama 2 jam perjalanan dengan model riding santai. Ketika sebelum masuk Berastagi kami melalui jalanan menanjak bekelok yang lebih mirip dengan jalur sitinjau lauik nya Sumatera Barat. Jalan meliuk- liuk menanjak memaksa mesin motor kamu terus melaju pelan. Dan saat sedang berjalan perlan di ikuti seorang polisi yang semakin membuatku cemas dan curiga. Di sebuah jalan lurus cukup untuk menghentikan aku dan kamu, ” Hei coba minggir dulu “, kata Pak Polisi. Setelah di cek ternyata karena plat nomor motor kamu belum di ganti padahal sudah expired masa berlakunya. Setelah di berikan penjelasan kenapa plat nomor motor belum di ganti akhirnya aku dan kamu di kasih lanjut jalan lagi oleh pak polisi. Jalanan datar beganti menanjak, Macet berganti lenggang, Panas berganti sejuk ternyata memang sudah masuk kawasan Berastagi. Destinasi pertama adalah taman Lumbini, sebuah taman yang dibangun untuk beribadah umat pemeluk agama Budha. Vihara terbesar di Indonesia sekaligus Asia Tenggara. Bangunan Vihara dengan dominan warna Emas dan warna bangunan sekitarnya abu- abu karena di hujani oleh abu vulkanik gunung Sinabung. Tak lama aku dan kamu jalan- jalan di taman Lumbini sekedar mengambil foto kemudian lanjut lagi ke destinasi berikutnya.

Taman Lumbini

Taman Lumbini

Konon katanya puncak bukit Gundaling menjadi primadona wisata di Berastagi. Terlihat cukup jelas menjulang tinggi nan gagah gunung Sinabung dari puncak Gundaling. Sore itu tak terlalu ramai pengunjung yang menikmati sejuknya bukit Gundaling. Sebagian besar memang sengaja datang untuk bisa berfoto bersama gunung Sinabung, termasuk aku dan kamu. Sambil istirahat menunggu datangnya senja aku dan kamu duduk di bawah tenda milik ibu penjual minuman yang rupanya berasal dari banyumas. Sewaktu mesan minum aku kaget kok si Ibu menyahut dengan bahasa jawa, oh rupanya Ibu orang Banyumas. Ngobrol santai membahas tentang budaya Batak sambil menikmati deretan awan bergulung yang mulai berubah menjadi mendung. Senja mulai memberi harapan akan datangnya sunset yang menggelora. Terik matahari semakin redup berbarengan dengan datangnya hembusan angin yang semakin kencang. Waktu menunjukkan jam 17:50 namun langit justru semakin menghitam awan yang tadinya berderet bergulung cantik pun berubah menjadi mendung kelabu. Ternyata sungguh benar sunset tak jadi hadir menyambut kedatanganku jauh jauh dari pulau Jawa. Karena esok hari masih harus mendaki puncak Gunung Sibayak aku dan kamu harus segera istirahat agar tidak kesiangan bangun.

Berastagi di hujani Abu Vulkanik

Berastagi di hujani Abu Vulkanik

Gunung Sinabung Dari Puncak Gundaling

Gunung Sinabung Dari Puncak Gundaling

Gunung Sibayak dengan ketinggian 2.212 mdpl letaknya berdekatan dengan gunung Sinabung yang sedang erupsi. Meskipun tidak terlalu tinggi saat malam hingga pagi udara pun sangat dingin. Waktu sudah menunjukkan pukul 03:00 ini saatnya aku dan kamu bersiap mendaki untuk melihat sunrise. Jam 04:00 aku dan kamu yang kemudian aku ganti “kita” agar lebih enak nulis dan di bacanya sudah berangkat menuju Gunung Sibayak. Tak lama dari pusat kota Berastagi kira- kira 30 menit dengan kereta kita sudah tiba di parkiran gunung Sibayak. Sebelum mendaki jangan lupa ada membayar retribusi Rp 3000 dan biaya masuk Rp 10.000.

 

Pendakian di mulai, dengan ketinggian 2.212 mdpl tipikal jalur sedikit terus menanjak waktu tempuh pun sangat singkat. Dari parkiran hingga puncak 1 tidak sampai 1 jam sudah sampai ( sepertinya ada 4 puncak ). Kita memang tidak camping karena hanya ingin melihat sunrise dan gunung Sinabung dari puncak Sibayak. Lapisan mendung pagi itu sepertinya sangat tebal waktu sudah menunjukkan jam 05:30 pun semburat merah kurang terlihat terang. Memang betul sunrise tidak pecah dengan sempurna namun keindahan pemandangan yang di berikan oleh Sibayak tetaplah mempesona. Aku tau matahari malu untuk tersenyum kepadaku karena sudah ada yang tersenyum sungguh manis menggantikannya. Melihatmu ceria bahagia menikmat keindahan Sibayak rasanya sungguh luar biasa. Emmm nanti cerita agak panjang tentang pendakian Sibayak aku tulis saja sendiri, jadi sering sering mantau Blog aku ini.

Parkir Kereta

Parkir Kereta

Puncak Sibayak

Puncak Sibayak

Puncak Sibayak

Puncak Sibayak

Destinasi lain masih banyak yang menanti, setelah turun dari Sibayak kita lanjut menuju air terjun Spiso- piso. Berastagi- Kabanjahe- Tongging, kalau dari Berastagi sampai e Spiso- piso cuma memerlukan waktu selama 60 menit riding di kecepatan 60-70 kpj. Selepas Kabanjahe memasuki Tongging banyak kebun buah jeruk yang menawarkan wisata petik sendiri. Hemmm masyarakat mulai kreatif dalam menjual hasil perkebunan mereka, mulai dari strowbery petik sendiri, Apel petik sendiri, jeruk petik sendiri dan mungkin di susul buah yang lainnya. Riding di dataran tinggi itu enaknya tak begitu terasa panas, ya karena angin yang berhembus dingin meskipun terik matahari sangat panas. Udara sejuk serta pemandangan hijau bagaikan permadani menemani sepanjang jalur Berastagi – Tongging. Sebelum tiba di pintu masuk loket wisata air terjun Spiso- piso kita di sambut pemandangan mempesona danau Toba dari atas bukit. Lipatan perbukitan gundul terhampar diatas perairan jadi mengingatkanku akan keindahan Labuhan Bajo NTT. Karena memang bagus pemandangan kita pun berhenti sebentar berfoto- foto. Turun sedikit dari tempat kita istirahat sudah berdiri bangunan loket masuk wisata air terjun Spiso- piso. Ohhh anak tangga turun untuk melihat air terjun dari dekat sungguh panjang mengular. Santai sambil menikmati pemandangan sekitar air terjun kita turun menuju bawah air terjun. Tak jauh kita berjalan sambil istirahat aku merekam timelapse air terjun tak disangka seorang kawan kuliah sewaktu D3 di kampus putih biru menyapa ku. ” Oi fathur… sama siapa kesini??? “, rupanya Fajar Sidiq teman sekampus. Sebentar Fajar bercerita kalau sebaiknya aku ambil rute Simarjarunjung- Tigarasa- Samosir dan kembali ke Medan soalnya sayang jauh- jauh ke Sumatera Utara kalau gak sekalian ke Samosir. Akhirnya sebelum Fajar pulang dan aku melanjutkan turun ke air terjun kami berfoto sebagai kenang- kenangan. Baiklah lanjut lagi turun ke air terjun sama kamu, dan rupanya baru sepertiga pejalanan. Pelan sambil menikmati dan berfoto agar tidak terasa capeknya. Dan sesampainya di bawah air terjun pun kami tak mendekat karena bias air sungguh besar sudah pasti basah jika terlalu dekat. Setidaknya sudah cukup berfoto secekrek dua cekrek kami kemudian kembali naik ke atas. Turun ke bawah air terjun kemudian naik lagi kukira 1.5 jam sudah cukup.

Sebelum Loket

Sebelum Loket

Spiso- piso dari atas

Spiso- piso dari atas

Spiso- piso

Spiso- piso

Capek ya dari air terjun Spiso- piso? iya memang capek cukup jauh rupanya tangga turun dan naik. Padahal masih ada Simarjarunjung dan Samosir, Okelah waktu masih menunjukkan jam 13:00 kami segera cepat- cepat menuju bukit indah Simarjarunjung. Bukit indah Simarjarunjung salah satu konsep wisata baru yang sedang terkenal di Sumatera Utara. Dengan wahana- wahana foto seperti Kalibiru Kulonprogo yang sudah lama duluan mengaplikasikan. Dengan background danau Toba dan pulau Samosir bukit indah pun tak kalah keren dan fenomenal. Bagus gak sih Simarjarunjung? menurutku bagus karena memang pemandangannya bagus banget. Tapi kalau aku di suruh foto di wahana sih gak juga gak papa. Wahana foto di Simarjarunjung ada banyak sampai aku gak sempat hitung. Bagi yang sedang suka konsep foto kekinian cocok banget datang ke Simarjarunjung. Jadi pas di sana Eka minta difoto di ayunan ekstrim. Ayunan itu di ayun ke arah danau Toba dan kemudian cekrek- cekrek beberapa foto diambil, hemmm hasilnya memang bagus seolah Eka sedang berayun di atas danau Toba. Trus setelah itu? ya setelah itu kami lanjut lagi menyebrang ke pulau Samosir. Dan tanpa sengaja kami justru mengikuti saran Fajar bahwa mendingan nyebrang ke Samosir lewat Tigarasa.

Bukit Indah Simarjarunjung

Bukit Indah Simarjarunjung

Wahana Ayunan Ekstrim

Wahana Ayunan Ekstrim

Yang sudah pernah nyebrang ke kepulauan seribu pasti tau model perahunya seperti apa, nah kalau di danau Toba ini perahunya berbeda. Jika di lihat sepintas justru bentuknya menyerupai Elf atau Bus mikro. Di bagian depan tertulis ” Laut Tawar ” dan karena bentuknya seperti Bis aku sebut saja ” Bis Laut tawar “. Sambil menyebrangi danau Toba senja berganti malam, kupikir karena hanya danau ombaknya pun tidak besar. Rupanya kondisi bercerita lain ketika sampai di tengah- tengah ombak terasa begitu mengombang- ambingkan Bis laut tawar kami. Tiba di Simanindo Samosir hari telah gelap langsung saja kita menuju Tuk- Tuk Ambarita untuk menginap semalam. Tuk- tuk ini kalau di bali semacam kawasan Kuta Seminyak nya. Pusat Keramaian Samosir bisa di bilang di Tuk- tuk ini dan Tomok. Karena alasan waktu kita gak sempat mampir ke Tomok, esok paginya pun langsung tancap gas menuju bukit Holbung.

Simanindo

Simanindo

Bukit Holbung, ketika melihat di Map jaraknya tak terlalu jauh dari Tuk-tuk. Estimasi sesuai google map menunjukkan 2 jam lebih sedikit perjalanan dengan kendaraan bermotor. Pagi hari jalanan lengang serta masih jauh dari gaduh kendaraan. Udara dingin membangunkan ku dari kantuk berat. Semburat merah matahari pagi memberikan sedikit penerangan perjalanan kita menuju bukit Holbung. Jalanan sepi kemudian mulai berganti ramai anak Sekolah Dasar berjalan kaki menuju sekolah mereka. Dan lima menit kemudian sudah semakin ramai angkotan samosir mengangkut anak anak Sekolah Menengah Pertama dan Atas menuju sekolah masing- masing. Menyusuri jalanan di tepi danau Toba dan sudah 2 jam lamanya kita berkendara namun baru tiba di jembatan penyebrangan Samosir dengan Sumatera. Ada yang pernah ke Sumba? nah ketika memasuki jalur darat Samosir – Sumatera aku serasa di ingatan oleh Sumba pulau Seribu Bukit. Di Sumba kan kalau pas mau ke Wairinding melewati diantara lipatan ribuan bukit, nah di Samosir ini juga mirip bahkan khas bukit gundul di tumbuhi rumput tipis yang mulai mengering berwarna coklat ke orange pun sama. Selama perjalanan mata ku terus di manjakan oleh pemandangan yang Ahhh sudahlah aku bingung mau menjelaskannya. Pokoknya suka banget sama Samosir dan sekitarnya, bahkan orangnya pun juga ramah- ramah. Saking terpesonanya oleh keindahan alam di jalur ini kita sampai nyasar kebablasan dan terpaksa putar balik lagi ke arah bukit Holbung. Dalam hayalanku bukit Holbung palingan mirip- mirip sama bukit Teletubis yang ada di Jawa. Hemmm kalau aku mau di bilang lebay ya gak papa mungkin memang lebay, tapi bukit Holbung sungguh di luar dugaanku. Bukit Holbung gak bikin menyesal meskipun sudah di bela- belain putar arah ketika kebablasan. Gimana ya ceritainnya aku pun bingung tak mampu berkata- kata lagi untuk mendeskripsikannya. Lebay ya? hahaha iya gak papa lebay. Di bukit Holbung sayangnya tak bias berlama- lama karena aku harus sampai di bandara Kualanamu jam 16:00. Trus ngapain aja di bukit Holbung yang cuma sebentar? ya apalagi kalau bukan ambil foto dan sejenak menikkmati dengan mata sambil kulit merasakan dinginnya hembusan angin yang sungguh kencang.

Sunrise Depan Hotel Tuk Tuk

Sunrise Depan Hotel Tuk Tuk

Tepian Danau Toba

Tepian Danau Toba

Pinggir jalur ke Tele

Pinggir jalur ke Tele

Bukit Holbung

Bukit Holbung

Bukit Holbung

Bukit Holbung

Eka Di Bukit Holbung

Eka Di Bukit Holbung

Dari bukit Holbung trus kemana lagi? ya sudah jelas tau kan ya bahwa bukit holbung destinasi terakhir kita, ya kan… Karena takut ketinggalan pesawat pulang ke Jawa riding dari Holbung ke Medan aku gas lebih kencang dari sebelum- sebelumnya. Rutenya tau gak? nah akku aja baru tau pas udah melewatinya. Jadi dari Holbung lewat jalur menara pandang Tele terus saja ikutin jalan sampai pertigaan yang ke kanan adalah arah jalan raya Sidikalang- Kabanjahe. Jadi kalau di bikin rute Dairi- Kabanjahe- Berastagi- Medan- Kualanamu. Dan tidak sia- sia hasil ngebut dari Dairi ke Medan, Dairi- Kabanjahe mampu di tempuh selama 1.5 jam perjalanan. Jalur di tengah hutan dataran tinggi yang dingin sedang berkabut dan gerimis pula. Dari Kabanjahe arah berastagi jalur sudah berganti dengan jalur cukup padat penduduk dengan waktu tempuh cuma 30 menit. Nah kalau pas berangkat waktu Tempuh Medan Berastagi 2 jam maka arah sebaliknya Berastagi – Medan cuma di libas 1jam lebih sedikit. Akhirnya sudah lega, ya lega semuanya termasuk lega sampai Medan masih jam 15:30 dan langsung saja naik ke Damri yang kemudian berangkat jam 16:00 menuju bandara Kualanamu.

Video perjalanannya