Kamis, 11 September 2014

Desa Adat Wae Rebo, Kearifan Lokal yang Terus Di Jaga

Masih di daerah Ruteng Flores NTT, masuk ke pelosok desa di bawah kaki gunung. 80km dari kota Ruteng 8km dari desa terkahir dan 2 jam di tempuh dengan kendaraan bermotor ( sepeda motor ) dan 2 jam treking jalan kaki. Jika dari Ruteng maka menujulah desa Todo, kemudian menuju desa Denge. Tiba di desa Denge motor kami parkir dan kemudian langsung saja treking menuju tujuan kami, ya Desa Adat Waerebo. Tanpa tau berapa jauh dan tanpa tau arah kemana yang harus kami tempuh. Terus saja melangkah mengikuti bekas jejak kaki dan jalan setapak. Tak terasa sudah setengah jam kami berjalan tibalah di sebuah sungai. Dengan air yang dingin dan jernih sungguh sangat menggoda untuk di minum. Jernihnya air di iringi kicau burung dan segarnya hawa pegunungan membuat sensasi minum air sungai ini tiada duanya. Setelah kerongkongan basah oleh air dingin pegunungan botol kosong yang kami bawa pun tak lupa untuk di isi sebagai bekal mendaki. Dari sungai masih terus mendaki dan treking jalan setapak hingga sekitar 1 jam lamanya kemudian terlihatlah dari tepian tebing sebuah pucuk rumah adat desa waerebo.

wae rebo

Di tepian tebing itu terdapat plang bertuliskan 1500 ( 1,5km ) jika kamu masih mempunyai banyak tenaga bisa dimanfaatkan untuk berlari atau berjalan cepat karena jalurnya yang cukup landai menurun. Tak jauh kemudian bertemu dengan gubuk/ gazebo yang mana dari gazebo tersebut terlihat semua rumah boru dari atas. Ambilah foto dan sesekali narsis berfoto dengan latar desa adat. Di gazebo ini juga di gunakan untuk memberikan isyarat dengan cara memukul kentongan agar warga desa waerebo tau akan kedatangan tamu. Sebelumnya kami juga tidak tau bahwa harus memukul kentongan, sampai akhirnya ada warga desa yang lewat dan memberi tahu bahwa ada tata cara sebelum memasuki desa adat. Selain tata cara di gazebo kami juga melalaikan tata cara yang lain yaitu harus dengan guide dari desa kombo ( desa kembaran waerebo ) dengan menemui dahulu bapak blasius.

wae rebo

IMG_2586

rumah boru

Setelah memukul kentongan kami pun masuk dan memulai upacara di rumah utama sebelum kami keliling sekitar desa. Upacara yang di maksud adalah permintaan izin oleh ketua adat kepada roh nenek moyang mereka agar para tamu di beri izin untuk melihat- lihat dan memotret. Desa waerebo desa kecil yang hanya terdiri dari 7 rumah boru dan terletak di atas pegunungan membuat aksesnya yang begitu sulit. Namun karena letaknya yang susah di jangkau membuat desa ini masih menjaga adat sejak nenek moyang mereka dahulu. Rumah boru yang di bangun mereka mampur bertahan hingga puluhan tahun bahkan ratusan tahun. Ada 4 rumah Boru yang selesai di renovasi sehingga terlihat berbeda dan baru. Biaya untuk merenovasi rumah boru ternyata tidak sedikit, dengar dari teman bahwa ada bantuan dari PBB sebesar kurang lebih 400-500 juta rupiah untuk satu boru. Rumah yang sangat mewah dan mahal harganya, namun sepadan dengan umurnya yang mampu bertahan begitu lama.

IMG_2600

IMG_2615

IMG_2617

IMG_2623

sarapan bareng warga wae rebo

sarapan bareng warga wae rebo

Dapur untuk memasak rumah Boru

Dapur untuk memasak rumah Boru

Dapur Umum

Dapur Umum

Kegiatan warga Wae Rebo adalah berkebun dan tenaman utama adalah kopi. Jika dalam perjalanan treking menuju desa Waerebo ini maka kamu akan melewati hamparan kebun kopi dan mencium aroma wangi bunga biji kopi. Flores memang terkenal dengan kopinya yang sangat nikmat dan murni tanpa di campur bahan apapun. Tradisi yang beredar di Flores adalah semakin sedikit gula dalam kopi itu maka semakin nikmat kopinya.

IMG_2645

IMG_2750

Saya cuma beberapa jam di desa Adat Waerebo ini dan rasanya masih ingin tinggal lebih lama, mengenal lebih dalam warga desanya mencicipi bagaimana mengolah kopi secara tradisional waerebo dan mencoba memasak menggunakan tungku di dalam rumah Boru. Terbatasnya waktu membuat saya harus segera melanjutkan perjalanan menuju destinasi berikutnya. Setelah menuruni gunung melewati jalan setapak selama 1,5 jam tiba di desa Denge kami istirahat sebentar kemudian lanjut gas motor agar tidak terlalu malam di perjalanan. Dalam perjalanan pulang pun pemandangan yang si suguhkan desa Denge begitu megah dan magis. Dalam balutan kabut tipis di coret- coret oleh cahaya matahari serta di warnai oleh senja. Persawahan di lereng pegunungan berundak kemudian di ikutin pantai berbatu halus berombak besar dengan di depannya sebuah pulau.

Foto Bersama dengan teman baru dari Medan, Padang dan Flores

Foto Bersama dengan teman baru dari Medan, Padang dan Flores sebelum turun ke Ruteng

Persawahan Desa Denge

Persawahan Desa Denge

Laut Terlihat dari Desa Denge

Laut Terlihat dari Desa Denge

Pulau Eksotis Lupa namanya

Pulau Eksotis Lupa namanya

IMG_2884

Pantai Batu Telur Ruteng

Pantai Batu Telur Ruteng

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar